“Lohh.. kalian???”
“Mamaa...!!”
“Kak Sarii”
Aku kaget setengah mati mendengar suara istriku dari arah belakang. Luki juga mengalami hal yang sama denganku. Posisi kami yang sudah melakukan persetubuhan itu sudah tak bisa lagi dirubah secara mendadak. Luki tetap di pangkuanku dengan batang penisku menancap pada lobang memeknya. Kini kami hanya bisa pasrah menunggu kemarahan istriku yang pastinya akan meledak-ledak.
“Kalain udah berani ngewe yah? gilak!! Dikasih hati malah minta jantung..”
“Kakk.. maaf.. aku yang salah.. aku yang godain mas Aan..” ujar Luki kemudian.
“Anjing! Bangsat kamu Luk.. hhhh.. bisa-bisanya kamu ngentot sama suamiku.. kenapa emang? Enak yah kontol suamiku? Iya kan? ayo jawab” cecar istriku.
“I-iiya kak.. enak.. gede lagi.. uhhhh.. bisa puas nih kalo disodok sama batangnya mas Aan” balas Luki apa adanya. Aku bingung harus berkata apa pada istriku.
Istriku dengan tajam menatap ke arah kami yang masih belum merubah posisi. Luki masih berada di atas pangkuanku dan penisku masih ada di dalam memeknya. Tangan Luki bukannya melonggar, tapi malah memeluk leherku supaya posisinya tak berubah. Disaat genting seperti itu batang penisku malah berkedut-kedut di dalam memek Luki, sepertinya aku jadi semakin horny ketika apa yang kami lakukan ketangkap basah oleh istriku sendiri.
“Eh, iya... eh.. itu.. emm.. aduhh.. sory maa..” gelagapan aku menjawabnya. Otakku jadi membeku seketika.
“Ohh, oke.. sekarang gini cara mainnya.. selingkuh sama perempuan serumah.. kalo gitu mama juga bisa paa..”
“Ma.. maksud mama apa?” tanyaku keheranan.
“Apa?? Iya, tapi.. tapi.. siapa lagi yang mama maksud?” balasku kebingungan.
“Hah! Mama udah gila? Masak mau ngentot sama Rizal? Dia itu sepupunya mama kan” aku semakin dibuat tak percaya pada kata-kata istriku tadi.
“Ga ada urusan.. papa sendiri yang udah berani ngewe sama Luki.. sekarang sebagai balasannya, papa jangan marah kalau mama ngentot juga sama Rizal.. adil kan?”
“Duhhh.. ga ada orang lain apa? Bisa-bisanya mama punya ide kaya gitu.. hhhh..”
“Udah pokoknya itu syaratnya.. mama ga akan marah sama papa, asal papa juga kasih kebebasan sama mama.. atau memang papa ingin pernikahan kita bubar sekarang?” ancamnya serius.
“Hhhh.. iya deh maa.. semuanya sudah terlanjur, ini juga salah papa...” akupun menyerah. Demi kelanggengan rumah tanggaku, apapun caranya akan aku lakukan. Apalagi saat ini memaang aku yang bersalah.
“Tunggu.. tunggu maa.. kita bicarakan lain waktu saja.. jangan sekarang”
“Tidak.. mama mau jawaban papa sekarang!” paksanya.
“Tapi, itu Rizal maa.. suaminya Luki, adik sepupu mama sendiri”
“Lah, itu Luki pahh.. istrinya sepupuku.. tega-teganya papa embat juga.. kalau mau adil yah papa ambil istrinya, mama ambil suaminya”
“ADIL.. itu yang mama mau!”
“Tuhh mas.. dengerin kak Sari.. ayo bikin aku hamil mas.. ntar buang aja pejuhnya di dalem” sambung Luki kemudian.
Tanpa aku duga, tiba-tiba Luki langsung mengangkat pantatnya naik dan dia turunkan pelan. Dia angkat lagi dan diturunkan lagi, hingga lobang memeknya mengocok penisku berulang-ulang. Meskipun istriku masih berada di depan kami tapi Luki seakan tak menganggapnya ada. Dia malah terus menerus menggoyang pinggulnya naik turun agar penisku menusuk liang kenikmatannya.
“Aahhh.. ooooohhh.. aah.. ahhh.. ahh” desah Luki sambil memegangi kepalaku. Gerakannya begitu liar sampai sofa yang kami tempati ikut bergerak-gerak.
“Udah yah.. puas-puasin aja dehh... sampe pagi kalo perlu.. aku mau tidur duluan ya paa..” pamit istriku kemudian.
Aku tak bisa membalas ucapan istriku karena Luki bergerak naik turun di atas pangkuanku. Kepalang tanggung juga sekarang, semuanya sudah terlanjur dan tak bisa dipungkiri kalau aku mendapat rasa nikmat juga. Gerakan Luki yang terus naik turun mengocok penisku membuatku terhanyut dalam permainan birahi ini.
“Oohhhh... maassshhh... ahhh.. iyaahh.. ahh.. iyaaahhh...”
Posisi kedua kaki Luki yang mengangkang membuat tanganku dengan mudah menggapai klitorisnya. Sambil dia terus naik turun, kugosok tonjolan daging kecil di ujung belahan memeknya itu dengan jari-jari tanganku. Terang saja Luki semakin beringas menggoyangkan pinggulnya karena rangsangan yang kuberikan mampu membuat libidonya naik berlipat-lipat.
“Aaahhh.. iyaaahhh... aahh.. ahh.. emmhhh.. ahhh.. ahh..”
Luki terus mendesah tanpa peduli lagi istriku bisa mendengarnya. Aku pikir sudah tak ada gunanya lagi kami menutupi aksi bejat ini dari istriku. Baik aku maupun Luki sama-sama menyadari kalau yang kami lakukan ini memang salah, tapi rasa nikmat itu membutakan semuanya.
“Oohhh.. yeeaaahhh.. maassshh.. aahh.. aku.. emmhh.. enak maassshhh..”
“Huaaaahhh... aahh.. ahh... ahhh.. enak banget mass... ahh.. ahh..”
Gerakan Luki terhenti seketika, mungkin dia capek menggoyangkan badannya naik turun. Kugunakan kesempatan itu untuk meraih payudaranya sebelah kiri lalu kutarik mendekati mulutku. Puting susunya yang mengeras dan runcing itu aku hisap sepuasnya.
“Hhhmmmmaaaaahhh... haaahh... ahhh.. emmhhh... aahhh..”
“Cuphhh.. slurrphhh.. aahh.. gimana Luk? Belum kerasa mo keluar?” tanyaku menatap wajahnya yang sayu.
“Hhemmhh.. belum mas.. ahh.. masih belum kerasa.. ahh.. tapi beneran, enak banget kontolnya mas Aan.. ahh..” balasnya sambil mendesah-desah.
Kembali kusentuhkan jari tanganku pada klitorisnya lalu kugosok dengan cepat. Goyangan pinggulnya yang berhenti kugantikan dengan sodokan penisku. Luki kemudian mengangkat pantatnya lebih tinggi supaya sodokanku dari bawah semakin kuat terasa di memeknya.
“Aaaaaahhhhh... enaaaakkkk..” jeritnya kemudian.
Kini tiga bagian sensitif di tubuhnya sudah berhasil aku rangsang. Puting susunya aku jilati, klitorisnya aku gosok-gosok dan lobang memeknya aku sodok dengan batang penisku. Paduan ketiga rangsangan itu semakin membuat Luki menggelinjang tak karuan.
Merasakan Luki akan mencapai puncaknya segera kuhentikan sodokan penisku. Dengan batang kejantananku masih menancap pada liang senggamanya, kukocok klitorisnya dengan jariku.
“Haaaaaahhhh.. aku nyampeeeee!!”
Luki menjerit dalam orgasmenya. Kalau saja istriku masih belum tidur tentu saja dia bisa mendengarnya. Tubuh Luki menggelinjang dan bergetar hebat di atas pangkuanku. Kedua kakinya menggigil dan tangannya mencengkram lenganku kuat-kuat. Seakan dia sedang melepaskan sesuatu yang berat dari dalam tubuhnya.
“Haaaaaaaahhhhhhh... aahh.. ahh.. ahh... ahhh..”
Tubuh Luki terkulai lemas di atas pangkuanku. Batang penisku yang berada di dalam liang senggamanya masih terasa dijepit dengan kuat.
“HHh.. hh.. aduhh.. ahh.. ntar kalo aku hamil beneran gimana mas?”
“Hehee.. ya gak tau..”
“Iihh.. dasar laki-laki! taunya cuma enak aja.. ah.. gamau ahh.. cari kak Sari aja kalo mo dikeluarin di dalem..” protesnya.
Luki kemudian turun dari atas pangkuanku lalu jalan menuju kamar mandi. Dia benar-benar cuek pada kondisiku yang masih belum mendapat puncak kenikmatan. Tanpa pikir panjang akupun lalu masuk ke dalam kamar menyusul istriku.
“Lahh.. kok belum tidur sih maa? Emang kenapa memeknya, gatel yah?” tanyaku.
Kulihat istriku masih terduduk di atas tempat tidur dengan kedua kaki mengangkang. Tangannya bergerak menggosok memeknya sendiri. Kain sprei yang ada di bawahnya aku perhatikan sudah basah, itu artinya istruku sudah mencapai orgasmenya.
“Uuhhh.. papa sih maennya hot banget sama Luki.. mama jadi pengen nihh..” kata istriku dengan nada manja.
“Hehe.. ya maaf maa.. yaudah, sini papa bantuin”
“Eh.. mo ngapain? Ehh.. ehh..”
Kudekati istriku lalu kupegangi kedua kakinya. Dengan posisinya yang mengangkang itu mudah sekali bagiku untuk mengarahkan penisku ke dalam liang vaginanya. Begitu ujungnya sudah menyentuh celah memeknya, langsung saja kutekan tanpa kutahan-tahan.
“Hoohhhhhhhh!!!” istriku tersentak saat batangku menerobos memeknya lagi.
“Ada batang nganggur kenapa malah pake jari sih maa..”
Perlahan aku mulai menggoyangkan pinggulku maju-mundur, aku rasakan penisku di dalam sana sedang menabrak sesuatu yang kenyal dan hangat. Tiap kali aku menyodok sampai mentok, istriku ikut mendongak sambil mulutnya menganga. Tentunya batang penisku sekarang ini sedang mengaduk-aduk isi rongga kemaluannya dengan liar.
“Aaahh.. pe.. penis papa enakk banget..” desahnya sambil memejamkan mata. Kedua tangannya ikut memegangi pinggulku.
“Uuuhhh.. memek mama juga mantab.. ahh.. becek bangett..” sambutku.
“Emmhhh... iyah, terus goyang lebih cepat paa..”
Aku mencoba menggoyang pinggangku lebih cepat dan semua gerakan kulakukan, dari maju-mundur sampai memutar-mutar pinggangku supaya penisku benar-benar mengaduk-aduk vaginanya.
“Hhhmm.. aaaahhh.. kalau gituu papa musti bikin mama orgasme sekali lagi.. baru boleh keluar di dalem, hihihi...” ucap istriku sambil mulai ikut menggoyang pinggulnya agar kepala penisku semakin menyundul-nyundul rahimnya.
“Uuuuhh.. okee maa.. papa bikin mama muncrat lagi nanti..” kataku sambil mendesah dan meremas kedua payudaranya.
Dengan tiba-tiba aku hentakkan pinggulku ke depan dalam tempo cepat sambil tanganku mulai ikut campur memilin kedua puting susu istriku. Dia semakin kelojotan menahan rasa nikmat dari persetubuhan kami.
“Aahh.. aahh.. aahh.. aaahh.. te.. terus paaa..” desahnya seirama dengan sodokan penisku. Makin lama gerakanku semakin cepat sehingga membuat payudara istriku ikut berguncang-guncang.
Kudekati wajah istriku yang sudah acak-acakan itu. Kucium bibirnya dan kucumbui dengan lembut sambil penisku terus keluar masuk liang vaginanya. Tanganku juga masih terus memilin putingnya, sambil sesekali meremas-remas bulatan daging kembari di dadanya.
“Hhmm.. hhmm… ahh.. ahh.. te.. terus paaa.. cepett.. a.. aku mau keluar lagi.. aaahh..” desah istriku setelah ciuman kami terlepas.
Dengan cepat akupun kembali mencium bibirnya dan mempercepat sodokan penisku pada liang senggamanya. Tangan kiriku aku arahkan ke bawah, mencari tonjolan klitorisnya dan kemudian menggosok daging kecil itu dengan cepat. Sementara tangan kananku masih sibuk meremas-remas bulatan payudaranya.
“Ehhmmm.. eehhhmm.. mmmmm.. hhhhhmmmmm… mmmm” desah istriku tertahan saat dia merasakan orgasme lagi.
Crrr.. crrr... crrrr...crrrr...
Tubuh istriku mengejang-ngejang, tangan satunya memegang pinggangku dan yang satu lagi meremas ranjang. Namun aku tidak berhenti, aku tetap menggenjot vaginanya sampai aku rasakan ada cairan squirtnya yang muncrat kebagian pahaku. Vagina istriku kini benar-benar basah sekali dengan cairan kewanitaannya yang muncrat banyak sekali.
“Aaaaaaaahhhhh.. papaaaa..” istriku juga mendesah saat merasakan semprotan-semprotan panas spermaku di rahimnya.
Aku melenguh panjang tanda menyemburnya spermaku di dalam liang senggama istriku. Kutumpahkan semua benih-benih milikku yang sedari tadi ingin aku keluarkan. Penisku berdenyut hebat dengan disambut jepitan kuat dinding vagina istriku. Seakan penisku sedang diperas untuk mengeluarkan spermaku sampai tetes terakhir.
“Aaahhh.. aaaahhh.. aaaahhh.. hhhh.. hhhh…” desahnya terengah-engah.
“Hohhh.. hoohh.. udah maa.. aahh.. enak banget, puas bisa keluar” ucapku kemduian.
Napasku pun masih tersengal-sengal sama seperti istriku. Untuk beberapa menit aku dan istriku tidak banyak bergerak dan bicara sampai aku rasakan penisku mulai mengecil dan keluar dari vaginanya. Perlahan aku intip cairan spermaku dan cairan kewanitaannya mulai merembes dari lubang memek istriku.
‘Brukk’ aku jatuhkan tubuhku di samping posisi istriku. Rasanya capek tapi puas banget.
“Hhuhhh.. itu.. dia ga mau hamil”
“Hihihi.. ya jelas dong.. gila apa! Masak mau hamil dari bukan suaminya.. yang bener aja” balas istriku sambil terkikik geli.
“Hhhh.. maaf ya maaa.. aku ga bisa nahan diri.. bukan maksud mau mengkhianati mama” ucapku pelan, sambil mengatur nafas.
“Iya, aku tau kok paa.. tapi ya itu.. mama minta keadilan”
“Hadeuhh.. iyaa.. iyaa.. serah mama aja.. atur aja baiknya”
“Cuph... makasih paa, hihihi..”
Setelah istriku mencium pipiku, kamipun tertidur dengan pulas. Rasa capek sekaligus rasa puas membuat kami sampai lupa diri. Tubuh kami masih tetap telanjang bulat meskipun kami tidur seranjang dengan anak perempuan kami. Baik aku maupun istriku sudah tak lagi bisa berpikir panjang, yang ada hanyalah keinginan untuk segera tidur. Masalah besok biar kita pikir besok saja, sekarang waktunya istirahat.
***
Dua hari kemudian suami Luki pulang ke rumah. Dia disambut dengan hangat oleh semua anggota keluarga, terlebih mertuaku. Dari kecil memang Rizal itu dekat sekali dengan mertua, bahkan dia memanggil mertuaku dengan sebutan mama. Menurut cerita istriku, sedari kecil Rizal itu sudah diminta oleh mertua untuk jadi anak angkatnya. Karena latar belakang keluarga Rizal yang kurang mampu, mereka setuju saja. Apalagi mertuaku memang hanya memiliki anak semata wayang, yaitu istriku.
Kegilaan apapun yang terjadi sebelum Rizal datang terhenti seketika. Kehidupan kami kembali berlangsung normal dan biasa saja. Aku tetap menjalankan rutinitasku sehari-hari, berangkat kerja pagi dan sorenya pulang. Istriku juga menjalankan hari-harinya seperi biasa juga, meskipun dia pernah meminta persetujuanku untuk bisa selingkuh dengan Rizal tapi kuanggap itu hanya ancamannya saja. Sampai sekarang belum aku lihat dia mau mengarah pada keinginannya itu.
Rencananya Rizal di rumah hanya sekitar seminggu saja, aku rasa memang tak ada yang salah dengan hari cutinya itu. Posisinya yang lumayan penting di tempat kerjanya membuat Rizal dituntut untuk cepat kembali ke pekerjaannya. Selama dua hari dia di rumah, tak kulihat adanya perubahan pada sikap Luki. Dia nampak senang dan gembira karena suaminya pulang. Aku jadi tenang dan berharap rumah tangga mereka baik-baik saja seterusnya.
Sore itu aku baru pulang kerja, kutemui istri dan anakku sudah berdandan rapi. Dari siang tadi dia sudah bilang kalau akan pergi ke mall untuk mengantar Rizal membeli pakaian. Aku berikan ijin pada istriku tanpa ada pikiran aneh-aneh karena mertuaku juga ikut pergi.
“Mas, gak ikutan pergi? Biar rame-rame mas..” tanya Rizal sebelum berangkat.
“Aduh, hari ini banyak kerjaan aku.. capek banget nihh.. kalian pergi aja.. kunci mobilnya ada di gantungan sebelah pintu dapur” balasku.
“Oh, yaudah mas.. ada Luki juga di atas.. dia gak ikut pergi kok”
“Lahh... suaminya ngajakin pergi kok malah mau dirumah aja.. emang kenapa dia?”
“tau tuhh.. katanya capek..” balas Rizal cuek.
“Hhh.. yaudah, hati-hati aja.. jalannya lumayan rame”
Akhirnya mereka pun pergi dari rumah. Dengan rasa penasaran aku kemudian naik ke lantai dua untuk menemui Luki. Karena pintu kamarnya terbuka akupun langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu lagi.
“Eh, mass.. ga ikutan pergi juga yah?” sambut Luki melihat aku masuk.
“Ohh, yaudah.. sini aja mas.. temenin aku”
Luki kuetemui sedang rebahan di atas tempat tidur dengan memakai daster terusan tanpa lengan seperti biasanya. Wajahnya terlihat sendu seperti habis menangis, entah kenapa dia begitu aku belum tahu penyebabnya.
“Hloo.. suami pulang kok malah ngajak ribut sih, emang kenapa lagi?”
“Apa? Beneran? Kamu yakin?”
“Kalo yakin sih belum mas.. cuma.. rasa curiga itu ada dan kerasa banget setelah dia pulang.. dua kali aku dengar dia telfonan sama perempuan.. nomornya sama..”
“Okey.. trus, ada lagi gak yang bisa kamu jadiin bukti kalo Rizal itu selingkuh?”
“yaahh.. gimana yah, semakin lama dia itu semakin dingin mas.. kayak ga ada lagi rasa sayang diantara kami.. kerasa banget kalo dia udah berubah mas..”
“Hmmm.. iya, aku paham..”
Luki kemudian bangun dan langsung memelukku erat. Kepalanya dia sandarkan di pundakku. Bau wangi rambutnya yang habis keramas langsung terasa kuat di indera penciuamanku. Aku tak menghindar, kuberikan saja waktu menikmati pundakku untuk sekadar bersandar sebentar.
“Kamu habis keramas yah Luk? Wangi banget..”
“Iya mas, barusan sore ini”
“Wahh.. habis maen sama Rizal nih pastinya, ya kan? hehe..”
“Beneran mas.. mungkin suamiku udah gak bisa horny sama memekku yah?”
“Ishh.. ngomong apaan kamu ini? gak, jangan punya pikiran macam itu.. ga baik”
Kami berdua kembali diam. Luki masih menyender di pundakku, sedangkan aku balas memeluk punggungnya. Aku sebenarnya kasihan padanya, namun aku tak bisa berbuat apa-apa selain hanya mendengarkan jeritan hatinya.
“yaudah, kamu santai aja Luk.. aku mau istirahat..”
“Eh, sini aja mas.. mumpung ga ada orang di rumah” pintanya.
“jangan dong, bahaya.. mereka bisa pulang kapan saja.. jangan cari masalah baru” balasku.
“HHh.... iya deh.. istirahat aja mas.. aku tau mas Aan masih capek baru pulang kerja, makasih ya mas udah mau dengerin ceritaku” ucapnya pelan.
“Ntar sambung lagi.. aku turun dulu aja Luk..”
Cerita tentang kegelisahan hati Luki memaksaku untuk segera bicara dengan Rizal. Aku harus tahu duduk perkara sebenarnya. Tak mau aku langsung menarik kesimpulan dari cerita salah satu sisi saja. Sambil tiduran di kamar aku memutar otak untuk menyiapkan pikiranku mencari apa yang sebenarnya terjadi dan kalau bisa juga mencari solusi supaya semuanya tetap baik-baik saja.
Pukul 10 malam keluargaku baru pulang. Aku segera ke depan untuk menyambut mereka sekaligus membuka pintu pagar agar mobilku bisa masuk. Karena anakku sudah tertidur di dalam mobil, kubawa dia ke kamar dulu dan kemudian balik lagi ke depan untuk menutup pagar sekaligus pintu rumah.
“Rame ya Zal jalannya?”
“Iya mas.. ada acara tuh di stadion.. kayaknya lagi tanding bola..”
“Oh iya bener.. nyampe malam juga pertandingannya”
Rizal masuk ke dalam rumah sedangkan aku menuju teras belakang. Sebelumnya kulihat istriku sudah masuk ke dalam kamar menaruh barang-barang belanjaannya. Beberapa saat lamanya aku duduk di teras belakang, muncul Rizal yang datang dengan bertelanjang dada. Tubuhnya yang nampak berotot itu terumbar bebas karena hanya memakai kolor saja, sama sepertiku saat ini.
“Panas yah mas kalo malam ternyata..” ucap suami Luki membuka obrolan.
“Iya, udah mulai kemarau disini.. jadi kembali panas” balasku melihatnya duduk di dekatku.
“Gak merokok mas?” tawarnya sambil menaruh sebungkus rokok di atas meja.
“Ohh.. baguslah mas.. aku belum bisa, pengennya berenti.. tapi pusing kalo ga merokok, hehee...”
Kami kemudian sama-sama diam, Rizal sibuk membuka Hpnya sedangkan aku sibuk memikirkan jalan masuk pertanyaanku tentang hubungan rumah tangganya.
“Iya mas.. ngomong aja mas..”
“Gini, sebelum kamu pulang.. mama sama istriku bicara tentang rumah tanggamu dengan Luki, ada hal yang kami rasa berubah akhir-akhir ini.. sepertinya hubungan kalian sedang tidak baik yah Zal?”
“Eh, mm.. itu... gak lah mas.. gak bener itu, aku rasa biasa aja” balasnya.
“Aku tidak membela Luki, aku juga tidak membela kamu. Aku hanya ingin permasalahan ini bisa kalian selesaikan baik-baik, jangan berlarut-larut, mumpung belum banyak yang tahu, terutama mama.. bagaimanapun juga, kalian ini kan adik-adikku juga”
“Gak mas.. kalau ada masalah sama Luki, ya biasa saja.. cuma ribut-ribut kecil aja.. paling gak lama juga baikan lagi.. mas Aan jangan khawatir, semuanya akan beres kok” ucap Rizal tenang, tapi aku bisa merasakan kalau dia sedang menutupi sesuatu.
“Bagus.. baru nih ma?”
“Iya, tadi Rizal yang beliin..” jawabnya.
Mendadak aku kaget dengan keterangan istriku, kenapa bisa Rizal membelikannya baju tidur model seperti itu. Baju tidur warna biru tua itu memang kelihat cocok sekali dipakai istriku. Kainnya pun tipis tapi tidak menerawang, jadi kelihatan nyaman dipakai. Aku yakin harganya tidak murah.
“Hehehe.. buat kakak yang cantik ini apa yang tidak aku kasih..” celetuk Rizal sambil menatap istriku.
Terus terang mulai ada rasa cemburu yang tumbuh di hatiku. Ucapan Rizal itu sekilas memag sepele, tapi artinya dalam banget kurasakan. Memang dari dulu suami Luki itu dekat dengan istriku, tapi sebatas adik dan kakak perempuannya. Wajar menurutku, karena mereka tumbuh dewasa bersama.
“Hihihi.. makasih ya Zal, kamu baik banget dehh..” balas istriku centil.
Aku hanya senyum melihat interaksi antara istriku dengan Rizal. Aku tak bisa protes pada apa yang mereka lakukan, kupikir itu belum ada apa-apanya ketimbang persetubuhanku dengan Luki. Apa jadinya kalau sampai Rizal tahu apa yang terjadi selama ini? pasti dia bakal marah besar, bahkan bisa berkelahi denganku.
“Eh, iya kak.. makasih.. pasti rasanya manis kayak yang bikin nih..”
Malam ini istriku memang nampak cantik sekaligus anggun dengan baju tidurnya yang baru itu. Hanya saja saat dia bergerak mataku menangkap dadanya yang putih jadi terlihat jelas. Tak ada tali Bh di balik baju tidur model kimono itu. Dengan belahan dada yang rendah pasti Rizal juga bisa melihat gundukan payudara istriku.
“Kan papa udah bilang.. kalo berani aja.. ya kan Zal?”
“Bener.. bener mas, hehehe..”
Istriku hanya cemberut mendengar balasanku dan Rizal seperti mengejeknya. Dia diam sambil memegangi ujung bajunya, entah sedang berpikir apa saat itu.
“Luki udah tidur ya maa?”
“Tauk.. nanya ke suaminya dong..”
“Dihh.. kok marah sih?” aku tersenyum lalu menjawil hidung istriku manja.
“Belum tidur kok mas.. lagi nonton film..” sahut Rizal kemudian.
“Ohh, drama korea.. hehehe.. ga ada bosennya dia nonton yang begituan” balasku.
Saat aku bicara, kulirik Rizal seperti melihat ke arah istriku. Ukuran baju tidurnya yang pendek memang membuat paha mulus istriku terpampang begitu saja. Awalnya aku tak merasa hal itu akan jadi perhatian Rizal, karena bukan kali ini saja dia melihatnya.
“Kalo ga nyaman ganti aja pake daster biasanya maa..” saranku kemudian.
“Iya nih paa.. gerah, pake baju baru lagi.. harusnya sih dicuci dulu baru dipake..”
“Sudah, lepas aja talinya... biar kebuka dikit itu bajunya”
“Eh, iya.. coba yah..” setujunya.
Aku pikir di balik baju tidur kimono itu istriku masih memakai celana dalam, jadi kalau kebuka sedikit bagian kewanitaannya masih ketutup celana dalam.
‘Sreett..’ istriku menarik tali pengikat baju tidurnya sampai lepas.
“Eeehhh.. aduhh..” pekiknya kaget.
Aku buru-buru melihat apa yang terjadi, tapi istriku sudah terlebih dulu membenarkan bajunya. Kembali aku berlagak santai seakan tak terjadi apa-apa, tapi ketika kuperhatikan Rizal yang melongo aku jadi yakin kalau dia sempat melihat sebuah pemandangan indah dari tubuh istriku.
“Jangan lebar-lebar bukanya.. apa mama mau telanjang sekalian?” celetukku, bagi istriku itu cuma candaan tapi buat Rizal pasti sesuatu yang aneh didengarnya.
“Hihihi.. emang boleh paa? Yakin?” sambut istriku.
“Boleh dong.. kalo berani, hahahaa..”
“Iiih, papa jawabnya gitu terus.. jadi pengen buka beneran”
“Bentar aku tanya Rizal dulu.. udah pernah lihat istriku telanjang belum Zal?” tolehku ke arah suaminya Luki. Dia langsung merubah arah tatapan matanya.
“Loh kok bisa?”
“Iya dong, kita kan sampai SMP masih sering mandi bareng, wajar dong kalo sama-sama ngeliat” sahut istriku tanpa ada yang memintanya.
“Beneran itu Zal?”
“Iya mas, tapi juga kak Sari kan sukanya kalo di rumah make bajunya asal-asalan.. mana mungkin ga sempat ngeliat”
“Ehh, bukan aku aja yah dek.. mama tuh, sama!” timpal istriku ketus.
“Haha.. iya, kak Sari bener.. cuma kan yang lebih menarik tuh badannya kak Sari”
“Ohh, jadi tubuh kakak sepupumu ini lebih menarik?” aku mulai pasang wajah serius.
Aku diam sebentar sambil berpikir. Pas banget buat dilihat, dipegang, diraba dan pas banget buat dientot kan Zal? Gumamku dalam hati. Mendadak rasa cemburuku muncul meracuni isi kepalaku.
“Iya nih, papa jadi berpikiran buruk kan.. yaudah aku ke kamar aja dulu, ngantuk nih”
Istriku kemudian jalan masuk ke dalam rumah, meninggalkan aku dan Rizal yang masih duduk santai di teras belakang. Baju tidurnya dia biarkan terbuka di bagian depan, untungnya dia lakukan itu setelah membelakangi kami.
“Kak Sari masih keliatan cantik ya mas.. badannya juga masih bagus, padahal udah punya anak satu loh, sering olah raga yah?”
“Apa? Eh, iya.. kalo sempat sih dia pergi senam tiap sore.. ada tempat senam deket sini” balasku.
“Ohh.. bagus lah.. biar kenceng terus badannya, hehee..”
“Ya Luki kamu suruh ikut sama Sari aja.. biar sama-sama bisa olah raga.. kalau rame-rame kan jadi semangat” saranku kemudian.
“yaudah, aku ke kamar aja dulu yah Zal.. besok masih kerja..”
“Iya mas.. aku juga bentar lagi kok.. nanggung sisa separoh nih” tunjuknya pada rokok yang dipegangnya.
Begitulah, malam itu aku sudah menumpahkan rasa penasaranku pada Rizal. Meski belum mendapat jawaban yang aku inginkan tapi minimal dia tahu kalau keluarganya peduli dengan kondisi rumah tangganya. Artinya dia tak sampai merasa sendirian kalau memang ada masalah.
Sebelaiknya aku juga merasa aman, apa yang aku lakukan dengan Luki ternyata belum diketahui oleh suaminya. Kalau bisa selamanya dia tak mengetahuinya. Namun aku tetap harus mencari sesuatu yang bisa aku jadikan pembelaan ketika Rizal mengetahui yang sebenarnya. Kebusukan tak akan selamanya bisa ditutupi, karena baunya tetap akan tercium juga.
0 Komentar