Bab 21
Seorang agen FBI yang dikenal dengan panggilan agen C.O mengamati lubang ventilasi kecil. Entah sudah berapa kali dia mengamati kondisi ruangan tempat terjadinya penembakan yang gagal oleh Silent Rose ini. Berkali-kali dalam pikirannya, dia mencoba memvisualisasi jalur tembak peluru yang olehnya sendiri dinamakan impossible shot . Christ Oakland mengenakan sarung tangan karet di kedua tangannya. Bekas peluru di dinding masih tersisa, Christ mendekat dan memperhatikan dengan seksama bekas lubang tersebut. Agen FBI itu membuka tas pinggang hitam yang dikenakannya dan mengeluarkan sebuah botol sprayer kecil lalu menyemprotkan isinya beberapa kali ke sekitar bekas tembakan tersebut. Sebuah siluet samar muncul di beberapa titik di dekat dinding tersebut. C.O mengamati lebih dekat, dan sebuah senyuman muncul di wajahnya.
Now I see you gumamnya sambil tersenyum.
*_*_*
Kondisi mabespolri sudah cukup sepi saat Christ masuk ke dalam ruangan kerja Dean. Sedikit terkejut melihat ruangan itu jadi sedikit berantakan. Dean menoleh ke arah Christ yang melangkah masuk.
Ada apa dengan ruangan ini? tanya Christ sambil melayangkan pandangan pada sebuah peta tata kota besar di lantai.
Oh, kami baru saja melakukan rapat strategi untuk pengamanan besok. Dean menjawab. Inspektor Dean beranjak dari kursinya untuk mengambil segelas air dari dispenser. Kopi? tawarnya pada Christ.
Tidak, terima kasih. Christ berjongkok untuk melihat lebih jelas peta tersebut. Satu bangunan diberi tanda silang, sedang beberapa bangunan di sekitarnya dilingkari dan diberi coretan angka. Bangunan dengan tanda silang itu pastilah tempat pertemuan akan diselenggarakan besok.
Mendapat sesuatu dari TKP? Dean bertanya sambil mengaduk segelas kopinya.
Christ memalingkan pandangannya ke arah Dean. Ada berapa orang di ruangan itu saat terjadi penembakan? tanyanya.
Enam orang, aku, Rio, korban dan tiga orang anggota KPK. Kami sudah memeriksa tiga orang itu, kecil kemungkinan mereka adalah Silent Rose.
Aku menemukan sidik jari di dinding bekas tembakan. Christ beranjak, mengambil tempat tepat di seberang meja Dean. Sidik jari itu melebar dan sedikit menyentuh bekas tembakan. Aku sudah meminta Shinta, pihak lab untuk memeriksanya.
Menyentuh di atas bekas tembakan?, Dean merubah posisi duduknya, kali ini dia benar-benar mencoba mencermati informasi dari Christ dengan lebih seksama.
membayang samar di atasnya, artinya ada seseorang yang menyentuh bekas tembakan itu dengan tangan telanjang, setelah penembakan terjadi.
Ruangan itu kami tutup sejak terjadinya penembakan. Tidak satupun orang bisa masuk, dan tim forensik selalu menggunakan sarung tangan.
Senyum mengembang di wajah Christ setelah mendengar penjelasan Inspektor Dean. Berarti salah satu dari empat orang yang ada di dalam ruangan saat penembakan berlangsung, melakukan sesuatu pada bekas tembakan itu.
Selotip tiba-tiba Dean teringat tentang bekas selotip kecil yang ditemukan oleh Rio. Dia mengambil sisa selotipnya.
Siapapun itu kita akan segera tahu. Aku akan memeriksa senjata yang kalian temukan, entah kenapa aku merasa ada yang janggal tentang senjata tersebut. Christ kembali mengamati peta besar yang teronggok di lantai. Ini gambaran lokasi tempat pertemuan besok?
Ya, Dean beranjak dari kursinya dan mendekat ke peta tersebut. Kami mengamankan semua bangunan tinggi di sekitar lokasi. Lima orang berjaga di atap masing-masing gedung, lima di pintu masuk dan ada puluhan aparat tidak berseragam kami sebar di berbagai titik. Kali ini, tidak akan ada yang luput lagi.
ucap Christ datar. Dean menoleh ke arah Christ dengan pandangan tidak mengerti.
Dengan orang sebanyak itu, bagaimana kalian bisa menjamin Silent Rose tidak ada di antara mereka?
Dean tidak segera menjawab pertanyaan yang diutarakan oleh Christ. Target tidak mengijinkan kami masuk ke dalam gedung. Ujarnya menyampaikan penolakan oleh Ahmadi Fahsa. Orang-orang Ahmadi Fahsa yang berjaga di dalam gedung
Artinya, jika aku adalah Silent Rose, mungkin aku akan bergabung dengan orang-orang itu agar bisa masuk ke dalam gedung.
Oh itu kecil kemungkinannya. Rio menyela, dia berdiri di ambang pintu. Sebagian orang kita tetap akan ada di dalam, aku sudah meminta Hercules untuk bekerja sama. Tambahnya.
Kau berhasil memasukkan orang kita? Dean tampak bersemangat.
Hercules itu sudah lama menjadi partnerku dalam mencari informasi, Dean. Jadi tentu saja itu adalah hal yang mudah. Rio mulai tampak sesumbar.
Christ mengangguk-anggukan kepalanya. Baiklah, semoga sukses untuk besok, aku mau memeriksa barang bukti dulu ujarnya sambil melangkah meninggalkan ruangan.
Apa menurutmu dia tidak mencurigakan, Dean? tanya Rio sepeninggal Christ Oakland. Seorang agen terlatih yang tiba-tiba dikirimkan oleh FBI dengan kemampuan yang luar biasa
Dean menggeleng, dia memang hebat, tapi bukankah Kapolri sendiri yang meminta bantuan FBI?. Jika Kapolri tidak memintanya, jelas C.O tidak akan ada diantara kita. Jawab Dean singkat.
*_*_*
Gedung milik Ahmadi Fahsa
Hari diadakannya pertemuan, 04:30 pagi.
Rio mengenakan jaketnya rapat-rapat, dingin di pagi buta itu masih cukup terasa meski jelas tidak sedingin pagi-pagi di desa. Saat ini dia berada di atap salah satu gedung bertingkat yang merupakan gedung tertinggi diantara gedung-gedung lain di sekitar gedung milik Ahmadi Fahsa, tempat diadakannya pertemuan pukul sembilan pagi nanti.
Bagaimana menurutmu? tanyanya pada agen FBI Christ Oackland yang berdiri tepat di sebelahnya. Angin kencang memaksa Rio harus setengah berteriak.
jawab Christ sambil melihat sekeliling. Dari tempat mereka berada saat ini dapat terlihat atap-atap gedung sekitar. Kebanyakan orang akan memilih tempat tinggi sebagai titik penembakan. Tidak salah jika mereka menempatkan anggota di setiap atap gedung di sekitar lokasi.
Christ terdiam, menumpukan dagunya di pergelangan tangan dan berpikir, matanya menatap kosong pada atap-atap gedung di sekitar lokasi. Wajar jika Silent Rose akan memilih atap sebagai
-nya. Tapi dalam keadaan seperti ini, dimana bisa dipastikan tingkat kesiagaan akan ditingkatkan, kecil kemungkinan dia akan terang-terangan muncul di salah satu atap, merakit senjata dan membidik sasarannya. Kesimpulan sementara yang muncul di benak Agen FBI berpengalaman ini adalah :
Silent Rose akan menembak dari dalam gedung, bukan dari atap
Ada sesuatu?. Pertanyaan Detektif Rio membuyarkan lamunan Christ.
Hmm Christ tidak segera menjawab, wajahnya tampak sedang berpikir serius. Menurutku kecil kemungkinan Silent Rose muncul di salah satu atap
Ya, aku juga berpikir begitu Rio mengangguk setuju. Karena itulah aku menempatkan beberapa orang di depan pintu masuk gedung-gedung di sekitar lokasi. Rio memaparkan rencana antisipasi yang disiapkannya. Meski begitu.. Rio melanjutkan lagi. Atap-atap itu tetap harus diamankan
Psikologis Christ berkomentar. Dengan memperlihatkan orang-orang kita di hampir semua atap, Silent Rose akan berpikir ulang. Itu penekanan psikologis yang bagus.
Rio tersenyum mendengar komentar Christ.
Mawar merah monitor suara Dean terdengar dari radio panggil di pinggang Rio. Mereka sepakat menamakan operasi kali ini dengan sebutan
Mawar merah disini Rio menjawab radio panggil tersebut.
Bersiap-siaplah Rio, beberapa jam lagi pertunjukkan akan kita mulai Dean menjawab.
Aku akan bergabung dengan Dean, ujar Rio pada Christ.
Oke, aku akan kembali ke kantor polisi, seharusnya pihak laboratorium sudah mendapatkan identitas pemilik sidik jari yang aku temukan. Selain itu, aku belum memeriksa senjata yang disita di TKP kedua.
Christ dan Rio beranjak meninggalkan atap gedung tempat mereka mengintai. Meninggalkan beberapa anggota untuk menjaga atap gedung tersebut.
Dari ruangan tempat diadakannya pertemuan Christ bicara di sela-sela perjalanan mereka. Ada berapa gedung yang memiliki akses untuk melihat ke dalam ruangan tersebut?
Rio merogoh catatan kecil di sakunya. Ada tiga gedung, dan kami memberi ketiga gedung itu prioritas utama penjagaan. Sebuah gedung kantor notaris besar, sebuah hotel dan sebuah bank
Christ diam, tampak seperti sedang memikirkan sesuatu. Senyum samar yang nyaris tak terlihat tersungging di wajahnya beberapa detik kemudian.
*_*_*
08:30
Sebuah tempat, tidak jauh dari lokasi.
Sinar matahari pagi dengan cepat menjadi cahaya pembakar yang memanaskan suhu Ibukota. Di sebuah kursi empuk berbingkai kayu jati seorang pemuda tampak menikmati kopi paginya dengan santai. Penampilannya tampak rapi mengenakan kemeja hijau berlengan panjang dengan celana kain berwarna hitam. Sepatu kulit mewah tampak menutupi kakinya. Sedikit kontras dengan penampilan formalnya, pemuda itu mengenakan topi baseball berwarna putih. Pemuda itu adalah Christian D Ambaraksa.
Beberapa jam yang lalu dia masih ada di bawah sekapan lawan-lawan mainnya, tiga minggu dia harus diam dan berusaha memainkan perannya sebaik mungkin. Keadaan menjadi lebih baik setelah Silent Rose palsu kembali beraksi. Satu yang menjadi catatan baginya adalah keberadaan orang asing diantara Inspektor Dean dan Detektif Rio. Apalagi, orang asing itu telah menusukkan serum kejujuran ke pembuluh darahnya. Untung baginya, serum yang ditusukkan adalah serum standar yang tidak sehebat buatan Ayahnya. Dan lebih untung lagi, jauh sebelum dia memutuskan untuk mengambil resiko, dia sudah menyuntik dirinya sendiri dengan obat anti serum buatan Ayahnya, Silent Rose sebelumnya.
Berbagai pertanyaan mengenai orang asing itu sebenarnya muncul di pikiran Ian. Yang dia tahu, serum kejujuran hanya dimiliki dan digunakan oleh agen-agen federal di luar negeri, dan pria asing itu apa dia FBI? CIA? KGB? Interpol?, Ian tidak bisa menjawab. Data yang dia miliki sangat minim untuk melakukan analisa. Gerakan hipnotis yang dilakukan pria asing itu juga menjadi catatan tersendiri baginya. Jika saja hipnotis tidak diajarkan di Association, mungkin dia sudah jatuh ke dalam jebakan pria itu. Untung baginya, keberadaan pria asing itu mempermudah jalan keluar baginya agar dapat menyaksikan pertunjukan yang akan dimainkan oleh Silent Rose palsu, beberapa menit lagi.
Ian mengambil cangkir kopinya, bekas borgol terlihat di pergelangan tangannya. Itulah alasan kenapa Ian mengenakan kemeja berlengan panjang. Agar bekas lebam di pergelangan tangannya tidak terlihat oleh orang lain. Dengan tenang Ian melirik jam dinding yang tergantung di ruangan besar itu.
Sirene mobil polisi terdengar cukup keras, sebuah mobil polisi tampak masuk ke gedung di seberang tempat Ian berada saat ini. Beberapa mobil mengikuti di belakangnya, diikuti oleh sebuah van bermotif lambang salah satu stasiun televisi terkenal di Ibukota. Tampaknya pertunjukan kali ini akan dapat dinikmati secara live oleh jutaan orang melalui televisi.
Sebentar lagi pertunjukan akan dimulai
*_*_*
Ahmadi Fahsa tampil mengenakan jaket tebal saat turun dari mobil mewahnya, diikuti oleh beberapa pengawalnya. Kemungkinan dia mengenakan berlapis-lapis rompi anti peluru di balik jaketnya. Salah satu diantara pengawal-pengawalnya adalah Hercules, pimpinan gembong preman yang sempat menjadi musuh besar aparat penegak hukum. Pengawal-pengawal itu tampak siaga dengan tidak membiarkan satu orang pun mendekati Ahmadi Fahsa. Pria yang menjadi target Silent Rose palsu itu memasuki gedungnya tanpa ragu.
Beberapa menit kemudian sirene mobil polisi kembali terdengar, satu rombongan mobil kembali memasuki areal gedung. Beberapa orang berpakaian rapi keluar dari mobil dan memasuki gedung. Tampaknya yang kali ini datang adalah para petugas KPK yang akan melakukan pemeriksaan. Dean dan Rio memasuki gedung tepat setelah rombongan itu masuk. Ian beranjak dari kursinya.
Langkah Dean dan Rio tertahan saat hendak mengikuti Ahmadi Fahsa masuk ke dalam elevator. Salah satu anak buah Hercules menutup jalan mereka.
Maaf Detektif Rio, demi keamanan kau harus naik lift berikutnya, ujar Hercules pada Rio.
Kau bercanda Hercules. Bagaimana kalau terjadi penyerangan di lift?!, Rio mencoba membantah.
Hercules mengangkat jari telunjuknya dan menggoyang-goyangnya, pertanda bahwa dia tidak akan mengijinkan Rio dan Dean naik dengan lift yang sama. Rio menggerakkan bahunya, mencoba melewati dua orang anak buah Hercules yang menghalangi. Namun belum sempat Rio bergerak, Dean menahan bahunya.
Kita gunakan tangga ujar Inspektor Dean kalem.
*_*_*
09:10
Ruangan tempat pemeriksaan oleh KPK dilakukan.
Rio memandang ke seluruh penjuru ruangan, sesekali dia melirik ke jendela-jendela besar disana, seolah-olah bisa saja Silent Rose tiba-tiba menempel pada kaca jendela seperti seekor cicak. Ada delapan orang yang kini ada di dalam ruangan tersebut; Ahmadi Fahsa, seorang pria tua bersetelan jas yang merupakan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi bersama dengan seorang pemuda yang jadi rekan kerjanya, Detektif Rio berdiri tidak jauh dari pintu masuk, Inspektor Dean berdiri tidak jauh darinya. Hercules tampak angker, berdiri tepat di belakang tempat duduk Ahmadi Fahsa. Dua anak buahnya berjaga di sekitar jendela kaca.
Apa bisa kita mulai pertemuan ini? Ahmadi Fahsa membuka pembicaraan, suaranya sedikit bergetar. Entah apa yang menyebabkan suaranya terdengar kurang wajar.
Hulkan Syahid, pria tua karyawan KPK yang diberi kepercayaan penuh untuk memimpin pembicaraan mengangguk, memberi isyarat bahwa pertemuan bisa segera dimulai. Rio melangkahkan kakinya mengitari meja tempat pertemuan dilaksanakan, seolah sedang mencoba menemukan sesuatu.
Raut wajah detektif muda Rio tampak serius saat matanya menyapu lantai, ruangan yang dijadikan tempat pertemuan ini cukup aneh menurutnya. Dinding-dindingnya diberi kesan tidak dipoles, hanya cat berwarna putih dan sebuah lukisan seorang wanita bertelanjang dada berukuran raksasa tergantung di satu sisi, tepat di seberang jendela besar yang menjadi sumber pencahayaan. Lantai keramik putih tanpa garis memberi kesan lantai ruangan ini terbuat dari sebuah batu utuh yang didatarkan. Dan plafond putih bergelombang dengan lampu-lampu kecil berdaya tinggi tergantung rapi di atasnya.
Sapuan mata Rio terhenti ketika dia melihat ke sudut ruangan. Maaf tuan Ahmadi Fahsa Rio berseru tanpa memperdulikan pertemuan yang sedang berlangsung. Apa itu milik anda? tanya detektif muda itu sambil menunjuk sebuah tas pinggang kecil berwarna hitam yang tergeletak begitu saja di lantai sudut ruangan.
Bukan. Dan kalau anda tidak keberatan detektif Rio, kami sedang mengadakan per
Itu milikmu?, Rio bertanya pada Hercules, detektif muda itu melangkah mendekati tas kecil. Hercules menggeleng. Apa ada yang merasa memiliki tas kecil ini? Kini Rio bertanya pada seluruh orang dalam ruangan.
Tidak ada jawaban, tidak satupun yang mengakui kepemilikan dari tas kecil yang teronggok di lantai. Dean mendekat ke arah Rio.
Hati-hati, Rio Dean mengingatkan.
Aku tahu, Rio menjawab singkat. Dia berjongkok pelan tepat di sebelah tas kecil itu, lalu mendekatkan telinganya ke tas tersebut. Seisi ruangan mengamati apa yang akan dilakukan oleh detektif muda itu.
Tidak ada detak. Mungkin bukan bom, kalian semua mundur ke sudut lain ruangan. Aku akan membuka isi tas. Rio memberi aba-aba agar mereka menjauh, Dean dengan sigap menggiring semua orang ke sudut jauh ruangan.
Rio memandangi tas itu sejenak, mencoba mencari petunjuk apa yang ada di dalam tas kecil itu. Namun tas itu benar-benar tampak seperti tas biasa, tidak terlihat satu trik khusus pada tas tersebut. Detektif muda itu menahan nafasnya dan mulai menyentuh resleting tas kecil tersebut.
Dengan sangat perlahan dan hati-hati detektif Rio membuka resleting tas kecil itu, setelah terbuka, Rio mendiamkannya dulu. Seolah apa yang baru saja dilakukannya bisa memicu sesuatu. Tidak ada yang terjadi, maka Rio mencoba melihat isi tas kecil itu. Rio melihat sebuah
Tape recorder" ujar Rio pada Dean. Seseorang sepertinya ingin menyadap isi pertemuan kali ini. Apa ini perbuatan KPK?.
Dua karyawan KPK menggeleng nyaris bersamaan.
Tidak menyala, siapapun yang meletakkannya lupa mengaktifkannya. Aku akan mengeluarkannya Rio mengambil tape recorder kecil itu dari dalam tas dan meletakkannya di atas meja. Sesuatu kembali menyita perhatiannya, ditempel dengan sebuah selotip, di satu sisi tape recorder tersebut, secarik kertas dengan tulisan yang ditulis menggunakan spidol berwarna merah.
UNTUK INSPEKTUR DEAN + DETEKTIF RIO
Dean Rio menunjukkan pesan tersebut pada Inspektor Dean. Ini bukan untuk penyadapan. Seseorang meletakkannya disana, untuk kita putar.
Kau telah menyentuh barang bukti dengan tangan telanjang Dean tampak gusar dengan kecerobohan Rio. Putar kaset itu Rio.
Rio mengangguk dan menekan tombol play pada tape recorder tersebut. Sebuah suara gemerisik muncul, diikuti suara seorang pria yang telah dimodifikasi, seolah pembicara dalam kaset itu, berbicara melalui
megaphone
Selamat pagi, Inspektor, Detektif, dan tentunya Ahmadi Fahsa suara dalam kaset itu mulai terdengar.
Ya Silent Rose disini. Aku memuji keberuntunganmu Ahmadi Fahsa, sehingga kau dapat lepas dari aksiku tempo hari. Juga kepada Inspektor Dean dan Detektif Rio yang telah memainkan mainan pemberianku dengan sama baiknya.
Rio mengepalkan tangannya jengkel. Mengingat bagaimana mereka telah menghabiskan banyak waktu hanya untuk permainan yang sia-sia.
Tapi keberuntungan kalian sudah habis. Kau tidak akan lolos lagi kali ini, Ahmadi Fahsa. Tidak peduli seberapa banyak notes yang akan jatuh kau tidak akan lolos lagi. Sampai pertunjukan selesai, tidak ada orang yang boleh meninggalkan ruangan ini, kecuali Inspektor Dean dan Detektif Rio. Karena aku punya tugas penting bagi kalian
Seisi ruangan hening, mencoba mencerna apa yang akan disampaikan Silent Rose.
Aku akan membiarkan kalian berdua untuk mencegahku menghabisi Ahmadi Fahsa. Dan juga menghabisi kalian tentunya. Kalian punya waktu sampai pukul sepuluh pagi untuk memanggil orang-orang terbaik kalian yang ada di tim gegana. Karena aku akan meledakkan gedung ini tanpa ampun.
Raut wajah Dean berubah seketika, selama ini Silent Rose tidak pernah menggunakan peledak dalam aksi-aksinya. Apa yang sebenarnya direncanakan Silent Rose kali ini?!.
Akan kita mainkan dengan adil. Peraturannya, hanya salah satu dari Dean dan Rio yang bisa meninggalkan ruangan untuk mencari kejutan-kejutan kecil yang aku siapkan. Jika aku melihat orang selain Dean atau Rio keluar dari ruangan, aku akan meledakkan semuanya dan membuat kembang api raksasa yang berujung dengan api unggun. Dan satu lagi, aku sudah meninggalkan petunjuk dimana keberadaan bom-bom tersebut. Ada sebuah petunjuk di balik lukisan besar di ruangan ini. Dan petunjuk berikutnya di lokasi bom-bom tersebut. Kalian akan mencari satu demi satu bom hingga berhasil atau mati.
Rio melirik ke arah lukisan seorang wanita bertelanjang dada yang ada di ruangan.
Selamat bermain.ucapan itu menutup isi kaset dalam
Hercules, bantu Rio turunkan lukisan itu, Bapak Ahmadi Fahsa dan Bapak-bapak dari KPK duduklah dan berusaha untuk tidak panik. Aku akan menghubungi tim gegana secepatnya. Dean segera memberi komando dengan tangkas. Tanpa banyak bicara Rio dan Hercules bergerak menurunkan lukisan tersebut. Sebuah coretan dari cat semprot berwarna merah tampak di permukaan dinding, tepat di balik lukisan tersebut.
Apa maksudnya ini? Dean menoleh pada Rio. Rio menatap tulisan di atas dinding itu dengan seksama.
Sebuah sandi, ujar Rio. teka-teki. Silent Rose sialan itu ingin kita memecahkan sandi rahasia ini. Dia bermain dengan kita lagi
Tetaplah tenang Rio, aku butuh kau untuk memecahkan sandi ini. Tim gegana sudah dalam perjalanan Dean melirik ke jam tangannya, masih ada dua puluh menit sebelum bom pertama diledakkan.
Rio mengeluarkan catatan, menulis ulang apa yang tertulis di dinding tersebut. Beberapa detik kemudian dia tampak sibuk mencoret-coret catatan itu, mencoba memecahkan sandi yang tertulis. Dean hendak melakukan hal yang sama saat ponselnya berdering. Christ Oackland menelepon ponselnya.
Aku masih di laboratorium forensik, tadi aku melihat tiga unit penjinak bom meninggalkan markas, kata mereka sedang menuju ke arahmu. Ada apa?, tanya C.O
Silent Rose meninggalkan pesan lewat tape recorder, dia telah memasang peledak di gedung ini. Jawab Dean singkat.
Bom? Berapa banyak?
Entahlah. Hanya aku atau Rio yang diijinkan keluar ruangan, hanya salah satu.
Dean.. Christ berkata pelan. Jika dia bisa tahu siapa saja yang keluar dari ruangan, bukankah itu artinya dia ada di dekat sana? Mengawasi pintu kalian dari sebuah tempat?.
Dean terbelalak, itu kesimpulan singkat yang luput dari pemikirannya. Jika memang benar apa yang disampaikan Silent Rose dalam rekaman, maka itu artinya dia sedang mengawasi pintu ruangan ini. Hal itu bisa menjadi keuntungan baginya, dia bisa menangkap Silent Rose dan memaksanya menghentikan bom.
Kau berpikir untuk menangkap Silent Rose dan memaksanya menghentikan bom, Dean? Kata-kata Christ sangat akurat, seolah dia telah membaca pikiran Dean.
Ya.. ehm aku..
Kesampingkan dulu pikiran itu, terlalu beresiko. Lebih baik ikuti dulu arah permainannya, dan kita lihat apa kita bisa memodifikasi bagaimana permainan itu berlangsung nantinya. Apa ada petunjuk?
Dia meninggalkan pesan semacam sandi di dinding ruangan ini. Semacam kombinasi angka dan simbol. Rio sedang berusaha memecahkannya. Dan dia mengatakan bahwa di setiap lokasi bom akan ada petunjuk dimana bom berikutnya berada
Kau tahu apa yang harus kau lakukan kan? Christ bertanya. Kemungkinan besar Silent Rose akan menggunakan kelengahan di saat kalian sedang memburu bom dan memecahkan sandi-sandi itu. Kau harus pastikan tidak ada satu orangpun berada di lantai yang sama dengan tempatmu berada sekarang. Apa ada bom yang sudah ditemukan?.
Dean memandang ke arah Rio yang tengah mengumpat kesal. Sepertinya sandi tersebut sulit untuk dipecahkan. Belum, sandinya cukup sulit sepertinya.
Aku coba bantu, Christ berujar pelan. Kirimkan aku foto sandi itu. Mari kita lihat kalau aku bisa memecahkannya.
Baiklah. Dean menutup panggilan, mengarahkan kamera ponselnya ke dinding dimana sandi itu dituliskan, memotretnya dan mengirimkannya via e-mail pada Christ Oackland.
Bagaimana Rio? Dean mendekat ke arah Rio. Rio mengusap-usap rambutnya dengan kesal.
Petunjuk ini kurang jawabnya. Aku bisa memecahkan pesan yang disampaikan, tapi disini tidak disampaikan dimana lokasi bom pertama! Rio menambahkan dengan gusar, sambil melirik ke jam tangannya. Waktu sudah tinggal lima menit lagi!!.
Sirene mobil kepolisian terdengar keras. Sudah waktunya tim gegana untuk sampai.
Apa yang kau dapatkan dari petunjuk ini? Dean bertanya lagi.
Rio menunjuk ke arah dinding. lihat deret angka ini? 1-koma-2. Itu semacam deret bilangan. Dan angka 6 ini membuatku tahu jumlah bom yang dipasang olehnya. Ada enam bom.
Bagus, lalu?.
Tanda lengkung diantara angka 1 dan 2. Dan angka 10 di atas tanda lengkung itu menandakan interval peledakan antar bom. Aku mengasumsikan bom kedua akan meledak sepuluh menit setelah bom pertama meledak dan seterusnya.
Lalu tanda silang ini?, Dean menanyakan sisa tanda terakhir. Dalam hati Dean memuji Rio yang mampu mengungkapkan banyak hal dari sandi yang cukup rumit seperti ini. Kenapa angka 1 disilang?.
Itu ejekan nada suara Rio dingin. pertanda bahwa bom pertama sudah dipastikan akan meledak. Dia tidak mencantumkan lokasi bom pertama disana. Bajingan itu sengaja tidak melakukannya!!. Rio menghantamkan tinjunya ke arah dinding, membuat seisi ruangan menatapnya takut.
Rio siapapun Silent Rose itu, dia pasti ada di dekat sini ucap Dean.
Ya, itu sudah pasti. Setidaknya dia pasti berada di tempat yang bisa digunakan untuk mengawasi pintu ruangan ini. Untuk memastikan Ahmadi Fahsa tidak keluar.
Hanya salah satu dari kita yang bisa keluar, dan itu kau. Kau akan memimpin tim gegana, tempatkan dua personel kita di luar pintu, saat ini evakuasi pasti sudah dilakukan. Pecahkan sandi-sandi dan gagalkan Silent Rose. Jika keadaan darurat, aku akan mencari cara untuk menyelamatkan semua orang disini Dean melayangkan pandangan ke arah jendela. Mungkin dengan helikopter.
Tiga menit lagi bom pertama akan meledak, dan hanya ada waktu enam puluh menit untuk menjinakkan semua bom.
Ya.. satu jam. Hanya ada satu jam.
Rio beranjak untuk meninggalkan ruangan, saat detektif muda itu hendak membuka pintu, Rio menoleh ke arah Dean. Menatap komandannya dengan tajam. Dean menangkap sedikit keragu-raguan dalam tatapan mata Rio.
Lakukanlah dengan baik, Rio!, ujar Dean seraya mensejajarkan jari-jarinya di kening, memberi penghormatan.
Siap laksanakan komandan!, Rio membalas dengan posisi hormat yang sama.
Satu jam saja.. pertunjukan ini hanya akan berlalu satu jam saja dan mungkin ini adalah satu jam terpanas, dalam hidup Detektif muda Rio dan Inspektor Dean.
BERSAMBUNG
Report content on this page
0 Komentar