Siang itu aku ditelfon istriku yang meminta agar aku cepat pulang. Katanya Luki minta diantar pulang ke kampungnya malam ini. Salah satu Om-nya ada yang sakit keras dan dia diminta pulang oleh ayahnya. Akupun menyetujuinya, selepas aku mendapat ijin dari atasanku, akupun dengan cepat pulang ke rumah.
Ketika tiba di rumah, kulihat Luki masih santai-santai di lantai atas. Tak kulihat raut wajah sedih atau panik. Sepertinya dia memang tak begitu peduli pada yang terjadi di keluarganya. Beda halnya dengan istriku yang langsung menyiapkan bekal untuk perjalanan keluar kota mengantar Luki nanti.
“Loh.. kok mama yang repot sih? Luki aja santai gitu..” tanyaku kala melihat istriku sedang membungkus kue untuk oleh-oleh.
“Biarin An.. mama yang suruh Sari supaya bantuin Luki” bukan istriku yang membalas, malah mertuaku yang bicara dari arah belakangku.
“Ohh.. iya mam.. baik”
Lagi-lagi kalau mertua yang bicara akupun tak bisa menentangnya. Bukannya gimana-gimana tapi aku menghormati segala keputusan mertuaku. Kali ini aku pergi dengan Luki hanya berdua saja. Istriku tak boleh ikut karena harus menemani mertua di rumah. Lagipula esok pagi anak kami juga masih sekolah, jadi dia dan anakku tak bisa ikut.
Sekitar pukul 5 sore aku dan Luki akhirnya berangkat dari rumah. Tempat tujuan kami tidak memerlukan waktu tempuh yang panjang, mungkin sekitar 3 jam saja, tapi ada beberapa kilometer jalan perkampungan yang sepi dan sempit harus kami lalui untuk mencapai kampung halamannya. Luki itu memang terbilang anak desa aslinya, tapi pergaulannya dengan orang-orang kota lah yang membuatnya bisa bertemu dan berjodoh dengan Rizal.
“Ehh.. kalo pelan mana bisa cepet sampai.. ntar keburu malam aku malas mau lewat jalan sepi.. mana kampungmu itu di pelosok lagi” balasku sedikit mengejeknya.
“Ihhh.. biar asalnya dari kampung tapi gak kampungan kan.. bener gak mas?”
“Hehe.. iya.. iya..”
Obrolan kami terhenti lagi ketika Hpnya bunyi. Sepertinya keluarganya yang menelpon Luki, menanyakan sudah sampai mana pastinya. Dia tak bicara lama, setelah mengatakan nama lokasi yang kami lewati dia mematikan lagi telfonnya.
“Ibuku tadi mas.. nanyain sudah sampe mana”
“Eh, tapi Rizal udah kamu kasih tau kalo aku mengantarmu pulang?” sambungku.
“Udah kok mas.. mama juga udah telfon suamiku”
“Dia komentar gimana?”
“yaa gapapa.. dingin aja..” balasnya kecut. Ada sesuatu beban pada nada bicaranya.
Mobil yang kami kendarai sudah sampai di sebuah wilayah dengan jalanan yang penuh lobang. Kami terus melaju menembus suasana sepi dan lengang. Kulihat jam di dashboard mobilku masih pukul 8 malam. Kupikir wajar kalau jam segini penduduk kampung sudah masuk ke dalam rumah mereka. Beda banget dengan kehidupan kota yang bisa dibilang tak pernah punya jam tidur.
Tepat seperti yang Luki bilang, di depan kami memang ada jembatan kecil. Jalannya pas banget satu mobil saja, tidak bisa untuk memberi tempat kendaraan dari arah berlawanan. Setelah melewati jembatan itu kami bertemu dengan jalan bercabang, lagi-lagi Luki mengarahkan jalan mana yang harus dilewati. Sebagai orang yang sudah lama tinggal di kota rupanya ingatannya masih tajam tentang jalan-jalan menuju kampungnya.
“Iya Luk.. siap”
Kamipun memasuki areal perkampungan dengan jalannya yang sempit. Meski terbilang sepi tapi rumah-rumah di sekitar jalan yang kami lalui banyak yang bagus dan bertingkat. Katanya sih di daerah sini memang penghasil tembakau, jadi penduduk sekitar berhasil hidup berkecukupan berkat komoditas tembakau yang mereka tanam.
“Masukin aja mas.. halamannya luas kok, biarpun udah ada yang parkir juga”
“Beneran nih dimasukin?”
“Iya, aku udah siap kok kehilangan yang satunya”
“Hhhhh, dasar”
Begitu kubawa masuk mobilku, ternyata di halaman rumah Luki sudah terparkir sebuah mobil lainnya. Mesinnya nampak sudah dihidupkan, terlihat dari lampu-lampunya yang dinyalakan. Aku langsung memarkir mobilku di tempat yang tak menghalangi jalan keluar mobil itu tadi.
“Eh, itu mereka udah mau berangkat” seru Luki membuka kaca mobil.
“Itu ayahmu yah? kemana sih malam-malam gini?”
“Mau ke rumahnya paman” balasnya singkat lalu segera keluar dari mobil yang kami tumpangi.
Kumatikan mesin mobilku dan keluar mengikuti Luki. Dia langsung mendekati lelaki setengah baya yang berdiri di depan pintu.
“Sehat semua Luk?”
“Sehat yah.. alhamdulillah” balasnya sambil mencium tangan lelaki itu. Akupun ikut bersalaman sambil menebar senyum ramah.
“Kalian istirahat saja.. kami mau ke rumah pamanmu dulu” ucap ayahnya Luki pada kami.
“Eh, ibu juga ikut? Rumahnya kosong dong yah?”
“Iyaa.. gak apa-apa.. kalo mau makan sudah disiapkan sama ibumu.. mungkin kita baru pulang besok pagi..”
Sesaat kemudian muncul seorang wanita seumuran mertuaku dan pemuda di belakangnya. Aku yakin itu adalah ibunya Luki dan adiknya. Dia memang punya satu adik laki-laki yang masih kelas 11 SMA. Luki kembali mencium tangan wanita itu dan akupun ikut menyalaminya juga.
“Ini Adrian yah? suaminya neng Sari?”
“Iya bu... panggil saja Aan..” balasku sopan.
“Titip rumah ya nak.. kita mau ke rumahnya sodara.. kalian istirahat saja dulu..”
“Iya bu..”
Mereka bertiga lalu beranjak masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan kami. Luki langsung menutup pintu rumahnya begitu mobil yang dikendarai keluarganya sudah menghilang di ujung jalan.
“Santai aja mas.. anggap rumah sendiri..” ucapnya kemudian masuk ke salah satu kamar.
Kupandangi sekelilingku. Rumah keluarga Luki ini meski tidak mewah tapi penataan ruangnya bagus menurutku. Semua ruangan terlihat besar ukurannya dan atapnya juga tinggi. Sepertinya memang didesain seperti itu untuk memberi kesejukan pada penghuninya. Maklum suhu udara di kampung halamannya Luki agak terasa panas dan bikin gerah.
“Mas Aan mau tidur dimana?”
“Kalo dimana aja sih tidur sama aku aja, hihihi..”
“yaudah, kita makan aja dulu.. ibuku tadi udah masak buat kita..”
“Ayuk dehh.. emang dari tadi perutku laper nih, hehe..”
“Wahh.. jangan-jangan kamu suka yah bugil diliatin orang? Nah loh..” tembakku seketika pada Luki.
“Hihihi.. gak juga sih mas.. kalo aku cerita, emm.. jangan mikir yang aneh-aneh ya mas” tukasnya kemudian.
“Yaelahhh, kaya sama siapa aja sih? Cerita dong cerita.. “ pancingku.
“Yaudah deh aku cerita, janji mas Aan jangan illfeel?“ kata Luki memastikan.
“Iyaaa Luki cantiiik.. dah buruan cerita!“
“Jadi gini mas, tau sendiri kan kalo aku dirumah gimana? Pasti mas Aan heran kalo di rumahnya mama aku biasa ga pake daleman?” katanya mulai bercerita.
“Nah, aku kalo di rumah sini udah dari dulu punya kebiasaan kayak gitu.. pokoknya kalau di rumah aku bebas make baju apa aja, kadang aku telanjang juga sih mas“
“Hah!! Terus gak dimarahin sama ayahmu Luk?“ aku mulai terperangah mendengar penuturannya. Kulihat ayahnya tadi orang yang santun dan berwibawa soalnya.
“Enggak kok mas.. ayahku biasa aja ngeliat aku begitu. Toh ayah juga kadang pas di kamar atau balik abis mandi begitu juga.. kadang-kadang pakai handuk kadang engga, jadi ayahku cuek aja kalo aku juga ikutan punya kebiasaan begitu“
“Ehh.. emm.. trus adikmu gimana tuh Luk? Bukannya dia ikutan ngeliat kamu juga?” semakin penasaran aku dibuatnya.
“Gak takut apa kalo adikmu nafsu sama kamu terus kamu di apa-apain kaya di film-film bokep?“ cecarku lagi.
“Enggak lahh.. ga bakalan berani dia, paling bisanya cuma coli aja, hihihi..”
“Serius Luk!! Aneh banget sih keluargamu Luk.. ga bisa kebayang gimana keadaannya” balasku masih tak percaya.
“Apanya yang aneh sih mas? Di kampung sini emang biasa aja kek gitu.. maklum udaranya kan panas.. jadi orang di sini kebiasaan ga pake baju kalo di rumah.. setauku sih begitu”
“Ohh.. iya.. iya.. trus, karena kebiasaanmu di rumah begitu.. emm.. berani di luar juga?” kejarku masih penasaran.
“Hehehe, begitu rupanya.. ada sensasi menantang dan.. emm.. Horny” balasku tertawa mendengar ceritanya.
“Nah, begitu mungkin yang aku rasakan mas.. awalnya sih cuma di depan ayah sama ibuku aja, cuma lama-kelamaan aku iseng coba hal lainnya, yang pasti lebih gila“ katanya lagi.
“Hah! Ga ngerti aku maksudmu.. “
“Nih ya mas.. jujur aku pernah coba telanjang di depan rumah, di teras situ tuh“ tunjuknya ke arah luar.
“Anjir.. gila kamu Luk.. ck ck ck.. gak malu atau takut ada orang lewat?“ aku tambah melongo.
“Takut sih kalau ada tetangga lewat.. tapi ya disitu sensasinya. Aku di teras sambil colmek juga mas, sumpah enak banget sensasinya“
“Gilaaaaaakkk...!!”
Aku semakin melongo tak percaya mendengar pengakuan jujur dari Luki. Ternyata dia tak sepolos yang aku kira selama ini. Apa yang dia lakukan sudah lebih jauh dari yang aku bisa bayangkan tentang dirinya. Tapi untuk kelakuannya di depan keluarganya aku masih belum sepenuhnya percaya.
“Tapi.. tapi.. ayah atau ibumu tau?”
“ya enggak lah mas.. cuma.. emm.. adekku aja yang tau”
“Apaa???” kembali kujatuhkan rahangku melongo mendengar pengakuannya.
“Hihihi.. ga sengaja juga sih.. tapi aman kok” ucapnya dengan senyum.
“Anjritt”
“Hihihi.. ya gitu deh.. ahhh, jadi basah nih mas.. mas Aan sih nanyain yang begituan.. huuuhh.. mana suami jauh lagi..” rutuknya memalingkan wajah.
“Ehhhh.. udah.. udah.. jangan bicara itu lagi kalo gitu.. hhh.. bahaya nih” balasku.
Kami pun segera menyelesiakan acara makan yang kemalaman itu. Luki kemudian menyimpan sisa makanan yang ada sedangkan aku kembali ke ruang tamu. Beberapa saat kemudian aku sempatkan menelpon istriku dan bilang padanya kalau aku sudah sampai di rumah keluarganya Luki dengan selamat. Sepertinya istriku memang sengaja belum tidur menanti kabar dariku.
“jadi papa udah nyampe yah?”
“yaudah papa tidur aja, istirahat.. ada kan tempat tidurnya?”
“Ada kok.. kamarnya lagi disiapin sama Luki” ucapku sambil melihat ke arah dalam, belum terlihat lagi keberadaan Luki.
“Ohh.. kenapa ga tidur sama Luki aja sih pa?”
“Ehh??” aku terhenyak mendengar ucapan istriku, antara percaya dan tak percaya dia mengatakannya.
“Hihihi.. kalo sama-sama tidur sih gapapa dong paa..”
“Hhhh.. mama nih ada-ada aja.. gak lahh.. masak tidur sama istrinya orang, sepupu sendiri lagi..” balasku.
“Iyaa.. becanda aja paa.. mama percaya kalo papa tuh suami setia..”
“Hehe.. makasih maa.. yaudah, mama tidur aja.. besok aku udah kembali ke rumah kok”
“Oke paahh.. mmmuuaachh..”
“mmuachh.. daahh mama”
Kutaruh lagi Hpku di atas meja. Sebenarnya apa yang dikatakan istriku tadi mungkin saja bisa terjadi. Aku dan Luki, tinggal serumah berdua, tak ada orang lain, adalah suatu kesempatan yang langka. Tapi bagaimanapun juga aku tetap harus menjaga amanah yang telah diberikan padaku.
“Mas, kamarnya udah siap tuhh.. mau tidur sekarang?” ucap Luki yang kembali muncul di depanku.
“Eh, iya Luk.. udah malam nih kayaknya..”
Aku kemudian mengikuti langkah Luki menunjukkan kamar yang bisa aku tempati. Ternyata kamarnya ada di lantai dua dan bersebelahan dengan kamar adiknya. Setelah aku masuk ke dalam kamar, Luki langsung meninggalkanku dan menutup pintunya. Saat sudah berada di dalam kamar, aku baru ingat kalau tas milikku masih tertinggal di dalam mobil. Di dalam tas itu berisi baju-baju ganti yang sudah disiapkan oleh istriku.
“Ahh.. ambil besok aja lahh..” gumamku.
Aku kemudian melepas kemeja dan celana panjangku, meninggalkan sebuah celana dalam saja yang melekat di tubuhku. Selepas itu akupun langsung membaringkan tubuhku di atas tempat tidur. Rasanya capek banget habis nyetir mobil sendirian. Namun saat mataku sudah mau terpejam, tiba-tiba pintu kamarku diketuk kemudian langsung dibuka begitu saja.
Tok.. Tok.. Tok.. klekk.. krieett...
“Mas, ini ada minyak gosok.. mau dikasih minyak gak kakinya? biar besok ga terlalu capek”
“Ehh.. ga usah repot Luk.. kamu sendiri kan sama-sama capeknya” balasku sambil melihat Luki yang sedang berdiri di depan pintu.
“Gapapa.. sini kakinya.. biar aku kasih minyak”
Luki mendekatiku yang tengah terbaring di atas tempat tidur. Dia tak mempedulikan kondisiku yang sudah setengah telanjang ini. Akupun sama, meskipun hanya memakai celana dalam di depannya tapi aku santai saja. Sengaja kubiarkan tubuhku terbuka apa adanya. Sudah capek aku mikir yang macam-macam lagi.
“Bentar ya mas..” ujarnya kemudian.
Luki memegang kakiku dengan tangan lembutnya. Rasanya jadi nyaman banget ketika telapak tangannya yang sudah terbalur minyak gosok itu mengusap permukaan kakiku. Dari mata kaki sampai ke pahaku dia usap supanya minyaknya merata.
“Ugh, pinter banget nih istrinya orang.. hhmm.. jadi nyaman deh” ucapku iseng.
“Hihihi.. udah tau pinter tapi ditinggal sama suami terus ya mas? hhh..”
“Hehee, ya gak gitu Luk.. suami kamu tuh lagi cari duit buat rumah tangga kalian, kamunya jangan curiga.. doakan saja biar semuanya baik-baik saja” balasku pelan, agak menggumam malah.
“Iya sih mas.. tapi hati ini udah punya firasat lain.. ga enak aja pokoknya”
“Udahlah.. percaya aja Luk, kalo kamu setia pasti pasanganmu juga akan setia.. itu udah jadi hukum sebab akibat.. orang baik dapatnya orang baik juga” ucapku membalas kegundagan hatinya.
“Hhh.. pengennya sih punya suami kek mas Aan aja deh.. udah cakep, baik, setia lagi..”
“Hahahaa.. ya ga bisa dong Luk, edisi terbatas ini.. udah ada yang punya” ujarku tertawa.
“Hihihi.. iya sihh.. tapi.. mmm.. kalo yang punya ngijinin, gimana mas?”
“Ehhh.. udah.. udah.. ngomong apaan sih kamu ini..”
Aku dan Luki sama-sama terdiam, namun tangannya terus mengusap tubuhku dengan baluran minyak gosok. Kali ini tangan lembutnya tengah merayap di pinggangku.
“Mas.. malam ini aku tidur sini aja yah? boleh kan?”
“Apa?? Gak.. gakk.. gaboleh.. ntar jadi fitnah dong” jawabku spontan.
“Ayo dong mas.. aku takut kalo tidur disini sendirian.. cuma malam ini aja.. lagian, emang kita mo ngapain juga sih?” pintanya setengah merajuk dengan nada manja.
“Luk.. aku gamasalah tidur sama kamu.. tapi kalo ada yang tau kan bisa jadi bahan gunjingan.. apalagi kalo istriku atau suami kamu tau..”
“Mm.. itu.. mm...”
“Itu apaan Luk?”
“Kak Sari sih udah tau.. mm.. maksudnya aku udah minta ijin sama dia”
“Apa? Masak sih? yang bener kamu Luk?” aku tersentak kaget dengan pengakuannya.
“Nihh.. kak Aan telfon aja kak Sari langsung” balas Luki mengambil Hp milikku.
“Hhh.. aneh-aneh aja nih kalian..”
“Trus.. gimana mas?”
“Oke.. tapi kalo sampe ketauan keluargamu gimana?”
“Hihihi.. amaann” ucapnya mengangkat jempol.
“Hihi, makasih ya mas, aku ambil bantal dulu yahh”
Luki kemudian keluar dari kamar, sedangkan aku belum merubah posisiku yang tidur tengkurap dari tadi. Baluran minyak gosok di tubuh belakangku masih kunikmati kehangatannya. Perlahan aku jadi merasa nyaman dan mulai menutup mataku sekalian tidur.
“Mas, lampunya aku matiian aja yah..” ucap Luki begitu dia kembali.
Setelah mematikan lampu kamar, Luki pelan-pelan naik ke atas tempat tidur kemudian membaringkan dirinya di sebelahku. Posisi kami berseberangan, aku ada di pinggir sedangkan Luki berada di dekat tembok kamar. Karena rasa capek di tubuh dan hangatnya minyak gosok tadi membuatku dalam sekejap saja sudah terlelap dalam tidurku. Tak kupedulikan lagi keberadaan Luki yang tidur di sebelahku.
***
Paginya aku terbangun dari tidur karena merasa tubuhku sedang dipeluk. Pikiranku masih terbawa seakan aku sedang tidur dengan istriku, namun lama kelamaan aku menyadari situasiku. Sudah beberapa tahun ini istriku tak pernah tidur memelukku erat, karena memang masih ada anak perempuanku yang tidur bersama kami. Berikutnya kusadari ada benda kenyal dan lembut menekan lengan kiriku. Mau tak mau akupun membuka mata lebar-lebar untuk mengetahui sedang apa aku sebenarnya.
“Kamu udah gila yah? masak tidur ga pake baju gini.. cuma.. cuma.. pake celana dalam lagi” kagetku.
“Iya kan dari malam tadi aku balik kesini cuma pake celana dalam aja mas.. masak ga tau sih?” balasnya tanpa merasa aneh atau malu.
“Ntar kalo terjadi apa-apa.. aku yang disalahin lagi..” ucapku menatapnya.
“Gak.. gak bakalan ada yang menyalahkan mas Aan.. emang kita udah ngapain kok mas Aan yang disalahkan?” balasnya pelan. Dia lalu duduk dan membenarkan rambutnya yang tergerai.
“Ga bener gimana sih mas? kita kan cuma tidur bareng.. masa gitu aja salah?”
“HHhmmm.. yaudah.. cepetan bangun, keburu keluargamu datang..”
“Iya deh.. tapi biarpun mereka tau.. gapapa juga sih.. santai aja” balasnya lagi sambil tersenyum licik.
“Ehh.. gaboleh.. gaboleh tau.. ini rahasia kita.. oke!” tandasku kemudian.
“Hihihi.. takut amat sih mas.. biasa aja lagi.. iya deh, Luki ga bakalan cerita”
Aku kemudian berdiri dan mengambil celanaku. Kupakai saja celanaku itu untuk sekadar menutupi tubuhku yang semula hanya memakai celana dalam saja. Luki juga ikut bangun dari tempat tidur, dia langsung jalan keluar kamar tanpa peduli tubuhnya hanya tertutupi sebuah celana dalam warna putih saja. Warna yang membuat kemolekan tubuhnya jadi lebih terlihat jelas.
“Bawa handuk gak mas?” tanya Luki yang melihatku membongkar tas. Dia kulihat masih belum memakai apa-apa di tubuhnya kecuali celana dalamnya.
“Bawa kok.. kamu gak mandi?” tanyaku menatapnya.
“Bentar, masih malas nihh..”
“Keburu siang ntar.. katanya mau ke rumah saudaramu..”
“Mm.. iya sih.. tapi aku maunya mandi sama mas Aan saja, boleh kan?” pinta Luki manja, aku menghela nafas mendengar rengekannya.
“Aduuhh.. macam-macam lagi nih cewe.. ga usah.. ntar malah ga jadi mandi..”
“Ga jadi mandi? trus yang jadi apaan kak? Bayi?” balasnya enteng banget.
“Hush! Ngomong sembarangan aja.. emang bayi darimana?” aku mulai paham arah pembicaraannya. Kini tinggal aku mau ikut arus atau malah melawannya.
“Dari kita berdua dong mas, hihihi..”
“Udah.. udah.. jangan aneh-aneh kamu!” hardikku kemudian.
“Aahh.. ayo dong mass.. boleh yah? sekali ini aja deh.. ya mas?” Luki memeluk lenganku dan menyandarkan kepalanya di pundakku. Dia berubah jadi manja banget, malah bingung aku menghadapinya.
“Okey.. baik.. kali ini aja.. tapi ingat, jangan bilang siapa-siapa” tegasku.
“Siipp.. gitu dong.. masak cuma kak Sari aja yang dapetin barang bagus”
“Apa? Mmm.. apa kamu bilang tadi?” tatapku ke arahnya.
“Udahh.. ayo mas cepetan mandi aja.. ntar keburu keluargaku datang”
Aku digiring oleh Luki masuk ke dalam kamar mandi. Letaknya agak ke bagian belakang rumah, jadi tersembunyi dari ruangan depan dan ruang dapur. Kamar mandi rumahnya Luki ternyata lumayan besar, bersih dan wangi. Begitu sampai di depan pintu, Luki langsung mendorongku masuk supaya aku tak berubah pikiran lagi.
“Lahh.. ya harus dong, aku kan udah punya hati yang harus dijaga Luk”
“Helehhh.. sok setia banget kamu mas.. biasa aja lageeee”
Tanpa menutup pintu kamar mandi, Luki langsung melepas celana dalamnya begitu saja. Tubuhnya yang sudah telanjang bulat kini terpampang jelas di depan mataku. Indah banget melihatnya, sampai tak sadar aku menatap ke arah tubuh mulusnya terus-terusan.
“Apa? Eh, bentar.. ehh..” balasku gelagapan.
Tanpa mendengar ijin dariku, Luki langsung jongkok di depanku lalu membuka celanaku berikut celana dalam yang kupakai saat itu. Dengan sedikit mengangkat kaki aku membantunya meloloskan pakaian itu dari tubuhku.
“Ughh.. beneran gede nih barang.. bisa kek gini yah?” gumamnya sendiri.
“Emm.. bentar mas.. bentar aja yah..” pintanya.
Kubiarkan saja tangan Luki menyentuh batang penisku. Entah karena sudah terangsang atau karena aku menyerah padanya hingga aku tak melakukan apa-apa saat tangan lembut perempuan cantik itu mulai mengulik batang kemaluanku. Hanya dengan disentuhnya saja kejantananku mulai tegak berdiri.
“Banget.. “
“Gedean mana sama punya suami kamu?”
“Ehh.. itu.. emmm.. gedean punya mas Aan, tapi.. lebih panjang punya suamiku.. dikit” aku tersenyum mendengar pengakuan jujurnya. Rizal itu perawakannnya tinggi besar, seingatku tingginya 180, tapi ternyata ukuran kemaluannya masih kalah dengan punyaku.
“I-iiya mas.. udah.. udah..”
“Iihhh.. tungguin dong mas..” protesnya.
“Udah, kelamaan kamu..”
‘Byurr.. byuuurrr... byuurr..’
Kusiram tubuh Luki dengan air dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Posisinya yang belum bisa berdiri membuatku dengan mudah membuatnya basah kuyup. Aku hanya tertawa saja, malah aku membayangkan kalau sedang memandikan anak perempuanku. Jadi geli sendiri aku dibuatnya.
“Hahahaa.. kali-kali kamu dimandiin sama papanya Nadia..”
“Huurrrpphh.. ahhh.. iya.. iyaa.. aduuhh..”
Selesai kuguyur tubuhnya dengan air, Luki kemudian berdiri membelakangiku. Rupanya dia hendak meraih shampoo yang ada di rak kecil. Saat dia sedang keramas, kugunakan kesempatan itu untuk menyabuni tubuhnya. Dia menjerit kecil saat telapak tangannku menyentuh dadanya.
“Aaihhhh.. mmaasss..”
“Hehehe.. biar ga kelamaan” balasku.
Aku tahan birahiku sekuat tenaga. Biarpun batang penisku sudah tegak mengeras tapi akal warasku masih terjaga. Setelah kusabuni bagian dadanya, tanganku bergerak ke seluruh permukaan tubuhnya. Sampai akhirnya mendarat di celah antara kedua pangkal pahanya.
“Emmhhh.. masss.. aduhhh..” lenguhnya tertahan. Aku yakin dia menahan getaran yang timbul saat tanganku menyentuh bibir kemaluannya.
“Tahan.. bentar lagi selesai”
Kugerakkan tanganku menggosok lipatan vagiannya lalu kuarahkan ke belakang sampai di celah pantatnya. Gerakan tanganku tak terlihat canggung, karena memang aku sering mandi bareng dengan istriku. Aku tahu cara memandikan perempuan dengan benar. Pengalaman memang berhasil jadi guru yang paling baik dalam kehidupan.
“Aaahhh.. mmass.. emmhh.. aaahh..” lenguhnya lagi.
“Hehe... enak yah diginiin? Makanya ntar kalo suami kamu pulang, minta mandi bareng aja” ucapku.
“Haahhh.. iyaa.. iyyaa mass..”
Usapan tanganku pindah dari celah pantatnya kembali ke depan lagi. Kali ini kedua pahanya yang jadi sasaran tanganku. Luki kemudian mengangkang untuk memberiku kemudahan mengusap kedua pahanya. Kugerakkan telapak tanganku dari atas lutut kemudian naik dan berakhir di pangkal pahanya. Beberapa kali kulakukan gerakan itu hingga tanganku sering menyentuh lagi belahan vaginanya. Meski jantungku berdegub kencang tapi aku tetap berusaha tenang.
“Ooohhh.. enak banget mmassss... emmhh.. bisa... ahhh.. bisaa..” ucapnya terpotong.
“Bisa apa? Nyampe?”
“Aahh... iyaahh.. aaauhhh.. bikin aku nyampe mass.. aaahh.. ga tahan aku.. aduuh.. ga tahan aku mass” kata Luki diantara desahannya.
Kumajukan posisiku sampai tubuhku menyentuh tubuh Luki. Dadaku kini menempel lekat pada punggungnya dan tentu saja batang penisku menekan bagian atas pantatnya. Meski Luki mengetahuinya tapi dia masih terlena dalam birahinya yang naik berkali lipat karena sentuhanku. Kepalanya mendongak ke atas hingga bersandar pada pundakku bagian depan.
“Luki.. kita udah selingkuh belum yah?” bisikku di telinganya.
“Aahhh.. belum mas... belum.. kita belum.. ahh.. itu.. ssshhh.. ahh.. ngentot” jawabnya masih menikmati gesekan jari-jariku di belahan vaginanya.
“Ohh, gitu yah... kalo belum ngentot berarti belum selingkuh kan namanya? okee..”
“Apa.. emmhh.. apa... aahh.. mas Aan mau ngentot?” balasnya, terkesan seperti tawaran buatku.
“Hahaha.. gakk.. aku puas kok sama memek istriku.. belum butuh memek lain” balasku tetap dengan bisikan lembut di telinganya.
“Aaahhhh.. padahal.. ahh.. aku udah kangen.. ahhh.. ngentottthhh..”
Kudorong Luki sampai tepat di depan bak mandi. Kupaksa badannya agak membungkuk hingga tangannya memegang pinggiran tempat penampungan air itu. kususupkan penisku diantara celah pangkal pahanya, lalu ku dorong ke depan pelan-pelan.
“Ssshhhhh... aaahhh.. mantaaaabbb..” lenguhnya lagi.
“Apanya mantab? Belum masuk nihh.. hehehee..”
“Aahh.. masukin aja mas.. aahh.. ayo dong.. masukin mass.. ahhh..” rengeknya kemudian.
“Aaaahh.. siaaalll.. aaannnn” rutuknya.
Kugerakkan pinggulku maju mundur seakan aku sedang menggenjot memek Luki. Permukaan penisku yang menggesek belahan vaginanya membuatnya bergetar dan menggelinjang, sampai kedua kakinya jadi menggigil. Memang Luki benar-benar merindukan sentuhan lelaki di tubuhnya. Hanya saja aku tak bisa memberinya lebih.
“Aahh.. sodok maaass.. ayoohhh.. aahh... ngentottthh.. aahh.. enaakk..” racaunya kemudian.
“Hehehe.. udah, nikmatin aja yah Luk”
Mungkin kalau ada orang di luar kamar mandi pasti mengira aku sudah menyetubuhi Luki. Tak sedikitpun perempuan itu menahan suaranya. Bahkan desahannya cukup keras terdengar, sampai rasanya aku ingin sekali membekap mulutnya itu.
“Aduh.. aduhhh.. aku.. aku... aahh.. ke-lu-aaaaaarrrrgggghhhhhh...”
Tubuh Luki semakin bergetar hebat seakan dia menggigil kedinginan. Kudekap tubuhnya sambil kumainkan kedua puting susunya dengan tanganku. Bentuk putingnya yang masih belum terlalu menonjol itu membuatku gemes, pengen mengusap bagian itu terus menerus.
“Aaahhh... ahh.. ahhh.. ahh.. emmhhhh.. aahhhh..”
Penisku masih bergerak di belahan memeknya tanpa jeda. Luki tahu apa yang enak buatku. Dia rapatkan kedua kakinya hingga celah pangkal pahanya menjepit batang kemaluanku dengan erat. Semakin enak kurasa saat itu.
Kuhentakkan pinggulku ke depan berkali-kali. Jepitan pangkal paha Luki terasa lembut dan hangat di penisku. Rasanya saat kuhentakkan pinggulku tadi, ujung penisku sempat menabrak lobang memeknya. Aku tak peduli, asal penisku tak masuk ke dalam vaginanya. Meski aku sudah horny banget tapi aku masih bisa mengontrol posisi penisku.
“Aaahhh.. memek kamu sempit banget Luk.. ahh... enak sayang” racauku sambil terus menggoyang penisku dibelahan vagiananya. Meski kemaluanku belum masuk, tapi aku bisa merasa kalau lobang memeknya itu masih sempit.
“Uhhh.. punya mas Aan aja yang kegedean itu.. aahh.. aduhh.. eemmmhhh..”
“Aahh.. jarang kepake yah Luk?”
“Iyaahh.. aahh.. yang make udah lupa.. aahh.. aah.. ayo mass.. aahhh”
Crott.. croott.. croott... crrottt...
“Hoooohhhhhhhh.... hhoohhhh.. hhohhhh..” lenguhku ketika spermaku tumpah di permukaan vagina Luki. Lega banget rasanya.
“Udah keluar mas?”
“Hhhh.. iyaa.. udah”
Meskipun spermaku sudah keluar tapi penisku masih saja mengeras dengan sempurna. Sedangkan tubuh Luki kurasa mulai melemah. Orgasmenya tadi membuat Luki kehilangan sebagian tenaganya. Kudekap tubuhnya dari belakang sambil kukecup leher dan punggungnya lembut. Mungkin perbuatanku salah, tapi itu spontan aku lakukan sebagai rasa terimakasihku pada Luki.
“Udah yah Luk.. sekarang mandi yang bener” ucapku.
“Hihii.. iya..”
Luki menoleh ke belakang, memberikan padaku senyuman paling manisnya. Kubalas senyuman itu dengan senyuman juga, meski rasanya ingin kulumat bibir tipisnya yang sedang tersenyum itu. Kupikir kalau itu aku lakukan bisa-bisa jalinan percintaan kami malah semakin dalam terasa. Aku tak ingin hal itu terjadi.
0 Komentar