RANJANG YANG TERNODA PART 4

 

SERANGAN PARA PRIA TUA

Pak Hasan adalah mertua Lidya dan ayah kandung Andi. Usianya sudah menjelang 60 tahun, bertubuh gemuk, botak dan sudah menduda sejak 12 tahun terakhir. Setelah kehilangan rumahnya yang berada di desa karena tidak bisa membayar hutang yang menumpuk, Pak Hasan sedianya akan ditampung sementara oleh Andi dan menantunya Lidya sebelum nantinya mendapat rumah kontrakan yang baru.

Pak Hasan berdiri di depan pintu masuk rumah anaknya dengan pandangan malas. Sebenarnya dia tidak ingin merepotkan Andi. Dia bukan laki-laki yang suka tinggal dengan anak dan menantunya, malu rasanya. Tapi Lidya itu... hmm... bagaimana mengatakannya ya?

Pak Hasan mengetuk pintu depan dan menantunya yang ayu segera menyambutnya. Si seksi itu hanya mengenakan daster tipis yang menerawang, khas baju ibu-ibu rumah tangga. Tentu saja saat Lidya mengenakan baju itu, ia jadi terlihat sangat menggairahkan - begitu sangat cantik dan segar.

“Lho? Bapak? Aku pikir bapak datangnya besok lusa? Mari masuk dulu, aduh maaf baru bersih-bersih.” kata Lidya sambil memutar badan dan mempersilahkan mertuanya masuk ke dalam.

Walau tertutup daster, tapi Pak Hasan bisa melihat jelas lekuk pantat sempurna milik Lidya yang menerawang di balik daster. Lidya - seperti juga kakak-kakaknya memiliki kecantikan natural yang sempurna. Banyak orang bilang kecantikan hati lebih unggul dari kecantikan fisik, secara teori memang begitu, namun meski menantu Pak Hasan itu memiliki sifat yang baik, manis, ceria dan suka bercanda, tetap saja sosok ayu dan seksinya yang membuat setiap lelaki ingin menidurinya.

“Mas Andi belum pulang, Pak. Sepertinya macet di kota. Tapi sebentar lagi pasti datang. Bapak naik apa ke sini?”

“Tadi aku naik bis yang sore, lalu naik ojek online sampai depan rumah.” kata Pak Hasan sambil mencari sofa untuk duduk, sementara Lidya menyiapkan teh hangat dengan teh celup dan air hangat dari dispenser. Setahu dia Pak Hasan tidak begitu suka gula.

“Ya ampun, tahu begitu tadi dijemput Mas Andi, Pak. Kan kalau pulang dia lewat terminal juga.”

“Ah, tidak apa-apa. Tidak mau merepotkan.”

“Istirahat dulu ya, Pak. Anggap saja rumah sendiri.” Jawab Lidya sambil membungkuk untuk meletakkan cangkir teh dan cemilan di meja yang ada di depan Pak Hasan. Karena daster yang dipakai Lidya sangat longgar, gerakan ini membuat Pak Hasan bisa mengintip celah buah dada putih ranum yang menggiurkan di balik BH Lidya.

Melihat keseksian menantunya, kemaluan Pak Hasan langsung mengeras. Mertua Lidya itu segera menyembunyikan tonjolan di selangkangannya karena malu. Setelah menata meja, Lidya duduk di depan Pak Hasan dan menyilangkan kakinya, seakan memamerkan kakinya yang putih, mulus dan jenjang dengan bulu-bulu halus yang menggairahkan. Pak Hasan harus konsentrasi penuh untuk mendengarkan pertanyaan Lidya, ia hanya dapat membatin dalam hati.

Bangsat menantuku ini. Moleknya gak kira-kira.

“Jadi bagaimana perjalanannya? Capek yah, Pak?”

“Lumayan melelahkan. Lima jam perjalanan.”

Mata Pak Hasan bergerak menelusuri seluruh lekuk tubuh Lidya, dari atas sampai bawah, dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Hampir 5 tahun sudah Pak Hasan tidak melakukan kegiatan seksual. Setelah kematian istrinya, Pak Hasan sering memanggil pelacur saat masih tinggal di desa. Tapi kemudian berhenti karena hutang-hutangnya kian bertumpuk dan dia tidak bisa membayar seorang pelacurpun.

Melihat arah mata sang pria tua, Lidya mulai sedikit rikuh dengan tatapan mata Pak Hasan yang seakan menelanjanginya.

“Aku naik dulu ke kamar ya, Pak. Mau mandi sebentar, terus nanti akan aku siapkan makan malam. Bapak pasti sudah lapar kan?” kata Lidya sambil menaiki tangga. “Anggap aja rumah sendiri ya, Pak. Kalau butuh apa-apa ambil aja.”

Mata Pak Hasan tidak lepas dari goyangan pantat menantunya yang aduhai sampai ke atas tangga. Walaupun sudah uzur, tapi Pak Hasan tetap laki-laki normal, dia butuh melepaskan hasrat birahinya. Pak Hasan menggelengkan kepala.

Gawat, mesti coli nih buat lepasin nafsu.

Saat itu juga telepon rumah berbunyi, rumah ini mungkin salah satu rumah klasik yang masih menggunakan telepon konvensional. Karena Lidya sepertinya tidak mungkin turun dari lantai atas dengan cepat, Pak Hasan pun mengangkatnya telepon itu.

"Halo?"

“Halo. Ini Bapak ya?”, tanya suara di ujung, yang rupanya suara Andi.

“Iya, ini Bapak, Ndi,” kata Pak Hasan. “Aku baru saja sampai.”

“Iya Pak. Ini tadi Lidya whatsapp katanya Bapak sudah datang. Aduh aku minta maaf hari ini tidak bisa pulang ke rumah. Mendadak harus audit cabang di luar kota dan pulangnya sekitar Minggu sore. Ini mendadak banget dan tidak bisa ditunda. Maaf ya Pak belum bisa ketemu Bapak hari ini.”


“Ah tidak apa-apa, Ndi. Bapak maklum.”


“Iya, Pak. Ya sudah, anggap saja rumah sendiri, nanti biar Lidya yang bantuin apa-apanya. Tolong pamitin ke Lidya ya,Pak. Pesawatnya sudah hampir berangkat, aku tidak bisa lama-lama. Aku telpon kalau sudah sampai di sana nanti.”


“Baik, Ndi. Nanti Bapak sampaikan.”






Setelah mengucapkan salam perpisahan, Pak Hasan menutup telepon.




Berdua saja dengan Lidya ya.




Pria tua itu mengangkat bahunya dan sejenak kemudian menaiki tangga dengan perlahan, berniat untuk membawa tas-tasnya yang berisi baju ke kamar atas. Ia terhenti saat melewati kamar utama --- tempat tidur Lidya dan Andi. Terdengar deru suara air mengalir dari kamar mandi yang terletak di dalam kamar utama. Pak Hasan meletakkan tasnya di depan pintu kamar.




Terdiam cukup lama, laki-laki tua itu dengan langkah tanpa suara memutuskan untuk memasuki kamar tidur utama pasangan Andi dan Lidya.




Di atas ranjang terdapat celana jeans dan atasan kaos putih. Saat mengambil kaos itu Pak Hasan mendapati BH dan celana dalam tipis yang juga berwarna putih. Pak Hasan benar-benar tidak kuat lagi menahan birahinya. Diambilnya celana dalam Lidya, dibukanya celananya sendiri, dan mulailah ayah mertua Lidya itu coli dengan menggesekkan celdam Lidya di kontolnya yang mulai keriput.




Detak jantung Pak Hasan makin cepat karena ia tahu menantunya sedang mandi sementara dia coli menggunakan celana dalam yang akan dipakai Lidya. Gerakan Pak Hasan makin meningkat cepat karena saat coli Pak Hasan membayangkan enaknya menikmati tubuh Lidya di ranjang dan bagaimana rasanya memeluk menantunya yang cantik itu. Pak Hasan membayangkan asyiknya melihat tubuh molek Lidya terhentak-hentak didera sodokan penisnya.




Ah, ini tidak cukup. Mesti liat orisinilnya.




Pak Hasan beringsut perlahan dan saat melihat pintu kamar mandi ternyata tidak ditutup sempurna, lelaki tua itu tersenyum girang. Ia pun mengintip sedikit ke kamar mandi. Lidya rupanya lalai dan membiarkan pintu kamar mandi terbuka, memudahkan akses bagi mertuanya mengintip. Pak Hasan mendapati Lidya sedang menyabuni buah dadanya yang besar dan kenyal.




Asem. Lihat itu, tubuh menantuku memang bener-bener indah, seksi banget. Kalau saja bisa masuk ke sana dan ngentotin dia sekarang.




Batin Pak Hasan yang terpukau tubuh aduhai Lidya. Laki-laki tua itu pun meneruskan colinya di celdam Lidya saat menantunya itu membungkuk untuk menyabuni kakinya yang jenjang dan pahanya yang mulus. Tak lama kemudian, Lidya bersandar pada dinding sementara air shower membilas tubuhnya yang putih mulus. Tangan kiri Lidya menangkup buah dadanya yang indah. Jari jemarinya mulai mengelus dan menowel-nowel ujung puting susunya. Pak Hasan terpana melihat menantunya itu memainkan payudaranya. Tangan kanan Lidya menuruni perutnya yang langsing dan masuk ke selangkangannya.






“Aaaaahhhhhh,” Lidya mendesah kecil.






Tangan kiri Lidya yang penuh gelembung sabun itu kini memilin dan meremas-remas pentil payudaranya hingga mengeras, lalu meremas buah dadanya bergantian. Tangan kanan Lidya masih berada di selangkangannya. Semakin mencondongkan tubuhnya ke belakang, Lidya membentangkan kakinya sedikit. Pak Hasan bisa melihat jari jemari lentik tangan menantunya keluar masuk memeknya sendiri. Pak Hasan terpesona melihat si cantik Lidya menggunakan jempolnya untuk menggosok dan menggerakkan daging menonjol yang ada di ujung atas bibir vaginanya.




Ngapain dia? Masturbasi? Wah ini lebih mantep lagi!




Pak Hasan makin terpuaskan.






“Ah! Ah! Ah! Ehm! Ehm! Ooooohhh!!!”






Kaki Lidya melengkung saat si jelita itu melenguh perlahan. Akhirnya tangan kirinya turun lemas ke samping badannya, sementara jari-jarinya tangan kanannya berhenti bergerak, namun tetap berada di dalam liang vaginanya.




Pak Hasan merasakan air maninya membanjir. Tangannya belepotan sperma dan ia membersihkannya menggunakan celana dalam Lidya. Terdengar suara shower dimatikan dan Lidya sepertinya sudah akan keluar dari shower. Secepat kilat Pak Hasan meletakkan celdam Lidya seperti sediakala dan meninggalkan kamar itu. Pak Hasan menutup pintu kamar, namun masih membuka sedikit celah. Saat sudah beranjak meninggalkan tempat itu, terlihat Lidya keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang terlilit di tubuhnya yang indah.




Nggak perlu coli, lihat tubuh indahnya saja sudah bisa langsung orgasme.




Pak Hasan geleng-geleng melihat keindahan tubuh Lidya yang setengah telanjang dan hanya mengenakan handuk. Apalagi sesaat kemudian Lidya berbuat teledor. Memang dasarnya beruntung, mertua mesum itu makin terbelalak saat secara tak sengaja Lidya menjatuhkan handuknya ke lantai.




Tanpa sepengetahuan sang wanita ayu itu, Pak Hasan yang nafsu birahinya sedang memuncak ada di luar kamar sedang mengawasi tiap gerak-geriknya yang molek. Karena memunggungi pintu, Pak Hasan bisa menyaksikan pantat putih mulus Lidya yang sempurna.




Perlahan-lahan Lidya berbalik dan Pak Hasan hampir tak kuat menahan nafsu. Baru kali inilah dia menyaksikan keindahan tubuh Lidya secara langsung tanpa sehelai benangpun. Rambut di atas kemaluan Lidya terlihat terawat karena dipotong rapi dan sangat lembut, sementara payudara Lidya yang montok sangat ranum dan besar. Si molek itu mengambil handuk lalu mengeringkan rambutnya yang dikeramas. Karena bergerak cepat, buah dada Lidya bergoyang ke kanan dan ke kiri secara erotis. Pak Hasan meletakkan satu tas yang dibawanya dan mulai mengocok kontolnya lagi.




Asem, kalau begini caranya aku harus coli lagi.




Saat Lidya usai mengeringkan rambut, istri Andi itu mengambil celana dalamnya dengan sedikit membungkuk. Tentu saja Pak Hasan makin puas karena bisa melihat lebih jelas ke arah lubang anus sang menantu yang mungil dan mekar. Untung saja Pak Hasan kuat menahan diri, bisa saja ia masuk ke dalam dan menyetubuhi Lidya dari belakang dengan paksa. Warna merah muda anus mungil milik menantunya itu sangat mengundang selera sang pria tua.




Pak Hasan berandai-andai apakah anaknya si Andi pernah menyodomi istrinya. Lidya mulai mengenakan celana jeansnya dan kembali payudara si cantik itu bergoyang-goyang. Pemandangan erotis ini makin lama makin memuaskan Pak Hasan.




Arrrghhhh!!




Tak perlu waktu lama, sperma pria tua itu akhirnya meledak keluar. Ia pun terengah-engah dan harus menyandar ke tembok.




Pak Hasan mengambil semua tasnya dan berjalan kembali ke kamar untuk berganti pakaian. Ia melangkah dengan gontai dan lemas. Ia menarik tissue dari meja yang ada di sebuah meja dan membersihkan tangannya.




Situasinya jadi lebih menarik kalau begini.




Batin laki-laki tua itu sambil mengatur strategi dan tersenyum culas.




Beberapa hari ke depan, aku bakal tinggal sendirian di rumah ini hanya berdua dengan menantuku yang cantik dan seksi itu! Gak boleh lama-lama, aku harus bisa mendapatkan tubuhnya! Aku harus bisa ngentotin menantuku!




Entah apa yang akan dilakukan Andi seandainya dia mengetahui rencana ayah kandung pada istri yang dicintainya.








Telegram : @cerita_dewasaa








Setelah hampir setengah jam menonton TV dan menghabiskan rokok, Pak Bejo mencolek Alya yang terlelap lemas di atas karpet. Ibu muda yang cantik jelita itu masih tak mengenakan apa-apa. Tubuh indahnya tak mengenakan sehelai benang pun.






“Sudah waktunya. Ayo.”


“Kemana?” tanya Alya dengan berat.


“Sini. Jongkok di depanku sini.” Perintah Pak Bejo sambil membuka kakinya, tentu saja minta disepong.




Alya sudah tidak tahan lagi. “Ya Tuhan, Pak Bejo! Sudah yang begituan kenapa sih?! Saya mohon, jangan suruh saya melakukan hal itu lag, Paki! Saya jijik dengan yang seperti itu! Saya mau muntah!”


“Oke deh. Oke.” kata Pak Bejo. Pria tua itu sepertinya memahami dan mendekati Alya.






Awalnya Alya tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Pak Bejo, namun sedetik kemudian ia menyadari apa niat jahat dari pria tua yang telah menodainya itu ketika melihat tangan Pak Bejo terangkat. Ibu muda itu bahkan tidak punya kesempatan mengelak saat kemudian tangan Pak Bejo mengayun deras dan menampar pipinya dengan keras.






PLAKKK!!






Alya pun menangis tersedu-sedu. Belum pernah seumur-umur dia diperlakukan dengan kasar oleh seorang pria seperti ini. Bedebah busuk ini memang kurang ajar sekali! Airmata wanita cantik itu meleleh dan isak tangisnya terdengar hingga beberapa saat.




Pak Bejo kembali duduk di hadapan Alya.






“Makanya dibilangin itu didengerin. Berapa kali aku harus ngomong sama Mbak Alya kalau Mbak Alya sudah tidak punya pilihan? Dengerin semua perintahku, diikutin aja ga usah banyak pertanyaan. Daripada sakit begini kan Mbak Alya sebaiknya mulai menikmati. Aku juga kasihan lihat Mbak Alya cantik-cantik ditampar terus. Turuti aja apa yang aku perintahkan ya, sayang? Daripada meracau ga jelas bikin semuanya jadi tambah lama dan aku tambah emosi. Aku orangnya ga sabaran, Mbak. Oke? Sekarang merangkak ke sini dan jangan membantah lagi.” ancam Pak Bejo.






Kali ini tidak ada ulangan perintah. Dengan penuh kepasrahan, Alya membuka mulutnya dan mulai melakukan blowjob pada batang kejantanan tetangganya yang mesum dan berusaha menahan diri agar kali ini dia tidak mual lagi. Pak Bejo melenguh keenakan dan sesekali tertawa terbahak-bahak menikmati enaknya disepong wanita secantik Alya. Ibu muda yang cantik itu memang bukan juara dunia blowjob, hisapannya amatir dan malu-malu. Namun justru dibalik rasa malu-malu itu tersimpan potensi binal yang cukup tinggi. Pak Bejo sudah hapal dengan tipe-tipe seperti ini.




Setelah usai menyepong, Alya duduk di lantai. Ia masih berada di daerah selangkangan Pak Bejo. Wajahnya yang jelita hanya beberapa centimeter saja dari kontol besar Pak Bejo. Si cantik itu bahkan sudah tidak lagi takut atau malu untuk berada di dekat kontol kebanggaan tetangganya itu.




Pak Bejo tahu dia sudah menaklukan wanita cantik bertubuh indah ini.




Alya melihat ke arah jam dinding dan langsung kaget. Opi sebentar lagi pulang! Dengan buru-buru Alya melepaskan diri dari pelukan mesra Pak Bejo dan berdiri.






“Pak Bejo, anda harus pergi sekarang. Opi sebentar lagi pulang dan…”


“Cium aku sekali lagi.” Kata Pak Bejo sembari melihat ke selangkangan Alya dengan pandangan nafsu.






Alya mendekatkan tubuhnya ke Pak Bejo dan merenggangkan kakinya, memberikan akses penuh pada pria tua itu untuk bisa mencium bibir kemaluannya. Pak Bejo menurunkan kepala dan segera mengeluarkan lidahnya untuk menikmati bibir vagina Alya dengan buas. Alya merem melek dan melenguh tak henti-henti, ia tak mau mengakuinya, namun gila – lidah Pak Bejo begitu lihai bermain di liang cintanya. Kenikmatan bercampur rasa bersalah menguasai istri Hendra itu.




Setelah beberapa saat menjilat, Pak Bejo bangkit. Pria tua itu mulai berpakaian. Alya merasa aneh karena kini dirinya mulai terbiasa dan tidak merasa malu lagi telanjang bulat di hadapan pria tua ini.






“Aku akan kembali lagi. Mungkin besok, waktu yang sama. Saat membuka pintu, aku harap Mbak Alya tidak mengenakan sehelai benang pun. Besok aku akan memberikanmu kenikmatan yang terhebat dan aku akan mengambil lubang keperawananmu yang tersisa.”






Alya mengangguk. Bodo amat lah mau bilang apa juga. Ia hanya berharap pria tua brengsek ini segera meninggalkan rumahnya. Setelah berpamitan dan meremas-remas dada Alya, Pak Bejo pun pergi. Alya menutup pintu rumah sambil menangis tersedu-sedu. Dia ambruk ke kasur dan bertanya-tanya dalam hati.




Maksudnya apa ya? Lubang perawan yang tersisa?




Tapi karena Opi hampir pulang, Alya memaksakan diri untuk bangun dan tidak memikirkan peristiwa yang baru saja terjadi. Opi tidak boleh tahu apapun. Alya mandi dan menggosok seluruh tubuhnya yang kotor. Dia telah dijilati oleh lidah seorang pria yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia tidak pernah membayangkan akan disetubuhi oleh Pak Bejo.




Alya membersihkan tubuhnya dan mandi lebih lama dari biasanya. Saat membersihkan bagian bokongnya, Alya pun sadar.




Bodoh! Dasar bodoh! Jangan-jangan yang dimaksud Pak Bejo itu lubang anus? Gila! Itu pasti akan menyakitkan!!




Jari jemarinya yang lembut menelusuri bagian belakang tubuhnya, mengitari pantatnya yang bulat. Dia meremas pantatnya sendiri dan menangis sejadi-jadinya. Tidak... jangan... jangan sampai ini semua terjadi.




Pasti akan sangat menyakitkan.

Posting Komentar

0 Komentar