Lokasi pabrik yang akan dibongkar dan dijual besi-besi tuanya itu belasan kilometer di luar kota Bogor. Tapi aku sudah booking kamar hotel di kota Bogor. Sengaja cuma pesan 1 kamar dengan dua bed, yang satu bed besar, satunya lagi bed medium. Sengaja kuatur seperti itu. Kepada Mona kuterangkan bahwa bed yang besar untuk aku dan dia, sementara bed yang kecilan untuk Edo. Ternyata Mona tidak complain. Mungkin karena ia belum tahu rencanaku dengan Edo.
Ketika aku datang di lokasi, pembongkaran besi-besi di bekas pabrik bangkrut itu sudah mulai dilaksanakan. Pak Gatot dan Pak Hamid (dua orang teamku) sudah dari kemaren nongkrong di lokasi, untuk mengawasi pembongkaran pabrik. Karena kalau tidak diawasi dari awal, biasanya banyak besi-besi yang raib. Maklum saat itu besi tua sedang jadi primadona bagi para pebisnis.
Aku percayakan kepada Pak Gatot dan Pak Hamid untuk mengawasinya, karena Pak Gatot seorang purnawirawan TNI, sementara Pak Hamid purnawirawan polisi. Mereka tidur di lokasi, karena pembongkaran itu biasanya dilaksanakan siang malam, untuk mengejar target waktu yang telah ditentukan.
Dalam hal ini aku bertindak sebagai mediator yang bermodal. Karena sebelum dibayar oleh buyer, duitku yang dipakai untuk menalangi setiap kilogram besi yang sudah ditimbang dan dimuat ke truk-truk. Karena itu orang-orang menyebutku sebagai arranger. Bukan mediator lagi. Tapi terserahlah julukan apa yang mereka berikan padaku. Yang penting, aku mendapatkan duit dari selisih harga pembelian dan penjualan.
Itu sekilas latar belakang bisnisku di dekat Bogor ini. Tapi di sini aku bukan mau bicara soal bisnisku. Aku mau menceritakan rencanaku dengan Edo, sahabatku.
Di hari pertamaku berada di daerah Bogor, sampai sore aku berada di lokasi pembongkaran pabrik bangkrut itu.
Kami tiba di hotel ketika langit sudah menuju gelap. Mona minta izin untuk mandi duluan, karena badannya sudah berlepotan keringat katanya. Aku pun memaksa ikut ke dalam kamar mandi, meski Mona seperti tak mengizinkan.
"Kan ada Bang Edo, Mas," kata Mona setelah pintu kamar mandi kututupkan dari dalam, "Nanti dia merasa heran."
"Dia sudah tau," sahutku, "Entah siapa yang ngasih tau."
"Mungkin sopir Mas itu yang ngasih tau."
"Mungkin. Tapi biar ajalah," kataku sambil melepaskan celana panjang, baju kausku dan celana dalamku. Mona pun sudah menanggalkan celana jeans dan baju kausnya, lalu bra dan celana dalamnya juga.
Gila...meski tidak cantik, Mona kalau sudah telanjang begitu senantiasa memancarkan daya rangsangan yang kuat buatku. Tak ayal lagi penisku langsung tegang dan seperti menunjuk ke arah Mona waktu aku berhadapan dengannya.Tapi aku harus menahan diri, harus menyiapkan potensi untuk "acara" bersama Edo nanti.
Tapi nafsuku tak bisa dikendalikan lagi. Pada waktu menyabuni tubuh mulus Mona, sengaja kuambil sabun cair banyak-banyak untuk menyabuni kemaluan gadis itu.
Mona diam saja. Bahkan kelihatan mulai horny. Terlebih setelah tanganku mulai menyelusup-nyelusup ke dalam celah kemaluannya yang sudah licin oleh sabun cair.
"Mas....aaah..." Mona seperti makin dikuasai oleh nafsunya, karena tangannya mulai memegang batang kemaluanku yang sudah licin dan penuh busa sabun.
Dan ia sendiri yang mengarahkan batang kemaluanku ke vaginanya. Saat itu timbul ilham di benakku. Pintu kamar mandi tak jauh dari jangkauan tangan kiriku. Lalu kubuka tanpa sepengetahuan Mona. Kugerak-gerakkan telunjukku di luar pintu kamar mandi. Sebagai isyarat agar Edo mendekat. Mudah-mudahan saja Edo melihat isyaratku.
Ya ! Ternyata Edo melihat isyaratku, karena kudengar langkah kakinya mendekati pintu kamar mandi, justru pada saat aku seudah berhasil membenamkan batang kemaluanku ke dalam vagina Mona yang berdiri menyandar ke dinding dekat pintu kamar mandi ini.
Dalam posisi sama-sama berdiri, aku mulai mengayun batang kemaluanku di dalam jepitan liang kewanitaan Mona.
Mona mulai terpejam-pejam sambil memeluk pinggangku erat-erat, tanpa menyadari bahwa Edo sudah berada di dalam kamar mandi ini.
Terus terang, semuanya ini di luar skenario yang sudah kusepakati bersama Edo. Persetubuhan di dalam kamar mandi ini terjadi begitu saja, tanpa direncanakan sebelumnya.
Edo tak berani bersuara. Ia cuma berdiri dengan pandangan tertuju pada penisku yang sedang mengenjot liang kemaluan Mona. Justru aku yang buka suara, "Main di kamar mandi begini fantastis banget Do," kataku.
"Iya....waduuuh...bikin saya jadi ngiler ni Boss," sahut Edo dengan mata seolah tak berkedip.
Mona tampak kaget melihat kehadiran Edo di dalam kamar mandi ini. "Mas...aaah...ada Bang Edo..." kata Mona tersengal.
"Biar aja dia nonton kita. Kan dia sahabat kita," sahutku.
Mona yang telanjur keenakan dienjot oleh penisku, tidak berusaha menghentikan persetubuhan ini. Ia bahkan berbisik ke telingaku, "Kalau dia ngiler nanti gimana, Mas?"
Aku tidak menjawab pertanyaan Mona. Aku bahkan menoleh ke arah Edo sambil berkata, "Kalau mau nonton boleh. Tapi harus telanjang juga dong. Masa kami berdua telanjang sementara sampeyan pakaian lengkap gitu?"
"Baik Boss," sahut Edo sambil melaksanakan permintaanku. Menanggalkan seluruh pakaiannya lalu menggantungkannya di dekat pakaianku dan pakaian Mona.
Mona cuma memejamkan matanya, karena selanjutnya aku sudah mempergencar enjotan penisku lagi. Pasti kenikmatan yang dialaminya membuat Mona lupa segalanya.
Meski sambil mengenjot liang kemaluan Mona, aku masih sempat memberi isyarat kepada Edo agar semakin mendekat di sebelah kananku. Dan kulihat penis Edo sudah ngaceng sekali. Maka ketika aku masih asyik mengayun penisku, kusempatkan menarik tangan Mona agar memegang batang kemaluan Edo.
Mona agak kaget. Tapi aku cepat berkata padanya, "Remas-remas aja...kocokin juga boleh...biar dia gak gila melihat kita beginian."
Mona memejamkan matanya lagi. Tapi tangannya mulai meremas-remas batang kemaluan Edo seperti yang kuanjurkan. Entah apa yang berkecamuk di dalam pikiran gadis itu.
Yang jelas, pada suatu saat Mona berkata padaku, "Mas...berdiri di kamar mandi gini, pegel dan kedinginan...."
"Oke...kita selesaikan dulu mandinya, lalu kita blanjutkan di atas kasur ya," kataku.
Mona mengangguk dan sesekali melirik ke arah Edo dengan sikap canggung.
Kalau aku membandingkan Edo dengan diriku sendiri, rasanya kami ini selevel dalam beberapa hal. Dalam usia, kami sebaya. Soal bentuk tubuh dan wajah, nilainya kira-kira sama lah. Juga kalau kubandingkan ukuran penis Edo dengan penisku, juga sama panjang dan gedenya.
Shower air hangat mulai memancarkan airnya. Kami bertiga saling menyabuni di dalam kamar mandi ini. Ketika Edo tampak asyik menyabuni sepasang payudara Mona, aku berkata, "Asyik kan punya cowok dua orang begini? Pasti lebih hangat daripada cuma memiliki aku seorang. Pokoknya kita bikin suasana di Bogor ini jadi sesuatu yang sangat indah, yang sangat mengesankan."
Mona tak menyahut. Tapi kulihat dia diam saja ketika Edo mulai menyabuni kemaluannya. Mungkin itu bisa dijadikan indikator, bahwa Mona sudah menerima kehadiran Edo.
Bahkan ketika aku sudah mengeringkan tubuhku dengan handuk, kulihat Edo menarik tangan Mona ke arah penisnya...lalu kulihat Mona menurut saja... memegang batang kemaluan Edo yang sudah sangat ngaceng itu.
"Nah begitu dong....mulai saat ini aku dan Edo jadi milik Mona..." kataku sambil mencium pipi Mona, "Ayo kita lanjutkan di atas bed, biar jangan pegel dan kedinginan."
Mona mengikuti anjuranku paling duluan, keluar dari kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk hotel di pinggangnya.
"Jangan terlalu ekstrim ya, kasian," kataku kepada Edo, "giliran aja seorang demi seorang."
"Oke Boss," Edo mengangguk, "Tapi saya udah gregetan...pengen jilatin memeknya."
"Ya udah...duluan aja maju sana..."
"Lho...Boss kan tadi belum selesai."
"Santai aja," kataku sambil menepuk bahu Edo, "waktu kita kan masih lama. Bisa sepuluh harian kita stand by di kota ini."
"Woookeeee....thank you Boss," Edo tampak bersemangat, lalu bergegas ke luar, dalam keadaan telanjang, karena handuk yang disediakan hotel cuma 2 helai. Yang satu sudah dipakai olehku, yang satu lagi dipakai oleh Mona.
Aku pun keluar dari kamar mandi. Kulihat Edo sudah menerkam Mona di atas tempat tidur, lalu menghimpitnya, menciuminya...lalu menciumi putting payudaranya....menurun lagi...melorot terus sampai akhirnya Edo berhasil menempelkan mulutnya pada vagina Mona.
Mona menurut saja ketika sepasang pahanya direnggangkan lebar-lebar oleh kedua tangan Edo. Lalu gadis itu mulai menikmatinya. Menikmati jilatan dan celucupan Edo di vaginanya yang jembutnya sudah dirapikan itu.
Cukup lama Edo menjilati kemaluan Mona, sambil sesekali tangannya menjangkau sepasang payudara Mona dan meremas-remasnya.
Dan akhirnya Edo merayap ke atas...sambil memegangi batang kemaluannya. Lalu kulihat Edo sedang berusaha memasukkan batang kemaluannya ke dalam vagina Mona.
Aku pun duduk di sofa sambil menonton adegan-adegan berikutnya. Bahwa Edo mulai mengayun penisnya, memompa liang kemaluan Mona. Dan Mona mulai mendesah-desah, sambil sesekali melirik ke arahku, tapi selalu kuacungkan jempolku (meski sebenarnya diam-diam aku merasa cemburu juga menyaksikan persetubuhan mereka itu).
Aku menyaksikan persetubuhan mereka sambil memegangi penisku sendiri, karena sebenarnya aku belum selesai ML sambil berdiri di kamar mandi tadi. Aku mengalah agar Edo maju duluan, meski aku belum selesai. Masalahnya, aku ingin tahu dulu apakah Mona siap dithreesome apa tidak. Ternyata ia mau menerima kehadiran Edo. Hitung-hitung "ikatan", biarlah Edo maju duluan, supaya nanti takkan ada penolakan apa pun dari Mona.
Tapi egoisku mendadak timbul dominan di dalam batinku. Masalahnya, si dede nagih terus karena di kamar mandi tadi belum terselesaikan. Maka dengan nafsu tak terkendalikan lagi, aku menghampiri Edo dan memberi isyarat padanya, pertanda ngajak change place.
Untungnya Edo mengerti keadaanku yang sedang tersiksa ini. Dengan sigap ia mencabut penisnya dari vagina Mona. Membuat mata Mona terbuka, tapi lalu terpejam lagi setelah tahu bahwa aku akan menggantikan posisi Edo. Dan Edo langsung menuju kamar mandi.
Waktu memasukkan batang kemaluanku ke lubang kewanitaan Mona yang terasa sudah basah sekali (mungkin dia sudah orga waktu disetubuhi oleh Edo tadi), aku masih sempat berbisik, "Lebih enak kan dengan dua orang lelaki?"
Mona menatapku. Memelukku erat-erat sambil berkata perlahan, "Saya kan nurutin keinginan Mas aja."
"Tapi lebih enak kan?"
"I...iya sih..." sahutnya sambil memejamkan mata lagi.
Dan aku mulai mengayun batang kemaluanku, untuk melanjutkan kenikmatan yang tertunda tadi.
Mata Mona terbuka lagi. Bertanya tersengal, "Mas...ka...kalau saya kecapean, boleh minta istirahat?"
"Tentu aja dong. Kita bertiga kan sejajar," sahutku dengan perasaan ingin ketawa merasakan keluguannya, "Mona bukan budak kami. Mona boleh minta rehat kapan saja....boleh minta ML juga kalau udah horny lagi..." ucapanku itu kususul dengan ciuman hangat di bibirnya.
Mona memeluk leherku dengan hangatnya. Dan merenggangkan sepasang pahanya lebar-lebar, seolah mempersilakanku mengenjotnya seganas mungkin.
"Sekarang udah kecapean?" tanyaku sambil memperlambat gerakan penisku.
"Belum Mas...justru lagi enak-enaknya..." sahutnya tersipu.
Mendengar pengakuannya itu aku pun semakin bergairah untuk memperganas ayunan penisku.
Tiba-tiba terdengar suara musik dangdut koplo. Rupanya suara musik itu dari hp Edo yang sudah duduk di sofa lagi, sambil mengamati persetubuhanku dengan Mona. Aku tidak begitu suka musik dangdut. Tapi dalam suasana seperti ini, rasanya irama koplo itu cocok sekali untuk kuikuti.....ya, kusesuaikan gerakan penisku dengan irama koplo itu....ternyata asyik sekali ! Dangdut...mundur maju...dangdut...mundur maju.....dst.
"Wooooow....enak tenaaaan....." terdengar komentar Edo yang menyaksikan semuanya ini. Namun aku tak mempedulikannya. Aku cuma peduli bahwa makin lama batinku serasa makin melayang-layang di langit....langit ketujuh mungkin....memang pantas apa yang sedang kulakukan ini dijuluki "surga dunia"......dan rintihan-rintihan histeris Mona makin lama makin menjadi-jadi...di telingaku malah seakan-akan nyanyian merdu bidadari yang sedang menaburkan bunga-bunga surgawi ke sekujur batinku...
Belasan menit kemudian, terasa sekujur tubuh Mona mengejang....kedua tangannya meremas-remas kain seprai....matanya terbeliak, nafasnya tertahan dan.....ia merengek manja...terdengar erotis di telingaku: "Maaaaas.......a.....a.....aaaaaaaaaaaaahhhhh...."
Terasa liang kemaluan Mona berkedut-kedut...lalu menjadi basah licin, sehingga penisku terasa lebih gampang diayun....dan menimbulkan suara kecipak-kecipak....
Aku tahu apa yang sudah terjadi. Mona sudah mencapai orgasmenya. Aku pun tak mau berlama-lama lagi menyetubuhinya, karena Edo pasti sudah tak sabar menunggu. Maka meski liang kemaluan Mona jadi terasa longgar buat penisku, aku malah semakin gila mengenjotnya...sodok-tarik-sodok-tarik-sodok-tarik....dan kubenamkan penisku sekuat mungkin...sambil menikmati enaknya ejakulasi di dalam liang kemaluan yang baru mencapai orgasme itu.
Waktu kucabut penisku yang mulai melemas ini, kulihat mulut kemaluan Mona ternganga dan mengalirkan cairan putih kental...spermaku yang bercampur dengan lendir kewanitaan Mona....
Edo langsung menghampiriku, "Dilepasin di dalam? Gak apa-apa?" tanyanya seperti mencemaskan sesuatu.
"Aman...karena sudah dijaga pil kontrasepsi," sahutku.
"Wah asyik dong," kata Edo sambil melompat ke atas tempat tidur dan langsung menerkam tubuh Mona yang masih telanjang bulat.
Jelas tampak membenamnya batang kemaluan Edo ke dalam liang vagina Mona (yang pasti masih kebanjiran air maniku). Tampaknya Edo sudah tak kuasa lagi menahan nafsunya, sehingga tak mau bersusah-susah lagi, langsung main sodok aja.
Dan gilanya, baru beberapa menit Edo mengenjot Mona, penisku langsung tegang lagi. Padahal baru saja memuntahkan lahar panasnya. Mungkin ini salah satu sisi positifnya buat lelaki yang melakukan threesome MMF. Bahwa ketika melihat persetubuhan Edo dengan Mona, rasanya jauh lebih effektif daripada nonton bokep !
Konon pula threesome FFM (2 cewek 1 cowok), biasanya tidak menimbulkan kepuasan bagi kedua ceweknya. Mungkin karena sebenarnya fisik cewek ditakdirkan untuk bisa memuaskan lebih dari 1 orang cowok. Bukankah sambil tidur pun seorang cewek bisa membuat cowok ngecrot?
Maka ada orang yang bilang, threesome FFM itu hanya buat gaya-gayaan aja bagi cowoknya. Padahal cowok itu takkan bisa memuaskan 2 cewek sekaligus. Apalagi kalau ceweknya 3 orang atau lebih.
Jadi...kalau dibebaskan memilih, secara fisik mungkin polyandri lebih ngepas daripada polygami. Karena kalau polyandri, kedua belah pihak akan puas. Hahahaaaa !
Bagaimana mungkin Mona tidak puas? Setelah Edo ejakulasi, aku maju. Tapi aku ingin melakukannya dengan posisi doggy. Mona kusuruh nungging, aku masukkan penisku dari belakang. Sementara Edo hanya beristirahat sebentar, lalu celentang sambil merentangkan kedua pahanya, sehingga penisnya persis berada di bawah mulut Mona yang sedang menungging.
Edo memberi isyarat agar Mona mengoral penisnya. Mona pun mengerti, lalu mengulum dan menyelomoti penis Edo seperti anak kecil menikmati permen loli.
Semuanya itu membuatku semakin bersemangat untuk mengayun penisku seganas mungkin. Sampai terasa pangkal pahaku menabrak-nabrak buah pantat Mona...dug...dugh....dugh...dugh.....
Malam itu sebenarnya merupakan pengalaman pertama bagiku, pengalaman pertama menthreesome seorang perempuan. Entahlah bagi Edo, mungkin dia pernah melakukannya dengan cewek lain.
Dan yang jelas, malam itu kami puas-puaskan nafsu birahi kami dengan segala posisi. Sampai akhirnya Mona minta istirahat karena sudah ngantuk sekali, katanya.
Lalu kami tidur bertiga di bed yang luas itu, sementara bed yang kecil jadi nganggur.
Kelihatannya Mona senang juga tidur diapit oleh dua orang lelaki. Meski selimut dihamparkan untuk menyelimuti tubuh kami, namun di balik selimut itu kami semua bertelanjang.
Walaupun kami semua terkapar dalam kepuasan, namun esok paginya kami tetap bangun pada waktunya. Karena kami harus bertanggungjawab pada bisnis kami. Tapi di malam hari, kami juga punya urusan dengan birahi kami.....
0 Komentar