Bab 78
Sekepulangan Inka, aku memutuskan untuk keluar puri untuk sekedar menenangkan diri. Aku berjalan kaki seorang diri menyusuri benteng-luar kota kerajaan. Karena berjalan di luar benteng yang jauh dari gerbang utama, maka tidak banyak orang (eh siluman) yang kutemui. Hanya sekali-kali saja berpapasan dengan warga. Meski begitu, aku tahu ada pasang mata yang mengawasi dari menara jaga.
Tujuanku adalah telaga. Aku ingin menyendiri di sana. Kehadiran Inka dan percintaan kami yang penuh gairah sepanjang malam telah membuat hatiku gamang. Aku bahkan kembali mempertanyakan cintaku untuk siapa.
Aku memilih berjalan di antara rerimbunan pohon sekedar untuk mengelabui pasukan garnisun yang berjaga di atas benteng dan menara. Lantas menyelinap di antara perkebunan yang menurut logika-arah bisa menjadi jalan pintas.
Langkahku gesit mendaki sebuah bukit dan tiba di puncak. Nampaklah kota kerajaan yang begitu permai. Aku menghela nafas.
Kerajaan Anta sangatlah tersohor di dunia siluman, rakyatnya juga sejahtera, namun sayang raja telah membangun kebesarannya dengan memakan tumbal bangsa manusia. Hal itu tidak terasa di Sawer dan Ewer karena raja masih terikat perjanjian dengan leluhur kami, namun bagi warga desa lain, setiap keluarga yang memiliki anak gadis cantik seolah menjadi kutukan. Banyak gadis perawan hilang. Kalau kehilangan keperawanan mungkin itu ulah si mamang, tapi kalau hilang tanpa jejak sudah tentu karena ulah raja Anta.
Aku paham, semesum-mesumnya Sawaka, ia masih peduli pada bangsaku. Ia tidak mau penghuni bumi lebih banyak diisi oleh kaum lelaki. Satu-satunya jalan, dinasti kekuasaan Raja Anta harus diruntuhkan. Para gadis desa sekitar harus diselamatkan.
Memikirkan itu, aku merasa gelisah. Kini semua misi ini seolah berada di pundakku. Padahal saat ini diriku sendiri merasa rapuh. Dari enam rintangan yang sudah kujalani, rasanya justru sekaranglah aku sedang berada di titik tersulit, yaitu pilihan cintaku. Rere atau Inka? Hanya itu pilihannya, tidak bisa memilih keduanya.
Aku menuruni sisi lain bukit. Kota kerajaan tidak lagi terlihat, berganti pemandangan alam yang sangat eksotik. Telaga pun sudah terlihat.
Namun langkahku terhenti ketika samar-samar terdengar segerombolan harimau. Energi mereka sangat kuat. Kuedarkan pandanganku sambil menajamkan pendengaran. Kuusap pula bandul kalungku agar aku tidak tercium sebagai bangsa manusia.
Nampaklah ada tujuh ekor harimau betina sedang berkerumun sekitar dua ratus tujuh puluh meter di bawahku. Darahku rasanya langsung mendidih. Bukan takut atau gentar; tapi marah. Mereka sedang memangsa seorang manusia. Tepatnya jasad seorang perempuan muda.
Tanganku terkepal, nafasku tersengal. Kukeluarkan belati dari balik bajuku. Aku langsung meloncat dan berlari di atas pucuk ilalang. Tanpa banyak kata kuserang mereka dan satu per satu dan kutikam hingga merenggang nyawa. Harimau-harimau itu hanyalah siluman biasa, sehingga sangat mudah kulumpuhkan. Setelah tewas, mayat-mayat siluman harimau itu berubah menjadi asap lantas menghilang.
Aku sedih melihat jenazah bangsaku yang harus mati tanpa bersalah, sekaligus ngeri melihat keadaannya yang sebagian tinggal tulang. Kemampuan ilmuku sudah cukup tahu akan apa yang terjadi. Ia adalah gadis yang diculik untuk dijadikan ritual raja, namun raja tidak menyukainya sehingga diserahkan sebagai mangsa rakyatnya.
Kugali tanah dengan mata berair. Sedih sekaligus marah bergulung menjadi satu. Setelah liang lahat berhasil kugali, kumasukan jenazah tak dikenal itu. Pakaianku berlumur darah. Kutimbun dengan kerukan tanah bekas tumpahan darahnya terlebih dahulu, lalu disusul gundukan tanah bekas galian. Kuletakan sebuah batu sebagai nisan, dan kupanjatkan doa.
Degh!!!
Aku langsung berdiri di akhir doaku. Ada sosok yang mengawasiku. Energinya tidaklah sangat kuat, tetapi aku bisa merasakannya. Aku mengedarkan pandangan sambil mengernyit. Energi seperti ini tidaklah datang dari dunia siluman.
Aku belum melihat sosoknya, namun kutahu posisinya berada. Suuuut… aku melompat dan berlari mendekati energi itu. Sadar kehadirannya kuketahui, kurasakan ia pun menjauh. Terus kukejar.
Dan… akhirnya aku bisa melihatnya. Aku terperangah sesaat dan nyaris berhenti, tetapi aku tidak mau kehilangan jejak.
Keyakinanku benar, dia adalah manusia. Berlari dan melayang dengan tubuh ringan sama sepertiku. Yang membuatku terkejut sosok itu adalah seorang perempuan. Sangat cantik.. wanita tercantik yang pernah kulihat.
Rambut hitamnya berkibar. Kontras dengan kebaya sutra yang ia kenakan, sedangkan bagian bawah mengenakan kain batik bermotif hitam-putih. Ilmunya sangatlah tinggi. Itu terbukti dengan gerakannya yang ringan dan gesit meski berpakaian seperti itu.
Aku terus mengejarnya hingga tiba di telaga. Wanita itu melayang di atas permukaan air dan menghilang di balik bukit kecil. Kususul semampu yang kubisa. Aku pun tiba di bibir jurang, tak jauh dari air terjun. Hilang!! Energinya pun tak lagi kurasakan.
Aku berusaha mencari keberadaannya, namun sia-sia. Aku hanya bisa menjatuhkan diri, duduk di atas batu dengan nafas terengah.
Kupusatkan pandanganku ke lembah di bawah jurang; lembah yang ditakuti oleh bangsa siluman negeri ini. Energinya memang sangat misteri. Sejenak aku menimbang, sejurus kemudian kubuat keputusan.
Aku berdiri. Kubuat beberapa gerakan ilmu meringankan tubuh. Aku pun meloncat.
“Reiiii!!!”
Aku menengok.
“Rere?!!”
Aku jempalitan di udara urung menuruni tebing. Tetapi daya tarik dari bawah sangatlah kuat. Bukannya kembali ke atas, aku malah semakin terperosok.
“Reiiii…!!!” gadisku menjerit dan berdiri di tepi tebing. Ia dikawal oleh Sawaka dan pasukannya.
Kulihat Rere meronta dan hendak menyusulku, tetapi Sawaka berhasil menahannya. Tubuhku kian melayang jatuh tanpa bisa kukendalikan. Panggilan-panggilan Rere berubah menjadi tangis ratap. Menggaung, menggema, suaranya saling memantul di antara kedua sisi tebing tempatku melayang.
Aku merasa seluruh kesaktianku hilang. Melayang jatuh tanpa bisa kukendalikan. Tubuhku terasa remuk karena memantul di antara pepohonan dan bebatuan yang menonjol. Dan…
“Reiiii.. hiiiiks….” hanya itu suara terakhir yang kudengar.
—————
[Sensored. Part ini biarlah tetap menjadi misteri]
BERSAMBUNG
Report content on this page
0 Komentar