TEMAN BISNISKU PART 9

 

Banyak sekali yang kulakukan bersama Raisha di kamar luas itu. Aku menilai bahwa Raisha sangat energik dalam melakukan hubungan seksual denganku, terkadang seperti orang kelaparan, menemukan makanan enak, lalu dengan rakus menyantapnya. Bahkan lebih dari itu. Orang kelaparan setelah menemukan makanan banyak, tentu ada kenyangnya. Tapi Raisha seperti tak kenyang-kenyang. Sampai sore aku masih bergumul dengannya, untuk memuasi hasratnya.




Untungnya aku sudah mempersiapkan diri dengan obat (yang lumayan mahal), yang berhasil membuat staminaku edan-edanan juga.




Kamar luas itu ada bagian yang dibatasi dengan partisi kayu berukir. Di bagian itu aku bisa menikmati indahnya view di luar villa, lewat dinding kaca yang lebar. Tanpa takut ada yang melihat, karena kacanya sudah ditempeli plastik one way vision yang tidak menghalangi pandangan dari dalam ke luar, tapi dari luar tak bisa melihat ke dalam. Lagipula dinding kaca itu menghadap ke jurang terjal, sehingga tak mungkin ada orang yang mengintip meski aku melakukan apa pun di sini.




Setelah menyantap makanan yang diantarkan oleh pelayan villa, aku dan Raisha duduk di ruangan bersekat kayu ukiran itu.




Raisha sudah mengenakan lagi gaun hitamnya, aku pun sudah mengenakan pakaian lagi. Tapi aku tahu Raisha tak mengenakan pakaian dalam lagi di balik gaun hitamnya itu.






"Sudah puas?" tanyaku ketika Raisha merebahkan kepalanya di pahaku, di sofa yang menghadap ke dinding kaca itu.


"Sangat puas," sahutnya dengan senyum manis, "tapi waktu kita kan lumayan banyak. Pulangnya Senin siang kan?"


"Iya," aku mengangguk sambil mempermainkan hidung Raisha yang mancung meruncing itu, "pernah nyangka gak bakal mengalami kejadian ini?"


"Gak. Tapi jujur aja, dari dulu juga saya sudah simpati sama Mas Yadi..."


"Sama. Saya juga seneng sama Raisha yang manis. Tapi saya gak berani macam-macam, karena Raisha istri sahabat saya sendiri."


"Dan sekarang saya sudah Mas miliki kan?"


"Iya sayang..." ucapku disusul dengan kecupan mesra di bibir sensual Raisha, "Sudah berani melakukan rencana nanti malam?"


"Emang rencananya gimana?" Raisha menatapku, tapi sambil menarik ritsleting celanaku, lalu menyembulkan batang kemaluanku yang masih lemas....dan menciuminya.


"Nanti malam kita ML di sofa putih ruang cengkrama itu."


"Hanya kita berdua?"


"Foursome. Kita berdua ML, Edo juga ML dengan istri saya."


"Hmm...pasti seru....tapi bakal bikin degdegan juga kale..."


"Iya...biar kita benar-benar menyatu...jadi keluarga besar...hahahahaaa...."






Raisha tak bisa menjawab, karena mulutnya mulai mengulum penisku yang masih lemas ini. GIla. Permainan oralnya terasa enak sekali. Lidah dan bibirnya seperti sudah terlatih untuk mengoral penis. Sehingga penisku mulai bangkit sedikit demi sedikit. Dan akhirnya "siap tempur" lagi alias ngaceng berat !




Tak cukup dengan itu saja. Raisha menyingkapkan gaunnya tinggi-tinggi, sampai tampak kemaluan berjambut tebalnya. Lalu ia memegang batang kemaluanku...mendudukinya sambil memasukkannya ke dalam liang meqinya.




Aku pun berusaha menurunkan celana panjangku, sementara Raisha berhasil membuat batang kemaluanku melesak separuhnya.




Desir-desir kehangatan yang nikmat ini pun terjadi lagi. Raisha duduk menghadap padaku, sementara pinggulnya enjot-enjotan...membuat batang kemaluanku dibesot-besot oleh liang meqinya yang sudah membasah tapi tetap sempit itu.




Aku pun tak bisa berbuat banyak selain mendekap pinggangnya dan sesekali mendesakkan batang kemaluanku agar membenam sejauh mungkin.




Semua ini kami lakukan tanpa telanjang. Raisha hanya menyingkapkan gaunnya, sementara aku pun cuma menurunkan celanaku sebatas lutut. Toh bisa juga aku mengalami nikmatnya pergesekan penisku dengan liang vagina Raisha.




Tapi pada satu saat aku membisiki Raisha, "Jangan terlalu habis-habisan. Harus disisain tenaga untuk foursome nanti malam..."




"Hihihi...iya ya...abisnya enak sih...."






Aku bertahan agar jangan sampai ngecrot lagi. Maka setelah Raisha mencapai orgasme, kucabut batang kemaluanku dari liang meqinya yang sudah banjir lendir. "Mending kita mandi yuk...biar seger. Hari sudah mulai malam tuh...janjinya kita ngumpul di ruang cengkrama," kataku setengah berbisik.






"Ayo...nanti sabunin memek saya ya...." sahut Raisha dengan sikap manja.


"Iya, iya," aku mengangguk sambil menahan tawa.






Aku yakin istriku tak secentil Raisha. Tapi siapa tahu di kamar satu lagi itu ia sedang secentil-centilnya bersama Edo.




Di kamar mandi aku dan Raisha saling menyabuni. Bahkan aku senang sekali menyabuni kemaluan Raisha yang berbulu lebat itu. Tapi aku tidak menyetubuhinya, karena sebentar lagi aku akan berkumpul dengan Edo dan istriku di ruang cengkrama yang ada sofa putihnya itu.




Ketika aku selesai mandi terdengar pelayan villa sedang berbicara dengan Edo. Mungkin sedang menyiapkan makan malam. Aku dan Edo sudah minta agar pelayan villa menyiapkan breakfus, lunch dan dinner. Tentu saja dengan biaya terpisah dari sewaan villa. Dan tampaknya pelayan villa sudah tau apa yang harus dilakukannya, karena menurut keterangan Edo, villa ini sering disewa oleh orang-orang gedean, bahkan orang asing pun suka menyewanya.




Belakangan aku tahu bahwa pemilik villa ini orang asing yang punya istri orang Indonesia. Villanya banyak. Dan villa-villa itu sengaja dibangun untuk tujuan komersil. Bahkan menurut keterangan pelayan, villa yang kami sewa ini adalah model yang terkecil, dalam arti cuma punya dua kamar. Di daerah lain ada yang 5-6 kamar. Dan kamar-kamarnya luas-luas semua.




Ketika aku dan Raisha keluar dari kamar, kulihat Edo sudah duduk berdampingan merapat dengan istriku di sofa putih ruang cengkrama (mungkin lebih tepat disebut family room). Istriku kelihatan pucat sekali. Hmm...mungkin Edo sudah habis-habisan menggasaknya tadi. Membuatku cemburu. Tapi di balik cemburu ini gairahku menggelegak. Terlebih ketika melihat sikap istriku yang tampak malu-malu dilihat olehku.




Namun Raisha pun duduk merapat padaku, dengan sikap seolah-olah tidak ada suaminya di ruangan itu.




Edo bangkit sambil meraih pergelangan tangan istriku,"Sekarang kita makan malam dulu yok," ajaknya.




Aku mengangguk. Raisha mendekati istriku. Lalu mereka berpegangan tangan menuju ruang makan sambil berbicara setengah bisik-bisik.






Pada saat itulah Edo berbisik padaku, "Luar biasa Boss. Dengan Mbak Erni, rasanya seperti sedang bersama artis saja. Cantik dan mulus segalanya."






Aku terkesiap mendengar pujian itu. Tapi aku pun menjawabnya, "Raisha juga luar biasa. Masih sempit banget. Seperti belum punya anak."




"Tadi main berapa set?" tanya Edo dengan senyum.


"Cuma dua set," sahutku sejujurnya.


"Hahahaaa...kita kompak banget Boss. Kami juga cuma dua set."






Di ruang makan, Edo tetap duduk berdampingan dengan istriku, berhadapan denganku dan Raisha.




Sebelum makan, Edo mengeluarkan secarik kertas lalu membacanya dengan suara agak keras, "Sebelum kita mulai makan, saya akan bacakan apa yang sudah menjadi kesepakatan di antara saya dan Pak Yadi, sebagai berikut.......Satu....selama kita berada di villa ini, Raisha menjadi milik Pak Yadi, sementara Mbak Erni menjadi milik saya. Dua....acara malam ini kita berempat menyatu di ruangan besar tadi, untuk bercinta sepuasnya dengan miliknya masing-masing. Lalu masuk ke kamar masing-masing seperti tadi. Acara besok dan selanjutnya kita tentukan kemudian. Betul begitu, Boss?"






"Ya," aku mengangguk, "Jadi setelah acara foursome di family room nanti, dengan sendirinya Erni tidur pun dengan Edo, dan aku tidur dengan Raisha."


"Iya," Edo mengangguk, "Ada yang keberatan?"




Baik Raisha maupun istriku cuma cengar-cengir.




"Oke, kalau begitu mari kita mulai makan," kata Edo.


"Ya...mulai malam ini kita berempat sudah menjadi suatu kesatuan. Dan semoga kita selalu kompak, perkawinan kita tetap utuh, bahkan harus semakin kokoh."






Lalu kami menyantap makanan yang sudah dihidangkan oleh pelayan villa.




Selesai makan, Edo berkata, "Supaya tidak jenuh, sambil menurunkan isi perut kita, bagaimana kalau kita cari udara segar di kolam renang?"




"Oke," kataku sambil bangkit dari kursi makan dan meraih pergelangan tangan Raisha. Lalu kami melangkah ke bagian belakang villa itu. Ke pinggiran kolam renang yang diterangi lampu-lampu natrium terang benderang bahkan sedikit menyilaukan.






Pelayan villa nyamperin. Bertanya kepada Edo, "Mau dipanaskan air kolamnya Pak?"




"Lho...emang bisa?" Edo balik bertanya.


"Bisa," sahut pelayan, "kan kolam ini bisa dialiri air panas mineral."




Kami lalu sadar. Bahwa villa itu tidak terlalu jauh dari gunung berapi.




"Iya, panaskan saja," kataku, "dingin begini bisa beku darah kita kalau berenang nanti."


"Emang mau berenang?" tanya Raisha.


"Iya," sahutku, "kalau air panas mineral sih mau juga berenang, kan bagus buat kulit kita."


"Tapi saya gak bawa baju renang, Mas," Raisha seperti bingung.


"Telanjang aja."


"Gila!" Raisha mencubit lenganku, "keliatan pelayan nanti gimana?"


"Mmm...pake bra dan celana dalam aja."


"Mas...." Raisha berbisik ke dekat telingaku, "Saya sekarang gak pake celana dalam maupun bra."


"Ya udah...ambil dulu gih..."


"Anterin...takut..." lagi-lagi Raisha memperlihatkan sikap manjanya.






Akhirnya kuantarkan juga Raisha ke dalam villa. Di dalam kamar Raisha berbisik di telingaku, "Mas...kalau saya ketagihan pengen ML lagi sama Mas....boleh kita ketemuan berdua aja?"




"Hmm?? Tetap harus minta izin dulu sama Edo," sahutku. Sementara Raisha melepaskan gaunnya, lalu mengenakan celana dalam dan branya.


"Yaaahhhh...kalau minta izin dulu sama juga bo' ong. Ujung-ujungnya pasti minta foursome lagi."


"Belum tentu. Kalau istri saya minta izin mau ketemuan sama Edo juga pasti saya izinkan. Asalkan benar-benar sama Edo."


"Hmmm...." Raisha memeluk pinggangku, "Gak tau nih...Mas bikin saya ketagihan. Suatu saat nanti pasti saya pengen ketemuan lagi."


"Nanti saya rundingkan point itu dengan Edo."


"Apanya yang dirundingkan?"


"Ya...misalnya Raisha pengen ketemuan denganku, perlu minta izin dulu gak? Begitu pula kalau Erni mau ketemuan dengan Edo perlu minta izin dulu gak? Kalau sudah ada kesepakatan tak usah minta izin dulu kan gak ada perasaan mengkhianati persahabatan."






Raisha mengangguk-angguk. Lalu kataku, " Jangan berpikir jauh-jauh dulu. Sekarang kita nikmati aja apa yang bisa kita lakukan di villa ini. Oke?"


"Iya Mas..."






Tak lama kemudian kami sudah berada di pinggir kolam renang lagi. Ada beberapa kursi malas di sekeliling kolam renang itu. Dan istriku tampak merebahkan diri di atas kursi malas itu, sementara Edo rebah di kursi malas di sampingnya.




Air kolam renang itu mulai mengepulkan uap, berarti air panas mineralnya sudah cukup banyak dialirkan ke kolam renang itu. Aku pun mencelupkan tanganku ke air kolam itu. Ternyata sudah cukup hangat.






"Udah panas !" seruku, "Lets swim....!"






Kulepaskan baju dan celana panjangku, lalu kulemparkan ke salah satu kursi malas yang masih kosong. Dan dalam keadaan cuma bercelana dalam aku melompat ke kolam renang berair hangat itu....byuuuuurrrrrrrrrrr....!




Raisha pun menanggalkan gaunnya, lalu meletakkan gaun itu di atas pakaianku. Dalam keadaan cuma mengenakan bra dan celana dalam, ia pun melompat ke kolam........... byuuurrrrrrr...!




Menyenangkan juga. Di hawa dingin begini berenang dalam kolam air panas mineral. Tampaknya Raisha jago juga berenangnya. seperti ikan lumba-lumba, hilir mudik di kehangatan air panas bumi...




Tak lama kemudian istriku juga melompat ke dalam kolam, dengan cuma mengenakan bra dan celana dalam, diikuti oleh lompatan Edo....byurrrrrrrrrrrrrr.....byuuuurrrrrrrrrrrrr...!




Ada kecemburuan lagi menjalar di dalam batinku. Karena kulihat Edo dan istriku berenang demikian mesranya. Berpelukan sambil berdiri, lalu Edo menyelam dalam posisi menelentang persis di bawah istriku. Tak begitu jelas apa yang mereka lakukan, karena Edo berada di dalam air. Tapi pekik-pekik centil istriku sering terdengar. Dan gilanya, melihat mereka mesra begitu saja gairahku jadi bangkit.




Maka beberapa saat kemudian aku mengajak Raisha untuk naik ke pinggiran kolam renang, lalu berlari-lari kecil sambil mengepit pakaian masing-masing ke dalam kamar kami.




Tanpa ragu Raisha menanggalkan bra dan celana dalamnya, lalu mengelapnya dengan handuk yang villa sediakan.






"Gak usah pake baju lagi," kataku, "kita kan ada acara telanjang di sofa putih itu. Lilitkan aja handuknya, biar nanti gampang...tinggal narik handuk langsung josss...."


"Hihihihi...." Raisha cekikikan. Lalu mengikuti anjuranku. Setelah menggosok-gosokkan handuk ke rambutnya, ia melilitkan handuk itu ke badannya, cuma menutupi perut sampai paha. Sementara payudara indahnya terbuka bebas.






Aku pun melakukan hal yang sama. Kulepaskan celana dalam yang basah kuyup itu, lalu kukeringkan badanku dengan handuk yang lain. Dan kulilitkan handuk di badanku. Lalu iseng menepuk-nepuk payudara Raisha dan sama-sama melangkah ke ruangan bersofa putih itu. Raisha bergidik-gidik sambil bergumam, "Hiii...jadi dingin banget rasanya."




Kuambil botol red wine dan menuangkan isinya ke gelas yang kosong.Dan menyerahkannya kepada Raisha, "Minum dulu, biar gak kedinginan."




Raisha mengangguk dan langsung meneguk red wine itu sampai habis. Sementara aku pun sudah meneguk minuman yang kadar alkoholnya jauh lebih tinggi.




Tak lama kemudian Edo dan istriku muncul. Dalam keadaan yang sama seperti aku dan Raisha berlari masuk ke dalam villa ini. Edo cuma mengenakan celana dalam yang basah kuyup, "Kita kok bisa lupa bawa handuk tadi ya?" cetusnya yang kujawab dengan senyum saja. Karena kulihat istriku cuma mengenakan bra dan celana dalam yang basah kuyup...yang membuatku termangu adalah tipisnya celana dalam itu, basah kuyup pula, sehingga menjadi transparan....kemaluannya tampak jelas meski ditutupi celana dalam itu ! Lalu mereka masuk ke dalam kamarnya.




Sementara Raisha malah menuangkan lagi red wine ke gelasnya yang sudah kosong. Lalu meneguknya. Mungkin ia pun sedang menindas perasaan cemburunya, karena melihat suaminya sedang bersama istriku yang tampak sangat erotis. Aku pun tak mau kalah, kutuangkan lagi minuman ke gelasku, lalu meneguknya sampai habis.




Dan badan kami mulai dijalari hawa panas, berhasil mengusir dinginnya udara di daerah perbukitan ini.




Tak lama kemudian Edo dan istriku muncul, dalam keadaan yang sama seperti aku dan Raisha. Hanya melilitkan di badan mereka. Dan sepasang payudara istriku yang montok itu pun terbuka bebas, sama seperti keadaan Raisha.






"Minum dulu...biar gak kedinginan," kataku kepada Edo.






Edo mengangguk dan menuangi gelas kosong dengan minuman. Red wine untuk istriku, yang lebih keras buat Edo sendiri.




Dalam beberapa hal, minuman beralkohol ada beberapa pengaruh positif bagiku. Asalkan jangan minum sampai teler. Sebatas yang diperlukan saja.




Terbukti dengan apa yang kualami. Setelah merasa pengaruh alkohol cukup menghangati tubuh dan benakku, tenang saja aku menarik handuk yang melilit di tubuh Raisha, sehingga ia menjadi telanjang bulat. Lalu kutelentangkan ia di sofa putih berbentuk hurup L itu, sementara Edo dan istriku berada di sisi lain. Mereka pun melakukan hal yang sama. Kepala istriku berada di sudut sofa, hampir bersentuhan dengan kepala Raisha yang berada di sisi lain tapi mengarah ke sudut yang sama.




Sekilas tampak Raisha saling lirik dengan istriku. Tapi lalu menatap plafon gipsum putih.




Ketika aku mulai menjilati kemaluan Raisha yang berbulu lebat ini, Edo pun melakukan hal yang sama....mulai menjilati kemaluan istriku yang selalu dicukur habis.




Setelah merasa cukup memberi pelumas di kemaluan Raisha, aku pun tak mau berbasa basi lagi. Kulepaskan handukku, lalu kuterkam tubuh bugil itu. Sesaat kemudian aku telah berhasil membenamkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaan Raisha. Sesaat kemudian Edo pun sudah berhasil membenamkan batang kemaluannya ke liang vagina istriku.




Desir-desir aneh berkecamuk di dalam batinku. Betapa tidak. Kulihat dengan nyata betapa Edo sudah mulai mengayun batang kemaluannya di dalam liang kewanitaan istriku. Dan kecemburuanku menjalar-jalar ketika istriku mulai merintih-rintih histeris setelah Edo makin gencar mengenjotnya.




Tapi aku pun tak mau kalah. Dengan ganas kuayun batang kemaluanku di dalam liang meqi Raisha. Dan Raisha pun mulai merintih-rintih histeris.




Meskipun aku bersahabat dengan Edo, tapi malam itu kami seolah ingin memperlihatkan kelebihan kami masing-masing...kelebihan di atas perut perempuan. Mungkin aku curang, karena diam-diam sudah menelan obat khusus untuk mempertangguh kejantanan. Sehingga aku tetap ganas mengenjot meqi Raisha, tanpa merasakan gejala-gejala mau ejakulasi. Rasanya masih jauh....jauh sekali.






Raisha pun mulai merengek manja malu, "Maaaas....oooh....sya udah mau keluar.....percepat lagi Mas...nah gitu...oooh...ooooh....oooohhhhhhhhhhhhhhhhhh...."






Raisha berkelojotan seperti ayam sekarat. Lalu mengejang sambil menahan napasnya. Dan menggeliat diiringi lenguhan nikmatnya.....aaaaaaaaaaaaaaahhhhh.....




Tak lama kemudian istriku juga merintih...dengan bunyi yang mirip dengan rintihan Raisha tadi, "Dooo...oooh...saya mau keluar Doooooo....."






AKu mencuri pandang dengan sudut mataku, betapa gilanya istriku menggeliat dan berkelojotan...lalu mendekap leher Edo sambil mengejut-ngejut.....kemudian terkulai lemah. Pasti istriku juga sudah mencapai titik orgasmenya.




Tapi aku dan Edo masih tetap garang. Masih tetap mengayun batang kemaluan kami, tanpa mempedulikan apa-apa lagi, kecuali enaknya liang kewanitaan yang sedang kami gesek dan gasak.

Posting Komentar

0 Komentar