TEMAN BISNISKU PART 2

 

Petualanganku dengan wanita berjilbab bernama Ivy itu seperti membuka mataku selebar-lebarnya. Dalam pertemuan dengan bu Ivy yang kedua kalinya, aku mendengar curhatnya. Bahwa suaminya selingkuh dengan teman sekantornya. "Mending kalau ceweknya itu cantik...sama pembantu saya aja masih bagusan pembantu saya" kata Bu Ivy dalam curhatnya. Banyak curhat Bu Ivy yang dituturkan padaku. Kesimpulannya, ia tak menyesali skandalnya denganku, hitung-hitung balas dendam pada perselingkuhan suaminya.






Lalu aku balas dendam kepada siapa? Bukankah istriku demikian setianya padaku? Yahhh, mungkin aku hanya menjalani naluri sebagai lelaki saja. Bahwa pada dasarnya kodrat pria itu tidak cukup dengan satu wanita saja. Hanya memang ada yang disalurkan, ada pula yang dipendam atau ditindas oleh yang bersangkutan.




Dalam perjalanan bisnisku berikutnya, aku menemukan suatu celah baru. Untuk menghubungkan owner sebuah kapal tanker kecil dan calon buyernya, aku dan team harus menginap di sebuah hotel di Jakarta. Karena kami datang sudah terlalu sore, sementara kapal itu harus disurvey siang hari. Jumlah team tidak banyak, hanya dua orang wanita muda dan dua orang pria (termasuk aku). Aku dan Agus mengambil kamar bernomor 809, sementara kedua wanita yang datang dari Semarang itu memakai kamar bernomor 810 yang bersebrangan dengan kamar kami.




Sebenarnya aku sudah tiga kali bertemu dengan Mbak Ida, nama salah seorang wanita yang istirahat di kamar 810 itu. Tentu dalam urusan bisnis yang kami tekuni. Tapi baru sekali ini aku memikirkan hal khusus tentang wanita yang satu itu. Bahwa dia cantik, kulitnya putih bersih, tubuhnya tinggi semampai dan usianya pun pasti di bawah 30 tahun. Aku memanggilnya dengan sebutan Mbak hanya karena menghormatinya saja. Padahal usianya pasti beberapa tahun lebih muda dariku.




Aku belum mendengar latar belakang kehidupannya secara jelas. Hanya menurut selentingan, suaminya sudah tua banget dan mengalami kelumpuhan, sehingga Mbak Ida harus giat mencari celah-celah bisnis seperti yang sedang kami tekuni sekarang.




Tapi aku tak peduli dengan latar belakang kehidupan wanita bernama Ida Farida itu. Yang kupikirkan, bagaimana cara untuk mendapatkannya di hotel ini? Susahnya, aku tidak sendirian. Mbak Ida juga tidak sendirian.




Sampai jam sembilan malam aku memutar otak. Temanku yang bernama Agus itu sudah tidur tengkurap di bednya. Akhirnya aku nekad mengetik sms untuk wanita itu, "Bisa ke resto sebentar? Ada yang ingin saya rundingkan, tapi temannya jangan diajak. Thanks."






Kukirimkan sms itu ke nomor hp Mbak Ida. Tak lama kemudian kuterima balasannya, singkat saja : "Oke"






Dengan penuh semangat aku keluar dari kamar 809, menuju lift dan turun ke lantai satu, karena resto hotel itu berada di lantai satu. Sengaja aku tak menunggu dulu wanita itu muncul di ambang pintu kamarnya, supaya gerakan ini rapi. Tidak terlihat oleh Agus maupun Mbak Tina (teman sekamar Mbak Ida).




Agak lama aku menunggu di resto hotel, wanita itu belum muncul juga. Mungkin merapikan diri dulu di kamarnya. Aku pun baru minta juice melon, belum memesan makanan.




Setelah agak lama menunggu, wanita itu muncul dalam gaun Gaun berwarna hijau mengkilap, dengan belahan di bagian depannya, sehingga setiap melangkah tampaklah betisnya yang putih bersih itu. Gila...anggun sekali tampaknya wanita yang biasa kupanggil Mbak Ida itu. Kenapa baru sekarang kuperhatikan?




Ia menghampiriku dengan senyum manis di bibir sensualnya. "Maaf lama nunggu ya... barusan terima telepon dulu" katanya setelah duduk di kursi sebelah kursiku.




"Mau makan apa?" tanyaku sambil menyodorkan daftar menu padanya.


"Masih kenyang, tadi kan belum lama makan malam" sahutnya.


"Saya juga gak lapar-lapar benar. Tapi kepengen makan bareng Mbak Ida. Ayo dong tentukan dulu pilihannya," kusodorkan lagi daftar menu yang ia letakkan kembali di meja.


"Mmm...spaghetti fisherman aja deh...biar jangan terlalu kenyang"


"Oke, aku juga mau kompak sama panjenengan. Spaghetti juga...tapi spaghetti bolognese aja. Minumnya apa?"


"Juice strawberry juga boleh."


"Oke" aku mengangguk sambil memanggil pelayan. Lalu kusampaikan pesananku padanya.


"Apa yang mau dirundingkan itu Mas?" tanya wanita bernama Ida itu setelah pelayan resto berlalu.


"Nggak ada...cuma pengen ditemani wanita cantik aja....hehehe..." kataku sambil menepuk punggung tangan Ida yang terletak di pinggiran meja makan.


"Iiih...panjenengan(kamu) ada-ada aja....kirain benar-benar ada yang mau dirundingkan" cetusnya dengan senyum manis. Oh, senyum itu...gemas aku melihatnya. Kenapa dulu-dulu aku tak pernah memperhatikan semuanya ini? Apakah karena dulu-dulu aku terlalu serius ke masalah bisnis, sehingga aku tak peduli kecantikan rekanku dari Semarang ini?


"Sebenarnya ada yang sangat penting...tapi kusampaikan lewat sms aja ya. Rahasia sih" kataku sambil mengeluarkan handphoneku. Lalu kuketik kalimat, "Sudah lama aku ingin menyampaikan hal ini. Tapi baru sekarang akan kusampaikan. Bahwa Mbak Ida menarik sekali di mataku."






Lalu kukirimkan sms itu. Lucu juga, aku mengirim sms kepada orang yang sedang duduk di sebelahku.




Dengan sorot heran wanita cantik itu membaca sms yang barusan kukirimkan.






"Gombal...." cetusnya sambil tersipu-sipu.


"Harusnya sejak ketemu dengan Mbak, saya harus menyampaikan hal itu. Tapi baru sekarang saya bisa menyampaikannya."






Wanita itu menatapku sesaat. Lalu tertunduk sambil berkata perlahan, "Saya kan sudah punya suami Mas."


"Saya juga sudah punya istri," sahutku, "Biar saja. Emangnya saya gak boleh mengagumi panjenengan?"






Kuperhatikan reaksinya. Ia mengerling dengan gaya manja. Lalu katanya, "Kita urus bisnis dulu Mas."


"Terus kalau bisnis kita sukses, gimana?" tanyaku sambil memegang pergelangan tangan wanita itu.


"Terserah panjenengan...." sahutnya perlahan.


"Kalau gak sukses gimana? Kan buyer yang menentukan besok."


"Pokoknya kita urus dulu bisnisnya. Soal sukses nggaknya ya tergantung nasib kita aja."






Makanan yang kami pesan sudah datang. Dua orang pelayan menata semuanya di meja makan.






"Tapi minimal sudah ada secercah harapan...terima kasih Mbak...hati saya bahagia sekali malam ini" kataku sebelum muai menyantap spaghettiku.






Lagi-lagi kulihat kerlingan manja itu. Ah...aku seakan kembali ke masa remajaku.




Tadinya aku sepakat bahwa aku akan memikirkan bisnis dulu, yang akan ditentukan besok siang. Tapi ketika aku dan wanita itu berada di dalam lift untuk naik ke lantai delapan, suasana jadi terasa lain, karena hanya kami berdua yang berada di dalam lift itu.




Ketika kupeluk pinggang wanita itu, lalu tampak senyum manis dan tatapan matanya yang bergoyang indah, aku tak kuat bertahan lagi. Kucium bibir wanita itu dengan mesra...kehangatan terasa menjalar ke sekujur tubuhku.




Dan aku merasakan sambutan yang hangat pula. Lumatannya benar-benar membangkitkan. Sehingga ketika lift itu sudah tiba di lantai delapan, kupijat lagi nomor untuk lantai satu.






"Kenapa turun lagi?" tanya Mbak Ida sambil menatapku dengan sorot heran.


"Kita booking kamar lain, supaya teman kita pada nyenyak tidurnya" sahutku sambil mengecup pipi Mbak Ida.


"Emang mau ngapain booking kamar lagi?" tanyanya tidak bernada protes, malah menyandarkan kepalanya di dadaku.


"Pengen pacaran...mumpung masih bersama-sama..."


"Ih, bukannya urus bisnis dulu..."


"Dua-duanya kita urus kan nggak apa-apa. Bisnis kita urus besok. Malam ini kita urus perasaan kita dulu. Deal?" kataku sambil menggelitik pinggangnya. Sebagai jawaban, kuterima cubitan kecil di lenganku.






Tak sulit mendapatkan kamar baru yang kupesan di receptionist. Aku minta kamar di lantai satu saja. Ternyata masih ada kamar yang kosong.






"Nanti kalau teman-teman nyari kita gimana?" tanya Mbak Ida pada waktu bellboy membuka pintu kamar.


"Bilang aja nyari makanan dan atau nemani saya minum bir," sahutku sambil memberi uang tip buat bellboy yang mengantarkanku ke kamar baru itu, "Atau bilang aja kita jalan-jalan ke rumah saudara...atau ke Ancol...ah...banyaklah alasannya nanti...hehehe..."


"Padahal kita di hotel ini-ini juga..." Kata Mbak Ida pada waktu aku menutupkan pintu kamar, lalu sekaligus menguncikannya.






Mbak Ida duluan duduk di sofa, sambil menatapku yang tengah menghampirinya. "Mau ngapain sih bawa saya ke sini?" tanyanya sambil tersenyum.


"Pengen ciumin panjenengan tanpa diburu-buru" sahutku sambil duduk di sampingnya, lalu mengangkat pinggangnya agar duduk di pangkuanku.


"Tadi di lift kan sudah nyiumin saya."


"Baru nyium bibir doang," kataku sambil melingkarkan lengan di pinggangnya.


"Emang mau nyium apa lagi?" ia menatapku dengan senyum yang makin menggoda.






Kujawab dengan gigitan lembut di daun telinganya, disusul dengan bisikan, "Pengen nyiumin semuanya, dari ujung kaki sampai ujung rambut, gak ada yang terlewat...."


"Iiih...kata-katanya merangsang..." cetus wanita itu sambil mencium pipiku. Hangat sekali rasanya ciuman wanita cantik ini.






Pandanganku tertumbuk ke belahan gaun hijau mengkilap itu. Menampakkan sebagian lutut dan paha putih mulusnya. Maka tanganku pun merayap ke situ...ke lututnya sambil berkata, "Bagian ini misalnya, kan belum diciumin....lalu ini juga belum.." tanganku sudah berada di pahanya. Kehangatan makin terasa menjalar ke telapak tanganku.




"Terus mau nyiumin yang mana lagi?" bisiknya diiringi pelukan erat di leherku.


"Semuanya" sahutku, "...termasuk yang sekarang masih ditutupi bra dan CD...."


"Mmmm...Mas pandai bikin perempuan jadi horny ih...." kata Mbak Ida sambil memejamakan matanya. Ini seolah signal buatku. Seolah indikator, bahwa ia siap diapakan pun olehku. Maka tanganku yang sudah sampai di pangkal pahanya mulai menyelinap perlahan-lahan ke balik celana dalamnya (yang belum kulihat berwarna apa).






Tanganku mulai menyentuh rambut tebal di antara kedua pangkal paha wanita itu. Lalu tanganku menjelajah terus...mengelus daging yang lunak dan agak membasah. Terasa makin erat pelukan Mbak Ida di leherku. Kulirik wajahnya, masih terpejam. Mungkin malu, mungkin sedang menghayati sentuhanku, entahlah. Yang jelas aku rasakan suhu badan wanita itu makin menghangat. Sementara sikapnya cuma diam pasrah. hanya elahan napasnya yang terdengar seperti tertahan-tahan.




Begitu pula ketika aku mengangkat tubuh pasrahnya dan merebahkannya di atas tempat tidur, Mbak Ida cuma menatapku dengan sorot semakin pasrah. Bahkan seperti yakin pada apa yang akan kulakukan selanjutnya, ia duduk sebentar sambil menanggalkan gaunnya, kemudian menelentang kembali, dalam keadaan tinggal bercelana dalam dan berbeha saja.




Dan aku sempat terlongong sejenak, mengagumi kemulusan tubuh wanita itu. Lalu dengan penuh semangat aku melompat ke atas tempat tidur. Menggumuli tubuh hangat itu dengan gairah yang semakin menggelegak.






"Mas...." hanya itu yang terlontar dari mulut Mbak Ida ketika aku menanggalkan behanya.


"Bukan main indahnya" kataku sambil mengelus puting payudaranya yang sebelah kiri (karena konon mayoritas wanita lebih peka payudara kirinya daripada yang kanan), "Mbak belum punya anak?"




"Sudah" sahutnya dengan senyum, "Sudah dua orang...emang kenapa?"


"Payudara Mbak tampak seperti belum pernah menyusui bayi."


"Emang payudara istrinya seperti apa?"


"Pokoknya tidak sepadat ini" kataku sambil meremas payudara mulus dan masih kencang ini. Mulutku juga tak mau diam, terkadang menjilati puting payudara yang kecoklatan itu, terkadang menghisapnya seperti bayi sedang menetek.


"Mas...saya jadi horny nich...." desah Mbak Ida sambil menatapku dengan sorot mata berharap, "Saya paling gak tahan kalau tetek saya diemut-emut gini..."






Aku menjawabnya dengan tindakan. Mulutku melorot ke bawah, mencelucupi pusar perut wanita itu, sehingga ia terkejang-kejang, mungkin karena menahan geli. Namun kedua tanganku sudah menurunkan karet celana dalam Mbak Ida yang tipis agak transparant dan berwarna mirip kulitnya yang kuning langsat.




Semua kulakukan dengan perlahan namun pasti. Sehingga mulai tampak bagian di bawah perut wanita ini...mula-mula rambut-rambut keriting yang lebat mulai tampak....lalu belahan kemerahan itu pun tampoak jelas di mataku...wow...bukan main indahnya bentuk vagina wanita yang satu ini. Dan semuanya semakin jelas ketika celana dalamnya sudah kulepaskan dari kakinya, wajahku pun makin mendekatinya, sementara kedua tanganku mulai menguakkan celah vagina itu, sehingga bagian yang berwarna pink pun seolah mengucapkan selamat datang kepada gairahku.




Gairah inilah yang membuatku lupa daratan, sehingga dengan ganas mulai kuciumi vagina yang kemerahan di antara rimbunnya hutan jembut menghitam ini. Lalu dengan lincah lidahku mulai menyelusuri labia mayora dan bagian yang berwarna pink itu....puncaknya berupa jilatan rakus di clitorisnya, terkadang disertai sedotan-sedotan agak kencang...sehingga Mbak Ida mulai merintih-rintih histeris...."Maaas....oooh...maaaasssssssss....aaaaahhhhh...maaaassssss ...oughhhhhh....maaaaas........"






Tubuh seksi itu pun mulai menggeliang-geliut, seperti belut dilemparkan ke darat. Terkadang bahu dan rambutku diremasnya. Dan kepalaku yang berada di bawah perut Mbak Ida jadi kerasan untuk tetap di tempat erotis itu...sementara tanganku mulai rajin meremas-remas buah pinggul yang lumayan besar ini.




Mungkin inilah cunnilingus yang paling mengesankan selama ini. Karena Mbak Ida pun reaktif, dengan menggerak-gerakkan pinggulnya, sehingga vaginanya ikut bergerak-gerak...maka lidahku pun semakin kencang menggesek-gesek clitorisnya....!




Apakah permainanku terlalu efektif atau Mbak Ida pas sedang mood, entahlah. Yang jelas belasan menit kemudian terdengar suara Mbak Ida bernada memohon, seperti meratap dalam hasrat kewanitaannya, "Masukin aja Mas....saya hampir orgasme Mas...."




Tanpa basa-basi lagi kulepaskan celana panjang dan celana dalamku. Lalu kupegang penisku yang sudah tegang sejak berada di dalam kamar ini. Kuletakkan ujung penisku di celah vagina Mbak Ida. Sementara wanita cantik itu pun membantu memegang penisku, supaya mengarah dengan tepat ke mulut vaginanya.






"Massss...!" terdengar Mbak Ida memekik tertahan, "Punyanya kok panjang gede gini sih? Iiih...Mas ada turunan Arab kali ya?"






Aku cuma menyeringai, karena sedang mendorong penisku ke depan...ke mulut vagina yang sudah basah oleh lendir kewanitaan bercampur dengan air liurku.






"Oooh...Mas....sudah masuk....oooh gede sekali...jangan disekaliin Mas ya....sedikit demi sedikit aja....."






Kuikuti keinginan wanita itu. Setelah masuk sedikit, kugeser-geserkan penisku maju mundur, sambil berusaha makin dalam membenamkannya. Akhirnya aku merasa sudah berhasil membenamkan penisku sampai mentok di ujung liang kewanitaan Mbak Ida.




Aku pun mulai menyetubuhi Mbak Ida secara telak. Sambil mendekap lehernya yang hangat, kuayun penisku dengan gerakan maju mundur seperti pompa. Rintihan-rintihan histeris pun mulai terdengar di telingaku.






"Duuuh...Mass....ouuughhhh...Massss...ooohhhh...kok enak banget Massss.... ooohhhhh.... jangan cepat-cepat dikeluarin ya Mas....ooooh....saya ingin menikmatinya...saya sudah terlalu lama tidak merasakannya Mas......"






Rintihan-rintihan setengah bisikan itu membuatku makin garang mengayun batang kemaluanku. Ditingkah dengan goyangan pinggul Mbak Ida yang meliuk-liuk erotis, sehingga penisku seperti dibesot-besot, dipilin-pilin oleh liang kewanitaan Mbak Ida...liang yang lebih pas kalau kusebut liang surgawi.




Bibirku pun berkali-kali dipagut dan dilumat oleh bibir Mbak Ida. Aku menyambutnya dengan French Kiss. Kusedot-sedot lidah Mbak Ida, sehingga tanpa terasa ludah kami sudah berpindah-pindah tempat. Dalam keadaan seperti ini tiada lagi rasa jijik maupun ragu. Bahkan terkadang kujilati ketiak Mbak Ida yang harum, mungkin sudah disemprot parfum di kamarnya tadi. Terkadang aku pun menjilati lehernya yang mulai keringatan, bercampur dengan keringatku sendiri. Oh, indah dan nikmatnya semua yang tengah kualami ini. Sehingga andaikan ada bom meletus pun aku takkan peduli lagi.




Namun beberapa saat kemudian Mbak Ida berbisik terengah, "Saya sudah mau keluar Mas...oooh...Mas...peluk saya erat-erat Mas....ini saa...saya ke...keluarrrrrrrrrrrrr...."






Mbak Ida menggelepar. Liang kemaluannya terasa berdenyut-denyut di puncak orgasmenya. Nikmat sekali rasanya. Kubiarkan Mbak Ida menikmati masa orgasmenya. Bahkan dengan hangat kucium bibirnya, yang dibalas dengan lumatan mesra.




Lalu kudengar bisikannya, "Belum pernah saya rasakan yang sepuas ini Mas...."






Aku cuma tersenyum mendengarnya. Lalu kulanjutkan gerakan penisku, kembali memompa liang vagina Mbak Ida yang sudah becek namun tidak mengurangi kenikmatanku. Bahkan aku bisa mengenjotnya dengan gerakan cepat, lancar-lancar saja, tanpa takut menyakitinya.




Namun meski sedang nikmat-nkmatnya menggasak liang vagina Mbak Ida, aku masih sempat membisikinya, "Lepasin di dalam gakpapa?"






"Iya..." sahutnya lirih, "Saya ingin merasakan enaknya disembur sama Mas di dalam vegy saya...."






Apakah Mbak Ida sudah dekat menstruasi atau memang sudah ikut KB, entahlah. Yang jelas, biasanya wanita dalam hubungan gelap seperti ini takut sekali jika pasangan seksnya ejakulasi di dalam, karena takut hamil. Tapi Mbak Ida seperti tidak mencemaskan hal itu. Maka tenang saja aku mengayun penisku tanpa harus waspada dan cepat-cepat mencabutnya kalau sudah memprediksi akan ejakulasi.






Lucunya, dalam keadaan senikmat itu, aku masih sempat memikirkan bisnis. Sempat bertanya-tanya di dalam hati, "Apakah besok bisnisku akan sukses atau tidak?"






Pikiran seperti itu justru memecahkan konsentrasiku pada kehangatan dan kenikmatan yang sedang kureguk dari tubuh mulus Mbak Id. Akibatnya, lebih dari sejam aku menyetubuhi Mbak Ida, tanpa merasa akan ejakulasi. Padahal keringatku sudah bercucuran, bergalau dengan keringat wanita itu.




Dan setahuku Mbak Ida sudah tiga kali orgasme. Tapi aku tetap asyik memompakan penisku di dalam liang surgawi Mbak Ida. Bibir dan liddahku jugatiada hentinya mencelucup dan menjilat-jilat di setiap bagian tubuh Mbak Ida yang terjangkau oleh mulutku. Sementara kedua tanganku tak mau diam juga. Meremas-remas di sana sini. Hal ini membuat Mbak Ida makin merem melek, mungkin sangat menikmati aksi seksualku.




Sampai pada suatu saat, ketika aku merasa akan ejakulasi, kubisiki telinga wanita cantik itu, "Saya sudah mau keluar Mbak...sambut ya Mbak...."




"Iya Mas...."sahut Mbak Ida sambil meliuk-liukkan pinggulnya dengan gerakan yang sangat erotis. Aku sendiri mengayun batang kemaluanku dengan gerakan yang makin cepat...makin cepat....lalu kutancap....kubenamkan sekuat mungkin.....napasku tertahan...dan...oooh....air maniku berhamburan dari penisku, membanjiri liang vagina Mbak Ida. begitu banyaknya, sampai terasa meleleh ke luar...menetes ke seprai putih bersih itu.




Mbak Ida memagut bibirku mesra. Lalu terdengar bisikannya, "Mas perkasa banget....baru sekali ini saya merasakan yang begini memuaskan...gak nyangka malam ini saya akan mendapatkannya dari Mas..."


"Sama sayang" sahutku, "Saya juga merasa puas banget...duuuh...keringat kita sampai banjir begini ya?"






Kucabut penisku dari jepitan liang kewanitaan Mbak Ida. Benar-benar tampak air maniku meleleh dari vagina Mbak Ida.






"Kita kembali ke kamar masing-masing ya Mas" kata Mbak Ida sambil turun dari tempat tidur, "Takut teman-teman kita nyariin...takut timbul gosip pula sepulangnya saya ke Semarang nanti..."


*Padahal saya masih ingin melanjutkan ke ronde kedua" sahutku sambil memeluk pinggang Mbak Ida yang masih telanjang bulat.






Mbak Ida mengecup bibirku, lalu berkata, "Besok kan masih ada waktu Mas. Kalau bisnis kita sukses, biarin aja teman kita pada pulang. Kita lakukan lagi apa pun yang Mas mau. Saya sudah telanjur dimiliki sama Mas..."






Aku tersenyum bahagia. Memang bahagia hatiku karena bisa mendapatkan kehangatan dari tubuh wanita secantik Mbak Ida.




Sudah lewat tengah malam ketika kami kembali ke kamar masing-masing. Dengan kenangan indah akan apa yang baru saja kami nikmati di kamar lantai satu itu.




Setelah wanita berjilbab bernama Ivy itu, aku mendapatkan kenikmatan dari wanita cantik bernama Ida Farida itu. Siapa lagi wanita yang akan singgah dalam petualanganku?




Aku tersenyum sendiri. Lalu tertidur dengan nyenyaknya. Dengan batin puas. Sangat puas.




Tapi kisah ini bukan kisah terakhir. Entahlah aku ditakdirkan seperti ini. Bahwa di dalam perjalanan bisnisku, ada saja wanita yang berhasil kurenggut.

Posting Komentar

0 Komentar