“Iya, non Lisa emang bener-bener cantik, hehe..” ucap si sopir,
" iya.. bener tuh, cantik buuangettt, hehehe.." si kenek langsung menimpali,
“hahaha.. iya deh.. terima kasih atas pujiannya, jadi geer nih akuh..” aku pun jadi
tertawa renyah mendengar pujian dari mereka, aku tidak risih sedikit pun mengobrol
bersama kedua laki-laki asing yang tidak kukenal ini, meskipun sejak tadi tatapan
mata mereka berdua sudah kelayapan ke mana-mana menyusuri tubuhku, dan aku
juga bisa melihat sesekali tangan mereka berusaha membetulkan posisi tonjolan di
celana mereka namun aku tetap cuek dan pura-pura tidak tahu,
"emm.. non Lisa, kalo boleh saya mau pinjem kamar mandinya,” kata si supir,
“ooh.. iya silahkan Pak… itu pak lurus aja, ada di deket dapur," jawabku
menunjukkan arah kamar mandi, setelah si sopir bangkit dari duduknya menuju
kamar mandi, kulihat keneknya nampak gelisah, "udah gak tahan juga yah pak,?
kalo bapak mau, pake aja kamar mandi yang ada di dalam kamar, gak apa-apa kok
pak, tapi jangan lupa disiram yaa, hihihi..." godaku sambil tersenyum manis pada
kenek itu,
"hehehe.. iya non," si kenek pun langsung bangun dari duduknya untuk ke kamar
mandi juga,
Ternyata cukup lama juga aku sendirian di ruang tamu karena masing-masing dari
mereka belum ada yang keluar dari kamar mandi, mungkin mereka sedang
menuntaskan birahinya, tapi bagus deh, dari pada nanti malah aku yang jadi korban
pelampiasan mereka, bisa gawat kan urusannya,hihihi...
Hingga setelah beberapa saat, akhirnya si sopir yang kulihat kembali lebih dulu,
“udah selesai pak,?” tanyaku sekembalinya mereka dari kamar mandi,
“ehh.. udah non, udah lega, hehehe..” jawabnya sambil cengengesan,
Lalu selang beberapa menit, si kenek pun keluar dari kamarku,
"non Lisa.. saya berdua pamit dulu ya.. soalnya masih banyak kiriman yang harus di
anter hari ini,” kata si sopir setelah melihat keneknya kembali dari kamar mandi,
“sebenarnya sih kita berdua masih betah lama-lama di sini non, tapi yaah namanya
tugas..” sahut si kenek yang kini sudah berdiri di sampingnya,
“Ohh.. ya udah kalau gitu pak, nyari rejeki itu lebih utama dan paling penting, kalo
main kesini kan bisa kapan-kapan lagi, siapa tau nanti aku belanja perlengkapan
anak-anak lagi, kan bapak-bapak berdua bisa anter dan mampir lagi kesini,”
“hehehe.. iya deh non, yaudah kalo gitu kami permisi..”
“iya pak, mari aku anter ke depan,” aku pun lalu ikut berdiri untuk kemudian
mengantar kedua orang itu ke depan, dan di saat kami sampai di depan pagar
rumahku, aku memberikan satu lembar uang kertas kepada si kenek, “Ini pak.. maaf
Pak cuma segini,” ucapku sembari menyerahkan uang tip sebagai rasa terima kasih
karena sudah mengantarkan dan memasang tempat tidur tadi,
"duuhh.. enggak usah non, jangan.." tolaknya dengan halus, mungkin mereka
merasa itu adalah bagian dari tugas dan pekerjaan mereka,
"tolong diambil ya pak, ini tambahan rejeki buat bapak-bapak berdua," aku
tersenyum semanis mungkin agar dia mau menerima pemberianku,
“terima kasih banyak ya non, semoga rezeki non Lisa makin lancar dan makin
bertambah” kata si kenek akhirnya mau menerima,
“Amiiin…” sahutku sambil tersenyum manis pada orang itu, setelah mobil mereka
berangkat aku pun langsung masuk kembali ke rumah,
.
*****
.
Di sebuah ruangan luas yang ada di dalam salah satu gedung pencakar langit di
pusat kota, lampu kristal menggantung megah di atas meja besar yang terbuat dari
marmer hitam, Tuan Leonel Luther duduk dengan wajahnya yang tampak tenang,
tetapi sorot matanya penuh perhitungan, seperti seorang raja yang sedang
menyusun strategi perang, di hadapannya, beberapa pria memakai setelan jas hitam
duduk dengan sikap hormat, siap mendengarkan setiap instruksi dari sang bos
besar.
Leonel Luther bukanlah pria biasa, dia adalah seorang pengusaha sukses yang
memiliki banyak perusahaan di berbagai sektor, dari luar, semua tampak legal, tetapi
di balik gemerlap kesuksesannya, dia juga dikenal sebagai salah satu bos mafia
paling berbahaya di dunia bawah tanah, bisnis legal hanyalah tameng untuk
menutupi operasinya yang lebih kelam, termasuk perdagangan senjata ilegal yang
tengah direncanakannya malam itu.
"Semua sudah di persiapkan?" tanya Leonel dengan suara datar tetapi amat tegas,
setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti perintah yang tak bisa dibantah.
Salah satu orang kepercayaannya, pak Jarwo, pria bertubuh kekar dengan bekas
luka di wajah, mengangguk sambil membuka map berisi dokumen-dokumen rahasia.
"Ya, Tuan besar, semua sudah sesuai rencana, kapal akan tiba di pelabuhan dalam
tiga hari, muatan sudah disamarkan sebagai barang impor dari Eropa dan tidak ada
yang mencurigai."
Tuan Leon menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya menyipit sejenak.
"bagaimana dengan pengawasannya,? Aku tidak ingin ada kesalahan sekecil apa
pun, karena jika terjadi satu kesalahan saja, seluruh operasi bisa tercium pihak
berwenang."
"Kami telah menyuap beberapa pejabat pelabuhan, mereka akan menutup mata,
selain itu, jalur penyelundupan ini sudah kami gunakan berkali-kali tanpa masalah."
Ucap pak Jarwo yang sudah sangat hafal dengan ketelitian bos besarnya itu,
Leonel memutar-mutar cangkir kopinya, pandangannya beralih ke arah pria lain di
sisi kanan meja, Barry, seorang pria muda yang merupakan sahabat lama anaknya
yaitu Alexander Luther, dan dari penilaiannya Barry cukup bisa diandalkan dan
memiliki kesetiaan yang tinggi
"Barry, bagaimana dengan pengamanannya,?" tanya Leonel.
Barry mengangguk cepat, "semua petugas keamanan pelabuhan sudah aku bayar,
dan semua kamera, sensor, dan perangkat pengawasan akan kita ambil alih
beberapa jam sebelum kapal kita merapat,”
Leonel tersenyum tipis, puas dengan laporan tersebut, namun di dalam pikirannya,
ia masih belum sepenuhnya lega, di dunia bawah tanah, pengkhianatan dan jebakan
bisa datang dari mana saja, bahkan dari orang terdekat sekalipun.
"Bagus, tapi jangan lengah, kita sudah terlalu lama berada di posisi ini untuk
dihancurkan oleh kecerobohan, aku tidak ingin ada pihak yang tahu soal ini, bahkan
dari dalam."
Semua anak buahnya mengangguk paham, mereka tahu bahwa ketika Leonel
Luther berbicara, tidak ada ruang untuk kesalahan sekecil apa pun, kegagalan
bukanlah sesuatu yang bisa dia tolerir,
Tuan Leon menatap ke arah semua anak buahnya yang ada di dalam ruangan itu
satu persatu, memastikan semua benar-benar memahami pentingnya operasi ini,
"Pastikan semuanya berjalan sesuai rencana, jika ada yang keluar jalur, aku tidak
akan ragu untuk menyingkirkannya." Ucapnya dengan sorot mata yang tajam,
Setelah pertemuan usai dan beberapa anak buahnya keluar, ruangan kerja itu
kembali sunyi hanya ada Tuan Leon, Barry dan pak Jarwo, suara denting jam di
dinding yang terdengar, seolah menghitung detik-detik menuju eksekusi rencana
besar mereka,
Tuan Leon berdiri menatap keluar jendela besar yang memperlihatkan
pemandangan kota di malam hari yang di penuhi cahaya lampu-lampu yang
gemerlap,
“bagaimana perkembangan di Centropolis,?” ucap Tuan Leon tanpa
mengalihkan pandangannya keluar jendela,
Barry yang sedang duduk di belakangnya tentu langsung menyadari jika pertanyaan
itu di tunjukkan padanya, “sejauh ini semuanya berjalan lancar, dan sepertinya Alex
sudah jauh berkembang, dalam waktu secepat ini segala permasalahan yang ada
pada kantor cabang kita di kota itu terbukti mampu dia atasi dengan caranya
sendiri,”
“hmmm..” tuan Leon hanya mengangguk sembari menghela nafasnya setelah
mendengar jawaban dari Barry,
Di kejauhan, tanpa sepengetahuan tuan Leon, seseorang dengan teropong dan
sebuah alat di telinganya sedang mengintai dan mengamati mereka dari kejauhan,
menunggu waktu yang tepat untuk membuat rencana sempurna ini menjadi
berantakan, sisi gelap kehidupan memang selalu penuh dengan kejutan, dan kali ini,
mungkin saja giliran Leonel Luther yang menjadi targetnya.
.
*****
.
Beberapa hari berikutnya,
Pagi hari saat aku sedang mencuci piring di dapur, aku mendengar ada suara
sepeda motor berhenti tepat di depan rumahku, setelah kutengok dari kaca jendela
ternyata yang datang adalah pak Yono, tapi pagi ini dia datang ke rumahku sendirian
sambil membawa beberapa pot dan tanaman bunga seperti yang sudah dia janjikan
kemarin, sedangkan suamiku sudah berangkat ke kantor sejak pagi sekali dan
kembali pada kesibukannya di perusahaan,
"non.. non Lisa," suara pak Yono memanggil-manggil namaku, tampak sekali
wajahnya sedang kesal,
"ada apa sih pak, pagi-pagi kok teriak-teriakan gitu, pasti belom ngopi nih yaaa..??
hihihi.." Aku sengaja meledeknya saat dia berdiri di depan pintu,
"non Lisa kemaren sengaja ngerjain saya ya,? bikin orang jantungan aja,"
"ngerjain apa sih paak,? emang bener kan itu pot pada pecah, hihihi.."
"waaah.. awas yaa.." ujar pak Yono berjalan ke arahku, aku pun buru-buru membilas
tanganku karena tau dia yang sepertinya sudah sangat gemas karena habis aku
kerjain kemarin,
"looh.. kemaren katanya berani, hihihi.." ledekku lagi sembari berjalan ke arah meja
makan, dan bersiap untuk kabur karena sepertinya dia benar-benar ingin
menangkapku,
"waah.. non Lisa emang harus di kasih pelajaran nih kalo begini caranya," ucapnya
yang mengikutiku ke meja makan,
"yaa coba aja kalo bisa, hihihi.." godaku sembari berlari memutari meja makan untuk
menghindarinya,
"kalo ketangkep, saya telanjangin yaa.." ancamnya semakin gemas sembari terus
berusaha menangkapku,
"eittss.. gak kena, gak kena, hahaha.." aku lantas berlari ke arah halaman belakang,
dan pak Yono pun terus mengejarku,
Layaknya dua bocah kecil, aku dan pak Yono main kejar-kejaran di halaman
belakang, saling meledek dan saling tertawa begitu riang seakan-akan hilang semua
beban dalam hidup, aku terus berlari dan tertawa lepas mengelilingi rumahku
menghindari kejaran pak yono, hingga akhirnya dia bisa menangkapku dan memeluk
tubuhku dari belakang ketika kami berlarian di ruang tamu,
"hahaha... ampuun pak, geliii..." aku menjerit sambil tertawa saat pak Yono
memelukku sambil menggelitik pinggangku,
"hahaha.. biarin, biar tau rasa, hahaha.." pak yono pun tertawa lepas sambil terus
menggelitik dan tak mau melepaskan tubuhku, aku pun terus meronta-ronta agar
bisa terlepas dari pelukannya hingga akhirnya membuat kami berdua terjatuh di atas
sofa, dengan posisi aku duduk di atas pangkuannya,
"hahaha.. ampun paak.. iyaa.. aku minta maaf.. huhh.. huhh..." ucapku menahan
tawa sembari mengatur nafasku yang ngos-ngosan,
"lagian kemaren kenapa iseng banget sih non,? huh.. huhh.." ujar pak yono yang
masih memelukku, nafasnya juga terdengar sangat ngos-ngosan,
"iyaa.. iyaa.. maaf ya pak.. hihihi.."
Setelah lelah bermain kejar-kejaran di sekeliling rumah, aku dan pak Yono
beristirahat di atas sofa, kusandarkan tubuhku di atas tubuhnya yang masih terus
memelukku, kebahagiaan terpancar dari wajah kami berdua, setelah beberapa saat
kulepaskan pelukannya lalu duduk di sampingnya dan kurebahkan kepalaku di
dadanya, tangannya membelai-belai rambutku dengan lembut,
"kok dateng sendirian pak,? gak ngajak pak juki,?" tanyaku,
"semalem udah saya kasih tau, bentar lagi juga dateng," terang pak Yono,
"ooh gitu.. yaudah kalo gitu aku bikinin kopi dulu ya,"
"iya non, nanti di bawa ke depan aja kopinya, saya mau langsung beresin tanaman
sama pot non Lisa biar cepet selesainya,"
"iya pak nanti aku bawain," aku pun beranjak ke dapur untuk membuatkan dua
cangkir kopi dan menyiapkan beberapa camilan, sedangkan pak Yono langsung
menuju halaman depan untuk memulai pekerjaannya,
Di dapur, sebelum menyeduh kopi, aku terlebih dahulu memasak beberapa potong
pisang goreng, setelah beberapa saat akhirnya semuanya siap lalu aku
membawanya ke teras depan, dan kulihat ternyata di sana sudah ada pak juki
sedang membantu pak yono,
"udah ada pak juki ternyata.. bapak-bapak ini kopi sama camilannya yaa," sapaku
sembari meletakkan nampan di atas meja teras,
"iya non, terima kasih," jawab pak juki tersenyum melihatku,
Aku pun kembali masuk ke dalam untuk lanjut bersih-bersih rumah, mereka berdua
pun terlihat begitu bersemangat melakukan pekerjaannya, selesai menyapu aku pun
lanjut mengepel lantai,
"non, ini udah selesai, ada lagi yang mau di kerjain,?" tanya pak yono dari depan
pintu,
"gak ada pak, yaudah ngopi-ngopi dulu aja," jawabku sambil terus mengepel lantai,
"iya non," jawabnya,
"eitt.. pada mau ngapain itu,?" tanyaku sambil berkacak pinggang, melihat mereka
berdua yang hendak masuk ke dalam rumah,
"mau ngopi di dalem non, enak, adem," jawab pak yono sambil menenteng kopinya,
"gak.. gak bisa, enak aja, lantainya baru aja aku pel," omelku,
"kan kita berdua udah bersih-bersih non, tadi udah cuci kaki sama cuci tangan,"
jawab pak juki dengan polosnya,
"kalo mau masuk mandi dulu lewat pintu yang ada di garasi, badan pada keringetan
gitu juga, handuknya masing-masing udah aku siapin tuh di dalem kamar mandi,"
omelku lagi,
Mereka berdua pun saling pandang, sepertinya sedang berunding siapa yang mandi
duluan, ternyata pak yono yang lebih dulu, sedangkan pak juki melanjutkan
ngopinya duduk di teras depan,
"baju kotornya taro aja di keranjang ya pak biar nanti sekalian aku cuciin, kasih tau
pak juki juga, nanti aku siapin baju gantinya," ucapku ketika pak yono hendak masuk
ke kamar mandi,
"ohh.. iya non, okee.."
Selesai mengepel lantai, aku naik ke lantai atas menuju kamarku, badanku terasa
sedikit gerah dan berkeringat setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah
tangga di lantai bawah, sesampainya di kamar, kulihat putra kecilku yang sudah
terbangun sedang tersenyum riang di dalam tempat tidurnya,
Aku segera mandi untuk kembali menyegarkan badanku, dan juga memandikan
anakku, setelah selesai mandi, aku terlebih dahulu mempersiapkan putra kecilku,
mengeringkan tubuhnya dengan handuk yang lembut, mengoleskan losion,
memakaikannya popok serta pakaian yang nyaman, setelah semuanya siap aku
kembali meletakkannya di tempat tidur bayi, lalu gantian aku mempersiapkan diri
dan berpakaian,
Saat membuka lemari, aku jadi bingung untuk memilih pakaian mana yang paling
menarik yang akan membuatku tampil lebih cantik, padahal yang menungguku di
bawah sana bukanlah suamiku melainkan dua kakek mesum yang sering berbuat
nakal terhadapku, entah kenapa aku ingin terlihat seksi dan menarik di hadapan
mereka, setelah memilah-milah akhirnya aku putuskan memakai gaun berwarna
merah motif bunga-bunga dengan bahan yang sangat halus dan juga memiliki
belahan dada sangat rendah, untuk dalamannya aku sengaja tidak memakai bra dan
hanya memakai celana dalam saja yang warnanya senada dengan gaun yang aku
pakai, aku membiarkan rambutku terurai indah agar memberikan kesan yang
anggun dan feminin,
Setelah berpakaian, aku duduk di depan cermin untuk merias wajahku agar terlihat
semakin cantik, saat selesai berdandan aku tersenyum puas melihat hasil akhirnya
dan merasa siap untuk menemui kedua pria tua itu dengan penampilan terbaikku,
dan pastinya aku juga siap untuk menghabiskan waktu seharian bersama mereka,
Aku memperhatikan langkah kakiku saat menuruni turun tangga dengan hati-hati,
karena sedang membawa putra kecilku yang sedang menyusu dari botolnya dalam
pelukanku, sedangkan kedua pria tua yang sedang duduk santai di sofa nampaknya
begitu takjub dan terpesona saat melihatku, terlihat dari sorot mata mereka yang
terus memandangku penuh dengan kekaguman,
"cantik, luar biasa cantik," pak yono berkomentar sembari melongo melihatku,
"iya, semakin di liat semakin tambah cantik," ucap pak juki menimpali, senyum
terukir di wajah mereka,
Seketika aku pun tersenyum malu mendengar pujian mereka, "terima kasih, pak
yono, pak juki," ucapku dengan lembut, aku tentu saja merasa begitu bahagia
melihat reaksi mereka berdua, itu artinya tidak sia-sia tadi aku merias wajah dan
memilih pakaian, rasanya begitu menyenangkan berada di antara orang-orang yang
begitu mencintai dan selalu menghargaiku,
“bapak-bapak berdua kok pada gak pake baju sih,? nanti masuk angin looh..” ujarku
pada mereka karena saat ini mereka berdua sedang duduk di sofa dengan
bertelanjang dada, menampilkan tubuh mereka yang hitam, kurus dan penuh
keriput, sedangkan bagian bawahnya memakai handuk yang melingkar di pinggang
mereka,
“lohh..?? tadi kan non Lisa yang nyuruh kalo baju kotornya taro di keranjang cucian,”
ujar pak Yono,
"oalah.. iya maaf ya bapak-bapak, akunya lupa buat nyiapin pakaian ganti, hahaha.."
aku tak kuasa menahan tawa karena memang benar-benar kelupaan menyiapkan
mereka baju ganti untuk mereka berdua, "yaudah kalo gitu, aku ambilin bajunya dulu
ya pak, ” kataku lagi,
"udah non biarin, entar aja, lagian enakan gini, adem, ya kan pak,?" ujar pak yono
kepada pak juki,
"iya, soalnya tadi di luar panas banget, gerah, yaudah sih non Lisa sini aja dulu,
duduk temenin kita," ujar pak juki sambil matanya terus memandang ke arah bagian
atas dadaku karena bagian bawahnya terhalang anakku,
Aku tetap cuek dengan tatapan-tatapan liar mereka yang seolah-olah ingin segera
menelanjangiku, aku dengan santainya bahkan mengatur posisi duduk di antara pak
juki dan pak yono agar terasa nyaman karena sambil menimang putraku yang
sedang asyik menyusu dari botolnya, tatapan kedua pria tua itu tak henti-hentinya
memandang belahan buah dadaku,
"Kalo bapak-bapak mau minum sirup es, ada kok tuh di kulkas, udah biasa juga kan
pada bikin sendiri,?" tanyaku,
"iya non gampang, entar aja, ini juga kopinya belum abis," jawab pak Yono,
"siang-siang gini enaknya sih nyusu ya gak pak yon,? hehe.." ujar pak juki,
"waah.. iya betul itu pak, kayaknya asyik juga tuh, hahaha.." pak juki dengan cepat
langsung menimpali,
"yaa.. kalo bapak-bapak emang mau nyusu, ada juga kok tuh di kulkas, bikin aja,
hihihi.." godaku,
"kayaknya dari tadi den Oliver anteng banget ya non nyusunya,?" tanya pak yono
sembari memperhatikan putra kecilku yang sedang menyusu,
"iya pak, mungkin haus dia dari pagi belum nyusu,"
"saya perhatiin kayaknya den Oliver udah gak minum ASI lagi ya non,?" sambung
pak juki,
"udah enggak pak, udah aku ganti pake susu formula," jawabku,
"banyak yang bilang susu yang paling bagus itu katanya ASI ya non,?" tanya pak juki
polos,
"iya emang betul sih pak, kalo di bandingin sama susu formula, ya jelas susu ibu itu
jauh lebih bergizi, tapi kan dianya udah mulai gede pak, udah harus di sapih,"
jelasku dengan yakin, sebenarnya bukan itu alasannya justru karena mereka sering
menghisap puting susuku jadinya aku putuskan anakku yang mengalah,
"emangnya gak pada netes itu non kalo susunya gak disedot,?" sambung pak juki
lagi dengan pertanyaan polosnya, yang tentu saja membuatku sedikit tertawa karena
melihat ekspresinya yang lucu,
"hahaha.. yaa kadang-kadang emang masih suka netes sih pak," jawabku,
"waah.. sayang banget itu non jadi mubazir, coba aja kita boleh tiap hari minum
susunya non Lisa, pasti asyik tuh, ehh.. maksudnya ASI non Lisa jadi gak kebuang
sia-sia, hehehe.." tiba-tiba pak Yono nyeletuk dengan seenaknya.
"kalo emang bapak-bapak beneran mau minum ASI, besok deh aku peras, abis itu di
simpen di botol deh, hihihi.."
"yaah.. mana seru, kan lebih enak dari sumbernya langsung non, hehehe.." ujar pak
Yono yang sudah mulai menjurus,
"duhhh... gak mau ah pak, soalnya bapak-bapak berdua pada nakal banget sih, kalo
udah sekalinya di kasih, langsung pada suka cari-cari kesempatan biar dapet yang
lebih, buktinya kemaren aja ada yang sampe maksa-maksa gitu, hihihi.." godaku
menyindir sambil melirik pak yono,
"siapa tuh non yang suka maksa-maksa,?" tanya pak juki sembari nyengir karena
dia paham aku sedang menyindir pak yono,
"ada dehh pak pokoknya.. kalo kemaren aku laporin ke suamiku, bisa di hajar abis-
abisan tuh orang, hahaha.."
"yaa makanya jangan di laporin dong non, hehehe.." sela pak yono,
"yaa makanya.. gak usah pake acara maksa-maksa kayak kemaren lagi,"
"iya non, gak lagi-lagi deh, beneran, saya janji, berarti boleh ya saya nyusu lagi,?"
ujar pak yono,
“diihh.. siapa juga yang bilang boleh, huu.. enak aja,”
“kalo saya berarti boleh dong non, kan saya gak pernah maksa-maksa, hehehe..”
ujar pak Juki,
“enggak.. pak Juki juga sama aja, sama-sama nakalnya, sama-sama mesumnya
kayak pak Yono,”
“yaahh...”
Melihat tampang melas kedua kakek mesum itu membuat aku jadi senyum-senyum
sendiri, dan memang aku yang sudah berdandan agar tampil lebih cantik serta
memakai pakaian yang cukup terbuka seperti ini, dari awal tujuannya memang ingin
aku persembahkan untuk mereka berdua, akhirnya aku pun menuruti apa yang
menjadi keinginan mereka,
"tapi beneran janji ya bapak-bapak berdua cuma nyusu aja,? aku gak mau kalo nanti
sampe ada yang berbuat macem-macem lagi sama aku, apalagi sampe maksa-
maksa, nanti beneran aku laporin ke suami aku looh.."
"iya non saya janji, gak akan maksa non Lisa lagi," ujar pak Yono, sedangkan pak
juki hanya manggut-manggut tanda setuju,
"yaudah kalo gitu, yuk kita ke kamar aja," ucapku yang kemudian bangkit sambil
tetap menimang anakku, lalu mengajak mereka berdua menuju kamar utama yang
letaknya tak jauh dari ruang tamu,
"waaah.. udah ada tempat tidur bayinya ternyata, kapan belinya non,?" ucap pak juki
ketika masuk ke dalam kamar, dia nampak terkejut saat melihat ada tempat tidur
bayi yang baru kubeli sesuai permintaannya beberapa waktu lalu,
"makanya aku nyuruh pak yono buat ngajak pak juki dateng kesini, aku mau
nunjukin tempat tidur bayi yang baru, sekalian ngasih tau kalo belinya tuh pake uang
yang bapak-bapak kasih kemaren," terangku,
"emangnya cukup non uangnya,? dari keliatannya sih itu pasti harganya mahal," ujar
pak juki lagi,
"tenang aja pak, cukup kok, tapi habis, hihihi.. gak apa-apa kan,?" tanyaku
tersenyum padanya, kemudian aku melangkah ke arah tempat tidur bayi untuk
menidurkan putraku di sana,
"iya gak apa-apa, kan kita berdua emang ngasih untuk non Lisa sama buat den
Oliver juga," jawab pak juki,
"iyaa.. sayang sama mamahnya kan harus sayang juga sama anaknya, hehe.." ujar
pak yono menimpali,
"pak yono sama pak juki baik banget deh.. hihihi.."
Pak juki dan pak yono yang sedang duduk di tepian tempat tidur terlihat serius
memperhatikan aku, mungkin karena gaun yang aku kenakan saat ini memiliki
belahan dada yang rendah sehingga di saat aku membungkuk meletakkan anakku di
tempat tidurnya, mereka berdua terlihat melongok-longokkan kepalanya untuk dapat
melihat isi yang tersembunyi di balik gaun yang aku pakai saat ini, apalagi kalau
bukan kedua payudaraku yang menggelantung dan bergoyang-goyang akibat
gerakkan tubuhku,
Saat aku kembali berdiri, dapat kulihat dengan jelas tonjolan di balik handuk mereka
masing-masing yang menandakan kedua kakek mesum ini sudah ereksi maksimal,
"diihh... udah pada berdiri aja itu burungnya, hihihi.." godaku saat mereka sedang
melongo memperhatikan aku yang sedang berdiri di dekat tempat tidur bayi,
"hehehe.. di depan mata ada yang seger-seger mana mungkin gak berdiri, ya gak
pak yon,?" jawab pak Juki sembari menyikut pelan kawannya,
"betul itu, hehehe.."
"huhhh.. dasarrr... emm.. jadi gak nih acara minum susunya,?" godaku dengan
senyuman dan tatapan genit ke arah mereka,
"yaa jadi donk non.. sini non buruan.." ujar pak yono memintaku agar mendekat ke
arah mereka kini yang sudah duduk di tempat tidur,
0 Komentar