Kisah yang kualami di villa itu terasa sangat membekas di hatiku. Dan pengaruhnya sangat besar bagi diriku maupun bagi Erni. Tentu ada negatifnya. Tapi aku mau positif thinking saja.
Aku masih ingat benar di malam pertama aku tidur sambil memeluk tubuh Raisha di kamar, setelah letih bersetubuh di ruangan bersofa putih itu, aku merinding-rinding juga....karena membayangkan istriku juga pasti sedang berada di dalam dekapan Edo.
Namun khusus untuk gairahku, semua yang terjadi di villa itu membuatku jadi perkasa. Setelah berada di rumah pun aku jadi rakus. Menggauli istriku dengan perkasa. Terlebih setelah melihat video hasil tukaran dengan Edo, video istriku waktu pertama kali disetubuhi oleh Edo di kamar mereka itu.....wow....rasanya aku seperti mendapatkan obat yang mujarab. Setiap kali aku menonton video Edo ML dengan istriku itu, kecemburuanku bangkit. Berkobar. Namun di sisi lain nafsu birahiku jadi ikut bergejolak. Maka setiap kali aku selesai menonton video persetubuhan istriku dengan Edo itu, selalu saja aku meminta "jatah" kepada istriku.
"Benar kan? Aku jadi bergairah terus padamu kan?" bisikku setelah selesai melakukan persetubuhan dengan istriku.
"Iya," sahut istriku sambil tersenyum, "Tapi...emang nantinya Abang mau ngajak Edo dan Raisha lagi untuk melakukan seperti yang di villa itu?"
"Tentu saja," sahutku sambil membelai rambut istriku, "tapi jangan terlalu sering. Paling juga sebulan sekali. Lagian nanti sih gak usah pake villa yang mahal seperti itu. Kita bisa cari hotel murah tapi bersih. Kita booking dua kamar. Yang satu untuk Edo denganmu, yang satu lagi untuk Raisha denganku."
Istriku tak menjawab. Ia cuma menatap langit-langit kamarku. Entah apa yang sedang dipikirkannya.
Tiba-tiba aku teringat kata-kata Edo tadi siang, "Nanti kalau kita sudah jenuh lagi di rumah, Boss bisa kan nemenin saya untuk threesome dengan istri saya?"
"Eh...tawaran yang menarik. Kapan-kapan boleh juga Edo nemenin saya untuk threesome dengan istri saya. Kan biar tetap adil."
"Siap Boss !"
"Jangan panggil saya boss-boss terus ah. Edo kan bukan anak buah saya. Kita sejajar, dua sahabat yang selevel."
"Hehheehe...udah kebiasaan manggil gitu sih. Mmm...panggil apa ya? Bang aja ya...usia saya kan enam bulan lebih muda."
"Iya bolehlah. Pokoknya di antara kita sudah gak ada rahasia lagi. Jadi gak perlu terlalu banyak basa-basi. Biar aja yang lain manggil boss, tapi Edo jangan pakai istilah itu."
"Baik Bang."
Percakapan dengan Edo itu masih terngiang-ngiang terus di telingaku. Ketika melirik ke arah istriku, aku membayangkan jika hal itu terjadi....jika aku mengundang Edo ke dalam kamar ini, lalu bergantian menyetubuhi istriku...pasti akan menjadi sesuatu yang luar biasa. Di saat lain, aku pun akan berkesempatan menyetubuhi Raisha, bergiliran dengan suaminya. Tanpa harus bayar villa maupun hotel. Murah meriah.
"Kisah kita di villa itu...bagaimana kesannya di hatimu, sayang? Menyenangkan?" tanyaku kepada istriku. Ini untuk pertama kalinya aku menanyakan hal itu.
Istriku cuma tersenyum.
"Jawab dong sayang....menyenangkan apa gak?" desakku.
"Sepulangnya dari sana aku kan gak pernah protes. Jadi...Abang bisa nilai sendiri dong."
"Jadi kamu juga senang dengan acara di villa itu kan?"
Sebagai jawaban, istriku mencium bibirku. Dan mendekapku erat-erat.
"Nanti kapan-kapan kita bisa ajak Edo ke kamar ini."
"Dengan Raisha?"
"Nggak. Edo aja sendiri."
"Terus?"
"Ya kita cobain juga threesome...."
"Iiiih...."
"Pasti fantastis deh. Aku dan Edo bergiliran menyetubuhimu, sayang."
"Kasihan Raisha dong Bang. Dia jadi pihak yang dikhianati."
"Nggak. Aku dan Edo akan berbuat seadil-adilnya. Secara bergiliran aku pun akan menggilir Raisha. Jadi misalnya satu malam, Edo diajak ke sini, di kesempatan berikutnya aku yang diajak ke rumah Edo."
"Emangnya Abang udah punya kesepakatan baru dengan Edo?"
"Iya. Kamu setuju kan?"
"Mmm....aku sih terserah Abang aja. Tapi Abang jangan salah faham. Semua yang telah kulakukan itu adalah demi Abang. Yang penting rumah tangga kita jangan sampai retak."
"Aku jamin itu."
Istriku memegangi pergelangan tanganku. Lalu tertidur, dengan tangan masih memegang pergelangan tanganku.
Aku belum ngantuk, malah ingin nonton sepakbola liga Inggris di ruang keluarga. Maka kulepaskan genggaman istriku dengan hati-hati. Lalu kututupi badannya dengan selimut. Dan melangkah ke ruang keluarga. Kuhidupkan televisiku. Kesebelasan favoritku (Liverpool) belum main juga.
Maka iseng kutelepon Edo.
"Lagi di mana Do?"
"Lagi di jalan Bang. Baru pulang dari rumah saudara."
"Sama Raisha?"
"Nggak. Sendirian aja."
"Mmm...rencana threesome dengan istri itu kapan mau dilaksanakan?"
"Kapan pun bisa. Malam ini juga bisa. Kan kita gak usah booking villa segala. Semuanya bisa kita laksanakan di rumah saya, Bang."
"Tadinya saya ingin yang pertama di rumah saya dulu. Pada giliran berikutnya, baru saya yang akan datang ke rumah Edo."
"Siap Bang. Kapan dilaksanakannya?"
"Kalau besok malam gimana?"
"Siap Bang. Jam berapa saya harus ke situ?"
"Jam tujuh malam bisa?"
"Bisa Bang."
"Oke...saya tunggu besok malam ya."
"Siap Bang."
"Tapi kita jangan habis-habisan seperti yang sudah-sudah, supaya tidak terlalu memaksakan diri. Jadi...paling banyak dua kali seorang."
"Iya, siap. Jadi saya dua kali abang dua kali gitu?"
"Iya, kecuali kalau keadaan terasa masih fresh ya...bisa aja Edo tiga kali, saya tiga kali. Lihat-lihat stamina kita besok lah."
"Siap Bang."
Setelah pembicaraan kututup, aku berpikir sejenak, lalu melangkah ke lantai dua. Ke salah satu kamar yang ada di situ. Kamar yang biasa kupakai untuk tamu atau saudara yang datang dari luar kota. Kamar ini cukup luas, meski tidak seluas kamar villa bersejarah itu. Ada 2 tempat tidur, 1 set sofa, 1 lemari pakaian, 1 meja rias, 1 kulkas kecil, 1 pesawat televisi kecil dan ada kamar mandi yang menyatu dengan kamar ini. Rasanya cukup nyaman untuk mengajak Edo ke kamar ini besok.
Esok paginya aku menyuruh istriku untuk membersihkan dan menata kamar di lantai dua itu.
"Mau ada tamu Bang?" tanya istriku.
"Iya. Tamunya akan datang nanti malam, jadi mau nginap di sini," sahutku sambil tersenyum.
"Siapa yang mau datang?" ia menatapku.
Kujawab dengan pelukan sambil berbisik ke telinganya, "Edo...."
Istriku tampak kaget. "Iiih...baru tadi malam diceritain...langsung dilaksanakan?!"
"Ingin secepatnya terjadi...sesuatu yang pasti sangat mendebarkan," kataku, "Kamu seneng mendengar berita ini kan?"
Ia mencubit perutku sambil tersipu malu-malu.
Beberapa saat kemudian aku berangkat, menuju meeting room sebuah hotel di kotaku. Untuk bergabung dengan team bisnisku yang akan berunding dengan team dari Surabaya. Edo juga hadir, tentu saja, karena ia termasuk di dalam teamku.
Sebelum meeting dimulai, aku berbisik ke telinga sahabatku itu, "Istriku sudah diberitahu. Nanti malam on time ya."
"Iya...iya Bang," sahut Edo dengan wajah ceria.
Selesai meeting, aku membeli minuman dulu di toko penjual minuman import. Toko itu memiliki izin resmi untuk menjual minuman keras. Aku hanya sesekali minum, tidak tiap hari seperti alkoholis, hanya pada saat-saat dibutuhkan saja. Nanti malam mungkin aku membutuhkannya, untuk mencairkan kecanggungan, seperti yang pernah kulakukan waktu di villa tempo hari.
Setibanya di rumah, aku membawa beberapa botol minuman yang kubeli tadi ke kamar di lantai atas itu. Lalu kumasukkan ke dalam kulkas kecil.
Kuperhatikan keadaan di dalam kamar itu. Benar-benar sudah dibersihkan dan dirapikan bahkan sudah tercium harum penyegar ruangan yang terpasang di depan perangkat AC yang sudah mulai diaktifkan. AC di kamar ini hanya diaktifkan kalau sedang diperlukan saja. Ada desir kecemburuan lagi di dalam batinku, karena setahuku penyegar ruangan di kamar ini bukan yang sekarang dipakai di depan jendela ACku. Rasanya yang sekarang jauh lebih enak aromanya. Hmmm...sampai ke detail-detailnya sudah dipernyaman oleh istriku, untuk menyambut Edo nanti malam. Bagaimana aku tak cemburu dibuatnya? Tapi mungkin inilah seninya. Seni mengelola kecemburuan dalam pola kehidupan seksual yang tengah kujalani.
Di depan kamar ini ada teras dan beberapa kursi kayu jati. Biasanya kalau mau merokok, di teras itulah tempatnya.
Ketika aku sedang merokok di teras depan kamar tamu itu, istriku datang menghampiriku.
"Cukup rapi segitu Bang?" tanya istriku di pintu kamar tamu ke arah teras (sebut aja teras ini sebagai "smoking area").
"Udah rapi, sayang," sahutku, "Tadi kamu sendiri yang merapikannya?"
"Iya," istriku mengangguk, "kita kan lagi gak punya pembantu. Kalau ada pembantu mah bisa dirapikan sama dia sendiri."
" Si Mimin kan bisa bantuin sekali-sekali sih."
"Jangan Bang. Tugas Mimin kan khusus untuk jagain toko. Kalau gak ada dia, mana bisa aku kerja yang lain."
"Iya juga sih. Sejak ada Mimin, kamu bisa ke sana-sini tanpa harus nutup toko. Kelihatannya dia bisa dipercaya ya?"
"Sangat bisa dipercaya Bang. Aku sudah berkali-kali ngetes kejujurannya, tapi dia memang jujur banget. Makanya aku berani ngasih gaji rada gede. Mmm...gak ada yang perlu dirobah lagi kamar tamu ini Bang?"
"Sudah lebih dari cukup. Tapi yang terpenting kamu harus siap fisik dan mental untuk nanti malam. Minum vitamin, jangan lupa. Dan...nanti malam pakai kimono aja, biar gampang..."
"Emang jam berapa dia mau datang Bang?"
"Jam tujuh," kataku sambil melirik ke jam tanganku, "Wow...sekarang sudah jam lima. Mandi dulu gih...biar seger..."
"Iya," istriku mengangguk. Lalu melangkah ke lantai bawah.
Sementara aku masih berada di dalam kamar yang sudah dirapikan ini. Aku punya rencana baru. Di kamar ini aku akan memasang beberapa kamera cctv. Karena kamar ini akan kujadikan kamar khusus, untuk memantau "kegiatan" istriku kelak. Di lantai atas ada 3 kamar. Untuk kamar tamu bisa pakai yang 2 lagi. Sementara kamar ini khusus untuk "proyek seru-seruan".
Dan...diam-diam aku makin mencintai istriku, yang tak pernah menolak keinginan-keinginanku.
Jam 18.45 Edo sudah datang. Lebih cepat 15 menit daripada janji kami. Aku langsung mengajak Edo ke atas, ke kamar yang sudah disiapkan itu, sementara istriku masih berada di kamar, mungkin masih mempercantik diri. Sehingga ia tidak tahu bahwa Edo sudah datang.
Ohya, ada yang terlupa menulisnya di sini. Anakku yang baru berusia 3 tahun itu tampaknya lebih kerasan tinggal di rumah orang tuaku. Mungkin karena ibuku sangat memanjakannya. Ibuku juga pernah bilang, "Biar aja Cindy di sini. Supaya kalian tenang nyari duit. Nanti kalau sudah sekolah juga biarin aja Cindy tetap di sini. Biar mama dan papa bisa ngerawat cucu yang sangat lucu itu."
"Wah...Abang punya kamar yang gak kalah dengan kamar di hotel-hotel berbintang, Bang," kata Edo setelah berada di kamar yang sudah disiapkan itu.
"Iya," sahutku, " kalau di sini, siang-siang juga takkan ada gangguan. Aman dan terkendali. Hahahaaa..."
"Iya Bang. Nyaman banget," kata Edo yang memang baru sekali itu kubawa ke lantai atas.
"Sebenarnya kalau kita mau bikin acara seperti di villa itu juga bisa. Itu kan masih ada dua kamar lagi yang kosong."
"Iya ya....ngapain juga harus bayar villa mahal-mahal."
"Gakpapa. Yang pertama kan harus menimbulkan indah buat istri kita. Tunggu sebentar ya...mau ngasitau istri saya dulu. Ohya...itu di kulkas ada minuman, silakan aja balakin dulu. Itu gelasnya..." kataku sambil keluar dari kamar itu, kemudian menuruni tangga dan menuju kamarku.
Istriku tampak masih duduk di depan kaca rias.
"Sayang..." kataku sambil memegang kedua bahunya dari belakang, "Edo sudah ada di atas tuh. Aku nunggu di atas juga ya."
"Wuih...on time banget," sahut istriku sambil menyemprotkan parfum ke ketiaknya, ke lehernya dan ke seputar perutnya dan bahkan ke sekitar selangkangannya.
Hmmm....aku tahu tujuan semprotan parfum itu. Tapi itu memang aku yang menganjurkan.
Aku lalu menuju lantai dua lagi. Edo sudah membuka tutup botol dry gin Crystal ke gelas kecil yang sudah disediakan di atas kulkas.
"Dry Gin Crystal enak ya? Bawaannya happy terus," kataku sambil mengambil gelas yang masih kosong dan ikut menuangkan dry gin juga ke dalamnya.
"Iiya Bang. Kalau Gordon terlalu keras, malah kepengen tidur nanti," sahut Edo setelah meneguk isi gelasnya.
Saat yang mendebarkan sudah tiba. Ketika aku baru menghabiskan isi gelasku, istriku muncul. Cuma mengenakan kimono sutra putih bermotipkan coret-coretan abstrak yang lembut-lembut warnanya.
Seperti yang kuanjurkan, pada waktu berjabatan tangan, Edo memeluk istriku, lalu mencium bibirnya dengan mesra. Dan seperti yang kuanjurkan, sepintas pun kelihatan bahwa saat itu istriku tidak mengenakan bra maupun celana dalam.
Semuanya sudah dimudahkan.
Kuambil juga sebotol Martini dari dalam kulkas. Kubuka tutupnya dan kutuangkan isinya ke gelas yang masih kosong.
"Nih minuman kesenanganmu," kataku sambil menyerahkan gelas berisi Martini itu kepada istriku.
Istriku menyambut gelas berisi Martini itu, lalu duduk di sofa panjang sambil meneguk isi gelasnya. Ia berani meneguk langsung sampai habis. Mungkin karena merasa canggung, lalu berusaha menindasnya dengan minuman favoritnya itu.
Edo memandangku, seperti minta izin. Aku mengedipkan mata sambil mengangguk. Dan Edo langsung duduk di samping istriku. Sambil melingkarkan lengannya di pinggang istriku. Namun ternyata tangan itu bukan cuma memeluk pinggang istriku. Edo tengah melepaskan ikatan tali kimono sambil menciumi leher istriku.
Istriku memandangku, seperti minta izin juga. Aku menghampirinya, memegang kedua belah pipinya sambil berkata, "Iya sayang....lakukanlah seindah mungkin. Aku semakin cinta padamu, sayang..." ucapan itu kuakhiri dengan kecupan di dahi istriku. Lalu duduk di sofa yang masih kosong.
Edo tak lagi melirik-lirik padaku, mungkin karena pengaruh minuman telah membuatnya konsentrasi ke arah istriku. Ke arah kimono yang sudah ditanggalkan, sehingga istriku langsung jadi telanjang bulat.
Gila...ketika Edo mulai menjilati kemaluan istriku, dengan spontan penisku mulai tegang. Mulai ingin mengenjot istriku. Tapi aku harus bisa menahan diri. Aku harus membiarkan mereka melakuykannya tanpa gangguanku.
Rintihan dan desahan histeris istriku mulai berkumandang di dalam kamar ini. Aku pun menuangkan dry gin ke gelasku yang sudah kosong. Sementara Edo mengangkat tubuh istriku...memindahkannya ke atas tempat tidur. Lalu Edo menelanjangi dirinya sendiri.
Ketika aku mulai meneguk isi gelasku, Edo mulai membenamkan batang kemaluannya ke liang vagina istriku. Ooooh...begitu jelasnya pemandangan itu di mataku. Begitu jelasnya batang kemaluan sahabatku itu melesak masuk ke dalam liang vagina istriku, disusul dengan suara desahan istriku, "Aaaaah......sudah masuk Dooooo...."
Aku sudah berkali-kali menonton video waktu Edo pertama kali menyetubuhi istriku di villa itu. Tapi rasanya "siaran langsung" begini. Sungguh sangat merangsang. Dan ketika aku ingin semakin jelas menyaksikan dari jarak yang sangat dekat, istriku malah menangkap tanganku. Seperti takut jatuh dan berpegangan kuat-kuat ke tanganku.
Sebagai tanda "merestui" persetubuhan itu, aku pun duduk bersila di ujung tempat tidur, sambil meletakkan kepala istriku di atas pahaku. Tampaknya istriku sangat senang dengan perlakuanku ini. Sementara Edo makin lama makin gencar mengayun batang kemaluannya. Keringatnya pun mulai berjatuhan ke dada dan perut istriku.
Istriku tak peduli keringat Edo sudah bergalau dengan keringatnya sendiri. Bahkan kulihat pantatnya mulai bergoyang-goyang dengan gerakan meliuk-liuk dan menghentak-hentak. Membuatku semakin cemburu.
Tapi inilah seninya. Seni mengatur cemburu menjadi gairah yang luar biasa.
Ckup lama aku membiarkan semuanya itu terjadi. Sesekali kuremas payudara istriku, biar dia merasa semakin nikmat. Dan kelihatannya sudah mengalami orgasme lebih dari satu kali.
Akhirnya Edo mencabut batang kemaluannya, lalu memegangnya sambil mengarahkan ke perut istriku. Disusul dengan bersemburannya air mani sahabatku, menembak-nembak ke perut istriku.
Istriku bangkit, mengambil tissue basah yang sudah disiapkan di dekat bantal. Lalu dilapnya ceceran air mani yang berlepotan di perutnya.
"Kenapa gak dilepasin di dalam?" tanyaku sambil menepuk bahu sahabatku yang masih basah oleh keringat.
"Takut nanti jadi becek buat Abang," sahut Edo sambil meringis.
Lenganku ditarik oleh istriku. Pertanda ingin segera disetubuhi olehku. Aku pun lepaskan seluruh pakaian yang melekat di tubuhku.
"Posisi doggy yok...biar nggak bosenin," kataku kepada istriku.
Istriku menurut saja. Ia langsung menungging di atas tempat tidur, sementara aku berlutut di dekat pantatnya, lalu mengarahkan batang kemaluanku ke liang kewanitaannya yang baru membuat Edo ngecrot.
Tak sulit memasukkan penisku ke dalam vagina istriku, karena masih basah dan agak longgar rasanya. Sebelum mulai mengayun batang kemaluanku, masih sempat aku memberi isyarat kepada Edo, agar menggantikan kedudukanku tadi, duduk di posisi aku memangku kepala istriku.
Edo mengerti pada isyarat tangan dan mataku, yang tidak dilihat oleh istriku. Lalu ia duduk di tempatku tadi. Sehingga batang kemaluannya yang sudah lemas itu jadi berada di dekat kepala istriku, tepatnya...berada di bawah mulut istriku.
Aku pun mulai mengayun batang kemaluanku sambil berkata, "Emut penis Edo tuh sayang...biar bangun lagi..."
Lucunya, istriku patuh saja pada perintahku. Digenggamnya batang kemaluan Edo yang masih terkulai lemas itu, lalu diselomotinya dengan trampil, sementara aku semakin lancar mengenjot vagina istriku sambil berpegangan ke buah pantatnya.
Aku tidak iri ataupun cemburu lagi, meski istriku terlihat binal menyelomoti batang kemaluan Edo. Karena aku pun sedang asyik-asyiknya menikmati gesekan batang kemaluanku dengan dinding lubang vagina istriku. Apalagi kalau mengingat bahwa beberapa hari yang akan datang aku pun akan memperlakukan Raisha seperti yang kami lakukan sekarang.
Tampaknya permainan oral isteriku cukup ampuh, membuat penis Edo berdiri tegak kembali.
"Tukar posisi Do," kataku sambil menghentikan ayunan penisku. Entah kenapa, aku merasa ingin juga dioral oleh istriku.
Edo mengangguk dan cepat bangkit. Kami jadi tukar posisi. Kini aku yang dioral oleh istriku, sementara Edo mengenjot dari belakang.
Oooo...banyak sekali yang terjadi malam itu. Secara bergiliran aku dan Edo menyetubuhi istriku, dalam bermacam-macam posisi. Sehingga aku mencapai ejakulasi 3 kali, Edo pun 3 kali ejakulasi. Sementara istriku entah berapa kali mencapai orgasmenya..
Lalu kami terkapar dalam kepuasan. Ini pertama kalinya istriku tidur diapit oleh dua lelaki, aku dan Edo. Dan semuanya tertidur dalam keadaan masih telanjang bulat.
End of First Story
Semoga Akan berlanjut ke Cerita Petualangan Yadi dan Erni Berikutnya
TAMAT
0 Komentar