Silent Rose part 29

 

Bab 29






Kapal Pesiar, Australia




Saat ini.




“Kau tidak apa-apa?”, Eva terlihat cukup khawatir. Ian terlihat sedikit pucat.




“Aku tidak apa-apa, hanya terlalu banyak sambal saja” Ian tersenyum lemah, dalam hati ia cukup menyesal telah menjawab tantangan Eva untuk menghabiskan enam puluh cabe sekaligus tanpa menenggak air atau makan apapun. Sebuah tindakan bodoh yang kini berakibat dia harus menderita dengan perut yang melilit.




Eva tertawa mengingat reaksi yang timbul di wajah Ian saat ia melaksanakan tantangan gilanya itu. Wajah dingin dan cool Ian berubah seketika menjadi wajah seseorang yang telah menempuh marathon.




“Kenapa tertawa?” Ian memandangnya sinis. Eva malah makin terbahak-bahak.




“Kau yakin akan menemaniku di ballroom? Aku bisa sendiri kok.”




“Aku selalu memegang janjiku” jawab Ian sambil mengenakan setelan jas formalnya.




Eva tersenyum, gadis itu tampak anggun dengan balutan gaun panjang berwarna merah muda, gaun itu seolah menyatu dengan kulit putih mulus gadis itu. Eva menggamit manja lengan Ian saat mereka meninggalkan kamar mereka menuju ballroom.




Ballroom kapal itu tampak cukup luas dan megah, beberapa meja tampak dirapatkan untuk berkumpul, di salah satu meja terlihat beberapa orang Jepang bersetelan jas hitam yang memasang wajah cukup serius. Orang-orang itu berdiri mengelilingi sebuah meja yang tidak berpenghuni, seolah pemilik meja itu takut seseorang lebih dulu menempati meja tersebut. Sekilas Ian mengamati bros kecil yang menempel di jas salah satu orang Jepang itu, Tiga bunga sakura berkelopak lima adalah lambang bros tersebut. Ian menduga itu adalah lambang dari salah satu Yakuza. Ian mengajak Eva duduk agak jauh dari segerombolan Yakuza tersebut.




“Perutmu sudah bisa diisi makanan kan?” tanya Eva sambil membolak-balik daftar menu.




“Selama makanan itu tidak berisi cabe” jawab Ian dingin. Eva tergelak mendengar jawaban Ian.




Perhatian Ian sempat teralih saat serombongan pria yang mengenakan busana arab memasuki area Ballroom. Pria-pria tersebut mengenakan kacamata hitam, sesuatu yang aneh bagi Ian. Untuk apa mengenakan kacamata hitam di ruangan yang tertutup?.




Ian memutuskan untuk fokus pada makanannya saat ia merasa perutnya kembali melilit. Dia menyesal tidak membawa serum-serumnya dalam liburan kali ini. Setidaknya dia bisa menggunakan serum yang bisa menetralkan perut. Ian buru-buru berdiri dari kursinya.




“Pesankan apa saja, aku pergi sebentar” ujar Ian pada Eva sambil memegangi perutnya yang melilit.




Langkah kaki Ian cukup cepat, hingga ia nyaris saja menabrak segerombolan orang yang hendak masuk ke Ballroom, seorang pria Jepang yang berpostur tinggi mendorong Ian ke samping dengan cukup kasar. Empat pria Jepang mengapit seorang pria tua dan seorang gadis Jepang yang cukup cantik. Pastilah ini pemilik kursi yang dikawal para Yakuza itu. Ian bangkit dan menuju ke toilet umum di dekat ballroom, karena untuk kembali ke kamar rasanya cukup jauh.




Klang! Klang!




Ian mendengar suara logam beradu saat dia sedang menuntaskan hajatnya di salah satu bilik toilet. Suara itu muncul dari ruang di depan biliknya, sepertinya seseorang sedang melakukan perbaikan ledeng. Ian mencoba mengabaikan bunyi itu dan kembali fokus ke apa yang sedang ia kerjakan saat ini. Buang hajat.




*_*_*​




Gyurrr……




Guyuran air terdengar setelah Ian menekan tombol pengguyur di kloset yang baru saja ia gunakan. Ian merapikan celana panjangnya dan keluar dari bilik, saat Ian mendekat ke wastafel untuk mencuci tangan kakinya menendang sesuatu, Ian berjongkok untuk melihat apa yang baru ditendangnya dan menemukan empat butir baut berbahan logam. Ian melihat sekeliling, mencoba mencari dari mana baut-baut tersebut berasal. Dan ketika ia memandang ke langit-langit toilet, barulah ia tahu baut tersebut berasal dari tutup lubang ventilasi yang terbuka. Ian mengingat suara logam yang tadi di dengarnya, pastilah itu suara yang dihasilkan saat seseorang berusaha membuka tutup lubang tersebut. Bukan hal yang cukup penting baginya, jadi ia mengabaikannya.




Saat Ian berjalan menuju ballroom sesuatu menghentikan langkahnya, dari sela-sela jendela kaca ia dapat melihat keadaan di dalam ballroom. Dia melihat beberapa orang pria berpakaian khas timur tengah menodongkan senjatanya ke arah segerombolan Yakuza. Seorang diantara pria timur-tengah memegang sesuatu yang ditangkap Ian sebagai sebuah pemicu. Sesuatu terjadi saat dia pergi, Ian dapat melihat tiga orang Jepang berjas hitam tergeletak di lantai, darah keluar dari lubang di dahi salah satunya.




Dengan khawatir Ian mencari Eva, gadis itu tampak ketakutan, berkumpul di sudut ruangan bersama beberapa penumpang dan petugas kapal. Ian tidak menyangka peristiwa seperti ini akan terjadi. Ian tidak membawa perlengkapan lengkap seperti biasanya, satu-satunya senjata yang ia bawa sekarang adalah dua buah pistol Ballers 90 peninggalan Ayahnya. Ian bergegas menuju kamar untuk mengambil pistol tersebut, saat ia melewati toilet, Ian melihat seseorang menarik kakinya masuk ke lubang ventilasi yang telah terbuka.




Terburu-buru Ian membuka kamar, mengambil dua buah pistolnya dan bergegas menuju toilet di dekat Ballroom. Seseorang dengan sengaja membuka tutup lubang ventilasi, dan menggunakan ventilasi itu sebagai akses masuk ke Ballroom, itulah yang saat ini muncul di benak Ian. Siapapun orang itu, dia tahu apa yang terjadi, dan Ian akan mencoba menarik informasi dari orang tersebut.




Tanpa banyak suara, Ian memanjat masuk melalui ventilasi, ian merangkak menelusuri lorong ventilasi, hingga ia melihat sebuah lubang lain yang terbuka. Ian merangkak dengan hati-hati mendekati lubang tersebut, dari dalam ventilasi ia dapat melihat seseorang berpakaian hitam ketat sedang memasang suatu alat elektronik dan menempelkannya ke lantai di bawahnya. Tanpa membuang waktu dan banyak suara, Ian menerjang pria tersebut.




Ternyata pria itu cukup tangkas dan siaga, pria tersebut segera menghindar begitu menyadari keberadaan Ian. Sejenak keduanya bertatapan dan saling terkejut.




“Rose?!” pria itu terkejut.




“Owl?!”. Ian juga sama terkejutnya




*_*_*​




“Apa yang kau lakukan disini?” Clever Owl menatap dengan pandangan penuh curiga pada Ian. Raut wajah keduanya tampak sama-sama bingung.




“Kau, Owl? Apa yang kau lakukan di kapal ini?” Ian memutuskan untuk bertanya balik, sekilas ia memperhatikan busana yang dikenakan Clever Owl, pakaian hitam ketat yang dikenakan oleh Owl jelas bukan pakaian yang dikenakan orang yang tengah berlibur.




“Case” jawab C.O ringan. Sekilas ia melihat Ian mengernyitkan dahinya. “bukan dari Association saja… kau tahu kan, aku double agent”. Tambahnya seolah menjawab pertanyaan yang ada di kepala Ian.




“Oh.. misi dari FBI?, tapi kau kan agen tipe B, tidak kupikir kau akan terjun lapangan juga”




Owl tersenyum mendengar ucapan Ian. “Sebenarnya lapangan bukanlah keahlianku, tapi FBI melatihku cukup baik untuk itu. Jangan bandingkan skill lapanganku dengan agen tipe A sepertimu, Rose. Jelas aku tidak sebaik para agen tipe A. Lagipula, saat ini aku juga mendapat tugas dari Association.”




“Jadi, saat ini kau tengah menjalankan dua tugas sekaligus? Dari Association dan FBI.”




“Ya.” Jawab Owl. “FBI menugaskanku untuk menangkap Darren Ahmad, jendral dari jaringan teroris Al-Qaline. Dan Association, memberiku tugas untuk melindungi Ieyasu Tadama, oyabun dari Klan Tadama, Yakuza.”




“melindungi?”, kata-kata itu cukup asing bagi Silent Rose, selama ini dia belum pernah mendengar Association mengeluarkan Case yang bertujuan untuk melindungi seseorang. Kebanyakan dari isi Case adalah menghabisi bukan melindungi.




“Jangan tanya aku mengenai detail case yang kuterima dari Association, aku hanya melaksanakan tugas, kau tahu kan kami agen tipe B terikat penuh dengan Association? Kami tidak punya hak untuk menolak Case.”




“Yeah, aku paham… tapi aku sekarang berpikir jangan-jangan ini adalah rencana dari Pak tua sialan itu.” Ian mendengus, merasa pertemuannya dengan Owl sudah direncanakan oleh Wise Crow. Wajar jika dia berpikir begitu, bukankah Wise Crow yang menyiapkan liburannya?.




“Oh.. jadi kau disini karena Case?” Owl bertanya.




“Tidak, aku disini untuk liburan bersama Eva. Tapi sepertinya Wise Crow sudah tahu ini akan terjadi.”




“Jujur saja, Rose. Aku akan sangat terbantu kalau kau mau membantuku.” Wajah Owl tampak sedikit senang saat mengucapkan kalimatnya. “Aku tidak begitu ahli dengan senjata… ya aku punya beberapa perlengkapan dari Association yang bisa membantuku tapi aku rasa tidak akan banyak berguna. Kebanyakan hanya peralatan mata-mata mengingat misiku hanya melindungi.”




Ian diam sejenak, mencoba mempertimbangkan apakah dia harus membantu Clever Owl atau tidak. Bagaimanapun dia sudah terjebak dalam keadaan ini dan yang lebih penting lagi, dia harus menjamin keselamatan Eva.




“Aku tidak membawa perlengkapan apapun selain dua ballers peninggalan Ayahku ini, Owl” ujar Ian sambil menunjukkan dua pistol ballers dengan ukiran mawar di gagangnya.




“Kau boleh mengambil apa yang kau perlukan. Tapi aku tidak punya senjata laras panjang, hanya ada beberapa portable wall hologram projector , beberapa tabung gas air mata, sebuah pisau beraliran listrik dan alat komunikasi.”




Ian mendekat dan mengamati alat yang ada di tas besar yang dibawa oleh Clever Owl. Ian mengambil sebuah benda berbentuk tabung sepanjang dua puluh centimeter dengan beberapa tombol warna-warni berderet di satu sisi tabung.




“Itu PWHP, Portable Wall Hologram Projector. Jika kau meletakkannya di lantai dan menekan tombol ini”, Owl mengambil tabung di tangan Ian dan meletakkannya di lantai. Owl lalu menekan sebuah tombol berwarna merah. Bunyi desisan keluar saat tabung itu memanjang sekitar setengah meter dan mengelurakan sinar yang menyapu seisi ruangan.




“Sinar apa itu?” Ian menutup matanya menghindari sinar silau yang sekilas menyapu ruangan.




“Dia memfoto ruangan ini, jika kau menekan tombol biru di sebelahnya alat ini akan memproyeksikan apa yang ada dibelakangku.” Owl menekan tombol berwarna biru, sebuah sinar muncul ke atas, dan membentuk garis-garis persegi yang kemudian dengan ajaib memproyeksikan apa yang ada di belakang Owl, membuat Owl tak terlihat lagi, seolah tidak ada orang lain di ruangan itu kecuali Ian.




“Tekan tombol kuning untuk menonaktifkan proyeksi sekaligus melipat kembali alat ini”, suara Owl terdengar. Detik berikutnya proyeksi itu menghilang, Owl kembali terlihat.




“Luar biasa…” Bahkan Ian cukup kagum dengan peralatan yang dibawa oleh Clever Owl. “Wise Crow tidak pernah memberitahuku tentang alat semacam ini.”




“Mungkin menurutnya kau tidak memerlukannya.” Jawab Owl ringan. “Tapi rata-rata agen tipe A yang bekerja di Eropa dan Amerika menggunakan PWHP ini. Setidaknya itu membantu mereka mendekati target.”




“Oke, aku rasa aku tidak punya pilihan lain selain membantumu Owl. Apa yang kau ketahui?”




Owl mengambil sebuah alat serupa smartphone mini dan menekan sesuatu di alat tersebut. Sebuah proyeksi yang menggambarkan kapal pesiar itu secara tiga dimensi muncul di permukaan. Persis seperti yang sering ditemui di film-film science fiction.




“Mereka tidak berencana untuk membiarkan seorangpun selamat, Rose…” Owl menatap mata Ian dalam-dalam. “Mereka hanya akan menyelamatkan golongan mereka sendiri. “Dari awal mereka telah merubah rute kapal ini, dan kini kita mengarah ke jajaran gunung es di Samudera Antartika.”




“Mereka akan menenggelamkan kapal ini” gumam Ian mencoba membaca apa yang menjadi rencana jaringan teroris Al-Qaline.




“Benar sekali, menurut perhitunganku, dengan kecepatan sekarang kita akan mencapai jajaran gunung es itu sekitar enam sampai tujuh jam lagi.”




“Mereka menguasai ruang kemudi?” tanya Ian. Owl mengangguk.




“bukan hanya ruang kemudi, mereka juga mengambil-alih ruang mesin. Kita harus membersihkan mereka terlebih dahulu. Tapi melawan orang sebanyak ini… aku juga harus memastikan keselamatan Ieyasu Tadama.”




“Aku mengerti, Owl. Kau akan membantuku dari sini, kau akan mengawasi gerak-gerik para teroris di ballroom dan informasikan jika ada yang meninggalkan ballroom. Aku akan mencoba membersihkan ruang mesin dan kemudi secara diam-diam, sehingga para teroris itu tidak berbuat gegabah.”




“Kau benar Rose, gerombolan teroris ini terbagi jadi tiga kelompok, satu di ruang kemudi, satu di ruang mesin dan sisanya di ballroom. Mereka hanya berkomunikasi dengan radio secara berkala, aku sudah mendapatkan frekuensi yang mereka pakai, dan juga suara mereka dengan alat perubah suara ini.” Owl menunjuk sebuah benda berbentuk radio dengan antena bundar seperti parabola mini.




“Jadi setelah aku membersihkan ruang mesin kau bisa berpura-pura menjadi mereka?”




“Aku pikir ruang kemudi dulu Rose… mereka tidak akan sadar kalau kau merubah arah kemudi, namun jika kau menurunkan kecepatan mesin… mereka akan segera menyadarinya.”




“Ruang kemudi terlalu terbuka, Owl. Itu bukan pilihan yang baik, aku tetap memilih ruang mesin lebih dulu, seharusnya jumlah mereka disana tidak banyak, dan lagi ruang mesin cukup luas, aku bisa menyusup lebih mudah kesana. Aku akan membersihkan ruang mesin lalu pergi ke ruang kemudi tanpa menurunkan kecepatan kapal.”




“Tapi untuk merubah arah kau perlu menurunkan kecepatannya.”




“Setelah dari ruang kemudi aku akan kembali ke ruang mesin untuk menurunkan kecepatan kapal, saat itu kau sudah harus bersiap dengan misi penyelamatanmu. Gunakan gas air mata dan bom asap untuk membuat kegaduhan lalu selamatkan targetmu. Aku akan bergabung denganmu secepatnya.”




“Baiklah, aku akan menunggu kabar darimu, Rose.”




Ian memasang headset mini yang berfungsi sebagai alat komunikasi mereka, mengambil sebuah PWHP, dua bom asap dan sebuah masker gas lalu memasukkannya ke dalam tas ransel kecil yang diberikan oleh Clever Owl. Ian memperhatikan sejenak hologram denah kapal, mencoba mengingat rute yang akan diambilnya. Setelah dirasa cukup, Ian bergegas meninggalkan Owl.




“Rose…”.




Langkah Ian tertahan sejenak mendengar panggilan Rose, dia berbalik.




“Good luck, Rose” ujar Clever Owl sambil memberikan hormat.




*_*_*​




Dengan hati-hati dan perlahan Ian membuka tutup ventilasi udara yang menjadi akses masuknya ke ruang mesin. Dengan suara yang sangat pelan agen bercodename Silent Rose ini menapakkan kakinya di atas pipa besar yang memanjang di sepanjang ruang mesin. Silent Rose berjalan dengan cekatan, ia memang dilatih untuk bisa bergerak cepat di segala medan dan situasi, termasuk di permukaan licin seperti permukaan pipa besi.




Ian menghentikan langkahnya saat dia menangkap suara tapak kaki dan seseorang yang tengah bicara. Dia melihat dua orang berseragam seperti teknisi yang sedang mengobrol dalam bahasa Arab. Sesaat dia menyadari bahwa teroris Al-Qaline bicara menggunakan bahasa timur-tengah.




“Owl, mereka bicara dengan bahasa Arab?” bisik Silent Rose melalui headset.




“Bahasa Turki tepatnya, ada apa Rose?” terdengar balasan dari Clever Owl.




“Kalau kita mengambil alih komunikasi mereka, kau harus bicara dalam bahasa Turki kan?”




“Yap, lalu kenapa? Kau pikir aku tidak menguasai bahasa Turki?”. Nada Owl terdengar biasa-biasa saja meski jelas-jelas Ian baru saja mempertanyakan kemampuan bahasanya. “Delapan puluh persen bahasa di dunia aku kuasai Rose… itu sudah pekerjaanku.” Tambahnya kalem.




“Yah… aku hanya berjaga-jaga saja.”




Silent Rose melanjutkan langkahnya sampai sedekat mungkin dengan dua orang yang tengah berjaga. Dipandanginya sekeliling, memastikan jika ada penghuni lain di ruangan itu selain dia dan dua orang teroris berseragam teknisi itu.




“Tidak ada orang lain di sana selain dirimu dan dua orang itu, Rose.” Kalimat Owl cukup mengejutkan Silent Rose.




“Bagaimana kau tahu?”.




“memangnya menurutmu bagaimana aku bisa menampilkan proyektor isi kapal dengan detail di depanmu tadi? Sebelum kapal berangkat aku sudah meletakkan banyak sensor panas di langit-langit, salah satunya ada di atasmu. Dan kau tidak perlu khawatir karena kamera pengawas sudah aku freeze kecuali yang ada di ballroom.”




“Persiapan yang bagus, Owl.” Puji Silent Rose.




“Itu sudah pekerjaanku kan? Sebagai agen tipe B, seorang ahli strategi.”




“Sepertinya kau melakukannya dengan baik.”




“Begitu juga denganmu Rose, aku membaca beberapa laporan kepolisian mengenai aksimu, trik-trik yang kau ciptakan cukup mengagumkan.”




Silent Rose tidak membalas komentar Owl, saat ini dia fokus untuk menjatuhkan target yang ada di hadapannya.




“Boleh kubunuh mereka, Owl?”. Tanya Silent Rose.




“Silakan, aku hanya butuh Darren Ahmad saja.”




*_*_*​




Keadaan di Ballroom cukup mencekam, Eva hanya menunduk di sudut ruangan bersama dengan pengunjung lain. Gadis itu bertanya dalam hati apakah ini adalah salah satu bagian dari Case yang diambil Ian? Apakah liburan ini hanya demi sebuah Case dan bukan serta merta untuk membuatnya senang?, dan apakah Ian meninggalkannya begitu saja dalam keadaan yang mencekam?. Pertanyaan demi pertanyaan berputar di benak Eva.




Tidak satupun orang di dalam ballroom yang berani bertindak janggal. Seorang pria berbadan gemuk baru saja ditembak mati akibat menangis terlalu histeris. Pria itu tampak seperti seorang pengecut. Dan sebuah peluru telah melubangi kepalanya.




Darren Ahmad, salah satu Jenderal di jaringan teroris Al-Qaline tampak mondar-mandir sambil sesekali memeriksa keadaan anak buahnya di ruang mesin dan ruang kemudi. Sebuah senjata otomatis berada dalam genggamannya. Pria berjenggot panjang itu menatap mayat-mayat anggota Yakuza yang ingin memberikan perlawanan. Menyisakan Ieyasu Tadama dan kedua putrinya Rin Tadama dan Sakura Tadama.




“Apa mau kalian?” ujar Ieyasu Tadama dalam bahasa Jepang yang fasih.




“English!”, bentak Darren Ahmad.




“He ask you, What do you want?” Sakura Tadama, putri tertua dari Ieyasu Tadama menerjemahkan kalimat Ayahnya.




Darren memandang ke arah Sakura, gadis itu tampak cantik dengan balutan gaun panjang yang menampilkan belahan dadanya. Darren tersenyum sekilas. “Jadi kau bisa bahasa Inggris?” ucap Darren dalam bahasa Inggris. “Aku suka gadis yang cerdas.”




Sakura membalas tatapan mata Darren tanpa menunjukkan rasa takut, gadis itu tahu, rasa takut hanya akan membawanya ke dalam situasi yang lebih buruk. Namun itulah wanita, kadang mereka salah menerjemahkan keadaan. Andai saja Sakura lebih bisa menahan diri seperti adiknya, Rin, mungkin Darren tidak akan tertarik padanya.




Darren Ahmad mengangkat senjatanya, mengarahkannya ke kepala gadis cantik itu, Sakura tidak juga menunjukkan rasa takut, alih-alih rasa takut, gadis itu membalas pandangan mata Darren tanpa ragu.




“Oh… jadi kau tidak takut mati, gadis cantik.” Gumam Darren. Seringainya tampak semakin jelas. Dia berpaling dan bicara ke anak-anak buahnya di sekitar dalam bahasa Turki.




“Tunjukkan pada gadis ini mimpi buruk yang nikmat.” Ucap Darren dalam bahasa Turki.




“Anda yakin? Komandan?.” Tanya salah seorang anak buahnya.




“Lakukan saja sebagai pelajaran bagi gadis-gadis sialan yang merasa dirinya sejajar dengan kaum pria.” Perintah Darren.




Dua dari empat anak buah Darren yang berada di ballroom beranjak maju, mendekat ke arah Sakura. Melihat gelagat yang tidak baik, ketakutan muncul di wajah cantik gadis itu. Ketakutan yang datang terlambat. Ieyasu Tadama tidak bisa membiarkan putri tertuanya menjadi korban, pria itu berdiri dan berteriak lantang.




DUKK!!




Belum sempat Ieyasu bereaksi, sepatu laras panjang yang dikenakan oleh Darren menghantam perut oyabun tersebut. Membuatnya terjatuh dari kursinya. Owl melihat apa yang terjadi dari kamera CCTV yang telah diretasnya. Sejenak Owl berpikir apakah ia perlu mengambil tindakan mengingat misinya untuk melindungi Ieyasu Tadama.




Ieyasu tampak tak bergerak, sepertinya pria tua itu kehilangan kesadarannya. Sakura kehilangan tenaganya saat dua pria anak buah Darren memaksanya berdiri, sedang adiknya, Rin hanya dapat menangis terisak. Darren menoleh ke sudut ruangan, ke tempat dimana pengunjung lainnya meringkuk ketakutan. Darren mendekat dan menempelkan ujung senjatanya ke seorang pria berkacamata yang tengah meringkuk ketakutan. Pria itu gemetar saat dirasakannya ujung senjata Darren menyentuh ubun-ubun kepalanya.




“Berdiri dan ikuti aku” perintah Darren. Pria berkacamata itu mengikutinya dengan gemetar sampai ke tengah ruangan. Darren mengalihkan perhatiannya ke arah Sakura yang tengah diapit dua anak buahnya.




“Nyawa pria ini di tanganmu nona…” ujar Darren sambil menyeringai. “lepaskan pakaianmu, sekarang.”




Sakura membelalakkan matanya mendengar ucapan Darren. Dia tidak percaya Darren memerintahkannya untuk menelanjangi dirinya sendiri. Darren menatap tajam ke arah gadis itu, Sakura menatap ke pria berkacamata yang tengah ketakutan.




DOR!!




Merasa tidak mendapat jawaban dari Sakura, Darren meledakkan kepala pria tersebut tanpa ragu. Lalu secara acak menarik seorang sandera lagi, kali ini seorang anak kecil.




“Lakukan, nona.” Ucap Darren lagi sambil menyeringai.




“Bunuh saja aku.” Jawab Sakura dingin.




Satu nyawa lagi melayang akibat jawaban Sakura. Anak kecil itu sempat menggelepar beberapa detik saat sebuah peluru melubangi kepalanya. Seolah sedang menikmati sebuah permainan, Darren mengambil kembali seorang sandera, kali ini seorang Ibu yang tengah menggendong bayinya.




“Dua nyawa sekaligus mungkin bisa membuka pikiranmu, nona.” Seringai masih belum juga hilang dari bibir Darren.




Sakura diam, gadis cantik itu memejamkan kedua matanya. Jari-jemarinya tampak gemetar saat ia mulai meraih resleting belakang gaunnya. Sambil tertunduk menahan malu gadis itu menurunkan resleting belakangnya dan membiarkan gaun itu meluncur ke lantai. Memaparkan kulit putih mulusnya, pinggul, dan sebuah tato bergambar bunga sakura memenuhi punggung putih gadis cantik itu. Dua bukit indah di dada gadis itu tampak kencang menantang, ia tidak mengenakan bra karena gaun yang dikenakannya memiliki busa yang berfungsi sebagai pengganti bra. Beberapa mata memandang kagum ke keindahan tubuh Sakura, lekuk pinggangnya tampak ramping menggoda.




Gadis itu melirik ke arah Darren. Darren hanya tersenyum sambil memberikan isyarat agar gadis itu melanjutkan aksinya. Sakura kembali menunduk dan memejamkan mata saat jari-jari lentik gadis itu menyentuh tepi celana dalam hitam yang dikenakannya. Air mata tampak berlinang saat gadis itu menarik lepas celana dalamnya.




Sakura memejamkan matanya rapat-rapat menahan malu, seolah dia dapat merasakan tatapan mata seisi ruangan di sela-sela pori kulit mulusnya yang terawat. Pejaman matanya semakin merapat, tubuhnya bergetar saat dia merasa sebuah tangan kasar meremas payudaranya dari belakang. Tubuh telanjangnya semakin gemetar menahan rasa geli saat jari-jemari itu memilin putingnya, lebih bergetar lagi saat merasakan tubuh pria di belakangnya merapat ke punggungnya, diikuti sentuhan benda yang terasa kasat, hangat namun basah di lehernya. Pria yang dibelakangnya kini tengah menciumi tengkuk gadis itu, memberikan efek geli yang merinding ke seluruh tubuhnya.




Putri Yakuza yang cantik itu menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan rasa geli yang kini berubah menjadi sensasi kenikmatan yang aneh. Seolah terjadi konflik dalam dirinya, antara perasaan malu, geli, geram, nikmat yang berbaur acak dalam benaknya. Gadis itu tidak bisa menahan untuk tidak memekik saat merasakan usapan pada kemaluannya, tubuhnya menggelinjang pelan.




“Ngghh…” Sebuah erangan lepas dari bibir indah gadis itu, pria yang kini mempermainkan tubuhnya tampak semakin bersemangat. Mata indah gadis itu terbelalak kala jari-jari yang tengah bermain di liang kewanitaannya melesak masuk tanpa kompromi. Ada rasa perih dari perlakuan kasar tersebut, rasa perih yang menimbulkan keinginan untuk berontak. Matanya menangkap adanya celah saat melihat pria bersenjata di sebelahnya yang tengah larut menyaksikan tubuh indahnya disentuh oleh rekan sesama terorisnya.




Dengan cepat Sakura bergerak, mencoba meraih senjata yang dipegang oleh pria di sebelahnya namun ia kurang cepat, Darren bergerak lebih cepat, menendang anak buahnya yang tengah terpesona dengan live show di depan matanya. Pria bersenjata itu tersungkur akibat tendangan komandannya sendiri. Sakura gagal meraih senjata, alih-alih senjata, akibat tindakannya kini dua pria lain yang berjaga di sekelilingnya bergerak. Dengan tangkas mereka menelikung tangan gadis cantik yang sudah tanpa busana itu. membuat gadis itu tersungkur di lantai ballroom dalam posisi menungging.




Darren memberi perintah pada anak buah yang ditendangnya setelah memakinya dalam bahasa Turki. Pria yang dimaki itu tampak ketakutan dan bergegas kembali ke posisi siaganya. Darren berjongkok tepat di dekat wajah cantik Sakura, mencekik leher gadis cantik itu hingga bertatap muka dengannya.




“Kau hanya mempercepat hukumanmu, nona cantik.” Geram Darren dalam bahasa Inggris yang fasih.




Keadaan hening sejenak, tidak seorangpun berani mengambil tindakan. Setelah Darren memberi isyarat barulah anak buahnya bergerak. Sakura tidak lagi mampu berontak saat dua pria menggamit lengannya, membuat posisinya tampak seperti seorang gadis yang siap melakukan senggama dalam posisi doggy style. Darren memberi isyarat pada anak buahnya yang berada di belakang sang gadis. Mengerti apa yang dimaui oleh komandannya, pria itu beranjak ke belakang Sakura dan mulai melucuti celananya sendiri. Sakura berjengit saat dia merasakan sesuatu yang keras dan hangat menempel di gerbang kewanitaannya, tubuhnya sedikit terlonjak saat benda itu mengusap-usap bibir kewanitaannya, mencari posisi yang tepat untuk masuk ke celah kenikmatannya.




“Ahhk…”




Pekikan tertahan gadis itu adalah hal berikutnya yang terdengar. Senti demi senti penis pemerkosanya membelah kewanitaannya. Saat batang itu mulai menemukan jalurnya, penis itu meluncur deras dalam satu hentakan kuat, membuat tubuh indah putri Yakuza itu terdorong ke belakang.




Mata indah gadis cantik itu kembali terpejam saat merasakan pria di belakangnya memasuki rongga kewanitaannya. Tubuh gadis itu kini berayun, seiring ayunan pria yang tengah menyetubuhinya. Sebuah pertunjukan yang mengesankan bagi beberapa sandera laki-laki yang ada di ruangan itu. Lambat laun Sakura menyerah juga, ia merasa tidak ada gunanya melawan. Gadis itu lantas mengingat kutipan sebuah tulisan yang pernah ia baca, “kadang hidup itu seperti sebuah pemerkosaan. Jika tak mampu melawan maka pilihanmu yang tersisa adalah menikmatinya”.




Batang kejantanan besar yang masuk ke dalam tubuhnya berayun makin cepat seiring basahnya liang kenikmatan gadis cantik itu. Sakura sudah tidak melawan, membiarkan kenikmatan demi kenikmatan yang diberikan orang tak dikenalnya menjalari tubuh dan pikirannya. Nafas gadis itu mulai memburu, bahkan sesekali desahan lepas dari bibir indahnya yang setengah terbuka. Gadis itu telah memutuskan untuk menikmati persetubuhan yang tak diinginkannya ini.




Nafas pria yang menyetubuhinya juga memburu, raut wajah pria itu menunjukkan sebuah kenikmatan tersendiri yang ia rasakan dari jepitan dinding kemaluan gadis cantik yang dinikmatinya. Jelas dia tidak pernah membayangkan dapat menyetubuhi putri seorang Yakuza yang cantik. Apalagi liang kenikmatan milik gadis-gadis Asia memang cenderung lebih dangkal dan sempit dibanding milik wanita-wanita Timur tengah. Dengan penuh semangat pria itu menuntaskan birahinya pada Sakura. Gadis itu sendiri sudah semakin basah, desahan kini lebih sering keluar dari bibirnya, hujaman demi hujaman menghantarkannya semakin dekat dengan kenikmatan puncak. Payudara kencangnya berayun, tangannya kini bebas, tidak ada lagi pria yang menahan kedua tangannya. Kini Sakura menumpu hanya pada tangannya sendiri, matanya masih terpejam, namun kepalanya mendongak, bibir gadis itu mendesah merasakan kenikmatan yang diberikan oleh genjotan-genjotan pria yang menyetubuhinya.




Seolah sudah lupa dengan keadaannya sekarang, Sakura mengerang, bukan lagi mendesah. Gadis cantik itu kini benar-benar larut dengan kenikmatan duniawinya. Dan semakin cepat pompaan penis di vaginanya, semakin kencang gadis itu mengerang hingga akhirnya dia menjerit, tubuhnya mengejang hebat, pertanda bahwa orgasme telah menjemputnya dengan kenikmatan yang luar biasa.




Tubuh telanjang gadis itu hendak ambruk ke depan, namun pria di belakangnya dengan sigap melingkarkan tangannya untuk menahan tubuh gadis itu. Pria itu lantas mempercepat tempo hujamannya, sambil mengerang seiring kenikmatan yang diberikan akibat gesekan tekstur dinding dalam vagina sang gadis. Pria itu kini mengejar kenikmatannya sendiri, dan saat dia sampai, tanpa ampun pria itu melesakkan penisnya dalam-dalam, membuat Sakura membelalakkan mata. Pria itu menggeram, Sakura dapat merasakan penis besar pria itu berkedut-kedut hebat dalam vagina, beberapa kali sebelum menyemprotkan cairan hangat ke dalam rahimnya.




“Ahh…” Tubuh Sakura kembali bergetar saat orgasme susulan menyerangnya. Dia dapat merasakan cairan hangat mengalir keluar dari liang kewanitaannya kala pria yang menyetubuhinya menarik lepas penisnya. Nafas Sakura dan pria itu tersengal-sengal, tubuh Sakura terasa sangat lemas.




Sebuah suara di radio panggil yang dimiliki Darren menarik perhatian Jenderal Al-Qaline itu. dalam bahasa Turki dia berbicara dengan seseorang di radio tersebut. Pandangannya beralih dari tubuh telanjang Sakura yang tergeletak lemas di lantai ke sosok Rin yang meringkuk di samping Ayahnya yang masih belum sadarkan diri. Seringai jahat kembali muncul di raut wajah Darren saat ia berjalan mendekati Rin Tadama, putri kedua Ieyasu Tadama yang tidak kalah cantik dari kakaknya. Gadis delapan belas tahun itu hanya meringkuk ketakutan melihat Darren mendekatinya.




“Don’t touch her!!” Sakura sempat berteriak sebelum seorang pria lain membalikkan tubuhnya. Pria kedua dengan mudah melesakkan batang kejantanannya ke tubuhnya. Darren tersenyum melihat Sakura.




“Tenang saja, aku tidak akan menyentuh adikmu, nona cantik.” Jawab Darren Ahmad dalam bahasa Inggris yang fasih. “Hanya saja teman-temanku di ruang kemudi butuh hiburan, aku tidak akan menyentuhnya, tapi teman-temanku pasti melakukannya.” Lanjutnya sambil tertawa.




“F..fuck…youh..ahhh..” ujar Sakura, tubuhnya kini kembali terayun-ayun akibat hujaman pria kedua yang menyetubuhinya.




“Tenang, aku tidak akan membiarkannya menghibur sendirian…” Darren melihat ke arah para sandera yang kini meringkuk ketakutan atas tatapan tajam sang teroris. “Kau… kau akan membantu gadis muda ini memuaskan teman-temanku.” Ujarnya sambil menunjuk.






BERSAMBUNG 



Report content on this page

Posting Komentar

0 Komentar