TEMAN BISNISKU PART 3

 

Tadinya aku tak pernah memperhatikan cewek bernama Mona itu. Menurut pengakuannya, ia sudah berumur 32 tahun. Tapi mungkin sebenarnya lebih dari itu, karena perempuan banyak yang suka menyembunyikan usia yang sebenarnya. Terlebih status Mona itu belum pernah menikah. Soal masih perawan atau tidaknya, entahlah.




Mona memang bukan sosok yang menarik. Bentuk tubuh dan wajahnya biasa-biasa saja. Sikapnya pun terlalu pendiam dan serius, sehingga di dalam link bisnisku tak pernah ada yang berusaha mendekatinya lebih daripada teman bisnis.




Maka ketika aku menerima telepon darinya pada suatu hari, aku yakin ada masalah penting yang akan disampaikan:






"Mas pabrik yang bangkrut itu memang mau dijual. Lumayan besinya lebih dari seribu ton. Apa mau diolah?" tanya Mona di telepon.


"Beneran lebih dari seribu ton?" aku balik bertanya dengan nada kurang percaya.


"Bener Mas. Tapi supaya gak sangsi mending timbang bayar aja, sesuai dengan barang yang kita dapatkan."


"Kita survey aja dulu. Lokasinya kan jauh juga dari sini ya?"


"Yaaa.kurang lebih 150 kilometer Mas. Kalau mau disurvey harus secepatnya. Takut keburu tercium sama bandar-bandar besi. Mas kan sudah punya buyer ya?"


"Iya. Kapan kita survey?"


"Lebih cepat lebih baik. Sebaiknya sekarang juga kita ke sana Mas."


"Mbak Mona mau ikut di mobil saya kan?"


"Ya iyalah. Saya kan cuma punya motor Mas. Masa ke sana pakai motor."


"Oke deh. Mau dijemput dimana?"


"Di depan SMA 22 aja. Mas kan belum tau rumah kost saya, masuk ke dalam gang, bisa nyasar nanti."


"Oke. Sejam lagi saya jemput di depan SMA itu."


"Baik Mas. Thank you."






Aku bergegas ke depan garasi. Herman, sopirku sedang mengelap kaaca mobilku dengan kanebo. "Her kita ke luar kota sekarang," kataku




"Siap Pak !" sahut sopirku.






Aku bergegas ke kamar mandi, lalu cepat-cepat mandi.




Waktu keluar dari kamar mandi, kulihat istriku sedang nonton televisi sambil rebahan di sofa panjang kamar tidurku. "Aku mau ke luar kota, sayang," kataku sambil mengecup kening istriku.




"Ke luar kota ke mana?" tanya istriku.




Kusebutkan nama kota itu. Lalu kataku, "Doakan aku sukses ya. Kalau sukses, untungnya bisa beli mobil baru yang jauh lebih keren."


"Iya, pasti aku doakan Bang. Mau nginep di sana?"


"Lihat-lihat situasinya nanti. Kalau deal, pasti aku nginep. Nunggu sampai big boss datang."


"Kalau nginep berarti sukses ya Bang?"


"Kira-kira begitulah."


"Bawa pakaian buat ganti di sana dong."


"Iya, tolong masukin dua setel aja ke tasku, sayang."






Tak lama kemudian aku sudah duduk di jok belakang mobilku yang dikemudikan oleh Herman dan sudah jauh meninggalkan rumahku.






"Yang mau dijemput siapa Pak?" tanya Herman ketika lampu merah menghentikan mobilku.


"Mbak Mona. Kamu sudah tau dia kan?"


"O, yang perawan tua itu Pak?"


"Hush ! Jangan pakai julukan perawan tua lah. Nanti kalau kedengaran orangnya gak enak."






Herman terdiam. Dia memang kubebaskan bergaul dengan teman-temanku. Bahkan sesekali dia suka ikutan menawar-nawarkan barang kepada teman-temanku. Jadi tak aneh kalau dia tahu banyak mengenai orang-orang yang kukenal.






"Tapi Mbak Mona itu beneran masih perawan atau statusnya aja yang masih gadis, Pak?" tanya Herman lagi.


"Wah, mana kutahu perawan gaknya sih," sahutku dingin.


"Test aja Pak. Cewek nganggur gitu, pasti ada hasrat pengen dilibas sama lelaki. Hahahaa"


"Gila kamu Her ! Kamu aja yang libas dia gih."


"Wah, sama saya mana mau Pak? Saya kan cuma sopir. Ohya Pak kalau jam segini baru berangkat, bisa malam tibanya di lokasi nanti. Emang mau langsung pulang lagi?"


"Kita lihat-lihat aja nanti. Di kota yang terdekat dengan lokasi kan pasti ada hotel. Kalau perlu nginap, ya nginap aja di hotel."






Tak lama kemudian kami tiba di depan SMA yang dijanjikan. Gadis bernama Mona itu tampak sudah berdiri di trotoar, mengenakan celana panjang berwarna coklat tua, dengan kaus kuning muda, sambil menjinjing sebuah tas.




Herman turun dan membukakan pintu belakang kiri. Mona masuk ke dalam dan duduk di sisiku.






"Bawa pakaian ganti?" tanyaku.


"Cuma bawa buat tidur, Mas. Soalnya ada kemungkinan harus nginap nanti ya?"


"Iya. Gak apa-apa kalau harus nginap kan?" tanyaku.


"Gak apa-apa. Saya sudah minta izin sama ibu kost tadi."






Tak lama kemudian Herman sudah meluncurkan lagi mobilku. Perjalanan yang kami tempuh cukup lama. Jam sembilan malam kami baru tiba di kota terdekat dengan lokasi pabrik yang mau disurvey itu.






"Bagaimana nih? Kayaknya kita harus istirahat dulu, besok pagi saja kita surveynya ya?" kataku sambil menepuk lutut Mona yang bercelana panjang corduroy coklat tua itu.


"Iya, bagaimana baiknya saja Mas," sahut Mona sambil merapikan rambutnya.


"Cari hotel aja Her," perintahku pada sopirku.


"Siap Pak. Tapi setahu saya di kota ini hanya ada satu hotel."


"Ya, yang penting bisa dipakai istirahat aja, jangan sampai harus tidur di mobil."






Herman membelokkan mobil ke jalan yang tidak kukenal. Dan akhirnya berhenti di pekarangan sebuah hotel kecil, tapi pekarangannya cukup luas.






"Ini satu-satunya hotel di kota ini Pak," kata Herman sambil mematikan mesin mobil.


"Iya," sahutku sambil membuka pintu mobil di samping kananku, "yang penting bisa istirahat aja."






Aku langsung menuju ruang resepsionis. Menanyakan apakah masih ada kamar kosong. Dan jawabannya membuatku kecewa, "Kamar tinggal satu Pak," kata resepsionis, "Tapi lumayan besar kamarnya, dengan dua tempat tidur luas."






Aku tercenung sesaat. Balik lagi ke mobilku yang diparkir di pekarangan hotel kecil ini. "Kamarnya tinggal satu dengan dua tempat tidur," kataku pada Mona.






"Saya sih gak usah dipikirin Pak," Herman nyeletuk, "saya tidur di mobil aja."


"Gimana?" tanyaku sambil memandang Mona lagi.


"Gimana baiknya aja Mas," sahut gadis 32 tahunan itu.


"Ya udah kalau gitu, kita sekamar kan gak apa-apa ya?"






Mona mengangguk perlahan. Lalu kusuruh Herman mengeluarkan tasku dari bagasi.




Kamar itu bernomor 29. Kulihat hotel ini hanya memiliki 40 kamar. Tapi di dalamnya lumayan bagus. Pakai AC dan shower air panas. Itu sudah cukup bagiku.




Mona pun masuk ke dalam kamar. Meletakkan tasnya dan mengamati keadaan di sekeliling kamar itu. Herman sudah keluar lagi.






"Kasian juga sopirnya Mas. Dia akan tidur di mobil ya?" kata Mona sambil membuka tasnya.


"Emang udah biasa dia tidur di mobil, tapi sebentar.mau ngasih duit rokok dulu, Mbak."


"Ah, panggil Mona aja Mas. Gak usah pake mbak-mbakan," kata Mona sambil mengeluarkan pakaian dari dalam tasnya.


"Oke," kataku sambil tersenyum. Lalu keluar dari kamar dan menghampiri Herman. Ternyata dia sedang nonton tv di lobby. Kuberikan uang alakadarnya sambil berkata, "Nih buat makan dan rokok."


"Makasih Pak," Herman tampak girang mendapatkan uang jajan itu, "Pak…kesempatan tuh…"


"Kesempatan apa?" tanyaku dengan kernyitan.


Setengah berbisik Herman menyahut, "Mbak Mona itu libas aja Pak. Mumpung ada kesempatan."


"Gila kamu ah ! Macem-macem aja," kataku sambil mengacungkan kepalan tangan ke depan wajah sopirku.






Herman memang sering lancang dan lupa tatakrama. Dia juga sok akrab kalau berhadapan dengan teman-temanku, sehingga ia lupa bahwa ia cuma seorang sopir. Tapi yang kusukai dari pribadinya, dia tak pernah mengeluh capek, meski harus nyetir 24 jam tanpa istirahat.




Aku masuk lagi ke dalam kamar 29. Kulihat Mona sudah mengenakan kimono sutra berwarna biru langit dengan corak berwarna biru tua. Dia memang tidak cantik. Tapi setelah kuperhatikan, kulitnya putih bersih.






"Gak nyangka kita bakal tidur sekamar ya," kataku sambil menatapnya dengan sikap menggoda.


"Iya, tapi bednya kan misah."


"Kalau saya ngelindur, lalu pindah ke bed Mona nanti gimana?"


"Mmm gimana ya? Kalau sekadar tidur sih gakpapa juga, Mas," sahutnya dengan senyum.


"Sini dong ngobrolnya," kataku sambil menepuk kasur di kiriku, "Mumpung lagi santai, kita bisa ngobrol banyak."


"Ngobrol apa Mas?" Mona menghampiriku dan duduk di sebelah kiriku, di pinggiran tempat tidur.


"Mona udah punya pengalaman dengan lelaki?" tanyaku sambil memegang pergelangan tangannya.


"Maksud Mas?" Mona menatapku dengan sorot bingung.


"Soal seks.udah ada pengalaman?"


Mona menggeleng dengan sorot sedih, "Soal itu sih saya masih nol besar Mas."


"Masa sih?"


"Berani sumpah….saya belum pernah."


"Zaman sekarang kan anak SMA juga udah banyak yang pernah mengalaminya."


"Tapi saya tidak seperti mereka Mas. Lagian siapa yang mau kepada saya yang jelek gini."


"Emang belum pernah pacaran?"


"Waktu masih kuliah pernah juga ada cowok mendekati saya. Tapi ya gitu deh…belok ke cewek yang jauh lebih cantik dari saya."


"Wahpadahal kulit Mona putih bersih gini." kataku sambil mengelus lutut Mona yang muncul dari belahan kimononya.






Kutunggu reaksinya. Dia diam saja. Dan aku makin ingin tahu. Tanyaku, "Pernah membayangkan indahnya berhubungan seks?"






"Yasering juga Mas. Tapi saya kan perempuan. Gak bisa aktif seperti laki-laki."






Aku rayapkan tanganku ke pahanya. Terasa hangat. Tanyaku lagi, "Kalau diraba-raba gini bagaimana rasanya?"






"Mm degdegan, Mas."


"Kita bikin kisah indah di antara kita yok…." kataku sambil memeluk pinggangnya, lalu kudekatkan bibirku ke bibirnya.






Mona malah memejamkan matanya. Ini kuanggap bahwa ia siap mengikuti keinginanku, tapi masih malu mengatakannya secara lisan. Maka aku pun tak banyak basa-basi lagi. Kupagut bibirnya dengan hasrat biologisku yang mulai berdesir-desir.




Mona diam saja. Tidak bereaksi pada waktu bibirnya mulai kulumat. Waktu tanganku merayap ke dalam belahan kimononya pun, dia tidak bereaksi. Dan aku senang sekali ketika langsung menyentuh payudaranya yang berukuran sedang-sedang saja.




Mona mulai bereaksi. Ia memelukku erat-erat ketika tanganku mulai mempermainkan pentil payudaranya. Dan aku mulai tak sabaran lagi. Kulepaskan ikatan tali kimononya, lalu kudorong dadanya agar rebah terlentang. Ia benar-benar pasrah. Kubuka belahan kimononya, sehingga sepasang payudaranya mulai tampak di depan mataku. Ketika pandanganku menurun ke bawah, kusaksikan tubuh berkulit putih bersih. Tidak mengecewakan. Kenapa pula tubuh seindah ini tidak pernah menarik perhatian kaumku?




Aku semakin jauh melangkah. Kucelucupi pentil payudara Mona, sementara tanganku mulai merayapi pusar perutnya. menurun dan menyelinap ke lingkarat karet celana dalamnya. Wow, kusentuh gundukan rambut keriting yang lebat sekali. Mungkin ia tak pernah mencukur jembutnya.




Ketika jemariku mulai mengelus2 belahan vagina yang masih tertutup celana dalam itu, sementara mulutku makin ganas menjilati dan menyedot-nyedot pentil teteknya, tubuh Mona terasa semakin menghangat. Tangannya pun mulai meremas-remas bahuku, sementara napasnya tertahan-tahan.




Tapi aku mulai menurunkan kepalaku. Bibir dan lidahku mulai mencelucupi pusar perutnya. Mona hanya bisa mengeus-elus rambutku. Entah apa yang dirasakannya saat ini. Dan mulutku menurun terus, sementara kedua tanganku menurunkan celana dalam gadis berkulit putih bersih ini.






"Mas" terdengar suara Mona seperti protes ketika celana dalamnya sudah kulemparkan ke dekat bantal.


"Kenapa?" tanyaku sambil menatapnya.


"Malu" sahutnya.


"Gak usah malu-malu," sahutku sambil menanggalkan celana panjang dan celana dalamku, "Tuh lihat.aku juga gak malu kan?" kupegang batang kemaluanku yang sudah ngaceng sekali ini. Kudekatkan ke tangannya. Tapi ia tak berani menyentuhnya. Lalu matanya tampak terpejam lagi.


"Mona mau kan merasakan enaknya bersetubuh?" tanyaku sambil memegang ergelangan tangannya.


"Emang Mas mau?" ia menatapku dengan sorot malu-malu.


"Mau banget," kataku, "tapi kalau Mona benar-benar masih perawan, semuanya harus dilakukan dengan sama-sama ikhlas."


"Saya memang masih perawan Mas. Silakan aja buktikan"


"Mona rela kalau perawannya saya ambil?"


"Terserah Mas soalnya jujur aja. saya juga ingin…." kata-katanya terputus begitu saja. Tapi aku sudah mengerti maksudnya. Dan menurutku, ucapannya itu sudah merupakan pengakuan yang luar biasa. Bahwa ia ingin merasakan digauli oleh lelaki.






Setelah melepaskan baju kaus, aku jadi telanjang bulat juga, seperti yang sudah terjadi pada Mona.




Ketika wajahku berada di depan kemaluannya yang berbulu lebat itu, terdengar suaranya, "Mas…mau ngapain? Saya malu dong punya saya dipelototin gitu."






"Sttt diam aja ya. aya ingin membuktikan virginitasmu hmmm…memang masih perawan, Mon," sahutku sambil mengangakan mulut vagina gadis itu. Memang kulihat hymennya masih utuh. Berarti kemaluan gadis ini belum pernah diapa-apain.






Ini sesuatu yang langka di zaman sekarang. Bahwa gadis berusia 32 tahun masih benar-benar perawan.




Maka tanpa basa basi lagi, kuserudukkan mulutku ke vagina yang masih virgin itu. Kuciumi beberapa kali. Lalu kujilati labia mayoranya (bibir besar kemaluan wanita).






"Duuuh Mas ini diapain? Iiih Mas gak jijik? Iiiih Mas oooh Mas " Mona menggeliat-geliat dengan tangan mengepak-ngepak ke kasur. Terlebih lagi setelah aku memusatkan jilatan dan isapanku ke bagian clitorisnya. Semakin menggeliat-geliat mona dibuatnya. Bahkan lalu terdengar suara histerisnya, "Duuuh Mas ini enak sekali tapi oh Mas…..oooh iya geli tapi enak Mas.. oo hsssshhhh….."




Diam-diam kukeluarkan air liurku sebanyak mungkin, supaya liang kemaluan Mona jadi becek, karena untuk pertama kalinya akan ditembus oleh batang kemaluan lelaki….batang kemaluanku. Cukup lama aku melakukan cunnilingus (lelaki ngemut kemaluan wanita). Sehingga rintihan-rintihan histeris Mona makin menjadi-jadi. Apakah ia sempat mengalami orgasme waktu kemaluannya kujilati ini, entahlah. Sulit memastikannya, karena ia benar-benar pemula.




Setelah Mona kuanggap siap untuk melakukan persetubuhan yang sebenarnya, kurentangkan sepasang kakinya selebar-lebarnya, lalu aku naik ke atas perutnya, sambil berkata, "Sekarang mulai penetrasi ya…."




Lalu kutempelkan puncak penisku di mulut kemaluan Mona yang sudah basah kuyup oleh air liurku, "Yang pertama pasti agak sakit….tahan ya Mo""






"Iya," sahutnya lirih, "tapi ajarin ya Mas….saya kan masih bodoh banget dalam soal ini…"






Aku mulai mendesakkan batang kemaluanku agak kuat makin kuat makin kuat terasa sudah membenam sedikit .kudorong terus...terasa sempit sekali, padahal sudah kubikin basah tadi dengan air liurku tapi dengan pengalamanku yang sudah cukup banyak, aku berhasil melakukannya .kuenjot sedikit demi sedikit, sambil berusaha agar penisku semakin jauh membenam di liang kemaluan Mona.




Aku pun merapatkan dadaku ke dada Mona. Memeluk lehernya sambil melumat bibirnya. sementara penisku makin lama makin lancar maju-mundur dalam jepitan liang kemaluan Mona yang masih sangat sempit ini.






"Memek perawan bukan main enaknya" kataku sambil menjilati leher Mona.


"Masa sih?"


"Beneran. Mona sendiri gimana? Enak kan?


"Iya Mas enak banget duuuh.rasanya kayak gini ya. denyutnya sampai ke lutut-lutut tapi Mas… .Mas. seperti ada yang mau keluar"


"Nikmati aja mungkin itu pertanda mau orgasme"


"Maaas" Mona meremas-remas bahuku sambil memejamkan matanya. Liang kemaluannya terasa berdenyut-denyut…lalu terasa jadi banyak lendir hangat. Berarti dia sudah mengalami orgasme.






Mona baru sekali ini mengalami persetubuhan. Mungkin liang kemaluannya akan terasa sakit kalau aku berlama-lama menyetubuhinya. Maka aku pun mempercepat gerakan penisku, dengan tujuan ingin cepat-cepat ejakulasi, supaya Mona tak tersiksa dibuatnya.




Dan ketika aku merasa sudah mau ejakulasi, cepat kucabut penisku dari liang kemaluan Mona. Dan sambil memegang penisku yang kuarahkan ke atas perut Mona, kurasakan penisku mengejut-ngejut sambil memuncratkan air maniku….crooot….crrooot…croooot….crooot….




Meski merasa lemas, aku turun dari tempat tidur. Kuambil handuk putih yang disediakan hotel untuk menyeka air mani yang menggenangi perut Mona. Dan ketika melirik ke arah seprai., kulihat ada genangan darah di situ. Hmmm…darah perawan Mona.






"Mona benar-benar masih perawanterimakasih ya….aku jadi sayang sama Mona" kataku sambil menciumi pipinya.




Mona cuma tersenyum, lalu menyahut lirih, "Ntar kalau kepengen lagi gimana?"


"Gampang. Tinggal bbm aja….nanti namamu akan kureset jadi nama cowok."


"Supaya istri Mas jangan curiga?"


"Iya. Kalau Mona kangen, bbmin aja aku…bunyi bbmny"pak barang itu harus disurvey, kapan bapak bisa ke sana?"


"Lalu?"


"Setelah di luar rumah, aku akan nelepon dan janjian ketemu di hotel mana, gitu."


"Iya Mas."


"Paling juga dalam tiga hari lagi Mona bakal kepengen lagi."


"Kenapa bisa dipastikan begitu?"


"Kan lukanya dalam tiga hari akan sembuh. Kalau luka mengering kan suka gatal. Nah…saat itulah Mona akan merasa pengen digesek….heheheee"


"Mas..." Mona mendekatkan bibirnya ke bibirku, "minta kiss dong...yang mesra..."






Aku terlongong sesaat. Kasihan juga Mona ini. Ia telah menyerahkan sesuatu yang paling berharga di dalam dirinya padaku. Dan aku tak boleh menyepelekan hal itu. Minimal aku harus memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.




Maka dengan hangat kupeluk tubuhnya, dengan lembut kukecup bibirnya dan kulanjut dengan lumatan mesra dan hangat.




Tapi karena kami masih sama-sama telanjang, saling peluk begini membuat kemaluan kami bersentuhan terus. Penisku pun menegang lagi dibuatnya. Maka bisikku, "Mau lagi?"




Mona menatapku dengan sorot pasrah, "Terserah Mas..." sahutnya.




Maka kugumuli gadis yang barusan kuperawani itu dengan sepenuh gairahku. Mona pun mulai pandai membalas gumulanku, dengan melumat bibirku sambil memegang batang kemaluanku dan terkadang meremasnya pelan-pelan.




Ketika aku masih saling lumat dengan Mona, diam-diam kumasukkan lagi batang kemaluanku ke dalam liang surgawinya.




Tidak terlalu sulit membenamkan senjata pusakaku, karena liang vagina Mona masih berlendir. Tapi enaknya kemaluan yang baru saja kuperawani, memang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Masih sangat menjepit, sehinggga terasa sekali nikmatnya waktu aku mulai mengayun batang kemaluanku, maju-mundur dan maju mundur....




Mona pun tampak menikmatinya. Terlebih setelah aku mengenjotnya sambil mengulum dan menjilati pentil teteknya, mata Mona jadi merem melek dibuatnya.




"Mas...oooh...kok enak sekali Massss.....ooooh....."




Mendengar rintihan dan desahan erotis Mona, aku jadi makin bergairah mengenjot penisku. Sehingga Mona semakin merem melek, sementara kedua tangannya sering meremas-remas kain seprai, terkadang juga meremas-remas rambutku sambil menahan-nahan napasnya.




Beberapa saat kemudian kurasakan sekujur tubuh Mona menggeliat....mengejang....disusul dengan hembusan nafas panjangnya... .....aaaaaaahhhh....dan aku merasakan liang kewanitaannya berkedut-kedut. Disusul dengan membasahnya lubang yang tengah kunikmati ini....sehingga terasa menjadi hangat sekali...terasa tidak terlalu sempit lagi.....




Dan aku tahu apa yang sedang terjadi.......



Posting Komentar

0 Komentar