ISTRI YANG BAIK SEASON 2 PART 14

 

Pada suatu hari,


Setelah sarapan pagi, Alex yang sudah berpakaian rapi serta memakai jasnya yang


berwarna hitam, dia berpamitan pada istrinya sebelum berangkat ke kantor, tidak


lupa dia mencium bibir sang istri dan juga mengecup kening si kecil, kemudian


melangkah dengan gagah memasuki mobil sedan berwarna hitam bersama dua


orang pengawal pribadinya,


Sesampainya dia di kantornya yang berada di kota centropolis, Alex disambut oleh


Jessica sekretarisnya yang sudah datang lebih dulu untuk menyiapkan keperluan


meeting yang akan di lakukan pagi ini bersama tuan Leon beserta para jajaran


direksi lainnya, semua manajer, dan beberapa kepala staff karyawan yang berkaitan


dengan operasional perusahaan, semuanya di kumpulkan di ruang rapat untuk


melaporkan perkembangan dan evaluasi kinerja mereka di perusahaan,


Hampir dua jam lebih mereka berkumpul di ruang rapat membahas semua masalah-


masalah yang terjadi, setelah mendengarkan dari masing-masing manajer Alex


kemudian memberikan beberapa arahan kepada mereka, berbagai laporan mereka


segera dicatat karena menjadi tanggung jawabnya untuk segera dia atasi, sebelum


meeting berakhir, tuan Leon dengan tegas memberikan arahan kepada para


manajer untuk mengikuti kebijakan yang di berikan oleh Alex sebagai direktur.


Selesai meeting pagi itu, Alex dan ayahnya kembali ke ruangannya bersama tiga


orang kepercayaannya, yaitu Barry, pak Alfred dan pak jarwo, di dalam ruangan itu,


tuan Leon membicarakan beberapa hal penting yang tidak dia katakan pada saat di


ruang meeting tadi,


Tok... Tok... Tok...


"Masuk," teriak Alex dari dalam, dan pembicaraan di dalam ruangan itu pun seketika


terhenti,


Jessica yang merupakan sekretaris Alex masuk sambil membawa nampan berisi


beberapa gelas minuman lalu menaruhnya di atas meja,


"Jess, siang ini saya ada pertemuan di kantor Walikota, saya minta tolong kamu


nanti atur ulang jadwal dengan klien-klien kita hari ini ya," ujar Alex memberikan


instruksi,


"iya baik Pak Alex, apa ada yang lain lagi yang bisa saya kerjakan,?" ucap jessica,


"saya rasa itu aja," Jawab Alex singkat,


"baik kalau begitu, saya pamit kembali ke ruangan saya, mari pak Alex, tuan Leon,"


Jessica sedikit menundukkan kepala lalu berjalan kembali keluar dari ruangan


direkturnya,


Setelah sekretarisnya keluar, Alex dan Ayahnya juga ketiga orang yang ada di dalam


ruangan itu melanjutkan kembali pembicaraan mereka,


"bagaimana situasi di sini Lex,?" tanya tuan Leon dengan nada datar,


"beberapa hari aku di sini, semuanya berjalan normal dan gak ada yang aneh, gak


seperti yang papih bicarakan tempo hari," terang Alex,


"hemm.. " Tuan Leon berdehem sembari mengusap dagunya seperti ada yang


sedang dia pikirkan, dia merasakan firasat yang aneh ketika bisnisnya di centopolis


terdengar baik-baik saja, dia lalu menatap ke arah pak Alfred yang di balas dengan


anggukan, seolah-olah mengiyakan penjelasan yang tadi Alex berikan,


"aku juga udah mencari informasi tentang pengrusakan di lokasi proyek kita,


ternyata itu hanya ulah para pencuri dan gelandangan di sekitar proyek, cuma


kerusakan kecil, tapi semuanya udah diatasi," terang Alex lagi,


"hmmm... oke baiklah kalau begitu,"


.


*****


.


Di waktu yang sama di rumah Lisa,


Aku baru saja menyelesaikan mandi pagiku, dengan tubuh masih berbalut handuk


aku keluar kamar mandi menuju lemari pakaian, ketika melihat pantulan diriku di


depan cermin besar yang ada di sana, aku jadi senyum-senyum sendiri dan sedikit


bergaya sambil memandangi pantulan tubuhku sendiri,


Entah kenapa begitu banyak laki-laki yang menyukai tubuhku, bahkan banyak sekali


yang memuji dan mengatakan jika aku memiliki bentuk tubuh yang sempurna seperti


ini, banyak dari teman-temanku yang sama-sama sudah menjadi ibu rumah tangga


dan sudah memiliki anak mengatakan jika mereka merasa iri kepadaku, mereka juga


mengagumi kulit putih beningku yang terawat serta rambutku yang panjang


berombak, tidak sedikit juga yang menyebut aku cantik, manis, imut dan sebagainya,


"duuhh.. jadi nyombong nih aku di depan cermin, hihihi.."


Jika sebelumnya aku tidak terlalu memperhatikan tubuhku tapi setelah mendapat


pujian yang begitu banyak, terlebih lagi oleh para kakek-kakek tua jelek yang sering


berkunjung ke rumahku, aku pun jadi sering berdiri di depan cermin, aku menyadari


kalau aku memang memiliki anugerah tubuh yang indah, yang harus aku rawat


dengan baik,


Belakangan ini, aku jadi semakin rajin melakukan perawatan wajah dan tubuhku,


aku juga jadi lebih rajin olah raga, makan makanan yang sehat serta rajin memakai


produk perawatan tubuh dan kulit, serta mengonsumsi vitamin, aku tidak ingin


menyia-nyiakan apa yang ada pada diriku, wajah dan tubuhku merupakan harta


berharga yang harus aku jaga dengan baik, tapi anehnya aku melakukan semua itu


bukan semata-mata hanya untuk suamiku, tetapi juga untuk para pria yang telah


hadir mengisi hari-hariku, aku ingin selalu tampil sempurna di hadapan mereka,


Jika dulu aku sering memakai pakaian yang minim saat ke luar rumah, tentu saja


banyak laki-laki yang berusaha mendekatiku, bukan hanya pria baik-baik saja yang


mencoba mendekati untuk mengajak berkenalan, tapi aku juga sering digoda pria-


pria mesum yang tanpa sopan-santun mencoba mengajak aku main di atas ranjang,


ada pula yang ingin membayar mahal agar aku bersedia diajak ke hotel, aku


tentunya tidak terlalu ambil pusing ataupun mempedulikan ucapan mereka, andai


mereka tau aku ini siapa, sudah pasti mereka tidak akan berani walaupun hanya


untuk sekedar mendekat,


Karena hal itu, jika aku ingin bepergian ke luar rumah sendirian, aku tidak lagi


memakai pakaian yang minim dan tentunya aku lebih memilih pakaian yang


terbilang cukup sopan, walaupun terkadang aku masih ingin menunjukkan sedikit


auratku pada orang lain, ada sensasi tersendiri yang aku rasakan dan ada sesuatu


dalam diriku yang mendorongku untuk sesekali melakukannya,


Lain hal jika aku sedang berada di dalam rumah, aku sudah terbiasa dan lebih


menyukai mengenakan pakaian yang lebih minim dan cukup terbuka, orang-orang


mungkin tidak akan menyangka, di balik keseharianku sebagai seorang istri dari


golongan orang yang terpandang, ternyata sering sekali aku ditemani oleh kakek-


kakek mesum di dalam rumahku sendiri dengan pakaian yang bisa di bilang cukup


menggoda, bahkan lebih parahnya lagi entah sudah berapa kali aku bersama


mereka dengan kondisi tanpa busana, dan anehnya aku justru merasa bahagia


melakukan itu semua jika bersama mereka,


Pagi ini, aku ingin pergi ke pasar untuk membeli beberapa kebutuhan dapur, aku


sengaja tidak meminta tolong pak samsul seperti biasanya karena hanya sedikit


yang ingin aku beli dan aku juga ingin jalan-jalan untuk sedikit melepas penat di


kepalaku,


Setelah rapi berpakaian, aku pun bersiap-siap bersama dengan putra kecilku, tidak


lupa aku membawa tas kecil berisi beberapa perlengkapannya seperti botol susu


dan perlengkapan lainnya, setelah semuanya siap aku pun mesan taxi online dan


menuju ke pasar, sesampainya di sana aku pun berjalan-jalan di dalam keramaian


pasar sambil melihat-lihat, siapa tahu saja ada yang ingin aku beli selain kebutuhan


dapur, entah sudah berapa lama aku berjalan-jalan kakiku mulai terasa pegal,


akhirnya kuputuskan untuk menuju kios tempat aku biasa berbelanja,


Saat selesai membayar dan barang belanja aku sudah di masukkan ke dalam


kantong plastik ternyata aku tidak menyadari jika barang yang aku beli jumlahnya


lumayan banyak, aku merasa jadi sedikit kerepotan karena harus membawa kantong


belanjaan yang cukup besar, apalagi aku juga membawa tas perlengkapan bayi dan


juga Oliver di gendongan depan,


"Kenapa non,? Susah ya bawanya,? Kalo gitu tunggu sebentar ya saya panggilin ke


ponakan saya buat bantu bawain belanjaannya," ucap pedagang itu yang


merupakan seorang ibu-ibu, sepertinya dia tau jika aku sedang merasa kerepotan,


"ohh.. iya bu terima kasih," jawabku merasa bersyukur, mungkin ibu itu bisa melihat


tampangku yang gelisah dan kebingungan saat ingin membawa barang belanjaan,


"juuul.. panjuulll..." ibu itu sedikit berteriak, saat menyebut nama ponakannya itu aku


jadi menebak jangan-jangan itu bocah yang kemarin,


"iyaa budee, ada apa,?" bocah itu dengan langkah cepat menghampiri budenya, dan


tidak salah lagi ternyata memang benar ini bocah yang kemarin sudah berani


berbuat kurang ajar menggerayangi tubuhku,


"itu loh tolong bantu si non bawain barang belanjaannya," perintah si ibu, namun


tiba-tiba wajah anak itu menjadi pucat pasi seperti orang ketakutan ketika melihat


bahwa aku lah orang yang meminta tolong,


"tt... tapi.. bu De.." kelihatan sekali bocah itu seperti ketakutan,


"kenapa,?? kamu gak mau,??" ucap budenya dengan nada meninggi dan mata


melotot,


Ketika si ibu penjual itu menyuruh keponakannya untuk membawakan barang


belanjaanku, sebenarnya aku juga cukup terkejut setelah tau ternyata bocah itu


adalah si julianto alias panjul yang sebelumnya pernah berani berbuat tak senonoh


kepadaku, dan dari kelihatannya hal yang sama juga di rasakan oleh bocah itu


karena bisa aku lihat dari raut wajahnya yang nampak gugup dan ketakutan ketika


melihatku, namun aku yang sudah memaklumi dan juga sudah memaafkan


perbuatannya itu, aku pun langsung tersenyum dan menyapanya,


"tolong bantu bawain barang belanjaanku yaa, soalnya berat, mau kan,?" ucapku


tersenyum semanis mungkin untuk menghilangkan kecanggungan serta ketakutan


yang di rasakan bocah itu,


"ii.. iyaa.. buu.." jawab bocah itu,


"mari buu, terima kasih banyak yaa," ucapku kepada ibu penjual itu,


"iya non sama-sama, kalo belanja kesini lagi aja ya, nanti saya kasih murah deh buat


langganan," ucap Ibu itu tersenyum ramah,


"hihihi.. iya bu, kapan-kapan saya kesini lagi, marii.." ucapku lagi pada ibu itu,


"iya non, hati-hati pulangnya,"


Aku pun berjalan diikuti bocah itu dari belakang yang membawakan kantong


belanjaanku sambil menundukkan wajahnya, mungkin dia masih merasa bersalah


atas apa yang dia lakukan terhadapku kemarin, dan aku yakin dia juga masih takut


dengan pelajaran yang dia dapatkan dari pak samsul, tapi kalau dipikir-pikir lagi,


menurutku itu semua juga bukan sepenuhnya kesalahan dia namun karena ada


sedikit salah sangka, tapi yasudah lah, yang lalu biarlah berlalu,


Saat di depan pasar, suasana sudah sedikit lenggang, aku pun berjalan di samping


bocah itu, kuperhatikan walaupun usianya masih remaja namun dia ternyata cukup


rajin mau membantu budenya berjualan di pasar, melihat tampangnya aku jadi


kasihan juga, padahal di usianya saat ini seharusnya dia fokus bersekolah dan


bermain bersama teman-teman sebayanya,


"berat gak,?" tanyaku mencoba membuka pembicaraan,


"eng.. enggak kok bu, saya udah biasa," jawabnya belum berani menatapku,


walaupun terkadang sambil berjalan dia sesekali melirik ke arahku,


Setelah sampai diujung pasar di tempat aku biasa menunggu pak samsul, kami


berdua pun berhenti, aku mengambil ponsel dari dalam tas untuk mengirim pesan


kepada pak samsul untuk segera menjemput dan mengantarkan aku pulang, aku


pun meminta panjul untuk menemaniku sebentar sambil menunggu pak samsul


datang,


"makasih banyak yah.. kalo gak ada kamu tadi aku bingung gimana bawa belanjaan


sebanyak itu," ucapku untuk menghiburnya dan menghilangkan rasa canggungnya


terhadapku, sebagai bentuk rasa terima kasihku dan upah atas jasanya, aku pun


memberikan dia selembar uang, "ini buat kamu," ucapku tersenyum sembari


menyodorkan uang,


"emm.. gak usah buu, terima kasih, lagian juga itu kebanyakan, saya gak punya


kembaliannya," ucapnya menolak dengan sopan,


"ini untuk kamu semua kok, tolong kamu terima yaa," bujuk ku lagi,


"aku ikhlas kok bawain belanjaan ibu," balasnya.


"kamu masih kepikiran yang kemarin ya,? aku beneran udah maafin kamu kok,


lagian aku juga yang salah, ngapain sore-sore masuk ke dalem pasar sendirian,


hihihi.." ujarku menghiburnya,


"iya buu, sekali lagi saya minta maaf, saya bener-bener enggak tau," jawabnya


sambil tertunduk penuh penyesalan, ternyata benar dugaanku jika dia masih merasa


bersalah atas insiden kemarin,


"yaudah.. kejadian kemarin kita lupain aja, anggap aja enggak pernah kejadian, yang


penting kamunya janji gak akan ngelakuin hal yang kayak gitu lagi," ucapku sedikit


memberi nasihat,


"iya bu, saya janji gak akan kayak gitu lagi," jawabnya,


"nah.. sekarang ini kamu terima ya, karena kamu udah bantuin aku bawa belanjaan,


kalo kamu gak mau, aku gak jadi maafin kamu nih," bujukku lagi agar dia mau


menerima uang yang aku berikan,


"haduuhh.. gimana ya bu, beneran gak usah, terima kasih," ujarnya terus menolak,


"isshh.. udah nih buruan kantongin," aku meraih tangannya sambil memasang wajah


sedikit galak agar dia mau menerima uang pemberianku,


"duuhh.. terima kasih banyak ya bu," ucapnya merasa tidak enak,


"iya sama-sama, oh iya.. ngomong-ngomong kamu setiap hari ada di pasar,?"


tanyaku kemudian,


"enggak tiap hari kok bu, kadang-kadang aja, paling kalo lagi gak ada kerjaan di


pasar, yaa kadang saya ngamen, kadang markir juga," jawabnya.


"ooh gitu, rajin banget sih kamu nyari duit, hihihi.."


"sebenernya sih bukan karena rajin bu, tapi dari pada bingung mau ngapain di


rumah, gak ada siapa-siapa, bude kan jualan di pasar, hehe.."


"kan lebih enak di rumah, bisa nyantai sambil nonton tv," ucapku lagi,


"gak enak aja rasanya kalo sendirian, biasanya juga kalo ada siaran pertandingan


bola saya malah nontonnya di warung kopi, seru banyak bapak-bapak yang nonton,"


jawabnya,


"iya juga sih, bete juga ya kalo sendirian," ucapku menimpali,


"emm.. kalo saya boleh tau, rumah ibu dimana,?" lanjutnya balik bertanya, aku pun


menjawab pertanyaannya serta mengatakan dimana alamat rumahku secara detail,


"Ohh... perumahan elit yang rumahnya gede-gede itu ya bu,?"


"hihihi... iya, kenapa emangnya,? kamu mau mampir,?" godaku.


"ehh... nggak kok bu, lagian juga saya takut, soalnya satpamnya galak-galak.."


jawabnya,


"masa sih,?"


"iyaa benerr.. waktu itu saya pernah diomelin," serunya,


"loh kok bisa,? emangnya kamu lagi ngapain,?"


"waktu itu saya pengen ngamen, baru aja nyampe pos depan langsung disuruh pergi


gak boleh masuk," terangnya,


"hihihi.. ya emang aturannya kayak gitu, biar aman, yang boleh masuk itu cuma


penghuni atau yang punya keperluan aja,"


"yaa namanya juga gak tau bu, hehehe.."


"yaudah nanti sama aku, mau,??" godaku lagi,


"hehehe.. enggak ah bu, malu saya, hehe.."


Dari kejauhan ku lihat pak samsul mengayuh becaknya ke arah kami sambil


tersenyum sumringah, aku pun melambaikan tangan ke arahnya,


"itu pak samsul udah dateng, makasih banyak ya kamu udah mau nemenin sama


bantu bawain belanjaan aku," ujarku,


"iya bu sama-sama, justru saya yang harusnya bilang makasih udah dikasih duit,


hehe.." jawabnya,


"hahaha.. iyaa.. sama-sama,"


"waah.. lagi sama si panjul ternyata non," ujar pak samsul ketika tiba di dekat kami,


"iya nih pak, tadi dia yang bantu bawain belanjaan aku,"


"gak macem-macem lagi kan kamu jul,?" tanya pak samsul kepada si panjul setelah


turun dari becaknya lalu mengambil kantong belanjaan ku dan meletakkannya di


dalam becak,


"waduuhh.. mana berani saya pak, kapokk.." jawabnya,


"hahaha.. bagus deh kalo gitu, yang penting jangan kayak gitu lagi, kasihan bude


mu, nanti dia yang malu," ujar pak samsul,


"iya pak,"


"hihihi.. yaudah aku pulang ya jul," ucapku ketika pak samsul memutar arah


becaknya,


"iya bu, hati-hati di jalan, oh iya saya belum tau nama ibu siapa?" tanya bocah itu,


"nama aku Lisa," jawabku singkat sembari tersenyum padanya sebelum akhirnya


aku meninggalkan pasar bersama pak Samsul,


.


****


.


Di kota Centopolis,


Alex mengikuti pertemuan yang diadakan di kantor walikota bersama ayahnya,


selain dihadiri oleh walikota centropolis yaitu Oswald Koble ada beberapa pimpinan


perusahaan yang juga hadir di sana, dia mengamati hingga ke detailnya termasuk


tatapan tidak suka dari para pimpinan perusahaan yang hadir ke arah ayahnya yang


memang di ruangan itu tampak mendominasi, Alex mengabaikan pandangan-


pandangan kagum dari para sekretaris yang ikut dalam pertemuan itu menemani


bosnya, pandangan kagum yang tidak asing lagi baginya, entah karena ketampanan


yang di turunkan dari ayahnya atau karena gelar Luther pada nama belakangnya.


Luther, nama keluarga yang tidak asing di telinga para pengusaha besar, masuk ke


dalam urutan beberapa orang terkaya dan berpengaruh terhadap perekonomian,


sangat wajar jika saat ini dia menjadi incaran para wanita meskipun mereka semua


tau jika statusnya saat ini yang sudah memiliki seorang istri,


Meskipun hampir setiap hari dikelilingi para wanita dengan berbagai profesi hebat,


namun tidak satu pun yang mampu membuatnya tertarik, padahal sudah banyak


yang mencoba untuk mendekati bahkan menggodanya, bukan hanya dari kalangan


wanita biasa, namun juga wanita dengan karier yang baik, dan tentunya memiliki


wajah yang sudah pasti cantik karena perawatan,


Alex tidak ingin mengikuti jejak atau mewarisi sifat ayahnya yang suka bermain


perempuan, dia ingin fokus pada pekerjaan dan membahagiakan keluarganya,


Sore ini, setelah selesai pertemuan di kantor walikota, Alex bersama tuan Leon


lanjut untuk meninjau beberapa proyek mereka yang ada di kota itu secara


langsung, Alex mengendarai mobil yang terpisah dengan ayahnya, dia duduk di kursi


belakang sedan hitamnya dan pandangan matanya fokus ke arah ruko-ruko di


pinggir jalan menatap ramainya suasana sore itu, saat hampir tiba di lokasi tiba-tiba


mata Alex menyipit menatap seorang perempuan muda yang sedang berlari tergesa-


gesa tanpa menoleh ke belakang, lalu sekilas hilang memasuki gang sempit yang


gelap di antara ruko-ruko, Alex merasa tidak asing dengan sosok gadis tersebut,


"kenapa Lex,?" tanya Barry yang duduk di sebelahnya,


"ehh.. bukan apa-apa Bar,"


Barry mengerutkan keningnya. "tampang lu kayak orang yang baru aja ngeliat


setan,"


"hehe.. enggak bar,"


.


*****


.


"akrab banget tadi kayaknya non sama si panjul,?" tanya pak samsul di tengah


perjalanan kami,


"hihihi.. iya pak, kayaknya dia itu anaknya baik, aku jadi heran kenapa kemarin dia


bisa kayak gitu ya,?" aku balik bertanya,


"yaa mungkin namanya dari kampung, belum pernah liat cewek-cewek pake baju


seksi, di tambah lagi pas dateng kesini langsung ketemu cewek-cewek di pasar, yaa


jadinya gitu," terang pak samsul,


"jadi salah pergaulan ya pak, hihihi.."


"yaa gitu deh non, emangnya non Lisa kemarin di apain sampe kancing bajunya


pada copot gitu,?"


"yaa aku juga gak terlalu inget sih pak, soalnya kan kejadiannya cepet gitu, hihihi.."


"kirain non Lisa hampir di perkosa, hahaha.." ujar pak samsul sembari tertawa,


"hihihi.. mana mungkin pak anak seumuran gitu berani ngelakuin sejauh itu,?"


sahutku menimpali,


"ya mungkin aja non, walaupun umurnya masih ABG tapi dia kan laki-laki normal


juga, apalagi liat body non Lisa, bisa aja dia gak tahan trus langsung khilaf,


hahaha.."


"hihihi.. iyaa juga sih, soalnya yang udah aki-aki aja pada gitu ya pak,? hihihi.."


ujarku meledek,


"hehe.. non Lisa bisa aja, kalo misalnya kemaren nggak ada saya, kira-kira non Lisa


bakal di apain ya sama si panjul,?"


"yaa enggak tahu deh pak, hihihi..."


"kalo misalnya sampe beneran di perkosa gimana non,?"


"duuh.. amit-amit, enggak tau deh pak... aku gak bisa ngebayangin..."


"naah.. bentar lagi sampai deh kita,” ujar pak samsul ketika kami mulai memasuki


jalan menuju perumahan tempatku tinggal,


Ketika melewati pos satpam, ternyata pak yono yang mendapat giliran berjaga, aku


pun melambaikan tangan dan juga menyapanya saat dia membukakan portal, “sore


pak yonoo…”


"eeh.. non Lisa, dari pasar ya,?" sapanya,


"iya nih pak, bumbu dapur pada abis, mari pak," ucapku lagi,


"permisi pak yon," sambung pak samsul,


"oh iya, mari silahkan non, pak sam," jawabnya ramah mempersilahkan kami untuk


masuk,


"uhhh... sampe juga akhirnyaaa..." keluhku saat turun dari becak pak samsul, ketika


kami tiba di depan rumahku,


"ini belanjaannya taro dimana non,?" tanya pak samsul setelah memarkirkan


becaknya di depan gerbang rumahku,


"taro di atas meja ruang tamu aja pak, biar nanti aku beresin,"


"oh oke non," ucapnya yang kemudian dengan langkah cepat berjalan lebih dulu ke


dalam rumah melewatiku, sedangkan aku berjalan cukup santai karena merasa


sedikit lelah,


“saya langsung balik ya non,?" ucapnya saat keluar dari rumah ku,


"lohh.. gak mau mampir dulu pak,?"


"pengennya sih gitu, tapi lain kali aja non, soalnya saya masih banyak kerjaan,"


"ohh.. iya deh pak kalo gitu, makasih ya tumpangannya,"


"iya non sama-sama, kalo gitu saya pamit ya non, mariii.." ujar pak samsul yang


kelihatannya memang sedang terburu-buru,


"iya pak, hati-hati di jalan,"


Selepas kepergian pak samsul, aku pun segera masuk ke dalam rumah langsung


menuju lantai atas menuju kamar untuk meletakkan Oliver yang sedang tertidur


pulas dalam gendongan ke tempat tidurnya, setelah itu aku kembali ke lantai bawah


untuk merapikan barang-barang belanjaan,


Kuhempaskan tubuhku di atas sofa untuk beristirahat sejenak, aku duduk terdiam


dan tiba-tiba teringat dengan kata-kata pak samsul tadi, "kalo misalnya sampe


beneran di perkosa gimana non,?" pertanyaan itu kembali terngiang di telingaku,


Jika di ingat-ingat lagi, aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya ada di dalam


pikiranku kemarin, padahal seharusnya aku bisa berontak sekuat tenaga dan


memberikan perlawanan saat tubuhku di bekap oleh bocah itu, tapi anehnya aku


hanya sedikit meronta-ronta dan tidak sungguh-sungguh memberikan perlawanan


yang berarti,


Aku jadi merenung, mencoba mengerti dengan perasaanku sendiri, "mungkinkah


sekarang aku sudah menjadi seorang eksibisionis,?" dan "kejadian kemarin itu


adalah sebagian kecil dari resikonya,?"


Jujur aku akui, ketika memamerkan tubuhku dan melakukan sedikit aksi, aku selalu


merasakan sensasi tersendiri yang membuat adrenalin dalam tubuhku terpacu,


terkadang timbul keinginan untuk melakukan hal yang lebih menantang atau


kenekatan yang lebih lagi, demi ingin mendapat kepuasan yang lebih lagi, semakin


memikirkan hal itu aku jadi semakin takut jika suatu saat akan menghadapi resiko


yang lebih tinggi bahkan bisa saja aku mengalami pemerkosaan, tapi yang lebih


menakutkan adalah, jika suatu saat nanti "aku yang justru malah mengharapkan di


perkosa,"


Tak terasa hari semakin beranjak sore dan perutku mulai terasa lapar, badanku juga


terasa lengket karena belum mandi sepulang dari pasar, malas sekalian rasanya aku


untuk masak dan aku juga sedang ingin makan sate dan sop kambing, akhirnya


kuputuskan untuk minta tolong pak Yono saja untuk membelikan aku makanan, aku


yakin dia pasti dengan senang hati menuruti keinginanku, kuambil ponselku lalu


menghubungi pak Yono dan benar seperti dugaanku dia langsung berkata siap dan


memintaku untuk menunggunya, walaupun sedang giliran berjaga di pos depan, aku


bisa menebak sudah pasti dia akan meminta Ucup untuk menggantikannya


sebentar,


Setelah selesai menelepon pak Yono, aku kembali bersantai di sofa sambil


menonton aplikasi video di ponselku sembari menunggu pak Yono datang membawa


pesananku, setelah beberapa menit menunggu terkadang aku melihat ke arah luar


melalui pintu rumah yang sengaja aku biarkan terbuka ketika mendengar suara


motor yang lewat karena aku pikir itu pak Yono yang datang,


Beberapa menit berlalu tanpa ada seorang pun yang lewat, mungkin pak Yono


sedang antri pikir ku dalam hati, karena tubuhku terasa sedikit gerah akhirnya sambil


menunggu ku putuskan untuk mandi terlebih dahulu,


“huhh... masih lama kayaknya, aku mandi dulu aja deh..” gumamku lalu menuju


kamar mandi,

Posting Komentar

0 Komentar