ISTRI YANG BAIK SEASON 2 PART 16

 

Memang hari ini rasanya aku senang sekali karena Alex libur bekerja, yaaah..


"Bekerja" adalah sebuah kebutuhan yang juga menjadi sebuah kewajiban, namun


sayangnya, terkadang kewajiban bekerja ini, tidak bisa menyeimbangi kewajiban


yang lainnya, dalam lingkungan bekerja, terkadang kita di hadapkan pada orang-


orang yang terlalu sibuk dan fokus pada pekerjaannya, bahkan banyak dari mereka


yang tidak bisa menyempatkan diri untuk menikmati kehidupan lain selain kehidupan


kantor.


Seperti pagi ini, saat aku dan suamiku sedang menikmati sarapan kami, terus


terdengar suara nyaring ponsel suamiku yang entah sudah beberapa kali berdering


sejak pagi tadi, meskipun hari ini sedang libur namun banyak yang terus


menghubunginya, mulai dari para client sampai anak buahnya dan entah siapa lagi,


mengingat saat ini suamiku menduduki posisi penting di perusahaannya


menggantikan posisi ayah mertuaku sebentar lagi akan pensiun,


Kesal,? sudah pasti.


Marah? aku usahakan tidak.


Karena aku pun menyadari terkadang ada kalanya kita jadi nomor sekian, dan


pekerjaanya lah yang menjadi nomor satu, seandainya kita minta bertukar posisi,


maka tantangannya adalah, apakah kita siap melepas kualitas dan standar hidup


yang kita dapatkan dari pola kerja ini,? dan memang tak bisa aku ungkiri jika


kenyamanan hidup yang aku punya sekarang, itu semua di dapatkan dari kesibukan


suamiku bekerja, dan ada berapa banyak orang-orang yang juga menggantungkan


hidupnya di perusahaan,


"maaf ya sayang," ucap mas Alex mengangkat teleponnya dan memulai


pembicaraan tepat setelah dia selesai dengan sarapannya, dia pun bangkit dari kursi


kemudian mengusap kepalaku lembut saat berjalan melewatiku,


"iya pah," jawabku tersenyum sembari mengangguk, memberikannya waktu untuk


menelepon karena mungkin ada urusan penting yang perlu diurus, kulihat makanan


di piringnya pun sudah habis,


Sementara suamiku sibuk menerima panggilan telepon, aku pun yang juga sudah


menghabiskan sarapan segera bangkit dari duduk untuk merapikan meja dan lanjut


mencuci piring,


Saat sedang sibuk mencuci piring, tiba-tiba terdengar bel berbunyi, menandakan


ada tamu yang datang, aku segera membilas tanganku yang penuh dengan busa


sabun dan dengan cepat melangkah menuju pintu depan, meninggalkan piring-piring


yang belum terbilas, dari jendela bisa kulihat ternyata pak Yono yang datang,


memang sebelumnya suamiku yang menyuruhnya datang untuk membicarakan


suatu hal atas permintaan dariku, aku pun segera memasang wajah jutek sebelum


membukakan pintu pagar,


Saat aku membukakan pintu, di hadapanku berdiri Pak Yono dengan wajah yang


kelihatan gusar, panik dan seperti orang yang sangat ketakutan, dalam hati


sebenarnya aku kasihan juga melihat tampangnya itu tapi aku tetap berpura-pura


bersikap jutek untuk memberinya sedikit pelajaran,


"Masuk pak," ucapku dengan nada datar setelah membukakan pintu pagar


untuknya,


"ii.. iiya.. non," jawabnya gugup, ingin sekali aku tertawa namun tetap aku tahan


sebisa mungkin,


"pak Yono duduk aja dulu, biar aku panggilin suamiku," ucapku lagi saat kami tiba di


teras rumah dan memintanya untuk duduk sambil menunggu, sekarang di teras


rumahku sudah ada satu set meja tamu dengan beberapa kursinya yang terbuat dari


kayu jati, jadinya kalau ada yang datang tidak perlu duduk di lantai lagi seperti


sebelumnya,


"ii.. iyaa non, ehhh... emangnya non Lisa ngomong apa ke pak Alex,? ampun non,


saya minta maaf," ujar pak Yono dengan tampangnya yang gelisah,


"pak Yono gak perlu minta maaf, kemaren katanya berani apa aja kan, yaudah nanti


ngomong langsung aja ke suamiku," ucapku dengan nada jutek yang tentu saja


menambah kepanikannya,


"aduuhhh... tolong non, beneran saya minta maaf, kemaren saya khilaf non,”


ucapnya memelas,


"percuma minta maaf, sekarang pak Yono duduk aja dulu, berani berbuat harus


berani bertanggung jawab juga donk pak,"


"ehh... iya non," pak Yono mengangguk paham lalu duduk, dan aku pun langsung


masuk ke dalam rumah untuk melanjutkan mencuci piring yang tadi sempat


tertunda,


"hihihi.." aku jadi cekikikan sendiri di dapur, teringat tampang pak Yono yang


kelihatan sangat panik membuatku harus menahan diri untuk tidak tertawa,


"kenapa mah,? senyum-senyum sendiri gitu," tanya suamiku yang langsung


mengagetkanku,


"hihihi.. enggak kok pah, itu pak Yono udah dateng lagi nungguin papa di depan,"


jawabku,


"oohh.. yaudah papa ke depan dulu,"


"iya pah," Saat suamiku menemui pak Yono aku langsung berusaha membereskan


piring-piring dengan cepat dan menyelesaikan pekerjaanku untuk menguping


obrolan suamiku dengan Pak Yono, aku segera duduk di sofa ruang tamu pura-pura


menonton televisi sambil sesekali melempar pandangan ke teras depan untuk


memastikan bahwa Pak Yono tidak keceplosan membahas kejadian kemarin,


gantian sekarang jadi aku yang merasa was-was,


Suamiku dan pak Yono duduk di teras depan, dari tampangnya kelihatan sekali jika


pak tua itu sedang di penuhi kekhawatiran dan tidak percaya jika aku akan benar-


benar mengadukan perbuatannya kepada suamiku, sepertinya dia sedang


membayangkan sesuatu yang buruk akan menimpa dirinya mengingat suamiku


adalah orang yang sangat berpengaruh, "hihihi.. rasain," gumamku dalam hati,


"Jadi begini pak yono, kemarin istri saya udah cerita semuanya," suara berat Alex


terdengar begitu menakutkan di telinga pak Yono,


"maafkan saya, Pak Alex, saya tidak bermaksud untuk ngelakuin semua itu,


ampuun," ucap Pak Yono langsung berlutut di depan suamiku dengan suara penuh


penyesalan, yang tentu saja membuat suamiku sedikit kaget, begitu juga aku yang


sedang memperhatikan mereka dari dalam ikut terkaget-kaget,


"loh.. loh.. loh.. gak usah berlebihan begitu pak, ayo duduk, kalo saya sih


sebenernya gak masalah ya, tapi istri saya aja yang masih belum terima," ucap


suamiku sembari memegang lengan pak Yono agar kembali duduk di kursi,


"hahh,?? pak Alex gak marah,??" tanya pak Yono yang nampak tidak percaya


karena melihat sikap Alex yang sepertinya biasa-biasa saja, padahal dia pikir apa


yang dia perbuat pada istrinya adalah sesuatu yang tidak bisa di maafkan,


sedangkan di dalam ruang tamu, sebenarnya aku sudah tidak kuat ingin menahan


tawa melihat tampang pak Yono sedang takut bercampur bingung, sampai-sampai


aku menutup mulutku sambil memegangi perut karena apa yang sedang


berlangsung di luar sangat lucu menurutku,


"kenapa saya harus marah pak, itu kan kepunyaan istri bukan punya saya, lagian


saya pikir pak Yono juga pasti enggak bermaksud, apalagi emang sengaja ngelakuin


itu kan,?" tanya Alex,


"ii.. iiyaa.. pak Alex, maafin saya, saya bener-bener gak bermaksud ngelakuin itu


semua, saya minta maaf dan saya juga bener-bener menyesal," ucap pak Yono


sambil tertunduk,


"emang gimana ceritanya sih pak kok bisa sampe kaya gitu,?" tanya Alex,


"waah.. gawat" pikirku mendengar suamiku bertanya seperti itu pada pak Yono, bisa-


bisa pak Yono keceplosan menceritakan kejadian kemarin, akhirnya aku buru-buru


ke depan menghampiri mereka,


"emm.. jadi begini pak Alex,.."


"pah, mau di bikin kopi apa enggak,?" ucapku yang tiba-tiba keluar dari pintu dan


langsung memotong pembicaraan, dan mereka berdua pun langsung menoleh ke


arahku,


"ehh.. boleh deh maa, itu pak Yono di bikinin juga sekalian," jawab suamiku,


"itu pak Yono udah papa omelin,? tuh liat.. pot bunga mama sampe pada jatoh


berantakan gitu, ada yang pecah juga, pokoknya mama gak mau tau ya, itu


semuanya harus di ganti," ucapku nyerocos dengan nada jengkel pura-pura


mengomel layaknya emak-emak, sambil menunjukkan pot bunga yang terlihat jatuh


berserakan padahal aku tau kalau itu sebenarnya karena tertabrak kucing berantem,


"udah.. udah.. gak usah ngomel-ngomel gitu," ucap suamiku mencoba


menenangkan,


"iya maaf non, saya beneran enggak sengaja, bunga-bunga yang rusak sama pot


yang pecah biar nanti saya ganti," ucap pak Yono menatapku dengan tatapan heran,


"tuhh.. pak Yono juga udah minta maaf, yaudah mama bikin kopi dulu ya," ucap


suamiku, "pak Yono mau ngopi sekalian juga kan,?" sambungnya lagi kepada pak


Yono,


"ehh.. enggak usah pak Alex, terima kasih, soalnya saya lagi jaga kebetulan udah


ngopi barusan di pos,"


"ooh.. lagi jaga ternyata, yaudah kalo gitu pak Yono boleh balik, ini uangnya buat beli


bunga sama pot yang baru," ucap suamiku sembari memberikan beberapa lembar


uang kepada pak Yono,


"gak usah pak Alex, biar nanti pake uang saya aja, kan saya yang salah," ucap pak


Yono,


"udah sih pak terima aja, gak usah sok-sok-an deh," ucapku melotot ke arahnya


agar dia menerima pemberian suamiku,


Pak Yono pun mengangguk, "iya non, nanti kalo libur saya kesini lagi buat beresin


taneman punya non Lisa,"


"awas aja kalo sampe enggak," ucapku masih pura-pura jutek,


"udah maa, jangan ngomel mulu, kasian pak Yono," ucap suamiku,


"kalau begitu saya permisi dulu ya pak Alex, gak enak pos kelamaan saya tinggal,"


ucap pak Yono sepertinya ingin buru-buru beranjak dari rumahku,


"ooh.. yasudah pak kalo begitu," jawab suamiku,


"mari pak Alex, non Lisa, permisi.." ucap pak Yono beranjak dari rumahku untuk bisa


segera kembali ke posnya,


"oh iya Pak, nanti kesininya ajak temen yaa, jangan sendirian, biar cepet selesai


kerjaannya," ucapku agak sedikit berteriak ketika pak yono sampai di depan pagar


sembari mengedipkan mataku,


"iya siap non," jawab pak yono yang juga sedikit berteriak, lalu keluar dan kembali


menutup pintu pagar rumahku sambil tersenyum penuh arti,


Siang harinya,


"pah..." aku memanggil suamiku, sambil membelai lengan kokohnya yang setia


memelukku sedari tadi, "hmm.." dia menggumam menjawab panggilanku, sambil


asik mengecupi kepalaku.


Aku dan suamiku sedang menonton acara televisi di sofa ruang tamuku, menikmati


indahnya waktu berduaan, kami duduk bersebelahan, aku merebahkan kepalaku di


dadanya yang terasa hangat dan nyaman, tangannya membelai lembut kepalaku,


sambil sesekali menciuminya, aku sangat bahagia menikmati saat-saat bermesraan


seperti ini,


"kita bisa kayak gini terus gak ya pah,?" aku sedikit menegakkan posisi wajahku


untuk menatap wajahnya, sebenarnya di dalam hati aku sedang takut kalau


kemesraan ini semakin lama akan hilang tergerus oleh kesibukannya di perusahaan,


"kayak gini gimana,?" suamiku membalas pandanganku.


"ya mesra kayak gini,?"


“hahaha..” suamiku malah tertawa sembari mengacak-ngacak rambutku dan


mencubit gemas hidungku, "mama lagi kenapa sih,? pertanyaannya kok aneh


banget," jawab suamiku, dan kembali menuntunku untuk merebahkan diriku di


dadanya lagi.


"yaa mama cuma takut aja pah, soalnya papa udah makin sibuk sekarang," ucapku


pelan,


"yaaah... walaupun papa sibuk, tapi kita harus tetep mesra terus dong mama


sayaaang,"


Mendengar jawabannya, aku menengadahkan wajahku ke atas untuk mencium


bibirnya, dia pun membalas ciumanku dengan begitu mesra sembari mempererat


pelukannya padaku, setelah beberapa saat aku pun melepaskan ciumanku,


"jalan-jalan yuk pah," ajakku,


"kemana,?" tanya suamiku,


"kemana aja, kayak kita pacaran dulu, cuma bedanya sekarang kita ngajak si kecil,"


jawabku,


"yaudah yuk, sekalian nanti kita makan di luar," jawab suamiku yang tentu saja


membuatku sangat senang sekali,


"okee.. yaudah mama siap-siap dulu," ucapku kegirangan sembari berlari ke lantai


atas menuju kamarku untuk berdandan dan mempersiapkan diri,


Sore harinya,


Meskipun aku dan Alex sering di sebut-sebut sebagai pasangan yang ideal dan


sangat jarang ada masalah, bukan berarti kehidupan rumah tanggaku seindah kisah


di dalam dongeng, seperti sore ini saat kami menepi di sebuah cafe, suamiku masih


saja harus menerima panggilan telepon yang sepertinya sangat penting, padahal


bagiku ini adalah momen kebersamaan keluarga kecil kami di akhir pekan meskipun


hanya sekedar berjalan-jalan sore,


Aku yang tak ingin mengganggunya, akhirnya aku putuskan untuk berjalan-jalan di


sekitar sambil membawa Oliver di gendongan depan, aku berjalan melihat-lihat


pertokoan yang berjajar di sepanjang jalanan kota yang cukup ramai ini.


Aku hanya tidak ingin merusak suasana indah hari ini dengan sebuah pertengkaran


ataupun perasaan emosi, jadi aku memanfaatkan waktu dengan berjalan-jalan saja,


membeli beberapa aksesoris seperti kalung, gelang dan jepit rambut, setelah puas


berkeliling aku pun kembali ke cafe tadi, suamiku yang sudah selesai dengan


pembicaraannya di telepon, tampaknya dia merasa sangat bersalah sambil


menatapku, tapi aku berusaha untuk tetap tersenyum padanya,


Aku duduk di sampingnya, menikmati lemon tea dingin sembari sibuk mencoba-coba


berbagai aksesoris yang tadi aku beli, dan akhirnya suamiku kembali berbicara di


telepon, dan menyampaikan ke anak buahnya agar mereka bisa menghandle dulu


karena dia tidak akan bisa di hubungi lagi dalam beberapa jam ke depan, aku pun


tersenyum bahagia mendengarnya,


Kami berjalan berdua kembali menyusuri pertokoan yang sebenarnya tadi sudah aku


lewati sendirian namun kali ini gantian suamiku yang menggendong Oliver, Alex


dengan setia terus menggenggam tanganku, sejak dari cafe tadi dia tidak banyak


bicara, seperti sangat merasa bersalah padaku, karena tak ingin kehilangan momen


indah bersama keluarga kecilku ini, akhirnya aku yang banyak mengajaknya


berbicara dan juga sesekali mengajaknya bercanda, dia hanya menanggapi dengan


tertawa pelan, dan mengusap kepalaku, dia sesekali memelukku, merangkul


pinggang atau pundakku dengan mesra,


Sampai akhirnya kami sampai di sebuah toko perlengkapan bayi dan anak-anak,


aku pun langsung mengajaknya masuk ke dalam toko yang cukup besar itu, melihat-


lihat dan membeli beberapa barang untuk buah hati kami, sambil berjalan, aku


berhenti di depan area tempat tidur bayi, aku lihat ada satu yang desainnya cukup


lucu dan kualitasnya juga sepertinya sangat bagus dan terlihat kokoh,


"aku mau beli ini ya pah, menurut papa gimana,?" tanyaku kepada suamiku, sambil


melihat-lihat tempat tidur bayi itu dari dekat,


"emm.. bagus, emangnya mama suka sama modelnya,?" suamiku kembali bertanya,


Aku pun mengangguk sambil senyum, "iya, mama suka banget, lucu,"


"tapi, bukannya di rumah udah ada ya mah,?" suamiku kembali bertanya,


"iya emang udah ada, tapi itu kan di kamar atas pah, mama mau beli yang ini buat


nanti di taro di kamar yang bawah, jadi kalo mama lagi beres-beres rumah, Oliver


bisa tidur di sana, jadinya mama juga gak repot harus bolak balik naik ke lantai


atas," terangku untuk meyakinkan suamiku, padahal sebenarnya aku ingin membeli


tempat tidur bayi ini karena teringat dengan permintaan pak juki waktu itu,


“emm gitu.. yaudah pilih aja mana yang mama suka,”


“hihihi.. makasih paahh...”


Setelah kurasa cukup melihat-lihat dan berbelanja, aku pun lanjut ke kasir untuk


melakukan pembayaran, lalu memberikan detail alamat rumahku untuk pengiriman


tempat tidur bayi yang akan diantarkan oleh kurir toko besok pagi,


Saat hari semakin gelap, sebelum pulang Alex mengajakku untuk makan malam di


restoran favorit kami, ketika tiba di restoran, suamiku memilih duduk di meja yang


biasa kami tempati ketika pacaran dulu, aku menatap suamiku yang sedang


memperhatikan si kecil yang riang gembira duduk di kursi tinggi bayi, saat hidangan


datang kami mulai menikmati makan malam sambil berbincang-bincang, aku


mengambil kesempatan ini untuk bercerita kepada Alex tentang pengalaman seruku


bersama si kecil di siang hari ketika dia sibuk di kantor, sementara Alex bercerita


tentang keluh kesahnya selama bekerja,


Setelah tiba di rumah, aku membersihkan diriku dan mengenakan gaun tidurku yang


berwarna hitam, anakku sudah tertidur lelap di tempat tidurnya, aku duduk di meja


rias dan merapikan rambutku, mengoles losion ke seluruh lengan dan kakiku, Alex


yang baru selesai membersihkan dirinya langsung menghampiriku yang sedang


mengambilkan pakaian ganti untuknya, dia memelukku dari belakang.


"maafin papa ya mah," dia mengecup bahuku dengan penuh sayang, aku bisa


melihat ekspresi wajahnya dari pantulan cermin lemari di depanku ini, perasaan


bersalah terlukis jelas di wajahnya,


Aku memutar tubuhku menghadapnya dan tersenyum, "iyaa.. mama ngerti, papa


sibuk kerja kan buat mama sama Oliver," aku mengucapkan itu sambil membelai


lembut rambutnya yang masih sedikit basah, lalu mengusap pipinya lembut, aku


tidak ingin mengeluarkan argumen apa pun tentang kesibukannya yang nantinya


akan membuat kami bertengkar dan merusak momen romantis hari ini,


.


*****


.


Keesokan paginya,


Aku sedang melakukan fitness dan latihan untuk menjaga stamina juga menjaga


bentuk tubuhku di teras belakang rumahku yang sekarang sudah ada beberapa


peralatan olahraga, aku memakai pakaian layaknya orang mau fitnes dengan


memakai tank top ketat yang jadinya lebih mirip sport bra dengan belahan dada


rendah sehingga buah dadaku nampak menyembul keluar, di padukan dengan


legging yang menempel ketat yang tentu saja menampilkan setiap lekukan pada


tubuhku, terutama bagian pantatku yang padat berisi,


Ting.. Tong... Ting.. Tong..


"Selamat Pagi Pak…. Permisiii….”


Ting.. Tong.. Ting.. Tong..


Waktu aku sedang fokus latihan, tiba-tiba terdengar bel berbunyi dan suara seorang


pria di depan pagar rumahku, segera saja kuambil handuk kecil untuk mengelap


keringatku sambil berjalan ke arah pintu, kulihat dari jendela ternyata ada sebuah


mobil box terparkir di depan rumahku, itu pasti kurir yang mengantar tempat tidur


bayi yang kemarin aku beli,


Memang sesuai seperti yang sudah dijanjikan, bahwa toko akan mengirim pesanan


kami hari ini, kulihat jam dinding baru menunjukkan pukul sembilan pagi, ternyata


kurir itu sudah datang,


Ting.. Tong... Ting.. Tong..


“Permisiiii….” diulangnya lagi ucapan salamnya karena merasa belum ada yang


menyahut ataupun keluar rumah untuk membukakan pintu pagar.


“Iya sebentar…” aku menyahut dengan sedikit berteriak agar mereka bisa


mendengar suaraku sembari terus berjalan ke arah depan rumah,


"permisi bu, ada kiriman atas nama pak Alexander Luther," ucap seorang pria yang


berdiri di depan pintu pagar ketika melihatku keluar dari rumah, sedangkan sang


sopir masih duduk di dalam mobil, dari kelihatannya mereka berdua masih cukup


muda mungkin baru berumur sekitar empat puluhan,


“oh iya betul, tempat tidur bayi ya pak,?” tanyaku setelah membukakan pintu pagar,


"ii.. iya betul bu, kami ngirim tempat tidur bayi sama sekalian mau di pasang," ucap


pria tersebut yang nampak gugup setelah melihatku,


Dapat kulihat ekspresi pria itu yang tampak terkejut saat melihat penampilanku saat


ini, tapi menurutku itu adalah hal yang wajar karena sebagai laki-laki normal siapa


pun akan merasakan hal yang sama jika melihat wanita berpenampilan seksi


dengan tubuh yang nampak basah oleh keringat seperti ini di depannya,


"iya.. dibawa masuk aja pak," ucapku mempersilahkan, badanku jadi panas dingin


lama-lama di pelototi begini, terlebih lagi oleh pria asing yang belum aku kenal,


maka aku pun kembali ke teras rumah untuk menunggu mereka mengeluarkan


barang yang kubeli dari dalam box mobil,


“permisiii bu, ini mau di taro di mana tempat tidurnya,?" tanya sang sopir, saat


mereka tiba di teras sambil menggotong barang pesananku,


“langsung di bawa ke kamar aja pak, yuk.. biar aku tunjukin tempatnya," jawabku lalu


masuk ke dalam rumah,


“baik bu…” ucap sang sopir, saat berjalan mengikutiku dari belakang, aku sangat


yakin pandangan kedua orang tersebut pastinya tidak akan lepas dari goyangan


lenggok pinggul dan pantatku yang bulat dan seksi ini, apalagi legging yang aku


pakai ini sangatlah ketat,


“nah… di dalem sini pak,” seruku sembari membuka pintu kamar,


"baik bu, saya ijin masuk ke dalam," jawab sang sopir karena merasa sungkan


masuk ke dalam kamar orang, walaupun dalam hati dia juga terkagum-kagum


dengan kecantikan dan keseksian Lisa yang membuat isi celananya memberontak,


“ohh.. iya pak silahkan, masuk aja, kalo begitu saya tinggal dulu ya Pak,” jawabku


dengan sopan meninggalkan mereka berdua di dalam kamar agar bisa fokus merakit


tempat tidur untuk anakku,


Saat memasang dan merakit tempat tidur bayi, di dalam kamar itu mereka berdua


pun sambil mengobrol,


“Matamu dul… matamu…” ucap sang kenek kepada sopirnya yang dari tadi


matanya memang jelalatan melihat ibu muda cantik pemilik rumah,


“mantep banget ya pul, seksi, jarang banget bisa ngeliat body yang model begitu,


istri saya aja gak kaya begitu, jauuuhhh...” timpal sang supir dengan jawaban


ngelantur,


“iya sama, istri saya juga di rumah badannya udah pada kendor gak kenceng begitu,


tegang banget ini burung saya dari tadi ngeliatin dia terus," ujar si kenek,


"iya saya juga, hahaha.." timpal si supir,


"hahaha.. yaudah yuk ahh buruan, soalnya masih banyak kiriman itu di mobil," si


kenek mengingatkan,


Aku yang sedang duduk di sofa setelah kembali dari dapur mengambilkan minum


untuk mereka, sebenarnya diam-diam aku bisa mendengar obrolan kedua orang


tersebut, aku jadi senyum-senyum sendiri dan juga cukup tersipu mendengar


ucapan-ucapan mereka, entah siapa nama mereka berdua tapi dari yang ku dengar


salah satu dari mereka di panggil "dul" dan yang satu lagi di panggil "pul",


Mendengar kata-kata mereka, aku jadi teringat kepada pak yono, Pak Juki dan juga


pak samsul, yang selalu terpesona dengan diriku, mereka sering memujiku


kecantikan wajahku dan mengagumi keindahan tubuhku, walaupun perkataan-


perkataan tersebut diucapkan oleh kakek-kakek tua, tapi justru ucapan dari orang


yang serba kekurangan dan sering merasakan kerasnya perjuangan hidup,


terkadang adalah ucapan yang jujur dan tulus dari hatinya, bukan sekedar ucapan


ataupun rayuan gombal semata, terbukti dari yang aku dengar saat ini ada orang


yang sedang membicarakan tentang kecantikan dan keseksianku, yang semakin


menambah rasa percaya diriku,


Saat asyik melamun, kulihat kedua orang tersebut keluar dari kamarku karena


pekerjaannya yang hanya memasang atau merakit tempat tidur saja, apalagi itu


memang profesi mereka sehingga pekerjaan tersebut dapat mereka selesaikan


dengan mudah dan cepat,


“gimana pak tempat tidurnya, apa udah beres,?” tanyaku ketika mereka baru saja


keluar dari kamar,


“udah bu, udah beres,” jawab si sopir,


“mari Pak, minum dulu, udah aku bikinin es sirup, bapak-bapak pasti haus kan,?”


ucapku menawarkan,


"ehh.. gak usah bu… gak usah repot-repot” tolak si sopir dengan halus.


“gak repot kok pak, udah aku bikinin juga kan,?" tawarku lagi, si sopir dan keneknya


saling tatap-tatapan seperti sedang ragu antara iya dan tidak, "lagian mau ke mana


sih pak buru-buru banget, di luar juga masih panas kan, udaah sini duduk, istirahat


dulu," sambungku lagi,


“ii.. iya deh bu, permisi…” kata si sopir itu berusaha sopan, mereka lalu duduk di


seberangku,


"silahkan diminum pak,"


“iiya, makasih bu…”


Sambil minum, dapat kulihat tatapan mata kedua orang itu tertuju ke arah dadaku,


mungkin bagi mereka aku terlihat semakin seksi karena tanktopku yang kelihatan


basah karna keringat, terlebih lagi masih ada bulir-bulir air keringat di sekitar dada


dan leherku, bukannya malu justru aku malah merasa bangga tubuhku terus-terusan


di perhatikan seperti itu,


“Lisa pak, nama aku Lisa, lagian sopan banget sih pak pake sebutan ibu segala,


kesannya aku tuh udah tua banget, hihi..” ucapku mencoba mencairkan suasana,


“Hehe, maaf bu, udah kebiasaan soalnya, hehe.." jawab si kenek,


"tuuhh.. ibu lagi..." ujarku seperti merajuk,


“ehh.. iya maaf non, hehehe..”


"emm.. ngomong-ngomong non Lisa habis ngapain,? kok keringatan gitu,?” tanya si


sopir berbasa-basi, padahal udah jelas banget saat ini aku sedang memakai pakaian


olahraga,


"tadi waktu bapak-bapak dateng, akunya lagi olahraga, maklum deh pak namanya


perempuan harus rajin olah raga biar tetap sehat dan cantik.. hihi..” jawabku sok


centil,


“Iya, non Lisa emang bener-bener cantik, hehe..” ucap si sopir,


" iya.. bener tuh, cantik buuangettt, hehehe.." si kenek langsung menimpali,


Posting Komentar

0 Komentar