ADIK IPARKU PART 8

 k


Dharma mengangguk sambil berjalan mengelilingi Danau. “Iyaa, aku sering ngajak pacarku ke sini. Biasanya perempuan itu suka diajak ke tempat kaya gini. Karena instagramable, cocok untuk selfie dan dijadikan foto instagram. Ditambah di sini juga sejuk dan nyaman.”


“Hahaha, aku bukan perempuan yang maniak




banget selfie kok. Tapi aku memang suka tempat ini. Mas Andra malah gak pernah bawa aku ke tempat romantis seperti ini. Dia selalu bawa aku ke restaurant, mall, atau wahana bermain,” jawabku kepada Dharma.


Dharma seketika tertawa mendengar keluhanku barusan, “Hahaha Masku itu memang gak ada romantis-




romantisnya sebagai lelaki. Iyaa, tapi meskipun dia gak romantis. Mas Andra itu humoris dan pekerja keras. Setiap laki-laki ada kelebihan dan kekurangannya.”


Aku berjalan di samping Dharma, sambil sesekali melirik dan melihat wajah tampannya. Dharma benar- benar tinggi, bahkan tubuhku hanya sebahunya saja. Entah




kenapa, aku merasa benar- benar aman berjalan bersama Dharma.


Seolah aku terkesan dijagain banget sama dia. Padahal dia bersikap biasa aja sih dari tadi. Akunya aja yang selama jalan sama dia, pikiranku malah melayang ke mana-mana. Aduhh, Danilla! Kamu ini udah mau nikah, tapi malah jatuh cinta sama cowo lain!




“Iyaa aku setuju banget, Mas Andra memang pekerja keras dan sangat tanggung jawab. Itu sebabnya, aku menerima lamaran pernikahan darinya. Kamu sekarang udah kelas 3 SMA kan? Setelah ini, kamu mau kuliah di mana?” tanyaku memulai perbincangan.


“Aku? Aku sih pengennya kerja dulu kaya Mas Andra. Tapi masalahnya, aku ini




lulusan SMA. Sedangkan Mas Andra itu lulusan SMK IT, jadinya aku gak bisa langsung kerja,” jawabnya kepadaku. Iyaa memang sih, untuk lulusan SMA cari kerja kaya Andra itu sulit.


“Iyaa kalo memang kamu lulusan SMA. Saran aku kuliah dulu aja, aku juga lulusan SMA. Tapi sayangnya aku gak kuliah, jadinya kerja yang aku




dapetin dulu, kerjaan serabutan yang gak pasti. Tapi sekarang udah enggak kerja sih.”


Dharma seketika menoleh ke arahku dan bertanya, “Emangnya Mbak Danilla sempat kerja apa? Tapi Mas Andra bilang, katanya ketemu Mbak Danilla di tempat kerja?”




Waduhh, ampun ini mah. Gak mungkin juga aku cerita apa adanya tentang pekerjaan dulu kepada Dharma. Apalagi pekerjaanku bisa dikatakan pekerjaan terlarang. Jika Dharma mengetahuinya dan menceritakan kepada


keluarganya, bisa pernikahanku ini.


batal


Aku terdiam sesaat, mencoba mencari alasan untuk




menjawab pertanyaan Dharma itu. Duh, aku ini meskipun pernah masuk ke kehidupan yang kelam. Tapi aku gak pinter bohongin orang kaya gini. Mungkin lebih baik, aku bilang ke Dharma kerja sebagai Office Girl saja.


“A-Aku kerja sebagai Office Girl, yaa yang kerjanya bersih- bersih kantor. Tapi untungnya,




Mas Andra jatuh cinta sama aku. Dia minta aku berhenti kerja dan ngelamar aku. Jadinya, aku sekarang udah gak kerja lagi, hehehe.” Sumpah aku sampai keringat dingin menjawab ini.


Dan untungnya Dharma langsung percaya dengan perkataanku. “Ohh? Office Girl yaa? Iyaa aku sebenarnya gak masalah kalo memang




harus kerja kaya begitu dulu. Tapi sayangnya, Bapak dan Ibu melarang. Jadinya, aku gak mungkin kerja sebagai tukang bersih- bersih.”


“I-Iyaa, kamu soalnya tinggi dan ganteng, Ma. Kamu mau masuk kepolisian atau TNI pun bisa. Saranku, jangan sia- siakan masa muda kamu ya. Apalagi fisik kamu itu mendukung untuk punya




karir cemerlang,” imbuhku menasehati Dharma.


Dharma mengangguk sebagai tanda dia menerima nasehatku. “Okee Mbak, siaap! Aku akan berjuang keras dan mengikuti jejak Mas Andra. Aku pasti juga bisa jadi laki- laki mapan seperti Mas Andra, di masa depan. Dan punya istri cantik, kaya calon istrinya Mas Andra.”




Duhh, dari tadi Dharma ini bilang aku cantik terus. Kalo dipuji cantik sama cowo biasa aja mah, gak masalah. Lah ini dipuji cantik sama cowo ganteng banget kaya dia. Meleleh habis aku sumpah, daripada kebawa perasaan yang lebih parah nantinya.


Mendingan aku minta pulang ajalah, kondisi ini udah berbahaya. Perasaanku udah




mulai gak aman untuk disanjung Dharma terus menerus.


“Pu—Pulang? Mbak Danilla minta pulang sekarang? Mbak gak nyamankah datang ke tempat ini? Atau gak nyaman pergi sama aku?” tanyanya yang terlihat kecewa. Ketika aku meminta




Dharma agar kami berdua segera pulang ke rumah.


“Bu—Bukan begitu, Dharma. Tapi aku merasa mulai lapar, apalagi hari sudah mulai sore kan? Mas Andra katanya mau ngajak aku pergi sehabis maghrib. Jadi aku harus segera pulang dan bersiap- siap,” jawabku memberikan alasan yang gak masuk akal.




Dharma melihat ke arah jam tangannya, dan dia mengerutkan dahinya sambil memandangku. “Ini masih masih jam 3 sore loh Mbak? Gak apa-apa mau pulang sekarang aja? Nanti Mas Andra ngiranya aku membuat Mbak Danilla gak nyaman.”


“E-Enggak kok, nanti aku jelas ke Mas Andra aja baik-baik. Iyaudah yuk, kita pulang




sekarang aja. Maaf yaa, Dharma.” Maafin aku Dharma, tapi kebersamaan kita berdua di sini. Rasanya benar-benar


menyiksa hati perasaanku sekarang.


dan


Jantungku sekarang benar- benar berdegup begitu cepat. Bahkan nafasku sedikit tersengal-sengal tanpa sebab. Padahal tidak ada aktivitas fisik apapun yang kami




lakukan. Hanya berjalan santai, mengelilingi danau yang di tengahnya terdapat air mancur.


Dharma yang mendengar aku terus menerus meminta pulang, dia pun akhirnya mengalah. “Iyaudah kalo Mbak Danilla memang ingin pulang. Ayuk kita pulang sekarang. Sekali lagi aku minta maaf, jika ada




perbuatan yang membuat Mbak Danilla merasa gak nyaman.”


Akhirnya aku dan Dharma pun kembali pulang ke rumah, dan semenjak saat itu aku memutuskan untuk menghindari Dharma. Ini demi kelancaran dan kelangsungan pernikahanku dengan Andra. Aku tidak boleh terlalu dekat, dengan




cowo yang aku sukai seperti dia.


Seumur-umur aku hidup selama 23 tahun, baru pertama kalinya aku jatuh cinta dengan ketampanan seorang laki-laki. Apalagi jatuh cintanya sampai sedalam ini, sampai membuat hatiku gundah. Dan diberikan pujian kecil saja, membuat

Posting Komentar

0 Komentar