Bab 6
Esok harinya adalah hari yang sibuk. Mereka berlima berpencar untuk menyebar angket survey ke beberapa desa terdekat, sebagian angket yang sudah disebar oleh Sandy hari sebelumnya dikumpulkan kembali. Setelah petang, barulah mereka kembali ke rumah pantai milik Ian itu.
Cintya dan Dimas adalah yang pertama kali kembali, disusul oleh Sandy yang menyebar angket sendirian, tidak lama kemudian Tommy juga sampai.
"Lho? Tom? Gea mana?" tanya Dimas saat melihat Tommy pulang sendirian.
"Tadi dia bilang ada yang ketinggalan di rumah Kepala Desa, trus gua disuruh duluan" jawab Tommy enteng sambil melenggang ke kamar mandi.
Pukul 20.00 malam Gea tak kunjung kembali, saat itulah Cintya dan teman-teman lainnya mulai merasa risau. Kepanikan terjadi 30 menit kemudian karena Gea belum juga pulang.
"Tom? Gea ke Kepala Desa mana?" Cintya terlihat risau sambil sesekali memandang keluar jendela.
"gua juga ga tau Cin... dia bilang supaya gua pulang duluan gitu aja.." Tommy menjawab cuek sambil menyeruput kopinya.
"Loe kenapa tega ninggalin cewek sih?. Ini kan tempat yang asing buat dia, buat kita juga!!" Dimas angkat bicara, nadanya meninggi.
"trus gua kudu gimana??!! Cewek-cewek anggota organisasi gua juga biasa jalan sendiri di gunung kok!! Tanya aja si Cintya!" Tommy menolak disalahkan.
"Dia kan bukan anggota organisasi loe dodol!!" Dimas berdiri menghadap ke arah Tommy dengan gusar.
"oke!!" Tommy ikut berdiri. kita susuri rute yang tadi gua ma Gea lewati. Cintya loe bareng Dimas, Sandy loe ikut gua!!.
Mereka bergegas hendak keluar saat Ian masuk ke dalam rumah karena mendengar nada Dimas dan Tommy yang seperti orang berantem. Saat Ian bertanya apa yang terjadi Cintya menjelaskan situasinya. Saat itulah tiba-tiba sebuah Land Cruiser hitam memasuki pekarangan rumah. Perhatian mereka beralih ke sosok yang turun dari mobil itu. Seorang pria tua kurus berkulit gelap turun dari mobil, diikuti dengan Gea.
"Gea! Dari mana aja sih loe? Kita semua khawatir tau!", Cintya menyambut Gea yang tampak kelelahan.
"Sorry all... gua tadi sedikit nyasar" jawab Gea sambil tersenyum-senyum simpul. "Eh iya! Kenalin nih... Pak Boris, ajudan Pak Anton. Dia yang tadi nganterin gua kesini".
Gea memperkenalkan pria tua yang mengantarnya. Pria tua itu mengulurkan tangan menjabat tangan mereka satu persatu. Cintya mempersilahkan Pak Boris masuk ke dalam rumah dengan sopan.
"Pak Anton mengundang adik-adik sekalian untuk hadir di jamuan makan malam besok malam, sekaligus membicarakan proyek akhir yang sedang dikerjakan oleh kalian" pak Boris bicara dengan nada teratur."pukul 7 besok malam saya yang akan menjemp terjemput.
"³³wah kayak apa aja kita pakai dijamu pak...", Dimas berkomentar. tapi kita memang rencana mau kesana besok, membicarakan soal survey lapangan yang rencananya dilakukan lusa.
Pak Boris mengangguk-angguk mendengar penjelasan dari Dimas, Cintya, Gea dan Tommy tampak menyimak dengan seksama. Tapi Sandy terlihat sangat serius memperhatikan sikap Pak Boris.
"baik, begitu saja, saya jemput besok malam jam 7, soal survey, baiknya adik bicarakan dengan Pak Anton saja langsung" ucap Pak Boris seraya beranjak pamit. Mereka berlima mengantar Pak Boris sampai mobil, tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Pak Boris yang sudah mengantarkan Gea.
Mobil meninggalkan halaman, sebuah senyum aneh tersungging di bibir Pak Boris.
*_*_*
Setelah itu, Gea beranjak ke kamar mandi, sementara yang lain sibuk mempersiapkan form-form yang akan disebar esok harinya. Sandy tampak asyik memilah-milah hasil angket yang sudah didapatnya hari ini, Ian membantu mereka sambil sesekali melirik ke arah jarum jam. Tak lama kemudian Gea bergabung dengan mereka. Tanktop kuning dan hotpants menjadi busana-nya malam ini. tubuh seksi Gea yang setengah-basah membuat dia tampak sangat menarik.
"Laut itu kayak gimana sih Ian? tanya Gea dengan nada yang sangat manja. Membuat raut wajah Cintya mendadak berubah jadi sebal.
"Aku bukan sesuatu yang pantas diketahui wanita", jawab Ian sambil tersenyum, Gea mencibir manja mendengarnya.
"jahat ih... jawabannya dingin gitu", ujarnya makin manja. Gea makin mendekatkan duduknya ke arah Ian.
"Laut itu kejam... bukan sesuatu yang baik untuk wanita..", tambah Ian lagi, nadanya masih terdengar dingin.
"gunung dan hutan juga kejam" potong Cintya, nadanya mencerminkan ketidak setujuan terhadap apa yang baru saja diucapkan Ian. "tapi kami para wanita juga masih bisa menaklukkan gunung"
"daratan masih punya toleransi, tapi tidak laut"
"jadi maksudmu cewek ga bisa naklukin laut gitu?!", Nada suara Cintya terlihat makin emosi.
"aku belum melihat ada yang bisa, khususnya cewek kota", jawab Ian tanpa merubah nada dan ekspresinya.
"Hello?? Ini udah abad 21!! Apa yang bisa dilakukan cowok pasti bisa dilakukan cewek! Jangan sombong cuman karena hidup loe diberantakin laut deh!!", Cintya kini benar-benar emosi, sesaat dia menyesali kata-kata menusuk yang baru saja keluar dari mulutnya.
Ian hanya diam tidak menjawab. "maaf, aku permisi dulu" ujarnya sambil beranjak meninggalkan mereka.
"loe kenapa sih Cint?*, hanya itu yang keluar dari bibir Tommy setelah Ian pergi. Cintya tidak menjawab, dalam hati dia menyesal telah mengungkit-ungkit soal masa lalu Ian, Cintya memang tidak suka jika ada cowok yang mempermasalahkan perbedaan gender, dia menganggap kata-kata Ian tadi sama saja dengan merendahkan wanita, maka dia membalasnya begitu saja.
Tidak ada yang berkomentar tentang kejadian itu, semua diam. Dimas dan Gea menatap Cintya dengan pandangan yang mengatakan 'kau ini kenapa?'. Tidak lama setelah itu, suara deru mesin perahu terdengar bergerak menjauh dari rumah itu.
*_*_*
Kamar tidur dengan cat putih bersih yang menjadi kamar tidur para cewek terlihat nyaman. Cintya sedang berbaring di atas kasur empuk dengan sprei biru laut bermotif bunga matahari. Pintu kamar terbuka, Gea masuk dan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur, Lekuk sintal tubuh Gea tampak panas dibalut dengan lingerie berwarna pink lembut yang dikenakannya malam ini. Gea menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, tepat disamping Cintya.
"Loe jahat banget sih tadi Cint..?", Tanya Gea sambil merapatkan tubuhnya ke Cintya.
"iye gua tau.. gua kelepasan aja itu" Cintya tidak mengalihkan perhatiannya dari ponselnya. "Sinyal disini suka ilang nih... kayak kamu yang ngilang tadi. Kemana loe Ge?"
"Hmm... want to know ajah" jawab Gea sambil makin merapatkan tubuhnya ke sebelah Cintya. "Ntar kalo gua ceritain loe malah pengen..."
Cintya menoleh ke arah Gea. "Ihh.. apaan sih? Emang loe habis gituan ya?" selidiknya sedikit penasaran.
Gea merapatkan tubuh sexynya ke badan Cintya. "Tadi sehabis si Tommy pulang gua minta bantuan Kepala Desa supaya polling gua disebarin ama beliau. Tadinya beliau keberatan soalnya beliau kan cukup sibuk melaut. Karena gua males banget kalo harus keliling-keliling kayak tadi gua ajak aja beliau ML, asal dia mau bantuin gua".
"Eh busyet! Loe gila ya?" Cintya berkomentar sedikit keras namun tetap menunggu cerita Gea.
"Ya.. sebenarnya sih gua penasaran ama barangnya si Kades", Tangan Gea mulai membelai perut rata Cintya. Cintya berusaha menepis, namun Gea memberikan isyarat agar Cintya tetap diam. Gea sengaja bercerita di dekat telinga Cintya dengan tujuan menggoda Cintya.
"Tadinya Kades menolak karena takut ketahuan istrinya, lantas aku bertanya apa tidak ada tempat yang aman, dan beliau lalu mengajakku ke sebuah gudang tempat menyimpan beras di belakang kantor desa. Disana ada tiga hansip yang berjaga. Entah apa yang dikatakan Pak Kades kepada ketiga hansip itu, yang jelas, salah satu hansip menyerahkan kunci gudang ke Pak Kades. Aku dan Pak Kades berdua masuk ke dalam gudang itu sementara ketiga hansip itu berjaga di luar seperti biasa"
Tangan Gea mulai merayap ke buah dada Cintya saat dia melanjutkan ceritanya, Cintya tampak tidak menghiraukan tangan Gea. "Begitu kami di dalam, Pak Kades yang hitam renta itu memelukku dari belakang dan meremas kedua payudaraku seperti ini..."
"Enngghh...." Cintya melenguh pelan saat Gea mulai meremas dada kanannya yang masih terbungkus T-Shirt. Dengan lihai Gea meremas dada Cintya lembut.
"Tidak lama kemudian, tangan Pak Kades sudah menyusup ke dalam tank-topku, dan seperti yang loe tau, kulit tangannya yang kasar itu segera bersentuhan langsung dengan payudaraku karena gua kan ga pake bra"
Gea menyusupkan tangannya ke dalam kaos Cintya, langsung menyusup ke balik branya dan meremas bukit kembar Cintya dari dalam kaos. Puting susu Cintya yang memang sensitif segera membawa kenikmatan baginya, lenguhannya makin keras saat Gea memilin putingnya. Cintya sudah pasrah terhadap perlakuan sahabat gilanya ini.
"Gua raba selangkangan Pak tua itu dan meremas batang penisnya yang ternyata sudah tegang, aku hanya meremasnya beberapa kali, namun Pak Kades tampaknya tidak sabaran, beliau langsung menarik tank-topku ke atas dan membuangnya ke tumpukan karung beras, badan gua dia balik sampai berhadapan dengannya, harusnya loe liat bagaimana wajah mupeng si Kades waktu dia lihat dada gua. Pak tua itu langsung ngeremas dada kanan gua dengan kasar dan mulutnya langsung nyosor ke dada kiri gua, kasar banget, tapi gua ngerasa enak bangeet..."
Gea mengangkat kaos yang dikenakan Cintya, Cintya membantunya hingga kaos itu tanggal, tidak berhenti disitu, Gea segera menanggalkan bra yang dikenakan Cintya, buah dada 34 C milik Cintya terpampang menantang, Gea menggunakan jari-jarinya untuk meremas dan memilin kedua puting Cintya bergantian.
"Saat dia sibuk ngisep dada gua, gua lanjutin ngeremes batangnya, nggak lama dia plorotin rok gua dan dia lepas CD gua, waktu itu gua kaget karena pintu dibuka, tiga hansip yang jaga diluar ngeliatin gua yang lagi di grepe-grepe ama si Kades"
Tanpa aba-aba, tangan Gea sudah menyusup ke balik celana dalam Cintya dan memainkan klitorisnya. Cintya memejamkan mata, badannya sedikit mengejang saat Gea memainkan klitorisnya.
"Begitu gua telanjang bulat, si Kades langsung buka celananya, gua dibaringkan di lantai, trus tanpa nunggu meki gua basah, Pak Kades udah ngarahin batangnya ke meki gua. Uuhh.. gua masih inget rasa sakit campur nikmat saat punya si Kades itu maksa masuk ke meki gua yang belum terlalu basah"
Cinthya sudah tidak perduli dengan cerita Gea, kini dia terpejam pasrah menikmati jari jemari Gea yang sudah bergerak keluar masuk ke liang kenikmatannya, membuat vaginanya jadi semakin basah. Cintya tidak lagi melenguh, kini dia mendesah keenakan, badannya bergoyang mengimbangi kocokan jari Gea.
"Gua gak akan lupa rasanya waktu punya si Kades ngejarah meki gua, nafsunya gede tuh Pak Tua, doi nyodok kenceng dan keras banget, sampai pegel rasanya punggung gua kena lantai gudang yang keras. Tapi jujur gua nikmatin banget, apalagi tambah lama kocokannya tambah kenceng, bikin gua gak tahan dan gua nyampe..." Gea menghentikan ceritanya sejenak, mempercepat kocokan jarinya di vagina Cintya, nafas Cintya tersengal-sengal, dia memeluk erat sahabatnya itu.
"Gak lama kemudian giliran si tua itu yang ngecrot, agak kecewa juga sih karena ternyata dia gak cukup tahan lama. Dia genjot gua udah kayak setan, dimasukin tuh barangnya dalam-dalam, waktu itu gua sadar kalo gua lagi subur, gua minta dia keluarin di luar tapi Pak tua itu kayaknya gak peduli, dia tumpahin semua pejunya di dalam meki gua, gua nyampe lagi waktu dia semprotin, anget banget rasanya Cin..."
Cintya tidak menjawab lagi, nafasnya tersengal-sengal, dia memandang ke arah Gea dengan sayu, Gea tau betul kalo sahabatnya ini meminta orgasme lewat pandangannya. Gea melepaskan hotpants yang dikenakan Cintya berikut dengan celana dalamnya dan memeluk tubuh telanjang Cintya sambil jarinya terus bermain di titik sensitif di dinding kemaluan Cintya. Mereka lantas berpagutan, larut dalam sebuah ciuman hangat dan panas sebelum akhirnya Cintya mengerang tertahan, tubuhnya mengejang, pertanda dia telah mencapai orgasmenya.
"Loe udah lama gak orgasme ya Cin? Banjir banget" komentar Gea melihat banyaknya cairan yang keluar dari vagina Cintya. "Loe muna sih, gak perawan aja masih aja gak mau ML. Gini nih akibatnya"
Cintya tidak menjawab, nafasnya tersengal-sengal, dia masih lemas akibat orgasme yang sudah lama sekali tidak dia rasakan. Gea beranjak dari ranjang.
BERSAMBUNG
Report content on this page
0 Komentar