kaya Doni. Kita sebagai sahabat deketnya yaa dukung aja deh. Kata Grace, lu sama Doni udah ehem ehem. Gimana rasanya, La?”
“Hah? Pecah dong keperawanan lu, La? Akhirnyaa Danilla pecah perawan juga, pecah perawan di umur 17 tahun diaa. Hahaha!” Mereka berdua langsung heboh, ketika tau
dari Grace kalo aku dan Doni sudah pernah melakukan hubungan seksual.
“Hmmm, gimana rasanya yaa? Punya dia kekar, berurat, dan besar sih. Iyaa tapi dia cara mainnya lembut kok. Gue sih main sama dia rasanya puas dan enak banget. Apalagi wajahnya yang cool dan ganteng itu mendukung banget.”
Destia langsung histeris sendiri, waktu denger aku menceritakan tentang Doni. Di antara kami berempat, Destialah yang paling maniak dalam hal seperti ini. Dia paling sering gonta ganti cowo, dan melakukannya dengan banyak orang. Jadi pengalaman dia paling banyak.
“Wihhh, mantep tuh gue juga demen sama cowo yang mainnya lembut. Gue tuh dulu selingkuhin Arga, soalnya mainnya kasar banget. Suka gak pakai perasaan, dan yang penting enak sendiri aja buat dia,” kata Destia.
Hasna kemudian menjawab, “Yaa lagian lu main sama Arga. Cowo yang nafsuan
banget sama cewe. Iyaudahlah, yang penting hubungan lu sama Doni lancar terus. Syukur-syukur kalo bisa sampai lulus kuliah dan nikah. Gonta ganti pacar itu rasanya cape.”
Hubunganku dengan Doni pun berjalan hingga 3 bulan, dan selama itulah kami selalu melakukan hubungan badan setiap pulang sekolah. Hanya
libur saat hari sabtu dan minggu saja, karena di hari weekend biasanya ibuku pulang ke rumah.
Setelah hubungan kami berjalan 3 bulan, Doni pun memperkenalkan aku kepada kedua orang tuanya. Aku diajak main ke rumah Doni kala itu, dan itu pertama kalinya aku main ke rumah
Doni. Rumah Doni yaa cukup besar, tapi gak terlalu mewah.
Sepertinya meskipun keluarga Doni banyak uang, tapi mereka memiliki gaya hidup yang sederhana. Aku saat itu masuk ke rumahnya, dan bertemu dengan kedua orang tua Doni di meja makan. Mereka berdua langsung menyambutku dengan hangat.
“Ma... Paa... Ini pacarku yang sekarang, namanya Danilla. Kami berdua udah pacaran sekitar 3 bulan. Aku sengaja ajak Danilla main ke rumah, biar aku kenalin ke Mama dan Papa.” Doni memperkenalkan aku kepada kedua orang tuanya kala itu.
“Ohhh, ini pacar kamu? Cantik yaa, pinter kamu cari pacar. Danilla apa kabar sayang?
Salam kenal saya ibunya Doni, dan cowo ganteng di samping saya itu papanya Doni.” Ibunya Doni mengulurkan tangan kanannya kepadaku, dan aku mencium tangannya dengan lembut.
“Salam kenal juga yaa Ma, Pa. Nama aku Danilla Revitalia, aku sengaja datang ke sini. Karena katanya Doni ingin
menjalin hubungan serius sama aku setelah lulus sekolah,” jawabku dengan sopan dan lembut kepada mereka berdua.
Papanya Doni tersenyum dan memujiku, “Wahh cantiknya nama kamu. Danilla Revitalia? Hahaha, kalian sebentar lagi lulus sekolah. Sudah mau menjalin hubungan yang serius yaa? Jika memang niat
kalian berdua seperti itu, yaa Papa dukung deh.”
“Iyaa, Pa. Soalnya aku merasa Danilla perempuan yang cocok buat aku. Dia sabar dan lembut menghadapi aku yang kasar dan pemarah ini. Perempuan cantik dan lembut kaya Danilla itu jarang banget,” tambah Doni.
Aku sendiri sebenarnya agak bingung juga sih. Doni mau
jalin hubungan serius sama aku? Iyaa sebenarnya dia gak salah berniat untuk seperti itu. Namun kami berdua kan baru pacaran selama 3 bulan. Masih belum terlalu mengenal dalam satu sama lain.
“Kalo memang begitu, yaa Mama seneng-seneng aja. Danilla cantik dan cocok kok sama kamu. Danilla itu mirip
bintang model Raline Shah yang terkenal itu. Hanya saja, bedanya pipi Danilla keliatan lebih tembem,” ujar ibunya Doni.
Ayahnya Doni pun ikut berkomentar, “Tapi kalo menurut Papa, iyaa wajah Danilla itu sudah pas seperti itu. Jadi gak perlu dirubah- rubah lagi, palingan yaa tinggal dipoles sedikit supaya
lebih putih dan glowing. Iyaa itu menurut Papa yaa, penilaian sebagai laki-laki.”
Aku pun mendengarkan saran dan nasehat dari mereka berdua. Yang penting, keluarganya Doni menerima aku apa adanya. Meskipun mereka menerima aku, tapi aku sangat paham. Bahwa mereka menerima aku karena kecantikanku.
Dan mereka terlihat senang, Doni bisa mendapatkan wanita secantik aku. Meskipun sebenarnya, aku lebih ingin keluarganya Doni melihat aku dari sisiku yang lain. Seperti sikapku yang santun, bicaraku yang sopan, tata krama dan sebagainya.
Namun yang mereka bicarakan dari aku pertama kali tiba di sana, sampai aku
menjelang pulang kembali ke kontrakan. Hanyalah kecantikan wajahku saja, mereka tidak menilaiku dari sisi yang lain. Bahkan mereka menyarankan aku untuk menjadi model setelah lulus sekolah.
Aku yang saat itu masih berusa 17 tahun, tentu saja merasa senang bisa diterima oleh keluarga Doni. Meskipun
jika aku pikir-pikir ulang saat dewasa sekarang, mungkin aku akan pergi jauh-jauh dari keluarga Doni yang seperti itu.
Sepulangnya aku dari sana, Doni mengantarkan aku sampai ke dalam kontrakan. “Maaf yaa, sayaang. Kalo seandainya tadi aku di rumah kamu, ada bersikap salah dan kurang mengenakkan. Sejujurnya, aku baru pertama
kali berkunjung ke rumah cowo.”
“Hahaha, iyaa gak apa-apa kok. Kedua orang tuaku keliatan suka sama kamu. Seenggaknya aku merasa lega, kedua orang tuaku sudah merestui hubungan kita.” Sepertinya Doni ini adalah anak yang sangat penurut kepada ibunya.
Karena ketika Doni diminta ibunya untuk memperkenalkan aku ke kedua orang tuanya. Doni langsung merayuku dengan memaksa, agar aku mau datang ke rumahnya. Padahal sejujurnya, aku sama sekali belum siap untuk bertemu dengan orang tua laki-laki.
“Syukurlah, jika memang kedua orang tuaku bisa
menerima aku. Tapi mungkin setelah ini, aku minta untuk jangan terlalu sering membawaku ke rumah kamu. Soalnya mental dan hatiku masih belum siap,” pintaku kepada Doni.
Namun, Doni terlihat gak bisa menerima hal itu. “Iyaa karena kamu udah jadi pacar aku, gak ada salahnya setiap satu minggu sekali
0 Komentar