Senja kelima belas....
Aku dan Senja sudah PUTUS.
Hiks.. hiks..
ini, tapi ia menolak. Ia lebih memilih bertemu di saung kopi, tempat pertama kalinya kami saling mengungkap perasaan sayang.
“Besok sore kamu bisa temui aku di bubulak?” Tanyaku melalui pesan whatsapp.
“Ok. Aku bersedia tapi tidak di bubulak. Dan ada syaratnya. Pertama harus seijin Jaka. Aku gak mau ada keributan karena salah paham di antara kalian. Kedua, aku hanya mau di saung kopi kebunku besok, jam empat sore.” Ia akhirnya membalas.
Sebenarnya aku hanya mau jujur tentang sandiwara yang kubuat. Aku ingin berbicara dengannya di sini, karena aku yakin bubulak inilah tempat kami saling mengungkapkan rasa cinta dan tempatku berikrar janji meski dalam hati. Dan aku ingin memulihkan semua kerenggangan kami di sini.
Tapi aku hanya menurutinya ketika ia malah meminta bertemu di saung kopi, tempat di mana kami resmi menjadi sepasang kekasih untuk pertama kalinya. Dan sore itu.. aku tak sanggup jujur. Aku terlalu takut kalau ia membatalkan perantauannya setelah mendengar kejujuranku. Dan yang terjadi adalah.. KAMI PUTUS.
“Hiks… hiks…”
Tolong jangan ganggu aku senja ini. Aku hanya ingin menumpahkan seluruh kesedihanku di bawah saksi langit senja kampung kami. Aku sudah tak memiliki apa-apa lagi. Biar kubuang juga seluruh kekuatanku dengan tangisan ini. Jika perlu ijinkan aku mati di sini.
Aku hanya ingin Senja pergi dari Sawer ini demi keselamatannya, bukan memutuskan hubungan cinta kami. Aku belum bisa menerima kenyataan ini.
Malam makin larut. Kesadaranku hilang seakan mau pingsan, tubuhku terjatuh. Terasa sempat ada yang menangkap dan meraih tubuhku, tapi aku sudah tidak ingat apa-apa lagi.
https://t.me/cerita_dewasaa
Senja keenam belas…
Kemarin rupanya aku memang pingsan. Beruntung ibu datang mencariku karena aku tak kunjung pulang. Tapi hanya lumpuh dan kematian yang membuatku tidak bisa kembali ke tempat ini. Nyatanya, aku bisa kembali meski hanya ditemani senja yang selalu sepi.
Kalau malam sebelumnya aku pingsan, lain lagi pagi harinya. Senja pingsan di saung. Ini adalah yang kedua kalinya ia pingsan di sana. Senja bilang ia hanya tertidur dan mimpi buruk, tapi aku tidak percaya. Aku memeluknya tapi ia tak kunjung sadar. Lalu kucium keningnya, pipinya, dagunya.. namun tak kunjung juga bangun.
Akhirnya kucium bibirnya; karena dengan cara inilah biasanya aku membangunkannya kala tidur, baik di saung maupun di rumahnya.
Deg.
Ia membalas ciumanku. Aku terlena. Aku menikmatinya. Pikirku, Senja sudah sadar dan ia tahu kalau akulah yang sedang memeluk dan mencumbunya. Tapi akhirnya hanya lukalah yang kuterima ketika ia menghentak dan mendorong tubuhku. Ia hampir keceplosan… Ya. Ia membayangkan wanita lain dalam ciuman itu. Siapa? Aku tidak tahu, yang jelas aku sangat cemburu. Inikah yang membuat Senja memutuskan hubungan cinta kami? Hiks.. hiks…
Senja sangat marah karena aku menciumnya. Tapi kuabaikan dia dengan pura-pura mendengarkan lagu dari MP3 pemberiannya, padahal tak satu lagu pun yang kuputar saat itu. Aku masih sangat kesal, marah, dan juga cemburu.
“Sa..” Ia memanggilku.
“…” Aku tak menjawab dan pura-pura asik mendengarkan lagu.
“Sae!” Senja memanggilku lebih keras lagi.
“…” Aku tetap pura-pura tak mendengarnya.
Dari sudut mataku kulihat ia memperhatikanku. Aku suka ketika melihat cara dia menatapku, tapi aku masih sangat kesal. Memang di antara kami sudah tidak apa-apa lagi, kami telah putus. Tapi tetap saja aku cemburu, seandainya ada wanita lain yang akan menggantikanku.
“Aku sayang kamu, Sa.” Gumamnya.
Deg.
Aku sangat kaget sekaligus senang mendengarnya. Huh.. dasar pria bodoh, gak peka, blo’on.. Aaah… aku senang. Berarti ia telah membohongi perasaannya ketika ia memutuskanku; berarti ia bohong ketika bilang “tidak” ketika kutanya “apakah ia masih cinta?”
Aku masih pura-pura tidak mendengar dan tidak tahu apa-apa, sementara Senja malah melamun. Aku tak mampu lagi menyembunyikan perasaan bahagiaku yang meluap-luap, ia yang kemarin mengatakan “tidak cinta” baru saja kudengar sendiri ucapan tulusnya. Dan aku percaya.. ungkapan barusan adalah pernyataannya yang paling jujur.
Perlahan aku berdiri dan mendekati Senja yang masih melamun.
Cup.
Kucium pipinya.
Senja sangat terkejut.
“Sae!!!” Hardiknya sambil berdiri dan menjauhiku. Namun aku hanya tersenyum manis.
“Aaaarrrh.. kamu…” Senja tampak salah tingkah dan tidak bisa ngomong apa-apa lagi.
Sejak tadi aku tahu kalau Jaka sudah datang, tapi Senja tidak menyadarinya. Maka ia begitu kaget begitu melihat Jaka yang sudah ada di pinggir saung.
“Jaka??” Senja terlihat sangat kaget dan panik.
“Ma… maaf Ka. Ini… ini… Aaah… kamu jangan salah paham, Ka. Sae, tolong kamu jelaskan!!” Ia memohon kepadaku.
“Apa yang kamu lakukan, Sa?” Jaka malah memandangku dengan heran.
“Hihi.. menciumnya,” sengaja aku ingin mengerjai Senja.
Dan..
Senja pun membentakku.
Aku pikir semua akan selesai sore itu, tapi bagi Senja rupanya tidak. Di depan Bi Iyah dan kami semua, Senja malah menyampaikan kalau kami telah putus. Aku sangat marah dan kecewa; kebahagiaanku yang baru saja datang, seketika hilang kembali.
Senja bilang kalau kami sudah putus dan kini aku adalah pacar Jaka. Senja memang tidak salah karena memang ia tidak tahu sandiwara yang aku dan Jaka mainkan. Tapi siapa tahan dibegitukan. Aku sangat emosi. Apalagi setelah melihat Ardan yang marah-marah kepada Jaka seolah Jaka sendiri yang merebutku dari Senja. Aku tak terima karena seolah dianggap sebagai gadis murahan yang dengan mudah berpindah ke lain hati.
“Berhentiiii!!!” Aku berteriak menghentikan pertengkaran Ardan dan Jaka.
“Kalian dengar…” Aku mencoba mengendalikan emosiku.
“Kalian sudah dengar sendiri kan dari Senja kalau… kalau a-ku le-bih me-nya-ya-ngi Ja-ka!!” Aku menekankan kalimat terakhir untuk membuat Senja puas sekaligus mengungkapkan kekecewaanku padanya.
“Tapi..” Aku tak kuasa lagi menahan tangis. “Demi keutuhan persahabatan kita. Aku tidak mau melanjutkan hubungan kami. Aku dan Senja sudah putus. Dan sekarang… Aku dan Jaka juga PU-TUS. Tidak ada lagi yang perlu diributkan.”
Hiks.. hiks… lagi-lagi aku berbohong waktu itu. Bagaimana mungkin aku dan Jaka putus, sementara jadian dan mencintainya saja tidak pernah.
https://t.me/cerita_dewasaa
Senja ketujuh belas…
Pagi harinya aku kembali ke saung. Meskipun aku sebal, tetap saja aku selalu ingin melihat Senjaku. Aku kangen dia, tapi ia tidak ada di saung; yang ada hanya Bi Iyah, Ega, Jaka, dan Ardan. “Kebetulan,” pikirku.
Di hadapan mereka kujelaskan duduk perkara penyebab putusnya aku dan Senja, juga kujelaskan kalau aku dan Jaka hanya bersandiwara. Tentu saja yang paling kaget adalah Ardan dan Bi Iyah karena hanya mereka saja yang belum tahu, selain Senja tentu saja.
Kusampaikan juga alasan-alasan mengapa aku membuat sandiwara ini, sampai mereka mengerti. Aku dan Jaka pun saling meminta maaf di depan mereka, dan di luar dugaan Jaka secara terang-terangan mengungkap perasaannya bahwa ia sempat punya rasa padaku. Ia juga sempat terlena. Sudahlah.. kami sepakat untuk saling mencintai dan menjaga sebatas sahabat. Kini sudah tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan di antara kami.
itu juga karena ada faktor Sawaka yang menyebarkan aura birahi di kampung kami. Toh Tadi sebelum ke saung, ibu juga cerita bahwa aura panas sudah hilang dari Sawer. Bahaya telah hilang. Kesimpulannya: Senja sudah menemukan wanita kedua dan sudah melakukan ritual. Tapi siapa? Ibu tidak mau memberitahuku. Ahh.. seandainya aku masih menjadi kekasih Senja pasti ia sudah menceritakan semuanya.
Menjelang siang kami bubar karena masih banyak pekerjaan di kebun masing-masing, dan kami sepakat kalau nanti sore kami akan berkumpul kembali.
Ketika sore harinya aku kembali ke saung, rupanya baru ada Senja di sana. Aku membuatkannya kopi. Tak lama kemudian Jaka juga datang. Ini menjadi kesempatan bagiku untuk memulihkan hubungan kami bertiga. Aku dan Jaka menjelaskan kepada Senja bahwa kami baik-baik saja. Tapi ketika ia menanyakan perihal hubungan cintaku dan Jaka aku hanya menjawab:
“Maaf Ja, aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Yang jelas, sejak aku memicu keributan kemarin malam, kami sudah berbicara dari hati ke hati. Bahkan kami juga sudah bicara kepada Ardan, Ega, dan juga Ratna sekepulanganmu.”
“Khusus kepadamu, aku hanya akan menjelaskan semuanya ini di bubulak. Aku pernah mengajakmu berbicara di sana, tapi kamu menolak. Sekarang terserah kamu.. kalau sudah siap kamu tnggal datang.. Aku selalu ada di sana.”
“Aku harap kita bisa berbicara sebelum kamu berangkat ke Bandung. Tapi terserah kamu.. Kalau kamu tetap tidak mau, aku juga tidak akan memaksa. Tapi ya itu.. aku hanya mau menjelaskannya di sana.”
Tapi Senja menolakku untuk berbicara berdua di sini. Aku tidak tahu alasannya, yang pasti ia selalu saja berkelit dan mencari alasan. Bahkan ia pernah menolakku dengan sedikit kesal, “Ingat, Sa, di antara kita sudah ada apa-apa lagi. Kita hanya sebatas sahabat.. Jangan paksa aku lagi.” Hatiku sangat nyeri ketika mendengarnya.
Kualihkan pikiran dan ingatanku sambil memandang matahari yang perlahan tenggelam. Aku belum siap menerima kenyataan bahwa kami sudah putus. Terlalu sakit.. Sakit menyadari bahwa kami bukan sepasang kekasih lagi; meski dalam hatiku Senja tetaplah belahan jiwaku; Ya. Ia tetap kekasihku.. Selamanya… Entah ia mau menerimaku kembali ataupun tidak.
“Teh disuruh pulang oleh ibu,” sebuah suara mengangetkan dan membuyarkan lamunanku.
“Iiih.. kamu bikin teteh kaget ajah,” aku menengok ke arah datangnya suara sambil mendelik.
“Teteh kangen A Senja ya? Hihi…”
“Hush.. kamu tahu apaan? Masih kecil.” Aku berdiri lalu mengucel-ucel rambut adikku.
“Hihi.. buktinya tiap sore teteh selalu duduk disini, terus setisp malam selalu nangis." Adikku makin centik.
“Awas kalau kamu bilang siapa-siapa,” ancamku.
“Hihi.. telaaat.. aku udah bilang A Senja. Tadi ia juga menitipkan surat buat teteh."
Deg.
https://t.me/cerita_dewasaa
Senja kedelapan belas…
Aku sangat kaget ketika membuka hape Senja sewaktu ia tidur di saung. Heran, bingung, kecewa, cemburu, sedih. Semua bercampur-aduk. Banyak sekali kemesraan di halaman whatsapp ribadinya. Ia saling ‘sayang-sayangan dengan sesorang yang bernama Yayang Kedua. Apakah orang ini adalah wanita kedua ritualnya? Tapi kok isinya sangat mesra, membuatku panas hati. Kucoba cari identitasnya melalui percakapan mereka, tapi aku tak bisa menemukan identitas wanita ini; profile picture- nya pun tidak memuat fotonya.
Di grup ‘Kopi Sawaka’ terlihat juga kalau Mae sangat mesra dengan Senja. Aku sempat cemburu, tapi kemudian aku tahu bahwa ia adalah kekasih Raka yang sudah menganggap Senja sebagai saudara. Aku yakin di antara mereka berdua tidak ada apa-apa karena pembicaraan mesra itu mereka lakukan di dalam grup, dan tidak ada yang komplain satu pun, malah saling meledek.
Tapi yang lebih mengejutkan lagi adalah seseorang yang bernama Sore. Selain banyaknya jejak panggilan voice call, banyak pula sapaan mesra dari gadis itu. Memang Senja seperti tidak menanggapi kemesraannya, tapi tetap saja membuatku panas hati. “Kini aku mendapat saingan,” batinku.
Aku juga iseng membuka halaman browser. Ini lebih parah lagi. Ia saling berbalas puisi dengan seseorang yang memiliki ID merah_delima. Siapa dia? Berani-beraninya mereka saling bermesraan dalam bentuk puisi. Awas saja!!! Kalau sampai kalian ada hubungan apa-apa, aku tak akan segan melabraknya. Senja adalah kekasihku, dan akan selalu menjadi kekasihku.
Dengan panas hati kutulis pesan untuk Senja melalui aplikasi note:
Siapa Sore? Kok kalian mesra sekali?
Siapa merah_delima? Kok romantis sekali?
Jadi ini yang membuatmu sudah mantap meninggalkan masa lalu kita?
Kalau kamu penasaran, aku tahu arti 46-166-167-16 yang dimaksud merah_delima. Tapi aku hanya mau memberitahu di bubulak. Itu terserah kamu.
Aku sendiri sebenarnya tidak tahu arti angka yang dituliskan si merah_delima, tapi aku tulis begitu agar Senja mau menemuiku di bubulak ini.
Tapi sampai senja kedelapan belas ini, Senja tak juga kunjung datang. Aku semakin bertekad untuk menantinya setiap senja, karena selain untuk menyampaikan sandiwara dan kebohonganku, aku ingin mendengar dari mulutnya sendiri tentang Sawer, wanita kedua dan ritualnya, juga hubungannya dengan gadis-gadis itu.
Aku butuh kepastian. Seandainya Senja jujur dan tidak mau lagi kembali mencintaiku, aku akan menerimanya sejauh semuanya jelas, tulus, dan jujur. Dari pihakku, apapun yang terjadi Senja adalah satu-satunya lelaki yang takkan terganti; ia akan selalu menjadi kekasihku meski itu hanya akan menjadi rahasia hati seumur hidupku.
https://t.me/cerita_dewasaa
Senja kesembilan belas…
Baru seminggu aku putus dengan Senja, tapi aku sudah tidak melihatnya sebagai seorang Senja yang kukenal. Ia banyak berubah. Di satu sisi, ia lebih tenang dan mampu mengontrol emosinya sehingga membuatnya tampak lebih dewasa dan berwibawa. Ia juga sudah tidak murung lagi, cerianya sudah kembali. Tetapi di sisi lain, Senja telah kehilangan sorot mata teduhnya; sorot mata yang selalu membuatku luluh. Kini tatapan senja tampak selalu kosong, hambar, dan tak lagi berbinar.
Ia bukan lagi seorang pemuda yang penuh kasih sayang kepada wanita, melainkan pemuda yang hanya berpikir tentang mimpi dan ambisinya memajukan Sawer ini. Senja pasti banyak menyimpan sesuatu, tapi aku tak berdaya mengoreknya karena selalu saja ia menghindar untuk ngobrol berdua denganku.
Keyakinanku bahwa ia telah menemukan wanita keduanya, membuatku ingin membuat rencana lain supaya ia tidak merantau. Aku ingin ia tetap di Sawer agar perlahan aku bisa memulihkan hati dan perasaannya yang seakan sudah beku. Tapi kini Senja semakin sulit dipahami, mimpinya membuat ia tidak memikirkan lagi diri sendiri. Yang ada dipikirannya hanya kopi dan pengembangan Sawer ini.
Sudahlah.. senja ini aku ingin berhenti memikirkannya sejenak. Aku hanya ingin menyendiri sambil memandang langit senja, sambil tetap berharap ia akan muncul.
Dan jawabannya selalu sama: ia tak pernah datang.
https://t.me/cerita_dewasaa
Senja kedua puluh…
Aku tidak datang ke bubulak karena sakit. Tidak seorangpun yang tahu, kecuali kedua orangtuaku dan Rahma. Aku sebetulnya memaksa untuk ke bubulak, tapi ibu menahanku dan ayah memarahiku. Aku mengalah untuk istirahat di rumah dengan syarat tidak boleh mengatakan kepada siapapun kalau aku sakit.
Senja kedua puluh satu…
Aku masih sakit. Sumpah... akj akan sangat menyesal seandainya senja datang ke bubulak sementara aku tidak ada di sana.
Senja kedua puluh dua…
Senja ini aku hanya berulang-ulang membaca suratnya. Bahkan aku sampai hafal bukan hanya isinya, tapi juga titik dan komanya.
Sae,
Tulang rusuk itu tidak pernah berpisah dari pemiliknya. Tapi aku tidak tahu apakah kamu tulang rusukku atau bukan; karena adaku saat ini hanyalah diriku sendiri dan mimpi-mimpiku tentang Sawer ini.
Aku mohon,
janganlah mengharapkan apa-apa lagi dariku, karena sudah tak ada lagi yang kupunyai selain mimpi tentang Sawer.
Aku merelakanmu pergi dari hatiku, karena aku tidak mau kamu “mati” dalam setiap langkahmu, juga langkahku. Aku tidak mau memenjarakanmu dalam kesedihan seumur hidupmu.
Dari senja
Yang pernah menjadi milikmu.
Senja kedua puluh tiga…
………….
Dia adalah Senjaku
aku hanya mau ia menjadi kekasihku, entah dengan cara memilikinya atau tidak.
Aku tak punya keinginan lain; mencintainya sudah cukup bagiku.
0 Komentar