Pada suatu hari,
Setelah sarapan pagi, Alex yang sudah berpakaian rapi serta memakai jasnya yang
berwarna hitam, dia berpamitan pada istrinya sebelum berangkat ke kantor, tidak
lupa dia mencium bibir sang istri dan juga mengecup kening si kecil, kemudian
melangkah dengan gagah memasuki mobil sedan berwarna hitam bersama dua
orang pengawal pribadinya,
Sesampainya dia di kantornya yang berada di kota centropolis, Alex disambut oleh
Jessica sekretarisnya yang sudah datang lebih dulu untuk menyiapkan keperluan
meeting yang akan di lakukan pagi ini bersama tuan Leon beserta para jajaran
direksi lainnya, semua manajer, dan beberapa kepala staff karyawan yang berkaitan
dengan operasional perusahaan, semuanya di kumpulkan di ruang rapat untuk
melaporkan perkembangan dan evaluasi kinerja mereka di perusahaan,
Hampir dua jam lebih mereka berkumpul di ruang rapat membahas semua masalah-
masalah yang terjadi, setelah mendengarkan dari masing-masing manajer Alex
kemudian memberikan beberapa arahan kepada mereka, berbagai laporan mereka
segera dicatat karena menjadi tanggung jawabnya untuk segera dia atasi, sebelum
meeting berakhir, tuan Leon dengan tegas memberikan arahan kepada para
manajer untuk mengikuti kebijakan yang di berikan oleh Alex sebagai direktur.
Selesai meeting pagi itu, Alex dan ayahnya kembali ke ruangannya bersama tiga
orang kepercayaannya, yaitu Barry, pak Alfred dan pak jarwo, di dalam ruangan itu,
tuan Leon membicarakan beberapa hal penting yang tidak dia katakan pada saat di
ruang meeting tadi,
Tok... Tok... Tok...
"Masuk," teriak Alex dari dalam, dan pembicaraan di dalam ruangan itu pun seketika
terhenti,
Jessica yang merupakan sekretaris Alex masuk sambil membawa nampan berisi
beberapa gelas minuman lalu menaruhnya di atas meja,
"Jess, siang ini saya ada pertemuan di kantor Walikota, saya minta tolong kamu
nanti atur ulang jadwal dengan klien-klien kita hari ini ya," ujar Alex memberikan
instruksi,
"iya baik Pak Alex, apa ada yang lain lagi yang bisa saya kerjakan,?" ucap jessica,
"saya rasa itu aja," Jawab Alex singkat,
"baik kalau begitu, saya pamit kembali ke ruangan saya, mari pak Alex, tuan Leon,"
Jessica sedikit menundukkan kepala lalu berjalan kembali keluar dari ruangan
direkturnya,
Setelah sekretarisnya keluar, Alex dan Ayahnya juga ketiga orang yang ada di dalam
ruangan itu melanjutkan kembali pembicaraan mereka,
"bagaimana situasi di sini Lex,?" tanya tuan Leon dengan nada datar,
"beberapa hari aku di sini, semuanya berjalan normal dan gak ada yang aneh, gak
seperti yang papih bicarakan tempo hari," terang Alex,
"hemm.. " Tuan Leon berdehem sembari mengusap dagunya seperti ada yang
sedang dia pikirkan, dia merasakan firasat yang aneh ketika bisnisnya di centopolis
terdengar baik-baik saja, dia lalu menatap ke arah pak Alfred yang di balas dengan
anggukan, seolah-olah mengiyakan penjelasan yang tadi Alex berikan,
"aku juga udah mencari informasi tentang pengrusakan di lokasi proyek kita,
ternyata itu hanya ulah para pencuri dan gelandangan di sekitar proyek, cuma
kerusakan kecil, tapi semuanya udah diatasi," terang Alex lagi,
"hmmm... oke baiklah kalau begitu,"
.
*****
.
Di waktu yang sama di rumah Lisa,
Aku baru saja menyelesaikan mandi pagiku, dengan tubuh masih berbalut handuk
aku keluar kamar mandi menuju lemari pakaian, ketika melihat pantulan diriku di
depan cermin besar yang ada di sana, aku jadi senyum-senyum sendiri dan sedikit
bergaya sambil memandangi pantulan tubuhku sendiri,
Entah kenapa begitu banyak laki-laki yang menyukai tubuhku, bahkan banyak sekali
yang memuji dan mengatakan jika aku memiliki bentuk tubuh yang sempurna seperti
ini, banyak dari teman-temanku yang sama-sama sudah menjadi ibu rumah tangga
dan sudah memiliki anak mengatakan jika mereka merasa iri kepadaku, mereka juga
mengagumi kulit putih beningku yang terawat serta rambutku yang panjang
berombak, tidak sedikit juga yang menyebut aku cantik, manis, imut dan sebagainya,
"duuhh.. jadi nyombong nih aku di depan cermin, hihihi.."
Jika sebelumnya aku tidak terlalu memperhatikan tubuhku tapi setelah mendapat
pujian yang begitu banyak, terlebih lagi oleh para kakek-kakek tua jelek yang sering
berkunjung ke rumahku, aku pun jadi sering berdiri di depan cermin, aku menyadari
kalau aku memang memiliki anugerah tubuh yang indah, yang harus aku rawat
dengan baik,
Belakangan ini, aku jadi semakin rajin melakukan perawatan wajah dan tubuhku,
aku juga jadi lebih rajin olah raga, makan makanan yang sehat serta rajin memakai
produk perawatan tubuh dan kulit, serta mengonsumsi vitamin, aku tidak ingin
menyia-nyiakan apa yang ada pada diriku, wajah dan tubuhku merupakan harta
berharga yang harus aku jaga dengan baik, tapi anehnya aku melakukan semua itu
bukan semata-mata hanya untuk suamiku, tetapi juga untuk para pria yang telah
hadir mengisi hari-hariku, aku ingin selalu tampil sempurna di hadapan mereka,
Jika dulu aku sering memakai pakaian yang minim saat ke luar rumah, tentu saja
banyak laki-laki yang berusaha mendekatiku, bukan hanya pria baik-baik saja yang
mencoba mendekati untuk mengajak berkenalan, tapi aku juga sering digoda pria-
pria mesum yang tanpa sopan-santun mencoba mengajak aku main di atas ranjang,
ada pula yang ingin membayar mahal agar aku bersedia diajak ke hotel, aku
tentunya tidak terlalu ambil pusing ataupun mempedulikan ucapan mereka, andai
mereka tau aku ini siapa, sudah pasti mereka tidak akan berani walaupun hanya
untuk sekedar mendekat,
Karena hal itu, jika aku ingin bepergian ke luar rumah sendirian, aku tidak lagi
memakai pakaian yang minim dan tentunya aku lebih memilih pakaian yang
terbilang cukup sopan, walaupun terkadang aku masih ingin menunjukkan sedikit
auratku pada orang lain, ada sensasi tersendiri yang aku rasakan dan ada sesuatu
dalam diriku yang mendorongku untuk sesekali melakukannya,
Lain hal jika aku sedang berada di dalam rumah, aku sudah terbiasa dan lebih
menyukai mengenakan pakaian yang lebih minim dan cukup terbuka, orang-orang
mungkin tidak akan menyangka, di balik keseharianku sebagai seorang istri dari
golongan orang yang terpandang, ternyata sering sekali aku ditemani oleh kakek-
kakek mesum di dalam rumahku sendiri dengan pakaian yang bisa di bilang cukup
menggoda, bahkan lebih parahnya lagi entah sudah berapa kali aku bersama
mereka dengan kondisi tanpa busana, dan anehnya aku justru merasa bahagia
melakukan itu semua jika bersama mereka,
Pagi ini, aku ingin pergi ke pasar untuk membeli beberapa kebutuhan dapur, aku
sengaja tidak meminta tolong pak samsul seperti biasanya karena hanya sedikit
yang ingin aku beli dan aku juga ingin jalan-jalan untuk sedikit melepas penat di
kepalaku,
Setelah rapi berpakaian, aku pun bersiap-siap bersama dengan putra kecilku, tidak
lupa aku membawa tas kecil berisi beberapa perlengkapannya seperti botol susu
dan perlengkapan lainnya, setelah semuanya siap aku pun mesan taxi online dan
menuju ke pasar, sesampainya di sana aku pun berjalan-jalan di dalam keramaian
pasar sambil melihat-lihat, siapa tahu saja ada yang ingin aku beli selain kebutuhan
dapur, entah sudah berapa lama aku berjalan-jalan kakiku mulai terasa pegal,
akhirnya kuputuskan untuk menuju kios tempat aku biasa berbelanja,
Saat selesai membayar dan barang belanja aku sudah di masukkan ke dalam
kantong plastik ternyata aku tidak menyadari jika barang yang aku beli jumlahnya
lumayan banyak, aku merasa jadi sedikit kerepotan karena harus membawa kantong
belanjaan yang cukup besar, apalagi aku juga membawa tas perlengkapan bayi dan
juga Oliver di gendongan depan,
"Kenapa non,? Susah ya bawanya,? Kalo gitu tunggu sebentar ya saya panggilin ke
ponakan saya buat bantu bawain belanjaannya," ucap pedagang itu yang
merupakan seorang ibu-ibu, sepertinya dia tau jika aku sedang merasa kerepotan,
"ohh.. iya bu terima kasih," jawabku merasa bersyukur, mungkin ibu itu bisa melihat
tampangku yang gelisah dan kebingungan saat ingin membawa barang belanjaan,
"juuul.. panjuulll..." ibu itu sedikit berteriak, saat menyebut nama ponakannya itu aku
jadi menebak jangan-jangan itu bocah yang kemarin,
"iyaa budee, ada apa,?" bocah itu dengan langkah cepat menghampiri budenya, dan
tidak salah lagi ternyata memang benar ini bocah yang kemarin sudah berani
berbuat kurang ajar menggerayangi tubuhku,
"itu loh tolong bantu si non bawain barang belanjaannya," perintah si ibu, namun
tiba-tiba wajah anak itu menjadi pucat pasi seperti orang ketakutan ketika melihat
bahwa aku lah orang yang meminta tolong,
"tt... tapi.. bu De.." kelihatan sekali bocah itu seperti ketakutan,
"kenapa,?? kamu gak mau,??" ucap budenya dengan nada meninggi dan mata
melotot,
Ketika si ibu penjual itu menyuruh keponakannya untuk membawakan barang
belanjaanku, sebenarnya aku juga cukup terkejut setelah tau ternyata bocah itu
adalah si julianto alias panjul yang sebelumnya pernah berani berbuat tak senonoh
kepadaku, dan dari kelihatannya hal yang sama juga di rasakan oleh bocah itu
karena bisa aku lihat dari raut wajahnya yang nampak gugup dan ketakutan ketika
melihatku, namun aku yang sudah memaklumi dan juga sudah memaafkan
perbuatannya itu, aku pun langsung tersenyum dan menyapanya,
"tolong bantu bawain barang belanjaanku yaa, soalnya berat, mau kan,?" ucapku
tersenyum semanis mungkin untuk menghilangkan kecanggungan serta ketakutan
yang di rasakan bocah itu,
"ii.. iyaa.. buu.." jawab bocah itu,
"mari buu, terima kasih banyak yaa," ucapku kepada ibu penjual itu,
"iya non sama-sama, kalo belanja kesini lagi aja ya, nanti saya kasih murah deh buat
langganan," ucap Ibu itu tersenyum ramah,
"hihihi.. iya bu, kapan-kapan saya kesini lagi, marii.." ucapku lagi pada ibu itu,
"iya non, hati-hati pulangnya,"
Aku pun berjalan diikuti bocah itu dari belakang yang membawakan kantong
belanjaanku sambil menundukkan wajahnya, mungkin dia masih merasa bersalah
atas apa yang dia lakukan terhadapku kemarin, dan aku yakin dia juga masih takut
dengan pelajaran yang dia dapatkan dari pak samsul, tapi kalau dipikir-pikir lagi,
menurutku itu semua juga bukan sepenuhnya kesalahan dia namun karena ada
sedikit salah sangka, tapi yasudah lah, yang lalu biarlah berlalu,
Saat di depan pasar, suasana sudah sedikit lenggang, aku pun berjalan di samping
bocah itu, kuperhatikan walaupun usianya masih remaja namun dia ternyata cukup
rajin mau membantu budenya berjualan di pasar, melihat tampangnya aku jadi
kasihan juga, padahal di usianya saat ini seharusnya dia fokus bersekolah dan
bermain bersama teman-teman sebayanya,
"berat gak,?" tanyaku mencoba membuka pembicaraan,
"eng.. enggak kok bu, saya udah biasa," jawabnya belum berani menatapku,
walaupun terkadang sambil berjalan dia sesekali melirik ke arahku,
Setelah sampai diujung pasar di tempat aku biasa menunggu pak samsul, kami
berdua pun berhenti, aku mengambil ponsel dari dalam tas untuk mengirim pesan
kepada pak samsul untuk segera menjemput dan mengantarkan aku pulang, aku
pun meminta panjul untuk menemaniku sebentar sambil menunggu pak samsul
datang,
"makasih banyak yah.. kalo gak ada kamu tadi aku bingung gimana bawa belanjaan
sebanyak itu," ucapku untuk menghiburnya dan menghilangkan rasa canggungnya
terhadapku, sebagai bentuk rasa terima kasihku dan upah atas jasanya, aku pun
memberikan dia selembar uang, "ini buat kamu," ucapku tersenyum sembari
menyodorkan uang,
"emm.. gak usah buu, terima kasih, lagian juga itu kebanyakan, saya gak punya
kembaliannya," ucapnya menolak dengan sopan,
"ini untuk kamu semua kok, tolong kamu terima yaa," bujuk ku lagi,
"aku ikhlas kok bawain belanjaan ibu," balasnya.
"kamu masih kepikiran yang kemarin ya,? aku beneran udah maafin kamu kok,
lagian aku juga yang salah, ngapain sore-sore masuk ke dalem pasar sendirian,
hihihi.." ujarku menghiburnya,
"iya buu, sekali lagi saya minta maaf, saya bener-bener enggak tau," jawabnya
sambil tertunduk penuh penyesalan, ternyata benar dugaanku jika dia masih merasa
bersalah atas insiden kemarin,
"yaudah.. kejadian kemarin kita lupain aja, anggap aja enggak pernah kejadian, yang
penting kamunya janji gak akan ngelakuin hal yang kayak gitu lagi," ucapku sedikit
memberi nasihat,
"iya bu, saya janji gak akan kayak gitu lagi," jawabnya,
"nah.. sekarang ini kamu terima ya, karena kamu udah bantuin aku bawa belanjaan,
kalo kamu gak mau, aku gak jadi maafin kamu nih," bujukku lagi agar dia mau
menerima uang yang aku berikan,
"haduuhh.. gimana ya bu, beneran gak usah, terima kasih," ujarnya terus menolak,
"isshh.. udah nih buruan kantongin," aku meraih tangannya sambil memasang wajah
sedikit galak agar dia mau menerima uang pemberianku,
"duuhh.. terima kasih banyak ya bu," ucapnya merasa tidak enak,
"iya sama-sama, oh iya.. ngomong-ngomong kamu setiap hari ada di pasar,?"
tanyaku kemudian,
"enggak tiap hari kok bu, kadang-kadang aja, paling kalo lagi gak ada kerjaan di
pasar, yaa kadang saya ngamen, kadang markir juga," jawabnya.
"ooh gitu, rajin banget sih kamu nyari duit, hihihi.."
"sebenernya sih bukan karena rajin bu, tapi dari pada bingung mau ngapain di
rumah, gak ada siapa-siapa, bude kan jualan di pasar, hehe.."
"kan lebih enak di rumah, bisa nyantai sambil nonton tv," ucapku lagi,
"gak enak aja rasanya kalo sendirian, biasanya juga kalo ada siaran pertandingan
bola saya malah nontonnya di warung kopi, seru banyak bapak-bapak yang nonton,"
jawabnya,
"iya juga sih, bete juga ya kalo sendirian," ucapku menimpali,
"emm.. kalo saya boleh tau, rumah ibu dimana,?" lanjutnya balik bertanya, aku pun
menjawab pertanyaannya serta mengatakan dimana alamat rumahku secara detail,
"Ohh... perumahan elit yang rumahnya gede-gede itu ya bu,?"
"hihihi... iya, kenapa emangnya,? kamu mau mampir,?" godaku.
"ehh... nggak kok bu, lagian juga saya takut, soalnya satpamnya galak-galak.."
jawabnya,
"masa sih,?"
"iyaa benerr.. waktu itu saya pernah diomelin," serunya,
"loh kok bisa,? emangnya kamu lagi ngapain,?"
"waktu itu saya pengen ngamen, baru aja nyampe pos depan langsung disuruh pergi
gak boleh masuk," terangnya,
"hihihi.. ya emang aturannya kayak gitu, biar aman, yang boleh masuk itu cuma
penghuni atau yang punya keperluan aja,"
"yaa namanya juga gak tau bu, hehehe.."
"yaudah nanti sama aku, mau,??" godaku lagi,
"hehehe.. enggak ah bu, malu saya, hehe.."
Dari kejauhan ku lihat pak samsul mengayuh becaknya ke arah kami sambil
tersenyum sumringah, aku pun melambaikan tangan ke arahnya,
"itu pak samsul udah dateng, makasih banyak ya kamu udah mau nemenin sama
bantu bawain belanjaan aku," ujarku,
"iya bu sama-sama, justru saya yang harusnya bilang makasih udah dikasih duit,
hehe.." jawabnya,
"hahaha.. iyaa.. sama-sama,"
"waah.. lagi sama si panjul ternyata non," ujar pak samsul ketika tiba di dekat kami,
"iya nih pak, tadi dia yang bantu bawain belanjaan aku,"
"gak macem-macem lagi kan kamu jul,?" tanya pak samsul kepada si panjul setelah
turun dari becaknya lalu mengambil kantong belanjaan ku dan meletakkannya di
dalam becak,
"waduuhh.. mana berani saya pak, kapokk.." jawabnya,
"hahaha.. bagus deh kalo gitu, yang penting jangan kayak gitu lagi, kasihan bude
mu, nanti dia yang malu," ujar pak samsul,
"iya pak,"
"hihihi.. yaudah aku pulang ya jul," ucapku ketika pak samsul memutar arah
becaknya,
"iya bu, hati-hati di jalan, oh iya saya belum tau nama ibu siapa?" tanya bocah itu,
"nama aku Lisa," jawabku singkat sembari tersenyum padanya sebelum akhirnya
aku meninggalkan pasar bersama pak Samsul,
.
****
.
Di kota Centopolis,
Alex mengikuti pertemuan yang diadakan di kantor walikota bersama ayahnya,
selain dihadiri oleh walikota centropolis yaitu Oswald Koble ada beberapa pimpinan
perusahaan yang juga hadir di sana, dia mengamati hingga ke detailnya termasuk
tatapan tidak suka dari para pimpinan perusahaan yang hadir ke arah ayahnya yang
memang di ruangan itu tampak mendominasi, Alex mengabaikan pandangan-
pandangan kagum dari para sekretaris yang ikut dalam pertemuan itu menemani
bosnya, pandangan kagum yang tidak asing lagi baginya, entah karena ketampanan
yang di turunkan dari ayahnya atau karena gelar Luther pada nama belakangnya.
Luther, nama keluarga yang tidak asing di telinga para pengusaha besar, masuk ke
dalam urutan beberapa orang terkaya dan berpengaruh terhadap perekonomian,
sangat wajar jika saat ini dia menjadi incaran para wanita meskipun mereka semua
tau jika statusnya saat ini yang sudah memiliki seorang istri,
Meskipun hampir setiap hari dikelilingi para wanita dengan berbagai profesi hebat,
namun tidak satu pun yang mampu membuatnya tertarik, padahal sudah banyak
yang mencoba untuk mendekati bahkan menggodanya, bukan hanya dari kalangan
wanita biasa, namun juga wanita dengan karier yang baik, dan tentunya memiliki
wajah yang sudah pasti cantik karena perawatan,
Alex tidak ingin mengikuti jejak atau mewarisi sifat ayahnya yang suka bermain
perempuan, dia ingin fokus pada pekerjaan dan membahagiakan keluarganya,
Sore ini, setelah selesai pertemuan di kantor walikota, Alex bersama tuan Leon
lanjut untuk meninjau beberapa proyek mereka yang ada di kota itu secara
langsung, Alex mengendarai mobil yang terpisah dengan ayahnya, dia duduk di kursi
belakang sedan hitamnya dan pandangan matanya fokus ke arah ruko-ruko di
pinggir jalan menatap ramainya suasana sore itu, saat hampir tiba di lokasi tiba-tiba
mata Alex menyipit menatap seorang perempuan muda yang sedang berlari tergesa-
gesa tanpa menoleh ke belakang, lalu sekilas hilang memasuki gang sempit yang
gelap di antara ruko-ruko, Alex merasa tidak asing dengan sosok gadis tersebut,
"kenapa Lex,?" tanya Barry yang duduk di sebelahnya,
"ehh.. bukan apa-apa Bar,"
Barry mengerutkan keningnya. "tampang lu kayak orang yang baru aja ngeliat
setan,"
"hehe.. enggak bar,"
.
*****
.
"akrab banget tadi kayaknya non sama si panjul,?" tanya pak samsul di tengah
perjalanan kami,
"hihihi.. iya pak, kayaknya dia itu anaknya baik, aku jadi heran kenapa kemarin dia
bisa kayak gitu ya,?" aku balik bertanya,
"yaa mungkin namanya dari kampung, belum pernah liat cewek-cewek pake baju
seksi, di tambah lagi pas dateng kesini langsung ketemu cewek-cewek di pasar, yaa
jadinya gitu," terang pak samsul,
"jadi salah pergaulan ya pak, hihihi.."
"yaa gitu deh non, emangnya non Lisa kemarin di apain sampe kancing bajunya
pada copot gitu,?"
"yaa aku juga gak terlalu inget sih pak, soalnya kan kejadiannya cepet gitu, hihihi.."
"kirain non Lisa hampir di perkosa, hahaha.." ujar pak samsul sembari tertawa,
"hihihi.. mana mungkin pak anak seumuran gitu berani ngelakuin sejauh itu,?"
sahutku menimpali,
"ya mungkin aja non, walaupun umurnya masih ABG tapi dia kan laki-laki normal
juga, apalagi liat body non Lisa, bisa aja dia gak tahan trus langsung khilaf,
hahaha.."
"hihihi.. iyaa juga sih, soalnya yang udah aki-aki aja pada gitu ya pak,? hihihi.."
ujarku meledek,
"hehe.. non Lisa bisa aja, kalo misalnya kemaren nggak ada saya, kira-kira non Lisa
bakal di apain ya sama si panjul,?"
"yaa enggak tahu deh pak, hihihi..."
"kalo misalnya sampe beneran di perkosa gimana non,?"
"duuh.. amit-amit, enggak tau deh pak... aku gak bisa ngebayangin..."
"naah.. bentar lagi sampai deh kita,” ujar pak samsul ketika kami mulai memasuki
jalan menuju perumahan tempatku tinggal,
Ketika melewati pos satpam, ternyata pak yono yang mendapat giliran berjaga, aku
pun melambaikan tangan dan juga menyapanya saat dia membukakan portal, “sore
pak yonoo…”
"eeh.. non Lisa, dari pasar ya,?" sapanya,
"iya nih pak, bumbu dapur pada abis, mari pak," ucapku lagi,
"permisi pak yon," sambung pak samsul,
"oh iya, mari silahkan non, pak sam," jawabnya ramah mempersilahkan kami untuk
masuk,
"uhhh... sampe juga akhirnyaaa..." keluhku saat turun dari becak pak samsul, ketika
kami tiba di depan rumahku,
"ini belanjaannya taro dimana non,?" tanya pak samsul setelah memarkirkan
becaknya di depan gerbang rumahku,
"taro di atas meja ruang tamu aja pak, biar nanti aku beresin,"
"oh oke non," ucapnya yang kemudian dengan langkah cepat berjalan lebih dulu ke
dalam rumah melewatiku, sedangkan aku berjalan cukup santai karena merasa
sedikit lelah,
“saya langsung balik ya non,?" ucapnya saat keluar dari rumah ku,
"lohh.. gak mau mampir dulu pak,?"
"pengennya sih gitu, tapi lain kali aja non, soalnya saya masih banyak kerjaan,"
"ohh.. iya deh pak kalo gitu, makasih ya tumpangannya,"
"iya non sama-sama, kalo gitu saya pamit ya non, mariii.." ujar pak samsul yang
kelihatannya memang sedang terburu-buru,
"iya pak, hati-hati di jalan,"
Selepas kepergian pak samsul, aku pun segera masuk ke dalam rumah langsung
menuju lantai atas menuju kamar untuk meletakkan Oliver yang sedang tertidur
pulas dalam gendongan ke tempat tidurnya, setelah itu aku kembali ke lantai bawah
untuk merapikan barang-barang belanjaan,
Kuhempaskan tubuhku di atas sofa untuk beristirahat sejenak, aku duduk terdiam
dan tiba-tiba teringat dengan kata-kata pak samsul tadi, "kalo misalnya sampe
beneran di perkosa gimana non,?" pertanyaan itu kembali terngiang di telingaku,
Jika di ingat-ingat lagi, aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya ada di dalam
pikiranku kemarin, padahal seharusnya aku bisa berontak sekuat tenaga dan
memberikan perlawanan saat tubuhku di bekap oleh bocah itu, tapi anehnya aku
hanya sedikit meronta-ronta dan tidak sungguh-sungguh memberikan perlawanan
yang berarti,
Aku jadi merenung, mencoba mengerti dengan perasaanku sendiri, "mungkinkah
sekarang aku sudah menjadi seorang eksibisionis,?" dan "kejadian kemarin itu
adalah sebagian kecil dari resikonya,?"
Jujur aku akui, ketika memamerkan tubuhku dan melakukan sedikit aksi, aku selalu
merasakan sensasi tersendiri yang membuat adrenalin dalam tubuhku terpacu,
terkadang timbul keinginan untuk melakukan hal yang lebih menantang atau
kenekatan yang lebih lagi, demi ingin mendapat kepuasan yang lebih lagi, semakin
memikirkan hal itu aku jadi semakin takut jika suatu saat akan menghadapi resiko
yang lebih tinggi bahkan bisa saja aku mengalami pemerkosaan, tapi yang lebih
menakutkan adalah, jika suatu saat nanti "aku yang justru malah mengharapkan di
perkosa,"
Tak terasa hari semakin beranjak sore dan perutku mulai terasa lapar, badanku juga
terasa lengket karena belum mandi sepulang dari pasar, malas sekalian rasanya aku
untuk masak dan aku juga sedang ingin makan sate dan sop kambing, akhirnya
kuputuskan untuk minta tolong pak Yono saja untuk membelikan aku makanan, aku
yakin dia pasti dengan senang hati menuruti keinginanku, kuambil ponselku lalu
menghubungi pak Yono dan benar seperti dugaanku dia langsung berkata siap dan
memintaku untuk menunggunya, walaupun sedang giliran berjaga di pos depan, aku
bisa menebak sudah pasti dia akan meminta Ucup untuk menggantikannya
sebentar,
Setelah selesai menelepon pak Yono, aku kembali bersantai di sofa sambil
menonton aplikasi video di ponselku sembari menunggu pak Yono datang membawa
pesananku, setelah beberapa menit menunggu terkadang aku melihat ke arah luar
melalui pintu rumah yang sengaja aku biarkan terbuka ketika mendengar suara
motor yang lewat karena aku pikir itu pak Yono yang datang,
Beberapa menit berlalu tanpa ada seorang pun yang lewat, mungkin pak Yono
sedang antri pikir ku dalam hati, karena tubuhku terasa sedikit gerah akhirnya sambil
menunggu ku putuskan untuk mandi terlebih dahulu,
“huhh... masih lama kayaknya, aku mandi dulu aja deh..” gumamku lalu menuju
kamar mandi,
0 Komentar