KULI BANGUNAN PART 3

 

“tenang non, tenang…ingat VCD itu non, kalo papa mama non tau, bagaimana…” Pak Hasan berusaha menenangkan aku.


Ah, alangkah cerobohnya aku, jika saja aku menyimpan VCD itu di tempat yang aman ini semua tidak akan terjadi.


“Tenang ya non Nia, nikmati saja…” pak Hasan dengan k4$ar m3r3m4$ p4yud4r4ku sementara Jamal dan Asep yang sudah bern4f$u mulai menanggalkan c3l4n4 pendekku.


Aku masih saja member0n+4k ketika tangan pak Hasan dengan k4$ar m3r3m4$ p4yud4r4 kananku sementara Udin memilin pu+!ng p4yud4r4 kiriku, kemudian mereka pun bersamaan menj!l4+i pu+!ngnya. Tidak sampai disitu mereka meyapu seluruh permukaan p4yud4r4ku dengan j!l4+an-j!l4+an erotis dan mengh!$4p pu+!ngnya seolah ingin menyu$u dari pu+!ng p4yud4r4ku. Di tengah pember0n+4kanku, tvbvhku bergetar menghadapi rangsangan-rangsangan itu.


Sementara Jamal dan Asep sudah menanggalkan c3l4n4 d4l4mku, aku dapat merasakannya dari udara dingin AC yang meny3ntuh k3m4lu4nku. Aku juga selalu merawat k3m4lu4nku, setiap aku m4nd! selalu kubersihkan dengan sabun khusus agar tetap bersih dan harum. Ini kulakukan agar pacar-ku saat itu, David, tidak mau berpaling dariku.


Tiba-tiba saja aktivitas mereka terhenti oleh bunyi bel dari pagar rumahku. Pak Hasan mendekap mulutku agar aku tidak berteriak. Ini pasti Sherry pikirku, kuharap ia tidak sendirian, mebawa seorang teman atau lebih baik lagi kalau ia membawa pacarnya Ivan. Pak Hasan memberi tanda kepada Jamal dan Asep yang bergegas menuju pintu pagar. Pintu pagar ke kamarku memang jauh, rumahku bisa dibilang luas halaman depan diisi garasi 4 mobil dan sebu4h taman besar sementara halaman belakang diisi lapangan basket kecil dan kolam renang. Jarak rumahku dan rumah tetangga juga bisa dibilang cukup jauh, karena besarnya halaman rumah yang kumiliki, sekencang apapun ku berteriak, kecil kemungkinannya didengar oleh tetangga-tetanggaku.


Tiba-tiba saja suasana kamarku sepi, kulihat wajah Udin, Ronny dan pak Hasan yang resah menunggu Asep dan Jamal. Aku memanfaatkan momen ini untuk mengambil nafas sejen4k. Tak berapa lama pintu kamarku terbvk4, kulihat Sherry masuk masih b3r$eragam SMA ditem4n! Jamal dan Asep. Ia nampak Shock melihat aku yang t3l4nj4n9 bulat sedang dikerubuti 3 orang berwajah k4$ar diatas tempat tidur.


“Tenang non Sherry…tenang…” pak Hasan menghampirinya lau membisikkan sesuatu ke Sherry, sepertinya ia memberitahukan perjanjian yang kubuat dengan mereka.


“Tapi ni…gue…” wajah Sherry memelas menatapku.


“Maafin gue Sher, ini salah gue…maaf…” air mata menetes dari mataku seketika hatiku terasa ditikam pisau ketika aku tahu aku mengkhianati sahabatku sendiri.


“Nggaa !!! Tolooongg !!” Sherry berteriak kencang sambil berusaha melarikan diri, namun dengan sigap Asep dan Jamal meraih tangannya.


Sherry mer0n+4-r0n+4 sambil menangis, Jamal mendekapnya berusaha menenangkannya.


“Sher, udah…ngga usah ngelawan !!! biar ini cepat selesai…” aku berusaha menenangkan Sherry diantara isak tangisku.


“Lo sahabat gue kan ? Sher, gue mohon, maafin gue, tolongin gue Sher…” Sherry menatapku dengan tatapan mengiba namun juga diselingi kemarahan kulihat air mata mengucur deras di pipinya.


Sherry mer0nta lagi tapi tidak sekuat sebelumnya, Jamal menghempaskan tvbvh Sherry ke Sofa tak jauh dari tempat tidurku. Jamal, Asep dan pak Hasan berusaha menenangkannya.


“Nah sekarang lanjut lagi…” kata pak Hasan, ia berpindah dari sofa menuju tempat tidurku, ia bertukar tempat dengan Udin yang menuju ke sofa.


“Non Nia, tadi sampai dimana…”pak Hasan tersenyum mengerikan menghadap wajahku.


Kata-kata kotor keluar dari mu|u+ku sambil kudengar Sherry mer0n+4-r0n+4 dan berteriak-teriak minta tolong. Pak Hasan mengambil posisi di hadapan v49in4ku, sementara Ronny kembali menyergap rakus pu+!ng p4yud4r4ku. Pak Hasan meraih kedua p4h4ku dibvk4nya lebar-lebar, sehingga membuat posisiku mengangkang.

Posting Komentar

0 Komentar