RANJANG YANG TERNODA PART 5

 

Setelah mandi dan membersihkan diri, Pak Hasan kembali turun ke ruang keluarga. Dia duduk di sofa dan menonton berita di televisi, berharap bisa sejenak melepaskan hasrat birahinya yang liar kepada menantunya sendiri. Tidak lama kemudian, Pak Hasan mendengar suara lembut dari atas tangga.

“Pak, siapa tadi yang telepon?”

“Oh, itu si Andi dari bandara,” jawab Pak Hasan. “Katanya dia harus langsung lembur dan berangkat ke luar kota malam ini juga. Baru pulang hari Minggu sore. Untuk keperluan bisnis atau yang lain, Bapak kurang paham.”

Pak Hasan mendengar gerutu kecil dari Lidya tentang kebiasaan Andi yang jarang pulang dan lain sebagainya. Tak lama kemudian Lidya turun ke ruang keluarga. Pak Hasan hanya bisa menatap takjub penampilan menantunya yang jelita. Lidya memakai kaus putih tanpa lengan yang membuat buah dadanya yang besar terlihat menonjol menantang dan celana jeans yang hampir-hampir tidak sampai ke pinggulnya. Dari belakang, Pak Hasan bisa mencuri pandang belahan pantat Lidya.

Pak Hasan mulai terangsang lagi saat membayangkan Lidya menggunakan celdam yang tadi digunakan oleh Pak Hasan untuk coli. Rambut indah panjang Lidya diikat kucir kuda dan membuat si cantik itu tampak lebih muda. Pak Hasan menahan diri dan kembali menatap layar televisi

Lidya mulai menyiapkan makan malam sementara Pak Hasan menyusulnya ke dapur untuk melihat apakah dia bisa membantu Lidya. Sekitar dua puluh menit memasak dan bercakap-cakap, makanan pun siap.

Tak disadari oleh Lidya kalau sedari tadi Pak Hasan memanjakan matanya dengan mengamati setiap lekuk tubuh Lidya dari atas sampai bawah sementara Lidya memasak. Pantatnya yang bulat dan montok itu makin terlihat sempurna karena ketatnya celana jeans yang dikenakan. Saat mengambil bumbu di atas lemari, celana dalam putih yang dipakai Lidya sedikit terangkat dan terlihat oleh Pak Hasan. Lelaki tua itu puas melihat menantunya memakai celdam yang sama yang dia gunakan untuk coli.

Pak Hasan langsung membayangkan nikmatnya menubruk tubuh Lidya, membungkukkan tubuh si cantik itu ke depan, dan melesakkan kontolnya ke dalam memek Lidya sementara tangannya meremas-remas susunya.

Lamunan itu sirna begitu Lidya berbalik dan menghidangkan makan malam.

Tangan Dina bergetar hebat saat dia melepaskan kancing bajunya. Pandangan mata Pak Pramono tidak lepas dari payudara Dina yang masih tertutup kemeja, menunggu dengan penuh harap untuk menyaksikan susu Dina dalam kondisi tidak tertutup sehelai benang pun. Dina ingin berhenti, tapi terus membuka kancing dan melepas bajunya. Bh dan isinya yang putih mulus dan montok menjadi perhatian utama Pak Pramono. Dina meraih kancing BH di belakang dan melepaskannya. Saat BH itu menggantung di atas payudaranya, Dina mulai ragu-ragu dan berusaha menggunakannya menutup buah dadanya. Dina melepaskan celananya sambil masih memegang BH.

Pak Pramono jelas menikmati pertunjukan ala striptease ini. Sudah jelas bagi pria tua itu bagaimana malunya perasaan Dina, yang tentu malah menambah nikmat rangsangannya. Saat buah dada Dina keluar dari BH, Pak Pramono bisa melihat pentil payudara Dina sudah membesar, tentu karena udara dingin. Saat melepas celana panjang, Pak Pramono memperhatikan celana dalam yang dipakai Dina. Celana dalam putih biasa saja. Hal ini justru menambah minat Pak Pram. Lebih jelas lagi kalau Dina adalah seorang ibu rumah tangga yang sederhana dan mungkin orang yang pernah melihat Dina dalam kondisi setengah telanjang hanyalah Anton dan dirinya sendiri.

Dina menggigil ketakutan. Wanita cantik itu berdiri setengah telanjang di hadapan pria asing yang juga bos dari suaminya. Satu tangan mengapit BH yang sudah hampir copot agar tetap menutupi payudara dan tangan yang satu lagi menangkup selangkangannya. Dengan satu gerakan dilemparkannya BH ke samping sehingga Pak Pramono bisa menyaksikan tubuh bugil istri pegawainya.

Pak Pramono menatap si cantik Dina dan menikmati ketidaknyamanan wanita itu. Tapi dia kemudian menjadi tidak sabar. Pak Pramono membuka tasnya dan melambaikan amplop manila ke arah Dina. Istri Anton itu tahu apa yang dimaksud Pak Pramono dan mengambil napas sekaligus keberanian ganda. Dina menarik celana dalamnya ke bawah secepat mungkin dan langsung menutup selangkangannya kembali dengan tangannya. Dina kini sudah berdiri tanpa sehelai benangpun di hadapan Pak Pramono, dan berusaha keras menutupi payudara dan vaginanya.

“Letakkan tanganmu di samping,” kata Pak Pramono dingin.

Dina tahu inilah saatnya. Saat-saat penentuan. Apakah dia akan menunjukkan tubuh telanjangnya pada laki-laki di hadapannya ini? Setelah mempertimbangkan resiko tidak melakukannya, Dina menarik napas panjang dan menyerah. Berdiri tegap dan bergetar hebat, Dina akhirnya mempersembahkan keindahan tubuh telanjangnya yang luar biasa mempesona pada pria selain suaminya. Dina membenci pandangan asusila Pak Pramono pada dirinya, dia membenci pandangan laki-laki tua yang sedang memuaskan diri dengan menjelajahi sekujur tubuh Dina.

“Berbaliklah… perlahan,” kata Pak Pramono.

Dina menurut, dia berbalik memutar badan. Pantatnya yang mulus terangkat merangsang di hadapan Pak Pramono. Dina terus memutar sampai dia kembali berhadapan dengan Pak Pramono.




“Aku tadi bilang berbalik. Bukan memutar,” kata Pak Pramono galak.






Sekali lagi Dina memutar badan, tapi kali ini dia berhenti saat pantatnya berada di depan Pak Pramono. Ruangan itu menjadi sunyi dan bagi Dina semuanya menjadi lebih parah karena tidak bisa melihat ke arah Pak Pramono. Dia tidak tahu apa yang sedang dilakukan laki-laki tua itu. Bagi ibu muda yang cantik dan sederhana itu, kesunyian ini seakan berlangsung amat lama.






“Renggangkan kakimu,” suruh Pak Pramono. “Bagus. Sekarang membungkuklah dan lihat kemari melalui sela-sela kakimu.”






Dina menahan napas saat dia melihat ke arah Pak Pramono di antara sela-sela kakinya. Celana panjang sekaligus celana dalam Pak Pramono sudah copot dan penisnya yang mengeras bagaikan menantang langit. Tidak hanya keras, sepertinya kontol Pak Pramono juga lebih besar – lebih besar dan panjang – daripada milik Anton. Dina juga sadar kalau memeknya bisa dilihat jelas oleh Pak Pramono. Angin semilir membelai bibir vaginanya yang terbuka menantang. Sebelum ini belum ada satu orangpun yang pernah menyaksikan liang kemaluannya seperti ini, bahkan suaminya sendiripun belum pernah.




Saat Pak Pramono memintanya mendekat, Dina berdiri tegak dan menarik napas lega. Tapi ketika dia berdiri di samping bos Anton itu dengan bertelanjang bulat, wajah cantik Dina langsung memerah karena malu. Dina melompat mundur ketika jari jemari Pak Pramono mengelus bagian dalam paha mulusnya.






“Kembali ke sini dan buka kakimu lebar-lebar!”






Dina berjalan gontai ke arah kursi tempat Pak Pramono duduk dan memejamkan mata saat jari jemari Pak Pramono masuk ke vaginanya. Kali ini walaupun tubuhnya menggigil, Dina tidak beranjak seinci pun.






“Memekmu kering. Aku pengen memekmu basah, aku tidak mau tahu bagaimana caranya, pokoknya aku mau memekmu itu basah dulu dulu!”






Dina tidak tahu seberapa jauh lagi dia bisa menahan malu. Bos suaminya tengah memasukkan sebuah jari ke dalam memeknya dan menyuruhnya bermasturbasi. Dina pertama kali bermasturbasi saat dia masih remaja. Dina tahu perbuatan ini tidak baik untuk pertumbuhan mental sehingga dia berhenti melakukannya.




Tapi kini seorang pria asing memerintahkannya untuk bermasturbasi langsung di hadapannya.




Dina mencari lubang kemaluannya dengan jari tengah dan menggosoknya dengan gerakan pelan. Wanita cantik yang dipermalukan itu kemudian merasakan desakan jari jemari Pak Pramono di dalam memeknya pada saat dia bermasturbasi. Dina tidak tahu mana yang lebih memalukan – saat mata Pak Pramono menatap jari tengahnya atau wajahnya. Kini jari jemari Pak Pramono makin bebas keluar masuk liang vagina Dina karena cairan pelumas dinding vaginanya mulai mengalir.




Pak Pramono mencabut jari jemarinya dan berkata. “Duduk di pangkuanku.”




Dina lega saat Pak Pramono menarik jemarinya sehingga Dina bisa berhenti bermasturbasi. Dina mencoba duduk di pangkuan Pak Pramono dengan sesopan mungkin, dia berusaha menutup kedua kakinya dengan rapat. Tapi Pak Pramono menggeleng dan kaki Dina segera dibuka lebar-lebar. Wanita cantik itu mencoba berdiri ketika melihat penis Pak Pramono berdiri tegak menantang.




Pak Pramono tersenyum saat melihat Dina memalingkan wajah dan berkata, “Masukkan ini ke dalam memekmu.”




“Aku mohon, Pak Pramono! Aku tidak bisa melakukan ini! Aku sudah menikah! Ini- ini akan menjadi skandal! Ini zinah!” Dina merengek.


“Masukkan ini ke dalam memekmu, atau…”






Dina tahu dia tidak punya pilihan lain. Duduk di pangkuan Pak Pramono, Dina mencoba melesakkan penis laki-laki mesum itu ke dalam memeknya tanpa menyentuh batang kemaluan bos Anton itu. Tapi usaha Dina gagal. Ibu rumahtangga yang cantik itu mendesah kecewa dan dengan tertunduk malu meraih batang zakar Pak Pramono dan menaikkannya ke atas. Dina memposisikan vaginanya di atas kontol yang sudah menghadap ke atas lalu perlahan melesakkannya sambil duduk di pangkuan Pak Pramono. Dina bisa merasakan kontol yang besar dan gemuk itu meraja di liang rahimnya. Dina dan Pak Pramono saling bertatapan saat kontol Pak Pramono melesak seluruhnya ke dalam memek Dina.




Tangan Pak Pramono meraih buah dada Dina. Dielus dan diremasnya buah dada putih mulus, molek dan montok itu. Jemarinya menjepit pentil susu Dina dan memutar-mutarnya dengan kasar. Dina merasa sangat malu saat pentil itu mulai membesar. Dina berusaha keras menahan dirinya agar tidak terangsang dengan remasan dan perlakuan Pak Pramono pada buah dadanya, tapi gagal. Payudara Dina menegang dan pentilnya membesar.




Tangan Pak Pramono melepaskan buah dada Dina, tapi kini giliran mulutnya yang nyosor ke susu putih mulus si Dina. Saat Pak Pramono mengelamuti satu pentilnya, Dina bisa merasakan jari jemari Pak Pramono menangkup bulat pantat Dina. Diangkat, lalu diturunkan, lalu diangkat lagi, berulang-ulang. Pak Pramono bergeser ke pentilnya yang lain, lalu menikmatinya untuk beberapa saat.




Setelah bosan, Pak Pramono menyandarkan kepala ke belakang dengan menggunakan lengan sebagai bantalannya. Dengan posisi relaks, Pak Pramono tersenyum sinis.






“Sekarang genjot!” perintah Pak Pramono.






Mulut Dina menganga tak percaya, dia telah dilecehkan, dihina dan diperdaya. Tapi wanita jelita itu melakukan apa yang diminta oleh Pak Pram. Karena membutuhkan sandaran, Dina meraih pundak Pak Pram dan perlahan mengangkat tubuhnya. Saat seluruh penis Pak Pram hampir keluar dari memeknya, Dina menghentakkan tubuh ke bawah dan kembali ke pangkuan Pak Pram. Lalu Dina naik lagi, lalu turun, lalu naik, turun, naik turun, naik turun berulang-ulang.




Akhirnya Dina ngentotin Pak Pramono, bosnya Anton. Si cantik itulah yang bergerak naik turun, meskipun Pak Pram sesekali menggoyang pinggulnya untuk membalas gerakan turun tubuh Dina, tapi ibu muda itulah yang bekerja keras. Dinalah yang saat ini sedang menyetubuhi Pak Pram. Meskipun hal itu saja sudah memalukan, tapi Dina kian tak punya muka saat merasakan kehangatan yang nikmat merajai liang vaginanya. Penis Pak Pram yang jauh lebih besar dari penis suaminya menjejal liangnya yang sempit dan memenuhinya dengan nikmat. Gerakan naik turunnya menjadi lebih cepat.




Pak Pramono mulai melihat perubahan pada wajah Dina. Pada awalnya, Dina bersetubuh dengan perasaan malu dan sakit hati, tapi kemudian perasaan itu berubah menjadi birahi. Pak Pram tahu Dina mulai menikmati dientoti oleh pria tua itu. Bukan maksud hati Dina untuk bersetubuh dengan Pak Pramono, tapi tubuh Dina mengkhianatinya karena lama kelamaan ibu muda yang cantik itu mulai merasa kenikmatan yang tiada tara walaupun awalnya dia dipaksa untuk melayani bandot tua ini.




Pak Pramono mulai menelusuri tubuh istri Anton dengan satu tangan dan akhirnya mencapai ujung kelentit kemaluan Dina. Saat Pak Pramono menggosok klitoris Dina, mata istri Anton itu terbelalak dan menatap Pak Pram tak percaya. Tapi Dina tetap meneruskan gerakannya, naik turun dan membiarkan kontol Pak Pram menusuk tiap jengkal ruas liang kemaluannya. Pak Pram tidak berhenti menggosok klitoris Dina. Tak lama kemudian, Pak Pramono merasakan kuku jari Dina menancap makin dalam di pundaknya. Gerakan Dina makin lama makin cepat hingga Pak Prampun tidak sanggup lagi merangsang klitoris Dina. Dina melepaskan lenguhan keras dan tubuhnya bergetar hebat sebelum akhirnya berhenti. Dia sudah mencapai klimaks.




Pak Pramono menunggu Dina sampai si cantik itu membuka matanya. Wajah Dina yang dilanda kepuasan memerah karena malu. Pak Pramono menganggukkan kepalanya sebagai tanda agar Dina meneruskan pekerjaannya. Maka wanita cantik itu kembali menggunakan memeknya untuk memeras penis Pak Pramono. Dina kembali menyetubuhi pria tua yang telah membuatnya orgasme. Tadi Pak Pramono memang ingin memuaskan Dina agar ibu muda yang cantik itu malu, tapi kini Pak Pramono hanya menginginkan kepuasannya saja.




Pak Pramono menarik bokong Dina dan membimbing tubuhnya naik turun batang kemaluannya dengan lebih cepat. Dia mendorong tubuh Dina turun ke pangkuannya dengan kasar sementara pinggulnya bergerak sembari menggoyang si manis itu. Makin lama makin cepat. Pak Pramono makin tersengal-sengal karena keenakan.




Tak lama kemudian Pak Pramono orgasme. Dina duduk di pangkuan Pak Pramono saat pejuh pria tua itu membanjiri liang senggamanya. Dina merasa malu, dia merasa dirinya sangat rapuh karena menyerah pada Pak Pramono. Dina merasa diperkosa, tapi lebih malu lagi, karena Dina merasa dirinyapun telah mencapai titik klimaks yang belum pernah dirasakannya selama ini. Walaupun awalnya terpaksa, Dina kini juga merasa bersalah pada Anton. Dia merasa dirinya telah ternoda dan bersalah karena mencapai orgasme.




Dina duduk terdiam penuh rasa malu pada diri sendiri saat Pak Pramono kembali sadar dari kenikmatan puncaknya. Perempuan molek itu itu bisa merasakan penis Pak Pramono mengecil dan keluar perlahan dari memeknya sementara dia duduk di paha sang pria tua. Dengan posisi kaki terbentang, Dina bisa merasakan pula cairan mani Pak Pramono meleleh keluar dari liang cintanya. Dina tidak bergerak sama sekali karena takut pada pria tua yang bengis itu.




Pak Pramono membuka matanya dan tersenyum puas. Dia mendorong tubuh Dina ke samping. “Kamu minum pil KB?”




Dina mengangguk.




Mengambil napas dalam-dalam, Pak Pramono berkata. “Terimakasih atas kerja samanya. Selama kamu terus menerus memberikan kepuasan padaku, maka aku jamin Anton aman, tidak akan pernah disentuh oleh pihak yang berwajib. Besok, datang ke Hotel XXX di Jalan XXX jam dua siang dan masuk ke kamar 224. Aku akan menunggu Mbak Dina untuk kesepakatan kita selanjutnya.”






Dina hanya memandang diam ke arah Pak Pramono saat pimpinan Anton itu mengenakan baju kerjanya dan bangkit. Dina duduk di ranjang tanpa berkeinginan untuk menutupi ketelanjangannya. Untuk apa? Dia baru saja bersenggama dengan pria tua ini dan Pak Pramono sudah melepaskan pejuh di dalam rahimnya. Apa akan ada perbedaan berarti kalau sekarang Pak Pram melihatnya bugil?




Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Pak Pramono meletakkan amplop dan celana dalam milik Dina ke dalam tas kerja lalu berjalan pergi meninggalkan rumah Anton dan Dina.








Telegram : @cerita_dewasaa








Lidya sudah hampir terlelap ketika dirasakannya angin semilir masuk melalui selimutnya yang tebal. Baru disadarinya ternyata selimut itu diangkat oleh seseorang. Lidya yang masih terpejam tersenyum gembira, ternyata Andi tidak jadi berangkat ke luar kota.




Saat membalikkan badan, barulah disadari bahwa bukan Andi melainkan Pak Hasan yang berada di samping tubuhnya! Karena sangat mengantuk, Lidya lambat bereaksi, dan dengan cekatan Pak Hasan langsung memeluk tubuh menantunya.




Gesekan tubuh telanjang mereka menyadarkan Lidya akan gawatnya situasi yang sedang dihadapi. Lidya pun segera mendorong tubuh Pak Hasan dan berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Pak Hasan hanya tersenyum sinis dan menelikung tangan Lidya hingga dia tidak bisa berkutik. Tubuh keriput Pak Hasan menindih tubuh mulus Lidya sehingga istri Andi itu terengah-engah. Semakin Lidya memberontak dan mencoba melepaskan diri sergapannya, semakin Pak Hasan terangsang.




“Bapak! Lepaskan aku! Apa yang bapak lakukan di sini?” tanya Lidya.








Telegram : @cerita_dewasaa








Malam itu, rasa bersalah yang amat besar membuat Alya tidak bisa tidur. Dia tidak pernah bisa memaafkan dirinya karena memiliki nafsu birahi liar yang tersembunyi di balik kesetiaannya. Dia tidak pernah memaafkan dirinya sendiri yang menjadi hamba nafsu dan terlena oleh perkosaan yang dilakukan Pak Bejo. Awalnya dia mengira itu semua terjadi karena rasa takut, tapi perasaan nikmat itu tidak bisa ia bohongi. Seluruh kejadian bersama Pak Bejo terulang bagaikan adegan video Youtube yang diputar looping di benak Alya.




Apakah dia seorang korban yang pasrah? Saat itu dia teringat kalimat yang pernah diucapkan oleh Bu Bejo. Mbak Alya belum mengerti apa-apa.




Saat ini Alya baru sadar kenapa Bu Bejo bertahan walaupun didera semua penyiksaan fisik yang dilakukan oleh Pak Bejo. Pak Bejo memberikan kenikmatan seksual yang tidak ada bandingannya walaupun ia melakukannya dengan kasar. Itu sebabnya Bu Bejo pasrah oleh perlakuan sang suami.




Bahkan sama aku pun dia kasar sekali.




Suara batin Alya membuatnya terayun pilu. Seperti halnya Bu Bejo, Alya ternyata harus melalui siksaan fisik luar biasa sebelum akhirnya menikmati puncak nafsu liarnya yang terpendam.




Dinginnya malam tak tertahankan. Alya melangkah keluar dari kamar dan duduk termenung sendirian di ruang depan. Berusaha menenangkan pikirannya yang kalut. Bagaimana mungkin Alya mengkhianati Hendra demi nafsu birahi sesaat? Ibu rumah tangga yang cantik itu tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Hendra. Mereka saling mencintai satu sama lain. Hendra sangat mencintai Alya. Tapi apa yang bisa diharapkan Hendra dari istrinya sekarang? Alya telah diperkosa oleh tetangga mereka yang bejat dan berhati busuk. Dia pasti akan sangat shock jika tahu apa yang telah terjadi. Alya berusaha keras agar tidak menangis. Dia tidak akan mengijinkan Pak Bejo melakukan apapun pada tubuhnya lagi. Alya adalah milik Hendra. Istri sah Hendra. Alya tidak mau dirinya berakhir sebagai istri simpanan atau bahkan budak seks laki-laki busuk seperti Pak Bejo.






“Maafkan aku, Mas Hendra. Aku berharap Mas mau memaafkan aku. Aku berjanji tidak akan mengkhianati kepercayaan Mas Hendra lagi.” Gumam Alya pada dirinya sendiri.






Dia berharap bisa menyelesaikan urusan dengan Pak Bejo besok. Dia akan menutup pintu rumahnya kuat-kuat supaya lelaki busuk itu tidak akan bisa masuk dan menodainya lagi. Dia ingin Pak Bejo tahu apa yang mereka lakukan kemarin tidak ada artinya bagi Alya. Usai membulatkan tekad, istri Hendra itu merasakan beban yang ia pikul perlahan-lahan terangkat.








Telegram : @cerita_dewasaa








“Pertanyaan bodoh, nduk cah ayu,” Kata Pak Hasan sambil tersenyum lebar. “Kurasa kamu tahu pasti apa yang sedang aku lakukan ini. Aku lagi nafsu banget, ga ada pelampiasan, dan aku bosan coli sendiri. Aku pengen memek yang enak, seger, dan legit. Jadi aku masuk ke sini, mumpung tersedia.”


“Gila!! Aku ini menantumu!!” protes Lidya. “Ini tidak bis... ! Bapak tidak bisa…”


“Memangnya siapa yang bakal menghentikan aku?” tanya Pak Hasan. “Tidak ada orang lain di sini. Kamu boleh jerit-jerit sampai suaramu habis kalau mau tapi aku yakin tidak akan ada orang yang akan masuk dan menjebol tembok cuma buat menyelamatkan kamu. Apalagi sudah kamu lihat sendiri, aku juga jauh lebih kuat daripada kamu.”


“Kalau bapak memperkosaku, aku akan lapor pada polisi!” ancam Lidya.


“Ya bisa saja. Tapi menurutmu, bagaimana perasaan Andi?”


“Apa maksud bapak?”


“Seandainya kamu berani pergi ke polisi dan mengaku diperkosa oleh ayah mertuamu sendiri, Andi pasti bakal hilang ingatan. Istrinya yang cantik dan mempesona diperkosa oleh ayahnya sendiri. Apalagi coba kamu bayangin kalau aku mengarang suatu cerita seru dan menceritakan pada anakku yang bodoh itu kalau istrinya yang molek – si Lidya yang cantik jelita, berani merayu ayah mertuanya karena lama sudah tidak punya anak.


“Bahkan kalau dia mencoba untuk tidak percaya sama ceritaku, dia tetep ga akan bakal percaya lagi sama kamu. Dia ga akan yakin yang mana cerita yang bener. Aku sih simpel, aku bakal ceritain bagaimana enaknya ngentotin kamu dan bikin kamu muncrat. Semua detail bakal aku ceritain. Semua kenikmatan yang tidak pernah bisa dia berikan kepadamu. Nduk cah ayu, kalau kamu sampai cerita sama Andi atau polisi tentang perkosaan ini, kamu sendiri yang bakal bikin dia gila.”




Lidya terdiam dan tak bisa berkata apa-apa. Mulutnya menganga lebar karena tiap perkataan Pak Hasan ada benarnya.




“Bapak tidak peduli sama Mas Andi? Apa yang akan dirasakannya kalau tahu Bapak berbuat nista semacam ini?” tanya Lidya dengan lirih. “Bapak benar-benar ingin menyakiti putra bapak sendiri?”


“Kan tadi udah aku bilang. Bukan aku yang akan menyakiti dia, justru kamu yang akan menyakiti perasaannya. Aku kan cuma pengen ngentotin kamu aja. Kalau kamu tidak cerita apa-apa sama dia, semua beres. Semua menang, semua senang. Tidak ada masalah, tidak ada yang dirugikan.”


“Kecuali aku.”


“Oh, kalau sampai kamu tidak puas bercinta denganku, namaku bukan Hasan.” Kata lelaki tua itu dengan bangga. Dengan berani dia mencium bibir Lidya.






Ciuman yang disosorkan oleh Pak Hasan bukanlah ciuman mesra seperti yang biasa diberikan oleh Andi pada Lidya. Ciuman Pak Hasan sangat kasar dan penuh nafsu, dengan buas Pak Hasan memaksa lidahnya masuk ke mulut Lidya, lalu mengeluarmasukkan lidahnya dengan cepat. Gerakan lidah Pak Hasan seirama dengan gerakan pinggulnya yang mendorong ke depan.




Sekali lagi Lidya berusaha mendorong tubuh Pak Hasan. Kali ini usahanya hampir berhasil. Pak Hasan yang tidak siap terdorong mundur. Namun saat Lidya berusaha lari dari ranjang, Pak Hasan menarik kaki sang menantu dan merentangkannya lebar-lebar. Pria tua yang sudah kehilangan akhlak itu menarik lutut Lidya dan menjepitkan pinggangnya di antara dua paha Lidya.




Si cantik itu bisa merasakan jembut kasar Pak Hasan menyentuh bibir kemaluannya. Memek Lidya yang lama kelamaan basah bisa dirasakan oleh kulit Pak Hasan yang langsung menyentuh selangkangan Lidya. Istri Andi itu berusaha mendorong mundur mertuanya. Tak henti-hentinya Lidya memukul dan menampar Pak Hasan, tapi apa daya seorang wanita lemah?




Pak Hasan tidak mempedulikan perlakuan Lidya dan meremas payudara sang menantu. Pria tua itu tidak lagi berlaku lembut pada buah dada Lidya. Dengan kasar diremas-remas dan dipelintirnya pentil susu Lidya. Lidya merasa malu saat kemudian puting susunya malah makin mengeras. Pak Hasan tidak melewatkan hal ini dan memelintir pentil Lidya dengan jari-jari tangannya. Lidya tidak berkutik, sambil merem melek dia melenguh keras. Pak Hasan mencium pentil Lidya dan menjilatinya dengan penuh nafsu.




Hangatnya mulut Pak Hasan terasa begitu nikmat sehingga Lidya lupa melawan. Dengan sadis Pak Hasan memangsa buah dada Lidya dengan lidahnya, sesuatu yang sudah dia idam-idamkan sejak lama. Pak Hasan menjilati pentil Lidya lalu menciumi buah dadanya. Kenikmatan yang dirasakan oleh Lidya begitu tinggi sehingga istri Andi itu melenguh keras dan menjambak rambut Pak Hasan. Dengan wajah senang dan puas, Pak Hasan tertawa terbahak-bahak penuh kemenangan.






“Susumu apik tenan, nduk.” kata Pak Hasan. “Aku selalu memperhatikan buah dadamu dan bertanya-tanya bagaimana rasanya kalau dijilati. Tidak begitu besar dan tidak terlalu kecil. Cukupan. Sempurna. Pentilnya juga mempesona, mancung.”








Lidya yang tersinggung oleh ejekan itu mulai melawan Pak Hasan lagi, kali ini si cantik itu bahkan berteriak-teriak meminta tolong. Sia-sia saja, tidak ada yang mendengar teriakan Lidya. Pak Hasan tertawa-tawa dan terus meremas payudara Lidya. Dijilati dan digigitinya susu putih Lidya, pria tua yang sangat nafsu itu berusaha menelan seluruh buah dada Lidya ke dalam mulutnya. Dia bahkan meremas payudara Lidya dan berusaha menelan keduanya bersama-sama. Walaupun tindakannya kasar, tapi Lidya mulai merasakan sensasi kenikmatan yang aneh dan kesulitan menolak Pak Hasan.




Pak Hasan mengagetkan Lidya saat mertuanya itu berbalik dan berlutut di atas tubuhnya. Kepala Pak Hasan menghilang di antara paha Lidya dan kontol Pak Hasan bergelantung di atas wajah cantiknya. Penis Pak Hasan sangat berbeda dengan milik Andi. Milik Pak Hasan jauh lebih pendek dan tebal, warnanya juga lebih hitam kemerahan. Lidya bergidik saat membayangkan kontol Pak Hasan memasuki tubuhnya. Rasa ngeri dan ketakutan membuat Lidya mengeluarkan cairan pelumas yang membanjir di selangkangannya.




Lidya menggigit bibirnya saat tiba-tiba saja mulut Pak Hasan menjelajahi selangkangannya yang basah. Pak Hasan mulai mencium, menjilat dan menghisap memek sang menantu. Tangan Pak Hasan merenggangkan kaki jenjang Lidya supaya mendapatkan akses bebas ke vaginanya. Direntangkannya lebar-lebar sehingga Lidya tidak bisa menolak perlakuan ini.




Pak Hasan dengan mahir menggunakan lidahnya menjilati klitoris Lidya, lalu pada bibir vagina dan akhirnya lidah Pak Hasan menjelajah ke dalam liang cinta Lidya. Ia menjilat dengan gerakan memutar dan menusuk, membuat Lidya menggelinjang keenakan. Pak Hasan bahkan menggunakan giginya untuk menggigit-gigit kecil klitoris Lidya. Istri Andi itu masih terus berteriak dan melawan, bergerak mengelilingi tempat tidur dengan sekuat tenaga. Tapi Lidya sudah tidak tahu lagi, apakah teriakannya itu teriakan takut atau teriakan penuh nikmat.




Tiba-tiba saja Lidya mengalami orgasme. Kenikmatan menguasai tubuh indahnya, Lidya bergetar hebat saat mencapai puncak. Sebuah kenikmatan yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan. Tubuh Lidya tergolek lemas. Tapi bahkan saat orgasme itu sudah menghilang, Pak Hasan belum selesai menikmati tubuh molek Lidya.




Pak Hasan membalikkan badan dan sambil menarik pinggul Lidya, dilesakkannya kontolnya yang besar ke dalam vagina sang menantu. Lidya merem melek karena tidak bisa menahan kenikmatan yang diberikan oleh mertuanya. Dia tidak ingin mengakuinya, sungguh dia tidak ingin mengakui. Tapi ini enak sekali.




Ya Tuhan. Maafkan aku, Mas. Maafkan aku...




Seluruh memek Lidya seakan terulur sampai batas dan terisi penuh oleh batang kejantanan sang mertua. Lidya bisa merasakan denyutan demi denyutan penis sang mertua di dalam liang cintanya. Vaginanya terus memeras penis sang mertua yang keluar masuk dengan cepat. Tiap kali digerakkan, seakan tusukan Pak Hasan makin ke dalam, membuat Lidya mendesah-desah karena tak tahan. Desahan si cantik itu membuat Pak Hasan makin cepat memompa vagina Lidya.




Akhirnya Lidya mencapai puncaknya lagi, tubuhnya yang sempurna melejit karena mengeluarkan cairan cinta. Lidya bisa merasakan air mani Pak Hasan juga tumpah di dalam rahimnya.




Pak Hasan jatuh menimpa Lidya, tubuh mereka bermandikan keringat yang tercampur dengan cairan cinta. Keduanya terengah-engah karena kelelahan. Yang satu bermandikan emosi karena terlalu girang, yang satu karena terlalu shock.




Akhirnya Pak Hasan berdiri dan keluar dengan santai dari kamar Lidya, meninggalkan istri Andi itu terlentang telanjang di kasur, pria tua itu beranjak ke kamar tamu – tempatnya tidur, dan terlelap dengan nyenyaknya. Terdengar suara dengkurannya memenuhi rumah.




Saat Pak Hasan akhirnya tertidur, Lidya memutuskan untuk mandi dan keramas. Ia pun bekerja ekstra dengan mengganti seprei yang baru saja dipakainya untuk melayani nafsu ayah mertuanya. Dia mencoba melupakan apa yang terjadi tapi getaran yang terasa di tubuhnya tak kunjung menghilang.




Lidya tahu dia tidak mungkin mengatakan sejujurnya apa yang telah terjadi pada Andi ataupun pada pihak yang berwajib. Lidya tak punya bukti apapun dan dia takut kalau Andi bertanya padanya apakah Lidya menikmati bersetubuh dengan ayah mertuanya. Andi selalu tahu saat Lidya berbohong jadi dia pasti tahu kalau Lidya mendapatkan sensasi kenikmatan lain saat bersetubuh dengan Pak Hasan. Lidya tidak akan menceritakan apapun pada suaminya.




Saat membersihkan kamar keesokan paginya, Lidya menemukan sepucuk kertas di atas meja riasnya. Tulisan jeleknya menunjukkan kalau surat itu berasal dari mertuanya. Siapa lagi kalau bukan dia? Mereka hanya berdua di rumah ini.




Aku pengen kelon sama kamu lagi, sayang. Nanti kalau aku sudah istirahat dan tidak kecapekan lagi, ya. Bayangin tubuh indah kamu saja udah bikin aku nafsu. Janjiku bakal luwih rosa.






Walaupun Lidya berharap Pak Hasan hanya mengancam, tapi dia tahu mertuanya itu bersungguh-sungguh. Istri Andi itu gemetar ngeri. Dia membayangkan ayah mertuanya akan menyetubuhinya lagi setiap ada kesempatan dan tidak ada satupun yang bisa dilakukan si cantik itu untuk menghentikannya.




Lidya menggigil ketakutan.








BERSAMBUNG









Report content on this page

Posting Komentar

0 Komentar