IBU DAN NENEKU PART 2

 

Setelah kami sama-sama bugil, kontolku menegang hebat sampai keluar urat-uratnya, ujung kepalanya pun tak jauh dari nenekku berada. Jantungku sampai deg-degan melihat nenek dalam keadaan telanjang. Tapi aku berusaha sebisa mungkin menenangkan diriku sendiri, jangan sampai aku berbuat nekat yang akhirnya bisa menjadi masalah yang sangat fatal. Nafasku pun terasa berat seakan seperti kehabisan oksigen, padahal itu efek dari bertemunya dua manusia beda kelamin yang ingin menyatu, maksudnya hanya aku saja. Dengan santai ku ambil gayung lalu menyiramkan air ke pundak nenek pelan-pelan. Byurrr! Kepala nenek pun ku siram lalu aku usap-usap agar bersih, meskipun sebenarnya yang saya tahu nenek sudah mandi. Aku elus tengkuknya juga punggungnya, tak ada reaksi penolakan dari tubuh nenek, jika nenek menolak tentu beliau akan menjauh atau melarangku menyentuh tubuhnya.






"Dingin gak nek airnya?" Tanyaku sambil menyiram nenek yang sedang jongkok di dekatku, aku tak bisa melihat bagian dari pusat kenikmatan milik nenek karena posisinya menghadap bak mandi bukan kearahku.


"Nggak Din biasa aja.." ucap nenek melihat kedepan, sepertinya nenek tak berani menoleh kearahku karena jujur saja antara pipinya dengan ujung senapanku berjarak sekitar sejengkal saja.


"Udin seneng banget nenek selalu ada buat Udin, memperhatikan Udin, peduli sama Udin..." Kataku pada nenek yang mulai mencoba mengarahkan perhatian nenek agar merasa tersanjung. Perlahan akhirnya nenek sedikit terbuka hatinya dan memberanikan diri menoleh kearahku, kini terlihatlah oleh nenek batang kemaluanku yang besar berurat berdiameter 2 inchi dengan panjang 16cm. Melihat penisku yang tepat didepan wajahnya, muka nenek terlihat memerah dan menelan ludah. Agar nenek tidak merasa grogi karena melihat penisku, aku mencoba mencairkan suasana dengan terus mengajak ngobrol nenek yang semakin membuat nenek merasa ditinggikan. Ku buat perbandingan-perbandingan dengan ibuku, kerabatku bahwa neneklah yang terbaik bagiku. Akhirnya nenek semakin terbujuk rayuan yang aku buat-buat sehingga nenekku berani menghadap kearahku.


"Din.. kamu sudah buat hati nenek seneng... Emang benar ya kalau nenek yang terbaik buat kamu Din..?" Tanya nenek yang sedang jongkok dengan wajahnya yang menengadah kearah mukaku, melihat nenek yang sedang menengadah itu ingin sekali aku masukkan batang penisku kedalam mulutnya yang ternganga.


"Iya nek.. neneklah yang paling peduli sama Udin... Nek, sebenarnya Udin punya masalah nek..." Aku mulai coba terbuka sama nenek tentang masalah onani yang sering aku lakukan.


"Masalah apa Din? Cerita sama nenek? Siapa tahu nenek bisa bantu..." Ku lihat respek nenek begitu cepat dan merasa khawatir dengan masalah cucu kesayangannya. Apalagi setelah terlebih dahulu aku puji-puji semakin membuat nenek kasihan kepadaku.






Akhirnya aku coba ikut berjongkok didepan nenek yang akhirnya aku bisa melihat kemaluan nenek yang ditumbuhi bulu-bulu halus, kini kontolku dengan memek nenek saling berhadapan meskipun berjauhan. Penisku terlalu berani menampakkan diri sedangkan kemaluan nenek malu-malu sembunyi dibalik selangkangannya.




Untungnya aku masih bisa mengontrol birahi yang sedang menguasaiku, andai akalku sudah dikuasai nafsuku. Sungguh lobang kenikmatan surgawi milik nenek sudah aku satukan dan tidak mau aku lepaskan dalam waktu yang sebentar.






"Tapi nek jangan bilang siapa-siapa ya? Apalagi sama ayah ibu...? Janji ya nek? Hanya kita berdua saja yang tahu rahasia ini..?" Kataku pada nenek yang sekarang kedua lutut kami saling bersentuhan. Ahh! Rasanya ingin sekali aku peluk nenek, padahal hanya bersentuhan kulit lutut saja tapi aku bisa merasakan kehangatan dari tubuh nenek. Kontolku pun tepat mengarah ke titik sasaran meskipun dari kejauhan, andai nenek mengijinkan.


"Iya Din, nenek janji gak akan bilang siapa-siapa... malah nenek merasa sangat terharu ternyata nenek sangat kamu percayai..." Ucap nenek kepadaku, sekarang tinggal menyabuni tubuh nenek langsung dengan telapak tanganku. Sabunnya aku putar-putar ditelapak tangan sehingga menempel, lalu ku sabuni tangan nenek terlebih dahulu. Karena aku masih berusaha mengambil hati nenek dengan pujian, rayuan melalui untaian kata-kata indah. Selain itu aku tidak mau terbawa nafsu meskipun jujur saja aku sudah tidak kuat menahannya, hampir dan hampir saja torpedoku melesat terasa ingin meluncur kedalam lobang kehangatan milik nenekku.


"Sebenarnya nek Udin suka onani nek..." Aku mulai membuka rahasia terbesarku.


"Onani? Apa itu Din?" Ucap nenek penasaran, aku heran.. kenapa nenek gak tahu onani? Gumamku dalam hati sambil menyabuni pundak dan leher nenek dari depan sambil berjongkok.


"Ngeluarin sperma nek... Udin kalau gak ngelakuin itu suka pusing nek.." aku dan nenek saling bertatapan, entah apa yang dipikirkan nenekku aku tidak tahu.


"Din.. bukannya itu gak baik buat kesehatan? Jangan dipaksain keluar nanti kamu sakit Din..." Nenek mulai khawatir mendengar curhat mesumku.


"Iya Udin tahu nek, tapi kalau Udin gak ngocok maaf nek...kemaluan... Udin suka pusing nahannya nek..." Aku kini mulai menyabuni pinggiran payudaranya, sedikit demi sedikit aku menggeser rabaanku yang berlumuran sabun mengarah ke payudaranya yang menggelayut. Lalu, Ugh! Aku berhasil menggenggam kedua payudaranya bahkan sempat memencet putingnya nenek. Nenek hanya menarik nafas dalam dan aku sempat melihat uap dari tubuhnya yang sepertinya mulai memanas.


"Nenek gak tega mendengarnya Din... Meskipun perbuatan kamu salah... Tapi, nenek bingung harus membantu apa untuk kebaikan kamu Din...??" Whuihhh! Kata-kata nenek semakin membuka jalan kearah yang aku harapkan.


"Nenek beneran sayang kan sama Udin ?" Perlahan aku lebarkan kedua lutut nenek sehingga semakin terlihat memeknya yang terlihat merekah. Aku sedikit lebih memajukan tubuhku agar semakin dekat dengan menggerakkan kakiku kedepan.






Kini aku sekarang bisa menyabuni punggung nenek dengan leluasa, nenek entah menyadari atau tidak? Soalnya antara kontolku dengan memeknya hanya berjarak sekitar dua jengkal saja.






"Din, nenek sejak kamu masih bayi hingga sekarang sangat menyayangimu... Nenek gak tega kamu menderita bahkan nenek gak sanggup memarahi kamu. Beritahu nenek apa yang harus nenek lakukan Din?" Ucap nenek yang akhirnya mau membantu masalahku. Aku pun semakin mendekat dan melebarkan kedua paha nenek, sekarang kedua lutut aku tidak bersentuhan, malah sudah hampir bersentuhan kedua paha kami. Sehingga jarak kontolku semakin dekat dengan memek nenekku hanya berjarak sejengkal saja.






Untuk menjawab pertanyaan nenek, aku lepaskan sabun digenggaman ku, lalu ku peluk nenekku. Nenek pun secara reflek memelukku mengusap punggungku, karena rasa kasih sayangnya kepada cucu.






"Nek makasih ya? Nenek sangat pengertian kepada ucup... Nenek baik banget..." Kataku sambil menggerakkan kontolku kedepan mencari keberadaan bibir kemaluan nenek. Aku rasakan tubuhku dan tubuh nenek terasa panas, kedua jantung kami pun berdegup kencang


"Iyaa Din, nenek sayang sama kamu... Katakan Din nenek harus apa? emmhh.." ucap nenek dibarengi desahan tatkala dada kami menyatu dan aku gesek-gesek kulit leherku dengan nenek.


"Nenek mau kan bantu Udin onani nek? Soalnya kalau ngocok tangan Udin suka pegel nek.. mau kan nek?" Aku coba merayu nenek melakukan hal yang sebenarnya sangatlah tabu dalam masyarakat.




Nenek menarik nafas dalam lalu berkata, "iya nenek bantu, tapi penis kamu kena kemaluan nenek Din... Nenek kocokin aja ya..?" Ucap nenek yang sepertinya menyadari kalau beberapa kali ujung penisku mengenai bagian dalam belahan memeknya. Tadi tatkala kontolku bersentuhan dengan memeknya untuk pertama kalinya, sungguh ku rasakan hawa hangat yang seperti berhembus dan seakan menarik kontolku untuk masuk kedalam. Tapi sayangnya nenek menyadari dan mencoba mengingatkanku kalau kontolku sudah lewat batas wilayah.


"Jadi nenek mau bantuin Udin nek?"


"Iya nenek bantu ya..?"


"Emang gak boleh ya kalau hanya sekedar gesek diluar aja nek??"


"Jangan Din itu perbuatan dosa, jangan sampai kita berzina.. kalau ngocokin kamu nenek bantu ya Din..?"


"Hmmm.. iya nek, Udin sayang sama nenek..." Aku peluk erat nenekku dan nenek pun malah ikut memelukku juga, lalu dengan cepat aku majukan kontolku sehingga batangnya dijepit bibir kemaluan nenek. Ugh! Hangatnyaaa... Sebelum nenek melarang aku buru-buru berkata "sebentar aja nek ya..?" Nenek pun membiarkanku menggesek bagian luar vaginanya menyundul klitorisnya.






Beberapa menit tanpa rasa lelahnya aku menyundul klitorisnya nenek, menggesek bagian luar vaginanya sampai kami lupa bahwa kami adalah nenek dan cucu.






"Ahhh... Hangat banget memek nenek... Makasih ya nek... Ahhh... Ughh..!" Terasa geli bercampur nikmat, tatkala ujung dan batang penisku menggesek bibir vagina nenek meskipun hanya bibir bagian dalamnya saja yang bersentuhan. Aku tak bisa mengarahkannya kearah atas meskipun hanya sedikit saja, karena posisi kami yang hanya berjongkok susah ku arahkan. Jika saja nenek mengangkat pantatnya pasti bisa kepala penisku masuk menengok bagian dalam lobang memek nenek. Sebelum nenek tersadar lagi kalau penisku semakin berani lebih jauh lagi. Nenek terus aku rayu-rayu, aku tinggikan dan membandingkan kebaikannya lagi sehingga nenek semakin membiarkanku dan tak melarangku.


"Nenek sayang kan sama Udin...?" Kataku semakin memeluk erat nenek sambil memaju mundurkan penisku diluar lobang memeknya yang terlihat menganga.


"Nenek sayang kok Din.. tapi jangan dimasukin yahh...?" Kini nenek yang tadinya hanya akan dikocok oleh tangannya. Sekarang nenek membolehkanku menggesek-gesek memeknya, asal jangan dimasukin karena takut berzina. Meskipun begitu usahaku tidaklah sia-sia, semua akan ada saatnya penisku diterima masuk oleh nenekku.


"Jadi Udin boleh menggesekkan di memek nenek? Nenek memang ngertiin Udin..." Kataku sambil membelai punggungnya.


"Nenek hanya ingin membantu masalah kamu Din... Nenek gak tega kalau kamu nanti sakit gara-gara onani itu..."


"Kalau begitu kita bersihin tubuh kita dulu ya nek..?" Kataku memberi saran.


"Iyaa Din dikamar nenek aja ya kaki nenek pegel..."


"Iya nek... Aku juga pegel jongkok terus dari tadi... Setelah ini kita ke kamar ya nek? Janji?"


"Nenek janji.. masa kamu ga percaya sih sama nenek?!" Ucap nenek disertai muka cemberut manja lalu tersenyum kepadaku, sepertinya sifat saat remaja nenek seakan kembali saat ini dihari tuanya.


"Udin percaya kok nek...hhehe! Nenek memang yang terbaik .." kami sama-sama berdiri lalu saling membersihkan tubuh masing-masing.






Mandi pun selesai, aku bantu mengeringkan air ditubuh nenek dengan handuk yang menggantung di pintu kamar mandi. Sambil mengelap tubuhnya aku benar-benar kagum dengan kondisi kulitnya yang menurutku masih terlihat kencang dan putih.







"Nek, tubuh nenek masih terlihat kencang lho Udin suka..." Aku coba mengusap perutnya memutar-mutar.


"Kan nenek dari dulu ketika mengandung ibumu suka minum jamu Din, emang kulit nenek masih bagus ya...?" Ucap nenek tersenyum dan tersipu malu.


"Wah! Pokoknya gadis-gadis mah kalah bagusnya sama nenek... Meskipun nenek sudah tua tapi berkulit remaja nek beneran..!" Aku puji-puji nenek yang sekarang malah nenek mendekat kearahku. Lalu lanjutku, "coba deh nenek memutar biar Udin melihat lebih jelas tubuh seksi nenek..." Rayuku lagi pada nenek. Nenek pun memutar ke kiri dan ke kanan memperlihatkan tubuhnya padaku, aku rasa nenek sangat percaya diri karena pengaruh rayuan mautku. Tatkala nenek memutar-mutar itu penisku semakin tidak bisa ku tahan seakan ingin lepas dan hinggap kedalam tubuh nenek yang sekarang malah menggoyangkan pantatnya kearah penisku.


"Gimana Din tubuh nenek kamu suka...?" Ucap nenek yang sekarang mendekat ke arahku, aku pun menarik dan merangkulnya lagi. Nenek tanpa rasa malu menyenderkan kepalanya ke pundak bagian depanku lalu berkata, "Din...?" Ucap nenek lirih.


"Apa nek...?" Aku elus rambut kepalanya yang basah dan menyebarkan harum shampo urang-aring.


"Baru kali ini nenek merasa kepercayaan diri nenek kembali lagi Din... Bagi nenek cukup kamu saja yang menghargai keberadaan nenek sudah membuat nenek bahagia..." Aku cium keningnya karena memang aku sangat menyayangi nenekku, karena nenekku sangat baik kepadaku sejak masih kecil. Juga aku hampir gila karena beratnya menahan gejolak birahi yang seakan melilit tubuhku. Lalu dengan nekatnya aku meraba memek nenekku yang terasa tembem dan hangat. Jari tengahku aku tekuk dan ku dorong kedalam sampai masuk dua ruas jariku. Nenek semakin memelukku erat memegang pinggangku.


"Nek kita ke kamar yuk...?" Kataku pada nenek. Nenek tak menjawab tapi kepalanya mengangguk pertanda nenek setuju.






Sebelum keluar ku buka pintu kamar mandi, lalu dengan romantisnya ku pangku nenek keluar sambil tangan nenek pun merangkul leherku. Kami seperti pengantin yang akan berbulan madu, sambil berjalan menuju kamar nenek, penisku sepertinya kegirangan sampai ku rasakan berkedut-kedut dan saking semangatnya menarikku ke arah kamar nenekku.

Posting Komentar

0 Komentar