Di sini lebih gelap dan adem sih, kalo di ruang depan karena ada sinar matahari masuk. Jadinya ruangan terasa lebih panas ketimbang di sini,” jawabnya yang terlihat mulai gelisah. Doni terlihat menggerak-gerakan kaki kanannya naik turun dengan cepat.
Aku mulai membaca ada tanda-tanda naiknya hawa
nafsu Doni, saat kami berduaan di sini. “Do—Doni, lu sebelumnya udah pernah begituan kah sama cewe? Kok lu kayanya kaget, ngeliat Rahmat dan Grace main di kamar gue kaya sekarang ini?”
“Gua sama sekali belum pernah, yaa palingan ciuman bibir aja sih. Selebihnya gak pernah dapet kesempatan,
atau mungkin guanya yang gak peka. Entahlah, hahaha.” Doni mulai berkeringat, dia sesekali melirik ke arah belahan payudaraku.
Di mana belahan payudaraku pun, juga berkeringat karena di sini sangat gerah. Kipas angin pun seolah tidak bisa mengendalikan hawa panas di ruangan ini. Karena gerah yang kami rasakan, bukan
sekedar gerah karena cuaca di siang hari.
Tapi gerah karena menahan hasrat seksual diri kami masing-masing. Aku menunggu kapan Doni akan menyerangku, dan mungkin untuk di awal-awal aku akan sedikit jual mahal. Meskipun pada akhirnya, aku tetap akan memberikan tubuhku pada Doni.
Namun sepertinya akulah yang akan kalah di sini, aku yang sudah tidak bisa menahan hasrat seksualku. Muncul rasa geli yang mulai gak bisa aku tahan, tepat di dalam kemaluan dan rahimku. Kedua putik dadaku mengeras, tubuhku berkeringat, bulu kudukku mulai berdiri.
“Do—Doni.” Aku memanggil namanya, dan dia langsung menatap ke arahku. Dengan bodohnya, aku menunjukan raut wajah seorang wanita yang sedang naik libidonya. Raut wajah seorang wanita yang sedang menahan hawa nafsunya.
“Lu kenapa, La? Kok ekspresi wajah lu kaya gitu banget?” tanya Doni yang masih saja
pura-pura polos. Sampai akhirnya aku mulai merasa jengkel dan gak tahan. Hancur hancurlah udah harga diri aku sebagai perempuan di mata Doni.
Namun, tiba-tiba Doni langsung menyerang aku. Dia menyerang bibirku dengan ciuman bibirnya yang ganas. Saat itu, kami berdua langsung berciuman dengan
penuh hawa nafsu. Doni memasukkan lidahnya ke dalam mulutku, dan seketika kedua lidah kami beradu.
Kedua tangan Doni meremas kedua pantatku, dadanya mulai menempel dan menekan kedua payudaraku. Aku menyambut lidah Doni dengan hangat di dalam mulutku, aku menghisap lidah
Doni dengan lembut dan penuh kasih sayang.
“Slrrrppp... Slrrrppp... Slrrrppp...”
Suara hisapan lidahku di lidah Doni terdengar sangat keras, aku bahkan sampai menelan banyak air liurnya Doni di dalam tenggorokanku. Kemaluan Doni yang menempel di perutku, terasa sangat besar dan keras.
Tongkat panjangnya itu, menekan perutku berkali-kali.
Hingga akhirnya kami berdua saling melepaskan ciuman masing-masing. Dengan nafas yang memburu aku menyatakan perasaanku kepadanya. “Gu—Gue suka dan sayaang sama lu, Don. Gue udah suka dan sayang sama lu, semenjak lu nolong
dorong motor gue ke bengkel.”
“Gua juga suka sama lu, La. Gua suka banget sama kecantikan wajah lu, juga wajah lu yang imut keliatan kaya anak kecil. Gua suka banget sama dua hal itu,” jawabnya yang ternyata dia juga suka dan sayang sama aku. Sebenarnya aku gak kaget dia bicara begitu.
Karena meskipun cowo sikapnya sering cuek, aku bisa membaca apakah cowo itu beneran cuek. Atau sedang berusaha menjaga gengsinya kepada aku. “Mu—Mulai sekarang, lu bebas mau ngapain gue, Don. Cowo impian gue selama ini, yaa tipenya mirip dengan lu ini.”
Dan dengan lembut, Doni pun berbisik kepadaku.
“Pleasee, La. Mulai sekarang terima gua jadi cowo lu. Gua gak tau apakah ini terlalu cepat bagi lu, kita baru seminggu kenalan. Tapi gua malah udah langsung nyatain...”
Aku langsung menutup bibirnya dengan jari telunjukku. “Sssttt... Gue terima lu jadi cowo gue, Doni. Mulai sekarang, lu adalah
cowo gue. Dan gue adalah cewe lu, kita berdua udah sah pacaran sekarang.” Tanpa basa basi, aku langsung mencium bibir Doni lagi.
Hingga terjadilah hal yang kami berdua sangat inginkan. Karena aku gak mau menggunakan kamar ibu untuk melakukan hal seperti ini. Akhirnya kami berdua masuk ke kamar mandi dan
bermain di sana sepuasnya. Doni menggenjot kemaluanku dengan ganasnya.
Dan permainan itu berakhir, dengan dua kali Doni ejakulasi di dalam mulutku. Kami berdua memutuskan untuk langsung mandi bersama setelahnya. Dan setelah mandi, kami berdua bermain lagi selama 1 ronde.
Sampai akhirnya kami berdua benar-benar selesai.
Aku dan Doni keluar dari kamar mandi dengan sangat sumringah. Di mana kami berdua masih menggunakan pakaian yang sama. Kami berdua kembali ke ruang tamu, dan Grace hanya tersenyum karena dia sudah memahami situasinya.
Hahaha, makasih banyak Grace.
Semenjak saat itu, aku dan Doni resmi menjadi sepasang kekasih. Setelah aku menjadi kekasihnya, Doni menjadi lebih royal dan sering ngajak aku jalan-jalan. Meskipun bisa dibilang, hubungan pacaran
yang kami jalani tidaklah sehat.
Tapi aku saat itu tidak mempedulikannya, yang penting aku resmi jadi pacarnya Doni. Informasi tentang hubungan kami pun, mulai disebar oleh teman- teman Doni. Dan akhirnya
sampai ke deketku sendiri.
temen-temen
“Lu, seriusan pacaran sama Doni? Aje gilee pacaran sama pentolan sekolah. Emang Doni ganteng sih anaknya, tapi masa lu demen sama cowo kaya begitu sih, La?” tanya Hasna yang terlihat gak percaya. Ketika dia mengetahui aku pacaran dengan Doni.
“Loh? Emangnya kenapa kalo gue milih pacaran sama Doni?
Gue justru demen banget cowo gagah dan kuat kaya dia. Daripada cowo sok kaya tapi egoisnya gede. Mendingan cowo kaya Doni lah,” jawabku menjelaskan alasanku memilih Doni.
Destia yang berada di sampingku, dia ikut masuk ke dalam perbincangan. “Yaudahlah kalo Danilla emang sukanya sama cowo
0 Komentar