IBU DAN NENEKU PART 6

 

Beberapa hari setelah kejadian itu, aku dan ibu jadi merasa ada tirai yang menghalangi jarak antara aku dan ibu. Tirai rasa malu yang tidak tahu bagaimana caranya membukanya, rantai tabu bagaimana melepaskannya, karena kami oleh nenek diikat oleh pernikahan sedarah yang mengikat perasaan batinku dan ibu.




Ayah tak tahu apa pun yang terjadi antara kami bertiga dirumah nenek. Ibu pun tak tahu kalau aku dengan nenek sudah seperti suami istri dan sering melakukan hubungan badan sampai beberapa kali aku semburkan didalam memeknya. Nenek sudah menerimaku dan sudah terbiasa aku setubuhi setiap harinya dan mengeluarkannya didalam.




Kebiasaan itu terus berlanjut hingga hampir sebulan lamanya, sedangkan aku perlahan mulai akrab kembali dengan ibu karena nenek selalu meyakinkan ibu bahwa yang nenek lakukan untuk ibu dan aku adalah jalan terbaik menuju kebahagiaan. Awalnya memang ibu sering melamun dan jika aku ada menghampirinya selalu tak berani menatap wajahku. Hal itu membuatku ingin membicarakan kembali ke nenek agar pernikahan sedarah antara aku dan ibu dibatalkan.




Saat itu ayah sedang bekerja sebagai tukang jahit disalah satu kampung yang jaraknya lumayan jauh, pulang kadang tiga hari sekali bahkan seminggu paling lama. Kesempatan itu aku berusaha memberanikan diri mencoba untuk mengatakan kepada ibu kalau ikatan pernikahan itu dibatalkan saja, tapi ternyata ibu tak mau melakukannya. Kebetulan ketika selesai mandi dalam keadaan memakai handuk yang menutupi sebagian tubuhnya, ku hampiri ibu lalu memegang tangannya.






"Bu?!, Udin sudah tak kuat menjalani hidup seperti ini... Ibu selalu menghindar dan tak mau menatap wajah Udin... Udin ingin kembali seperti dulu lagi saja dimarahi ibu setiap hari daripada ibu seperti menganggap Udin orang lain... Kita batalkan saja bu ikatan itu dan cincin ini kita kembalikan ke nenek.." kataku kepada ibu yang sekarang menatapku, lalu tiba-tiba PLAK! Aku ditamparnya oleh ibu.


"Kamu tidak setuju dengan keputusan nenek Din?! Kamu tidak mau ibu tidak bahagia?!!" Kata ibu dengan mata yang berkaca-kaca. Aku yang tak tega melihat wanita bersedih, dengan segera ku peluk ibuku sambil mengusap punggungnya.


"Maafkan Udin bu... Udin tak bermaksud untuk menyakiti ibu. Udin hanya bingung melihat ibu selalu merenung gara-gara ikatan pernikahan yang ibu tak sukai... Maafin Udin ya...?" Ketika ku peluk ibuku betapa wangi sekali tubuhnya, sampai torpedoku dengan cepat berontak didalam celanaku.


"Kamu gak mau ya kalau ibu jadi istri kamu Din? Karena ibu sudah tua...?" Ucap ibu yang juga memelukku. Sekarang aku rasakan suasana hatinya lebih baik dari tadi dan terasa tenang.


"Udin ketika diamanatkan oleh nenek untuk menjadi suami ibu... betapa senangnya hati Udin bu. Tapi, melihat ibu yang sering terlihat merenung, Udin merasa tak tega melihatnya. Menurut ibu... bagaimana dengan status kita saat ini bu? Ibu setuju? Tanya hati ibu apa Udin pantas menjadi suami ibu..?" Ketika ku katakan itu ibuku semakin memelukku erat tak berbicara sepatah kata pun. Lalu karena penasaran dengan penuh kehati-hatian pantatnya ku raba, ku elus sampai ku lihat reaksinya ibu tak marah pantatnya ku usap perlahan. Ibu pernah bilang bahwa ia tak suka dicium lehernya, bahkan sama ayah pun ketika sedang bersetubuh lalu dicium leher, ibu akan berontak karena dihatinya ada kegelisahan yang ibu pendam bertahun-tahun. Kegelisahannya itu adalah perasaan cinta yang sulit tumbuh karena sebuah paksaan. Tapi ingin mencoba apakah aku akan disamakan dengan ayah atau tidak jika ku cium lehernya.






Meskipun masih SMA, tinggi badan saya sama dengan ibu yaitu ±165cm. Jadi ketika kami saling berpelukan aku saling menempelkan kulit leher yang terasa semakin hangat. Karena ibu hanya memakai handuk, sudah pasti bagian dada keatas terbuka bebas sehingga aku coba pertama-tama mencium pundaknya sambil menghirupnya. "Hmmhh!" Suara lirih disertai nafas yang terasa berat terdengar jelas ditelingaku. Perlahan kecupanku mulai ku majukan mendekati pangkal lehernya dan ibu mulai menggeliat, ku coba lagi menghembuskan nafasku dibatang leher ibu dan reaksinya begitu menakjubkan! Ibuku semakin memelukku erat, ku hirup lehernya semakin ibu merapatkan tubuhnya denganku. Rasa penasaranku mulai menguasaiku seperti sabda-sabda setan yang menghembus kedalam jiwaku. Sehingga dengan membulatkan tekad dan memberanikan diri ku julurkan lidahku mengenai kulit lehernya "Aahhhh dinnnn hmmmhhh..!" Ibu mulai mendesah memanggil namaku, tapi aneh, kenapa tak melarangku? Sambil berbisik aku katakan kepadanya, "kalau ibu tak suka Udin hentikan bu.." | "Jangannn!!! Jangan dihentikan..." Ucap ibu yang terdengar seperti malu-malu disertai pelukannya yang tak mau dilepaskan, sampai ku rasakan payudaranya yang menonjol dibalik handuknya menekan dadaku.


"Ibu tak marah kan?" Tanyaku berbisik.


"Nnngggakk.." jawab ibu.


"Tak merasa dipaksa?" Ku ulangi lagi.


"Ngggaaakk... Sayangi ibu lagi nak.." ucap ibu yang semakin kepalaku kearah lehernya.


"Iyaa sayang... Udin sangat sayang ibu.. ini buat ibu.." ku gigit-gigit gemas lehernya sambil merasakan kenikmatan dari kulit lehernya yang sangat membuatku ingin menelanjanginya.


"Uugghh! Diiinnn... Ibu ... Sayyanngg kamu nak...!"


"Udin juga sayang ibu... Mmmhhh... Enak banget leher ibu... Mmmhhhh..." Aku jilati lehernya sambil menghisapnya, mulai dari kanan, bagian depannya sampai ibuku menengadah ketika permainan lidahku menari-nari indah dileher ibu. Lalu kecupanku mulai turun ke bagian dada ibu mulai menggigit-gigit kulit payudaranya yang menyembul dibagian atasnya.


"Ouuhh.. bu, enak bu..." Kataku sambil menikmati bagian dada ibu, sedangkan ibu mengelus kepalaku.






Kini terlihatlah bekas cupanganku dileher dan bagian dadanya yang terlihat jelas memerah bekas hisapan dan gigitan.






"Bu? Leher sama dada ibu ada bekas cupangan Udin... Gimana kalau ayah tahu?" Kesadaranku mulai menghampiri diriku.


"Gak apa-apa Din... Kalau datang hari ini pun ibu gak peduli nak..." Ucap ibu dengan mata sayu menatapku. Lalu aku tempelkan dahiku dengan dahi ibu sambil bertatapan. Semakin ku perhatikan ibuku semakin ku mencintainya, begitu pun dengan ibu yang ternyata sudah tumbuh benih-benih cinta ditanah kenyamanan, dengan batang kepercayaan, juga harapan sebagai daunnya. Lalu buah dari semua itu ada pada rahim ibuku, tinggal menunggu keputusan dari ibu apakah aku diperbolehkan membuahi sel telurnya?


"Din, ibu sangat mencintaimu. Boleh ibu panggil kamu ayah sayang?" Ucap ibu yang tanpa rasa canggung mengatakan itu.


"He'em boleh bu, kalau begitu Udin boleh panggil ibu mamah..? Sebagai tanda kita sebagai suami istri?" Balasku pada ibu yang ternyata ibu sangat senang mendengarnya.


"Iyaa ayah, mamah senang mendengarnya..." Ucap ibu yang pandangannya tak lepas dari menatap mataku, sehingga aku mulai perlahan mendekati bibirnya yang menganga sedikit, lalu ku cium dengan pelan-pelan tapi penuh birahi. Ibu pun membalas ciumanku sambil memegang kepalaku dengan kedua tangannya, sedangkan tanganku meraba-raba bongkahan pantatnya. Bahkan saking gemasnya aku tekan kedepan sampai ku rasakan batang penisku menekan selangkangan ibu.






Aku dan ibu sangat menikmati ciuman yang penuh birahi ini, bahkan ibuku lebih liar dari apa yang aku bayangkan selama ini, yang aku tahu ibuku adalah seorang wanita yang pendiam dan tak banyak bicara. Tapi sekarang aku tahu ternyata ibu memendam sisi liarnya untuk menyerangku, beberapa kali ketika aku melepaskan ciumanku, ibu selalu bilang "lagi ayahhh... Mmhhhhhh... Mamah bukain bajunya ya..?" Kata ibu kepadaku.


"Iya mah bukain.." lalu dengan muka yang memerah juga beberapa kali ibu menelan ludah, dengan senang hati ibu melepaskan kaosku dan kami berciuman lagi. Aku yang sudah tak tahan menekan-nekan kontolku kearah tempat kenikmatan milik ibu yang masih tertutup handuknya.


"Mah? Ayah lepas ya handuknya..?" Bujukku kepada ibu, meskipun sebenarnya aku takut mengatakan kalimat itu pada ibuku sendiri. Ternyata apa yang terjadi? Ibu membusungkan dadanya memintaku untuk melepaskannya, karena ujung handuknya nyelip diantara kedua payudaranya yang besar. Dengan gemetar aku berusaha untuk melepaskan ikatan handuk yang menutupi tubuhnya, akhirnya sesuatu yang menakjubkan indah dipandang mata terhampar didepan mataku tatkala handuk ibu terjatuh kebawah. Mataku sampai terbelalak melihat seutuhnya tubuh indah milik ibu, payudaranya yang menggelayut juga vaginanya yang begitu tembem sembunyi malu-malu diantara selangkangannya.






Ohh tuhan... Baru kali ini mataku melihat keindahan yang mengalahkan segala sesuatu yang indah didunia ini, itu adalah vagina ibuku yang dulu aku keluar dari situ. Payudara ibu yang menggelayut pun langsung aku raih dan menghisap putingnya, "Aaaahhh.. ayahhhhh... Enakkkk ayyaahhh... Aahh.. ahhh...!" Tak ku pedulikan ibuku meracau dan mendesah keenakan. Mulutku terus secara bergantian menghisap puting ibu dengan sekuat-kuatnya, juga ku gigit gemas sambil ku goyang-goyang putingnya dengan gigiku. Reaksinya sungguh luar biasa! Ibuku sampai lemas kakinya karena tak tahan mengimbangi permainanku.






"Aahh.. ahhh... Ayyyaahhh... " Berkali-kali ibuku hampir terduduk lemas ketika payudaranya aku hisap, aku gigit dan ku cupangi permukaan kulitnya sampai memerah penuh bekas hisapan. Tapi aku tangan pinggangnya sampai tubuh ibu melengkung ke belakang sehingga payudaranya semakin membusung mengarah keatas. Aku dan ibu sudah sama-sama dililit tali birahi yang sangat dahsyat! Saat ibu memeluk leherku, kesempatan itu aku gunakan untuk melepaskan celana kolorku sekaligus dengan celana dalamnya. Perlahan ketika celanaku sudah berada di betis, secara bergantian aku lepaskan dengan kakiku sehingga aku dan ibuku sama-sama tak memakai baju sehelai pun yang menutupi tubuh kami.

Posting Komentar

0 Komentar