Siang itu aku dipanggil untuk datang ke kantor kepala bagian. Hatiku jadi tidak tenang setelah mendapat kabar aku dipanggil untuk menghadap atasanku itu. Selama ini biasanya yang dipanggil ke kantor itu adalah orang-orang yang bermasalah. Aku jadi berpikir, kesalahan apa yang telah aku perbuat sebelumnya hingga aku disuruh ke kantor atasanku.
Sambil jalan otakku terus berputar memikirkan pertanyaan apa yang akan diarahkan padaku. Lalu jawaban apa yang akan aku berikan. Selama ini kurasa aku tak pernah berbuat kesalahan, baik masalah kerjaan maupun dengan teman sekantorku. Pada akhirnya akupun menyerah, kupasrahkan saja nasibku mengikuti takdir dalam hidupku.
Aku terus berjalan melalui sebuah lorong panjang dengan banyak pintu di kanan kirinya. Hingga akhirnya langkahku sampai pada sebuah pintu kayu jati warna coklat terang dengan bertuliskan jabatan seseorang yang menempati ruangan itu.
“Siang bu Frida.. bapak ada?” sapaku ke arah perempuan cantik berkerudung kuning cerah yang duduk di belakang mejanya.
“Eh iya pak Aan.. siang juga.. udah ditungguin dari tadi.. masuk aja” balasnya kemudian.
“Hehe.. makasih ya bu..”
Akupun melangkah masuk lalu mengetuk lagi sebuah pintu di depan perempuan tadi sedang duduk.
“Masuk..” balas suara lelaki dari dalam.
“Permisi pak..”
“Oh iya.. duduk dulu An.. santai saja..”
“Iya pak.. baik”
Kutatap lelaki yang duduk di belakang meja depanku. Umurnya yang sudah kepala 5 membuat penampilannya berwibawa dan disegani. Kumisnya yang tebal membuat wajahnya sangar dan lumayan meng-intimidasi lawan bicaranya.
“Hehe.. iya pak..” aku tersenyum gugup membalasnya. Dahiku yang berkeringat kuusap dengan telapak tanganku.
“Gini.. mulai besok tolong kamu pegang kerjaannya Irwan, hari ini dia mengajukan cuti panjang.. ada masalah dengan keluarganya yang tak bisa aku ceritakan”
“Ohh, siap pak.. tapi, kerjaan saya gimana pak? Ini kan sudah mendekati akhir bulan..”
“Udah gampang itu.. aku tugaskan Anita untuk membantumu.. kamu fokus saja di kerjaannya Irwan.. ada beberapa proyek yang dia pegang kan?”
“Sekalian kamu ajari Anita.. nanti kalau kamu pindah dia harus bisa menggantikan kamu”
“Pindah? Ma.. maksudnya bapak pindah kemana lagi saya?” aku mendadak kebingungan, khawatir kalau aku dipindah tugaskan ke luar pulau lagi.
“Hahaha.. gak kemana-mana.. kamu tetap disini, tapi itu nanti... sekarang kamu kerjakan saja apa yang jadi tanggung jawabmu”
“B.. bbaik pak..”
Hanya beberapa menit saja aku menemui atasanku. Keluar dari ruangannya hatiku jadi lega, namun kemudian ada ganjalan lain ketika atasanku tadi mengucapkan kata ‘Pindah’. Ah sudahlah, aku tak mau spekulasi yang macam-macam. Lebih baik aku kerjakan saja apa yang sudah ditugaskan padaku.
Ketika aku kembali masuk ke dalam ruanganku, mata teman sekantorku menatap heran padaku. Aku yang merasa tak bersalah apapun langsung duduk kembali di kursiku dan menenangkan pikiranku sebentar dengan meminum air putih.
“Biasa gimana? Lu udah salah apaan sampe dipanggil menghadap?”
“Ga ada.. cuma disuruh gantiin pak Irwan, katanya dia ngajuin cuti panjang”
“Ehh.. bentar, lu udah tau selentingan kabar masalah pak Irwan?”
“Hhh... kok bisa sih?”
“Mana gua tau.. lu tanya aja langsung sama bu Frida”
“Ngehe lu bro.. sialan”
Sore harinya aku pulang dari tempat kerja seperti biasa. Sampai di rumah sekitar pukul 6 petang karena lalu lintas lumayan macet di jalan. Kutemui kondisi rumah sedang sepi. Tak kulihat anakku yang biasa main di ruang tamu, atau istriku yang biasa jam segini sedang menyiapkan makanan di dapur. Akupun langsung masuk ke kamarku dan melepas pakaian kerja yang seharian tadi aku pakai. Setelah itu aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.
Lepas dari kamar mandi aku hanya memakai celana pendek seperti biasa. Cuaca yang sedang panas membuatku nyaman meski sedang bertelanjang dada. Akupun segera menuju kamarku lagi. Sesampainya di ruang tengah kulihat Luki sudah nongkrong cantik di depan Tv menonton drama kesenangannya.
“Luk, kok sepi sih.. mana orang-orang?” tanyaku kemudian.
“Eh itu, mama lagi pergi sama Nadia mas.. katanya mau nengok menantunya bu Dewi yang baru lahiran kemaren”
“Ohh.. terus mamanya Nadia juga ikut?”
“Enggak.. kak Sari ada tuh di atas”
“Di atas? Emang gi ngapain di atas?”
“Hihihi.. mas Aan cek aja sendiri... ada suamiku juga kok mas..” ucapnya cekikikan. Aku semakin takut dan curiga kalau dia sudah menampakkan ekspresi seperti itu.
Pelan dan tak terburu-buru aku jalan naik ke lantai dua. Jantungku sudah berdebar-debar membayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Apakah memang benar istriku akan setega itu melakukan perjanjian kita. Aku langsung menuju kamar Rizal dan membuka pintunya.
“iya.. baru aja selesai mandi maa”
Mataku langsung menangkap sesuatu yang tak biasa terjadi. Istriku sedang dipijit oleh Rizal di atas tempat tidurnya. Tubuhnya istriku hanya tinggal memakai celana dalam saja, namun dia santai melihat kedatanganku seakan tak terjadi apa-apa. Benar-benar dia akan membalas perlakuanku padanya. Sialan, udah dimulai rupanya.
“Kak Sari minta dipijitin mas.. gapapa kan?” ganti Rizal yang tanya.
“Eh, emm.. gapapa kok.. yaudah kalian lanjut aja... aku mau makan”
“Mas Aan ga marah sama kak Sari?”
“Marah, kenapa harus marah?” balasku sambil mengunyah makanan.
“Tuhh, kan tadi mas Aan udah liat mereka lagi berduaan di kamar, ga curiga gitu?”
“Yaahh.. mas tau gak, sampe detik ini dia cuma sekali aja ngentotin memekku mas.. itu juga cuma lima menit.. beda sama mas Aan yang bisa ngaceng terus-terusan.. sampe lemes aku mas”
“Sssttt... jangan keras-keras dong.. ntar suami kamu denger” ingatku padanya.
“Hahahaaa... selingkuh pala lu..”
Aku dan Luki terdiam sebentar. Mataku sesekali melihat ke arahnya yang duduk di depanku. Dia malam ini nampak seksi dengan memakai gaun tidur mirip daster dengan tali di pundaknya. Kain gaun tidurnya itu lumayan tipis hingga tonjolan puting susunya nampak tercetak jelas.
Aku tak membalas ucapannya. Kuteruskan makan sampai selesai sedangkan Luki terus bicara di depanku. Ocehannya kadang membuatku jengkel, kadang juga membuatku tertawa. Sebenarnya dia itu tipe cewe yang rame kalau sudah dapat lawan ngobrol yang perhatian dengannya. Dan tanpa sengaja orang yang perhatian dengannya itu adalah aku.
“Mas.. kita intipin mereka yukk”
Aku dan Luki kemudian jalan pelan-pelan naik ke lantai dua. Kudapati pintu kamar Luki sudah tertutup rapat. Itu artinya istriku sedang berduaan dengan Rizal dalam ruangan yang tertutup. Apapun bisa terjadi di dalamnya, namun aku lebih memilih untuk tidak terlalu berburuk sangka.
“Pintunya ditutup Luk” bisikku.
Kami berdua kemudian menuju samping kamarnya. Di sisi yang menghadap teras lantai dua memang ada jendela kecil supaya cahaya dari luar bisa masuk ke dalam kamar. Ketika kulihat ada kursi sofa, langsung saja kugeser posisinya mendekati dinding kamar untuk pijakan kita.
Aku kemudian ikut naik ke atas sofa setelah Luki sebelumnya sudah naik duluan. Posisi Luki ada di depanku sehingga kini dia terjepit diantara dinding kamar dan tubuhku. Mata kami kemudian mulai mengarah ke dalam kamar, melihat apa yang sudah terjadi dengan istriku dan Rizal.
“Kak.. aku naik yah.. biar gampang mijit punggungnya.. ini harus dipijit dari bawah trus didorong ke atas” ucap Rizal. Suaranya memang pelan tapi aku bisa mendengarnya.
Tanpa istriku sadari, sebelum Rizal naik ke atas tempat tidur dia sudah melepas celana pendeknya. Dalam keadaan telanjang bulat, suami Luki itu mulai naik di atas kedua paha istriku yang masih tengkurap. Karena posisinya itu tentu saja istriku tak mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh Rizal.
Mataku terus melihat setiap gerakan yang mereka lakukan. Posisi Rizal yang membelakangi pandanganku membuatku jadi yakin kalau dia sekarang ini sedang berusaha menggesekkan penisnya pada belahan pantat istriku. Kini diantara batang penis Rizal dan belahan pantat istriku hanya terhalang celana dalam tipis warna putih yang masih dipakai istriku.
“Kak.. boleh aku lepas sekalian aja yah.. minyaknya tumpah nihh..” Rizal mulai melancarkan sebuah rencana.
“Eh, tumpah yah? yaudah lepasin aja Zal.. gapapa kok..” balas istriku dengan entengnya.
“Ssstt.. jangan berisik mas” balasnya.
Kembali kulayangkan pandanganku ke dalam kamar. Istriku masih belum menyadari kalau Rizal sedang berusaha menindihnya dalam kondisi telanjang bulat. Atau memang istriku sudah tahu tapi dia sengaja membiarkannya. Entah mana yang benar akupun tidak tahu.
“Oohhhh.. enak banget Zal.. aahh.. nyaman..” lenguh istriku ketika jari tangan Rizal mengurut tubuh belakang istriku dari pinggang ke atas.
Rizal terus melakukannya berulang-ulang, aku yakin dengan gerakannya itu penisnya bisa menggesek belahan pantat istriku terus-menerus. Aku akui pintar sekali Rizal memanfaatkan keadaan.
“Kak.. buka sedikit kakinya.. biar tambah nyaman” pinta Rizal kemudian.
“Hhmhh.. iya, gini yah?”
“sipp...”
Dengan kedua kaki istriku yang mengangkang tentu saja membuat belahan memeknya ikut terbuka. Rizal tak buru-buru memanfaatkan keadaan itu. Dia masih terus mengurut tubuh belakang istriku hingga perempuan itu terlena dengan rasa pijatannya.
“Aahhhh... kenapa jadi gatal yah Zal?”
“Apanya sih kak? memeknya yah?” Rizal pura-pura tak mengerti.
“Hihihi.. iyaa.. ga tau kenapa”
“Mmmm.. kalo sekalian aku garuk, gapapa ya kak?”
“Eh.. aduh.. pelan.. pelan aja Zal.. ahh..” lenguh istriku. Mungkin dia mulai merasakan ujung kemaluan Rizal sudah menyusuri belahan vaginanya.
“Gini enak gak kak?”
“Hhhmhh.. iyaaahh... enak banget” jawab istriku. Kali ini aku semakin yakin kalau dia memang sengaja membiarkan Rizal mencabulinya.
Sambil terus memijat punggung istriku, Rizal mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur secara perlahan-lahan. Dari arah belakang aku belum bisa memastikan apakah batang penis Rizal sudah masuk ke dalam lobang memek istriku atau belum. Yang bisa kulihat adalah gerakan pinggul suaminya Luki itu mulai menghentak perlahan.
Tanpa sadar batang penisku mulai bereaksi setelah melihat apa yang terjadi di dalam kamar. Pelan tapi pasti kemaluanku mulai mengeras dan memanjang. Karena posisiku sedang menghimpit tubuh Luki, tonjolan penisku mulai merangsek menekan pantatnya.
“Ssstt.. jangan goyang-goyang dong Luk.. ntar jatuh kita” bisikku kemudian.
“Mana bisa gak goyang, yang belakang aja udah ngaceng gini” balasnya menoleh ke arahku.
“Eh iya, sory” akupun menarik pinggangku supaya tak terlalu menekan tubuh Luki.
Beberapa saat kemudian Rizal menghentikan aksinya. Dia lalu turun dari atas tempat tidur lalu berdiri di samping istriku yang masih tidur tengkurap. Sekilas kulihat seberapa besar batang kemaluan Rizal, ternyata benar apa yang dulu Luki pernah katakan, untuk seorang lelaki bertubuh tinggi besar ukuran penisnya hanya standar saja.
“Balik badannya kak..” suruh Rizal kemudian.
Tanpa membalas ucapannya, istriku langsung bergerak membalik badannya hingga telentang. Mereka kini saling berhadapan dan bisa melihat tubuh telanjang masing-masing. Istriku tak berucap apapun, dia hanya memandang sayu pada Rizal yang berdiri di sampingnya dengan penis tegak mengacung ke arah mukanya. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu, tapi dari ekspresi wajahnya aku tahu dia sudah bersedia menyerahkan segalanya.
Tanpa menunggu kata setuju dari istriku, tangan Rizal sudah langsung memegang belahan kemaluan istriku. Dia elus dan dia raba permukaan memek istriku hingga membua istriku mendesah pelan.
“Aaahhh... ssssshhhh... sini, aku mau juga..” ucap istriku.
Tangannya menggapai batang penis Rizal lalu mendekatkan mulutnya. Tanpa basa-basi istriku langsung mencaplok penis Rizal dan mengulumnya kuat-kuat.
Tak bisa kusanggah kalau emutan istriku memang enak banget. Apalagi saat dia sedot batang penis dengan kuat, rasanya seakan mau tertarik keluar. Belum lagi kalau dia menjepit dengan kedua bibirnya lalu mengocoknya maju-mundur, bisa-bisa kewalahan kita dibuatnya. Aku yakin Rizal saat ini sedang mengalami apa yang aku pikirkan.
“Slurrpphh.. slurrpphh... slurrrpphh.. emmhh... slurpphh..”
“Aahh.. kakk.. aahh.. enak banget.. aahh..” rintih Rizal menerima oral seks dari istriku.
Selagi batang penisnya dikerjai oleh istriku, tangan Rizal terus meraba-raba permukaan memek istriku. Bahkan beberapa detik kemudian jari tangannya sudah masuk ke dalam lobang vagina istriku. Dia kocok celah itu dengan cepat, sampai lendir yang keluar semakin banyak.
“Aaaaaahhhhh.. udah Zal.. ahh.. udaahh.. berentii..” cegah istriku kemudian.
“Aahh.. gapapa.. ahh.. dia ga bakalan marah.. dia udah kasih ijin”
“Hah!! Kok bisa? Tapi.. tapi.. beneran nih aku masukin?”
“Iyaahhh.. udah jangan banyak bacot.. masukin!” ujar istriku memaksa.
Perempuan beranak satu itu langsung menggeser posisinya ke pinggir tempat tidur. Masih dalam posisi berbaring dia lalu menekuk kakinya hingga lutunya menyentuh bulatan payudaranya.
“Ughh.. makin becek aja nih memek.. hhhh.. pasti enak banget rasanya” gumam Rizal mengamati belahan vagina istriku yang terpampang jelas di depannya.
Rizal kemudian mulai mensejajarkan ujung kemaluannya dengan belahan memek istriku. Ujungnya yang besar seperti jamur itu dia dorong membelah vagina istriku. Pelan namun pasti batang kemaluannya masuk ke dalam liang senggama wanita yang ada di depannya.
“Aku gerakin ya kak?”
“Aaahahh.. iyaa.. aahh.. cepetan.. aahh.. ga tahan aku Zal..”
Pada titik ini aku mulai semakin cemburu pada mereka berdua. Hatiku mendadak panas seketika saat menyadari kalau ada kontol lelaki lain yang masuk ke dalam lobang memek istriku. Mungkin inilah yang dirasakan istriku saat dia melihatku bersetubuh dengan Luki. Aku rasa istriku sudah melakukan balas dendam yang sangat setimpal padaku.
Kesibukanku di tempat kerja membuat pikiranku teralihkan dari masalah yang ada di dalam keluarga. Tugas tambahan yang dibebankan padaku membuat waktuku jadi banyak tersita untuk mengurusi pekerjaan. Dua hari ini aku pulang agak malam karena harus melakukan dua macam pekerjaan sekaligus. Untungnya atasanku memberi orang untuk membantu menyelesaikan pekerjaanku.
0 Komentar