TEMAN BISNISKU PART 8

 

Rasanya aku sudah jauh sekali melangkah dalam perselingkuhan demi perselingkuhan. Seolah-olah aku ini tak punya istri dan anak yang sedang lucu-lucunya. Namun aku selalu berhasil menutupi semuanya itu, sehingga istriku tak pernah curiga. Istriku terlalu yakin bahwa cintaku hanya untuknya seorang. Maka takkan ada wanita lain yang bisa mengganggu kerukunan kami.




Memang dalam soal kerukunan itu aku selalu menjaganya. Sering aku merasa harus mengalah jika ada perbedaan pendapat antara aku dan istriku.




Untungnya bisnisku selalu dinaungi bintang terang, sehingga aku selalu berhasil "menyetorkan" uang kepada istriku, sebagai tanda keberhasilanku dalam berbisnis. Karena itu istriku tak pernah mempermasalahkan kalau aku pulang tengah malam, bahkan meski aku berhari-hari tidak pulang, istriku tak pernah complain. Soalnya aku selalu meneleponnya dan melaporkan sedang di mana dan sedang ngapain. Padahal seringkali laporan itu cuma suatu kebohonganku, tapi aku selalu berhasil meyakinkan istriku, mungkin karena pandainya aku memoles "laporan"ku.




Aku ingat kata-kata mutiara yang selama ini kujadikan pegangan. Bahwa "Wanita percaya pada cerita, tapi lelaki percaya kepada fakta". Dengan senjata itu aku selalu berhasil meyakinkan istriku. Misalnya, "Sayang ini aku sudah sampai di anu, take care selama aku belum pulang, ya sayang". Lalu...setiap aku pulang, aku tahu makanan apa yang sangat disukainya. Maka dengan membawa oleh-oleh makanan kesukaannya itu saja istriku sudah tampak gembira. Apalagi kalau ditambah dengan sejumlah uang hasil bisnisku. Padahal sebenarnya uang yang kusetorkan kepada istriku hanya sekian persen dari hasil usahaku yang sebenarnya. Tapi untungnya istriku juga punya usaha yang bisa diandalkan, sehingga ia tak terlalu mempersoalkan penghasilanku. Dan memang penghasilanku sering meledak-ledak, sering jauh lebih besar daripada penghasilan istriku. Karena itu aku selalu bisa menyembunyikan sebagian daripaada penghasilanku, untuk keperluan pribadiku.




Memang dari lubuk hatiku yang terdalam, aku merasa bersalah...katakanlah merasa berdosa kepada istriku yang begitu setianya padaku. Aku sering berselingkuh secara fisik, sering berselingkuh pula dalam hal keuangan. Bahkan aku memiliki beberapa buku tabungan yang selalu kusimpan rapi, yang tak mungkin terjangkau oleh istriku. Aku juga bisa menyembunyikan kartu-kartu ATMku di bawah ban serep di bagasi sedanku. Kalau sedang membutuhkannya, baru kusiapkan diam-diam sebelum berangkat.






Pernah waktu sedang di luar kota sopirku menemukan amplop berwarna coklat muda dari bawah ban serep, "Pak...ini apa?" tanyanya. Membuatku agak kaget, karena amplop itu berisi ATM-ATMku. Tapi enak saja aku menemukan jawabannya, "Hush ! Kamu jangan sentuh-sentuh amplop itu ! Itu jimat dari dukun. Biar rejeki kita selalu mengalir."


"Oh...maaf Pak," kata sopirku, tanpa mengetahui bahwa hatiku sedang menertawai diriku sendiri, karena aku tak pernah percaya kepada perdukunan.






Terkadang aku merasa sangat berdosa kepada istriku. Karena aku sudah terlalu banyak berselingkuh dan membohonginya. Dan yang paling kusesalkan adalah sering hilangnya gairah seksualku manakala sedang bersamanya. Mungkin karena di luaran aku sering mengalami yang luar biasa, sehingga potensiku seolah dikuras habis-habisan. Setelah pulang ke rumah, aku seolah cuma jadi lelaki loyo. Tak bertenaga lagi untuk memuasi istriku.




Untungnya istriku tak pernah menuntut kepuasan batin padaku. Ia seolah diciptakan hanya untuk mengikuti kemauanku. Dan tidak mau complain kalau aku tidak menggebu-gebu di ranjang.




Erni, istriku, memang berasal dari salah satu propinsi di Sumatra, yang terkenal taat beribadah, setia, selalu siap membantu suami, siap bahu membahu dalam mencari uang, tak selalu cuma menengadahkan telapak tangan kepada suami. Dan aku sudah membuktikan semuanya. Bahwa ia setia padaku. Bahwa ia tidak mau berpangku tangan, lalu berusaha membantuku dengan membuka toko yang makin lama makin besar itu. Sementara dalam soal seks, sepertinya ia tidak mempermasalahkannya.




Tapi apakah benar ia tidak mempermasalahkannya? Bukankah ia sering memutar dvd-dvd bokep koleksiku secara diam-diam kalau aku tak di rumah? Aku tahu itu, karena ia suka cerita mengenai adegan bokep yang baru ditontonnya setelah anakku tertidur.




Ketika aku curhat kepada Edo, ternyata ia juga mengalami hal yang mirip dengan yang kualami.






"Sama," kata Edo, "Saya juga seperti kehilangan gairah dengan istri saya sendiri. Mungkin karena kita terlalu banyak melakukan yang fantastis di luaran."




Begitulah awalnya. Awal kisah baru di dalam kehidupanku.




Berlanjut dengan percakapan bersama Edo di sebuah rumah makan.






"Sebenarnya kasihan juga istri kita ya Boss. Kita enak-enakan di luar dengan mangsa-mangsa kita. Sementara istri kita dibiarkan nganggur," kata Edo setelah mencuci tangannya di washtafel rumah makan.


"Mungkin kita harus minum viagra kalau punya niat mau meniduri istri," kataku.


"Jangan Boss," sanggah Edo, "Kita kan masih muda. Kita harus yang alamiah aja. Jangan pakai obat-obatan segala."


"Iya sih." sahutku, "tapi gimana ya....film-film bokep aja seperti gak mempan lagi. Saya sudah gak terangsang sama film-film gituan. Malah istri saya yang sering nonton sendirian sehabis menidurkan anak saya."


Edo mengangguk-angguk. Lalu katanya, "Boss...maaf nih ya...saya ada usul..."


"Usul apa?" tanyaku penasaran


"Sekali lagi maaf ya....saya cuma usul...."


"Iya...usulnya apa?"


"Gimana kalau kita swing aja?"






Aku terkejut mendengar usul sahabatku itu. Jujur, aku tak pernah memikirkan sejauh itu sebelumnya. Tapi diam-diam aku tertarik juga pada usul sahabatku itu. Membayangkannya saja sudah deg-degan, apalagi kalau sudah benar-benar dilaksanakan. Bahwa aku akan menikmati tubuh Raisha, sementara Edo akan menikmati tubuh istriku.






"Usul bagus !" kataku sambil menepuk bahu Edo, "Tapi perlu waktu untuk membuat istri kita setuju."


"Tapi Boss sendiri setuju?" Edo memandangku.


"Setuju," aku mengangguk.


"Nah...kalau gitu saya akan berusaha membujuk istri saya. Mudah-mudahan dia mau. Kalau gak mau, kita cari sasaran baru aja, ya?"


"Hihihi...iya. Saya juga harus bisa membujuk istri saya dulu. Mungkin rada alot...karena dia sangat tradisional orangnya."


"Saya punya banyak koleksi film swinger, Boss. Apa Boss membutuhkannya untuk sarana bujuk-bujuk?"


"Boleh...boleh...nanti saya pinjam ya," kataku, "Akan saya ajak nonton bareng, sambil mempengaruhi dia...pokoknya supaya dia bisa dibujuk."






Aku sudah banyak bertualang dari perempuan satu ke perempuan lain (Bahkan banyak yang tidak kutuliskan di sini, karena kuanggap tak terlalu penting). Tapi kalau bertukar istri seperti yang Edo usulkan itu, belum pernah kulakukan. Bahkan membayangkannya pun belum pernah. Karena itu aku masih bingung, darimana aku harus memulainya?




Ketika memutar dvd-dvd swinger itu bersama istriku, diam-diam aku memperhatikan reaksinya pada waktu menonton adegan pertukaran istri itu. Kebetulan filmnya masih konvensional, jadi pertukaran itu lewat proses dulu. Tidak ujug-ujug heboh ML aja.






"Iiih....tukeran istri ya Bang?" cetus istriku yang tampak serius nonton film itu.


"Iya...asyik juga ya? Mereka melakukan semacam refreshing gitu..."


"Orang barat sih bisa semaunya. Tapi bangsa kita sih gak gitu Bang."


"Ah...kamu gak tau aja...bangsa kita juga banyak yang melakukannya. Malah sekarang sudah ada club-club swinger di kota-kota besar."


"Masa sih?"


"Betul. Makanya buka-buka internet dong. Supaya tau perkembangan."


"Ah...waktuku gak ada Bang. Dari pagi sampai malam waktuku dihabisin sama urusan toko."






Aku tidak membantahnya. Sementara istriku tampak serius menonton film yang tengah diputar itu.






"Kayaknya sih asyik juga tukar pasangan gitu ya," kataku sambil menyelusupkan tanganku ke balik daster istriku, lalu menyelinap ke balik celana dalamnya.


"Emang Abang rela kalau aku digituin sama lelaki lain?" cetus istriku dengan pandangan tetap tertuju ke layar monitor DVD playerku.


"Rela lah...malah bisa jadi perangsang hebat buatku," sahutku sambil mulai mencelupkan jemariku ke liang kemaluan istriku yang mulai membasah, "Lagian kalau tukar pasangan gitu kan adil. Tidak ada yang dirugikan."


"Iiih...Abang mengkhayal...." cetus istriku sambil melepaskan celana dalamnya, sengaja memberi keleluasaan padaku untuk menjelajahi kemaluannya. Bahkan lalu ia mengoral penisku, membuatku jadi agak bergairah juga.






Kemudian aku memaksakan diri menyetubuhiku, meski sebenarnya gairahku kurang full. Tapi...ketika aku membayangkan istriku sedang disetubuhi Edo, wuih...gairahku mendadak berkobar dengan hebatnya. Bahkan segala posisi kami lakukan.




Lebih dari sejam aku menyetubuhi istriku. Sampai keringatku bercucuran. Istriku juga sepertinya mengalami orgasme lebih dari satu kali.






"Tumben...lain dari biasanya," kata istriku setelah semuanya selesai.


"Tau gak? Tadi aku bayangkan kamu sedang disetubuhi oleh lelaki lain. Aneh tapi nyata. Ketika kubayangkan hal itu, gairahku mendadak muncul...."


"Hihihi...Bang Yadi ada-ada aja."






Kucium bibir istriku. Biasanya dengan ciuman begini ia bisa kubujuk, terutama kalau aku sedang menginginkan sesuatu.






Lalu kuelus payudaranya yang masih kencang, karena selalu dirawat. "Sayang," kataku, "Sebenarnya ada orang yang mengajak swing...minta tukar istri semalam saja.."




Istriku terlongong. Lalu bangkit dan duduk menghadapiku. "Serius ini Bang?" tanyanya sambil menatapku dengan sorot tajam.




Aku mengangguk, "Sangat serius. Dan aku sudah telanjur menyetujuinya."


"Gila ! Masa Abang gitu?"


"Orangnya sangat dekat denganku. Dia memiliki masalah yang sama denganku. Jadi kurang bergairah dalam soal seks dengan istrinya."


"Siapa orangnya? Pak Tino?"


"Hush...bukan. Pak Tino sih udah tua. Gak seimbang dong dengan kita."


"Lantas siapa?"


"Edo."


"Hah?! Edo? Istrinya kan cantik...."


"Kalau soal rupa dan kulit, kamu menang, sayang."


"Terus...abang setuju pada ajakan gila itu?"


"Bukan ajakan gila. Orang-orang sudah banyak yang melakukan swing. Malah ada clubnya segala. Kita kan masih terbatas, mau melakukan dengan orang yang dekat dengan kita. Orang yang sudah bertahun-tahun kita kenal."


"Iiih...emangnya Bang Yadi udah gak cinta lagi ya padaku?"


"Aku sangat-sangat-sangat cinta padamu, sayang. Kita hanya akan melakukan refreshing. Gak ada hubungannya dengan cinta."




Istriku tertunduk.




"Kalau kamu sudah setuju, kita sewa aja villa yang kecil...yang punya kamar dua juga cukup. Jadi kita gak berjauhan. Malah kalau keadaan memungkinkan, kita lakukan di satu ruangan juga bisa."


Istriku memegang kedua pipinya, "Iiiih...gak kebayang....emangnya Abang serius?"




Aku peluk istriku semesra mungkin, "Aku sangat serius sayang. Jangan anggap ini suatu kegilaan. Ini justru akan membuat perkawinan kita semakin bergairah.Percayalah."


"Jadi...nanti ngapain aja sih?" istriku menatapku lagi dengan sorot tajam.


"Kita kan cari villa yang punya dua kamar saja. Jadi setelah ngobrol-ngobrol, kamu masuk ke salah satu kamar, bersama Edo."


"Dan Abang masuk ke kamar satunya lagi dengan istri Edo? Gitu?"


"Ya, begitulah kira-kira. Kita pisah kamar, supaya jangan pada canggung. Setelah kita sudah kuat mental sih, kita lakukan di satu ruangan juga bisa aja."




Tiba-tiba hpku berdering. Call dari Edo. Kubuka:




"Boss....Raisha sudah setuju...meski alot juga membujuknya. Mbak Erni gimana?"


"Kelihatannya 90% sudah oke. Agak sabaran dikit ya."


"Oke Boss. Tapi kalau bisa, kita tukaran foto...pake hp aja. Saya sudah foto Raisha beberapa kali. Kalau bisa Boss juga fotoin Mbak Erni....mmm...maaf, Boss...maksud saya foto dalam keadaan nude."


"Oke,oke....Besok saya ke rumah deh."






Setelah pembicaraan dengan Edo ditutup, kuminta istriku berpose di depan kamera hpku. Kebetulan ia masih telanjang. Ia kebingungan, tapi diikutinya juga permintaanku.




10 foto istriku dalam keadaan telanjang sudah tersimpan di hpku. Ia tidak terlalu heran, karena aku sering memfotonya dalam keadaan telanjang. Bahkan waktu sedang hamil pun kufoto dalam keadaan bugil. Tapi kalau dia tahu bahwa foto-foto itu untuk barter dengan foto-foto bugil istri Edo, entah bagaimana reaksinya.






"Bang...nanti setelah masuk ke kamar masing-masing, harus ngapain aja?" tanya istriku, membuatku gembira, karena ada tanda bahwa hatinya sudah bisa mengikuti jalan pikiranku.


"Ya saling cumbu aja....lalu...selanjutnya apa pun yang bisa terjadi, lakukan aja. Asal kamu jangan merasa terpaksa."


"Kalau Edo pengen ML gimana?"


"Hehehe...emang tujuannya ke situ. Tapi hadapi aja dengan santai. Kan aku juga gak jauh, cuma beda kamar doang."






Istriku tercenung, seperti berpikir jauh. Rasanya membujuk istriku jauh lebih sulit daripada merayu perempuan di luaran sana.




Tapi esok paginya aku mengunjungi rumah Edo. Kebetulan Raisha sedang ke pasar, sehingga aku bisa ngobrol bebas dengan sahabatku itu. Bisa saling lihat foto istrinya dan istriku.




Ketika kami tukaran hp dan sama-sama melihat foto-foto telanjang istri kami, kami sama-sama terlongong. Aku terlongong menyaksikan foto-foto Raisha dalam keadaan telanjang, sementara Edo juga terlongong menyaksikan foto-foto istriku dalam keadaan telanjang.




Kalau aku menilai secara objektif, baik Raisha maupun istriku sama-sama punya kelebihan masing-masing. Istriku berwajah cantik, berkulit putih bersih dan agak montok. Sementara Raisha berwajah manis, bertubuh tinggi langsing dan berkulit *saya-tukang-spam*.






"Waduh Boss.....istri Boss ini....seksi banget...." komentar Edo sambil memperhatikan foto-foto istriku seakan mau menelannya.






Aku tak menanggapinya. Tapi hatiku berkata, wah....Raisha ini benar-benar typeku. Manis dan bertubuh semampai gini...mmmm....




Meski aku tidak memberi komentar apa-apa, sebenarnya penisku diam-diam langsung ngaceng setelah mengamati foto-foto Raisha dalam keadaan telanjang bulat itu.




Lalu kami sharing semuanya itu lewat bluetooth di hp kami. Hpku sudah pnuya foto-foto naked Raisha, sementara hp Edo pun sudah berisi foto-foto naked istriku.




Hari itu adalah hari Kamis. Kami sepakat untuk melaksanakan rencana kami dua hari berikutnya. Edo bertugas untuk mencari villa yang kami inginkan di daerah yang tak terlalu jauh dari kota kami. Lalu kami rundingkan bagaimana skenario terbaik untuk melaksanakan swing itu. Maklum, ini pertama kalinya kami akan melakukan swing, sehingga kami harus memikirkan cara yang sehalus mungkin, jangan terlalu vulgar seperti di film-film bokep.




Sebelum Raisha pulang dari pasar, aku sudah meninggalkan rumah Edo, dengan rencana yang sudah dimatangkan. Bahwa pada hari Sabtu lusa, jam sepuluh pagi kami akan bertemu di villa yang tak jauh dari kota kami.




Aku tidak langsung pulang. Mampir dulu di toko obat, membeli "obat khusus pria" untuk hari Sabtu lusa.




Dua jam kemudian aku belum pulang juga. Malah asyik nongkrong di foodcourt sebuah mall. Pada saat itulah kuterima telepon dari Edo:






"Villa sudah dapat Boss. Dua kamar tapi besar-besar kamarnya. Tiap kamar ada sofa, meja makan, kamar mandi dan ada juga bagian untuk menikmati view di villa itu," kata Edo di telepon, "Kualitasnya malah lebih mewah daripada kamar di hotel-hotel bintang lima. Halaman belakangnya luas, ada kolam renangnya segala. Tapi tarifnya....tiga kali prediksi kita Boss."


"Gakpapa," sahutku, "Kita kan hanya mau pakai semalam-dua malam. Takkan bikin kita jatuh miskin lah....hahahaaa..."


"Iya...ini saya mau booking. Tapi kita mau pakai berapa malam? Semalam apa dua malam?"


"Mmmm..." aku berpikir sesaat, "Gimana kalau kita pulang Senin aja?"


"Jadi booking dua malam ya?"


"Iya. Biar semuanya kenyang."


"Iya Boss. Saya hari Sabtu sebelum jam sepuluh pagi juga sudah ada di villa itu."


"Sip lah. Yang penting semuanya berjalan sesuai dengan rencana yang sudah kita sepakati."


"Siap Boss."






Setelah hubungan telepon ditutup, aku termenung sambil menikmati asap rokokku. Jujur, ini rencana yang paling berat bagiku. Memang banyak langkah yang telah kulampaui. Tapi yang namanya tukar istri...belum pernah kulakukan...dan sungguh mendebarkan. Ada perasaan tidak rela. Tapi ada penasaran dan gairah aneh yang menyelinap ke dalam batinku.




Aku mulai membayangkan istriku (yang sangat kucintai) ditelanjangi oleh Edo. Lalu digumuli dan disetubuhi. Aaah...bayangan itu pasti membuatku sangat cemburu. Tapi kenapadi balik cemburu itu ada gejolak birahi yang hebat di dalam diriku?




Lagipula bukankah aku akan mendapat kompensasi yang setimpal dengan diizinkannya aku memiliki Raisha yang manis dan tampak gemulai itu?




Aku dan Edo juga sepakat, bahwa sebelum aku menggauli Raisha, diam-diam aku harus menyalakan video recorder di hpku. Begitu juga Edo, harus menyalakan video recorder hpnya sebelum menggauli istriku. Hasil rekamannya akan kami sharing, biasa...lewat bluetooth.






Malam Sabtunya kuceritakan kepada istriku, tentang semua rencana yang sudah disepakati oleh aku dan Edo.




Istriku sudah mulai berusaha memahami tujuanku. Tapi tak urung dia bertanya juga, "Abang yakin nantinya perkawinan kita tetap utuh?"


"Sangat yakin," kataku sambil mengelus rambutnya yang agak ikal, "Bahkan aku akan semakin sayang padamu...percayalah."




Istriku merebahkan kepalanya di dadaku. Dan berkata, "Bang...aku hanya akan berusaha mengikuti keinginan Abang. Tapi aku minta...jangan sampai ada akibat buruk di kemudian hari ya."


"Iya," sahutku tegas, "Aku jamin itu. Buktikan aja nanti."






Esoknya, pagi-pagi sekali istriku sudah pergi ke salon yang cuma terhalang 3 rumah dari rumahku. Memang kusuruh ia berdandan secantik mungkin, seolah-olah mau menghadiri pesta pernikahan, reuni dan sebangsanya.




Aku pun berdandan seperti biasa saja. Cuma mengenakan celana denim hitam dan baju kaus abu-abu. Tas pakaianku dan pakaian istriku sudah kutaruh di bagasi mobilku. Hari itu Herman kuliburkan 3 hari. Kusuruh masuk lagi hari Selasa. Masalahnya rencanaku sekali ini sangat peka dan privasi kami harus terjaga. Jadi aku tak membutuhkan sopir, karena yang akan kulakukan ini bukan petualangan biasa.




Waktu istriku pulang dari salon, aku tertegun menyaksikan betapa cantiknya milikku yang sangat kucintai itu. Ia mengenakan gaun terusan berwarna kuning muda, muda sekali, mirip dengan warna kulitnya yang putih kekuningan.




Lagi-lagi batinku bergulat. Istriku cantik sekali. Apakah aku benar-benar sudah rela untuk membiarkannya digauli oleh sahabatku nanti? Apakah aku bukan sedang menyiapkan suatu kesalahan besar? Tapi...kenapa gejolak aneh ini berdesir-desir terus? Kenapa aku terus-terusan membayangkan fantastisnya pengaruh semua yang telah kurencanakan itu?






"Mau sarapan dulu Bang?" tanya istriku sambil berkaca di cermin.


"Masih kenyang. Tadi abis makan roti agak banyak," sahutku, "mending kita berangkat aja. Kasian kalau mereka menunggu terlalu lama. Eh...kamu sendiri belum sarapan kan?"


"Udah tadi di salon beli bubur ayam, sambil nunggu pasien yang udah duluan dirawat."






Beberapa saat kemudian kami sudah berada di dalam mobil yang sudah mulai meninggalkan pekarangan rumah. Toko ditutup, pintunya ditempeli tulisan, TUTUP - 3 HARI - BUKA LAGI HARI SELASA. Anakku sudah dititipkan di rumah mertuaku. Semuanya sudah diatur sebaik mungkin. Jangan sampai ada hal yang bisa mengganggu perasaan kami di villa nanti.


VILLA yang sudah dipilih oleh Edo itu memang kelihatan megah sekali. Dari pekarangannya pun kelihatan artistik dan megahnya villa itu. Entah siapa pemiliknya.




Edo dan istrinya benar-benar sudah menunggu kami di dalam villa itu.




Istriku berpelukan dengan istri Edo sambil cipika-cipiki. Ini adalah suasana ganjil dan penuh tanda tanya di dalam benakku. Entah seperti apa pikiran dan perasaan mereka saat ini. Karena mereka sebentar lagi akan berganti kedudukan.




Memang kami merasa agak kaku. Tapi di ruang cengkrama tampak beberapa botol minuman dan beberapa gelas kecil yang sudah disiapkan oleh Edo. Aku sudah mentransfer sejumlah rupiah ke rekening Edo untuk menyiapkan semuanya itu.




Lalu kami duduk di sofa putih yang diletakkan berbentuk L di ruang cengkrama itu.




Edo langsung menuangkan minuman ke dalam gelas-gelas kecil itu. Istriku dan Raisha kebagian red wine, sementara aku dan Edo memilih yang jauh lebih keras lagi kandungan alkoholnya.






Kami membuat toast, mennyentuhkan gelas kami , "Tring....tring....tring....tring....". Lalu kami teguk isinya.




Kami mulai menukar posisi di sofa berwarna putih bersih itu. Edo duduk merapat ke sisi istriku, sementara aku duduk merapat ke sisi Raisha yang saat itu tampak manis sekali di balik gaunnya berwarna hitam dengan pernak perniknya yang gemerlapan.




Tampaknya Edo sudah tak sabar lagi. Setelah menghabiskan isi gelas kecilnya, ia bangkit sambil memegang pergelangan tangan istriku.






"Silakan mau pilih kamar yang mana," kata Edo sambil menunjuk kedua pintu kamar yang terbuka.






Setelah memperhatikan kedua kamar itu, kulihat keduanya sama persis. Jadi tak penting bagiku untuk memilih kamar yang mana. Tapi kupilih juga salah satu kamar sambil berkata, "Kami di kamar ini ya," kutunjuk pintu kamar yang di sebelah kananku.




Edo mengangguk, menghampiri istrinya sambil mencium kedua pipinya. Aku pun melakukan hal yang sama, kuhampiri istriku dan mencium bibirnya lalu berbisik di telinganya, "Enjoy aja ya...jangan canggung...."




Istriku tak menjawab. Cuma terasa pergelangan tanganku diremasnya.




Kemudian Edo menggandeng pinggang istriku dan masuk ke dalam kamar yang sebelah kiri, kemudian pintunya ditutupkan dan terdengar bunyi kunci diputar....klik.




Aku pun menggandeng pinggang Raisha sambil melangkah ke dalam kamar yang sudah kupilih tadi. Setelah berada di dalam kamar yang benar-benar luas itu, kututupkan pintu sekaligus menguncikannya.






"Raisha kelihatan cantik sekali pagi ini," bisikku sambil memeluk lehernya yang terasa menghangat.




Raisha menatapku dengan senyum manis. Dan membiarkanku mencium bibir sensualnya. Bahkan membalasku dengan lumatan hangat.




"Sebenarnya saya suka banget sama Pak Yadi," kata Raisha setelah ciumanku terlepas.


"Masa sih? Kan Edo juga ganteng," kataku sambil berusaha melepaskan kancing gaun Raisha yang terpasang di punggungnya.


"Pak Yadi lebih macho," kata Raisha.


"Jangan panggil Pak terus dong....mulai saat ini panggil Mas aja....biar sama dengan panggilan ke Edo."






Raisha tersenyum saja ketika aku sudah berhasil menarik ritsleting gaun di bagian punggungnya. Bahkan lalu ia sendiri yang menanggalkan gaun dan rok dalamannya.






"Wow...tinggi semampai," pujiku sambil memperhatikan Raisha yang tinggal mengenakan bra dan celana dalam, "Ideal banget tubuhnya..."


"Tapi saya gak seputih dan semontok Mbak Erni, Mas," sahut Raisha dengan kerlingan memikat.


"Tapi saya suka yang bertolak belakang dengan istri saya," kataku sambil meraih pinggang Raisha ke atas sofa, "yang putih dan montok sudah saya miliki. Jadi saya ingin yang agak iteman dan langsing seperti Raisha..."


"Dan Mas Edo mungkin penasaran sama wanita yang putih dan montok seperti Mbak Erni," ucap Raisha tanpa reaksi ketika aku melepaskan kancing kait branya.






Dan setelah bra itu kutanggalkan, aku tertegun menyaksikan indahnya sepasang payudara Raisha ini. Tidak terlalu besar, tapi kelihatan masih kencang, seperti belum pernah meneteki bayi.




Tak mau buang-buang waktu lagi, kupagut puting payudara yang sebelah kanan, sementara tanganku meremas payudara yang sebelah kiri. Dan Raisha membalasnya dengan membelai rambutku, sementara badannya mulai terasa menghangat.




Aku mau menyelinapkan tanganku ke balik celana dalam Raisha, tapi ia berkata, "Mas...jadi langsung horny nih...tapi sebentar...mau pipis dulu ya."






Aku cuma mengiyakan. Raisha bergegas menuju kamar mandi.Dan tiba-tiba aku teringat bahwa kesepakatanku dengan Edo antara lain: harus menyalakan video recorder hp sebelum persetubuhan dimulai. Buru-buru aku mencari tempat yang pas untuk meletakkan hpku.




Aku mendapatkan tempat yang pas di atas pot besar berisi bunga-bunga plastik. Dari situ kameraku bisa menjangkau tempat tidur secara keseluruhan. Jadi persetubuhan itu harus terjadi di atas tempat tidur. Kuaktifkan video recorder hpku, meski Raisha masih di kamar mandi.




Aku menunggu di atas tempat tidur sampai Raisha muncul kembali. Dengan melilitkan handuk di pinggangnya, sementara dari perut ke atasnya tetap terbuka.




Raisha langsung menerkamku dengan lincahnya. Terkaman yang tak kuduga-duga, tapi langsung kutanggapi dengan menarik handuknya sampai terlepas. Ternyata Raisha meninggalkan celana dalamnya di kamar mandi. Sehingga ketika handuknya kulepaskan, tampak sebentuk kemaluan yang berbulu lebat sekali. Sebenarnya sekujur tubuh Raisha sudah kulihat di hpku, yang kubarter dengan foto-foto telanjang istriku. Tapi sekarang untuk pertama kalinya aku menyaksikan istri Edo itu telanjang, bisa kugerayangi pula sesuka hatiku.






"Waduuuh...lebat sekali jembutnya....luar biasa," kataku sambil mengelus bulu kemaluan Raisha.


"Iya...gak boleh dicukur sih sama Mas Edo," sahut Raisha sambil menarik ritsleting celana panjangku, lalu menyelinapkan tangannya ke balik celana dalamku, "Dia bilang meqi botak itu laksana padang pasir yang gersang...."


"Iya juga sih..." sahutku sambil memainkan celah kewanitaan Raisha, sementara Raisha sudah berhasil memegang batang kemaluanku yang sudah ngaceng ini.


"Mas...ayo...main aja yuk....yang lain-lainnya sih nanti aja. Waktu kita kan cukup banyak," kata Raisha sambil menyembulkan batang kemaluanku dari balik celana dalamku.


"Udah horny berat ya?" kataku sambil melepaskan seluruh pakaianku.


"Iya," sahut Raisha sambil menelentang di atas tempat tidur, "Abisnya disuruh sama suami, ya sekalian dinikmati aja."


"Betul...itu betul, sayang," kataku sambil merangkak ke atas perut Raisha.






Tampaknya Raisha sudah sangat bernafsu. Batang kemaluanku langsung ditangkap dan diarahkan ke mulut meqinya. Ia tidak tahu bahwa Edo sudah mencemplungkan obat perangsang ke dalam wine yang diminum olehnya tadi. Maka ia akan merasa ingin disetubuhi secepatnya.




Sekilas aku ingat pada istriku yang sedangv berada di kamar lain bersama sahabatku. Pasti istriku juga mengalami hal yang sama. Ingin segera disetubuhi oileh Edo, akibat obat perangsang yang asli import itu. Dan diam-diam aku sudah minum obat khusus pria, yang tidak diketahui oleh siapa pun. Edo juga tidak tahu.




Ketika aku mendorong batang kemaluanku, terasa sempit sekali. Seperti menemukan liang meqi yang belum pernah melahirkan.






"Wow...kecil banget lubangnya?!" desahku sambil mendorong terus dengan lebih kuat.


"Ya iyalah, saya kan melahirkannya dicezar," sahut Raisha bernada bangga.


"Ooo...pantasan," kataku. Memang tadi aku tak sempat memperhatikan perut Raisha, yang tentu ada bekas sayatan operasi.






Setelah berhasil memasukkan batang kemaluanku, meski baru separuhnya, Raisha membisiki telingaku, "Saya mah senengnya ML sambil dicupangin lehernya Mas...nanti cupangin ya."




"Nanti kelihatan Edo gimana?"


"Gakpapa. Kita kan sekarang sedang selingkuh resmi. Bukan umpet-umpetan," Raisha mendekap pinggangku erat-erat ketika aku mulai mengayun penisku bermaju mundur di dalam liang vaginanya yang terasa sempit dan mencengkram tapi licin dan hangat.


"Meqi Raisha...sempit banget..." bisikku terengah.


"Iya Mas...cupangin dong..." sahut Resha sambil menggoyang pantatnya dengan gerakan meliuk-liuk seperti belly dancer tengah beraksi.






Kuturuti keinginannya. Kusedot-sedot lehernya sekuatku, sambil memperganas enjotanku. Kedua tanganku juga mulai aktif meremas-remas di bagian-bagian tubuh Raisha yang terjangkau.




Setelah cupanganku menimbulkan bekas merah kehitaman di leher Raisha, dengan agresif Raisha menciumi dan melumat bibirku, sementara pantatnya tiada henti-hentinya bergoyang dan bergoyang terus.




Sepasang kaki Raisha pun terkadang melingkari pinggangku, diiringi desahan dan rengekan histerisnya...aaaah...hhhhh....Massss.....aaaaahhhh....hhhhhh....




Dan aku menanggapinya dengan ayunan penisku secepat mungkin, tanpa takut ejakulasi prematur, karena aku sudah dibantu oleh obat khusus untuk kejantananku.




Mungkin ini yang disebut hardcore. Karena ketika liang kemaluan Raisha mulai basah, aku malah semakin gila-gilaan mengenjotnya sambil menggigit-gigit di leher dan payudara Raisha. Dan perlakuan keras seperti ini sepertinya disukai oleh Raisha.




Begitu lama aku melakukan semuanya ini. Bahkan Raisha sudah dua kali orgasme. Tapi ia tetap menikmati semuanya ini tanpa kelihatan letih. Padahal keringatku sudah bercucuran. Bercampur baur dengan keringat Raisha juga.




Entah karena dipengaruhi obat perangsang atau memang biasanya seperti itu. Raisha sering membisikiku, "Jangan dilepasin dulu ya Mas....hhhh....lagi enak-enaknya nih..."




Sementara itu, sayup-sayup aku sering mendengar rintihan-rintihan istriku, "Edoooo...iya....oooh....Dooo....Doooo....ooooh....Doooo.....ooooh...."




Aku sering terkesiap mendengar suara istriku itu. Pastilah ia sedang menikmati persetubuhannya dengan Edo. Sulit menggambarkan bagaimana suasana perasaanku di detik-detik seperti itu. Aku menggertakkan gigi, lalu mengenjot Raisha seganas mungkin, sebagai kompensasinya. Dan Raisha menyambutku dengan gerakan dan desahan histerisnya, seakan-akan tak mau menghentikan semua kenikmatan ini.

Posting Komentar

0 Komentar