ANAK ANGKAT KU PART 3



Begitulah, sampai siang, Safiq terus menyu$u di bongkahan p4yud4r4 Anis, sang ibu angkat yang masih berusia muda, tidak lebih dari 30 tahun. Dengan p4yud4r4 yang masih mulus sempurna, Safiq benar-benar dimanjakan. Ia menjadi bocah yang paling beruntung di dunia. Sementara Anis juga merasa senang karena kini ia menjadi semakin !nt!m dan akrab dengan sang putra angkat yang sangat ia sayangi.




***




Rutinitas itu terus berlangsung. Kapanpun dan dimanapun Safiq ingin, asal tidak ada orang -terutama mas Iqbal- Anis dengan senang hati menyu$uinya. Dan seperti yang sudah dijanjikan, Safiq memang tidak pernah meminta lebih. Bocah itu cuma m3r3m4$ dan mengh!$4p, tidak macam-macam. Ditambah lagi, sama sekali tidak ada n4f$u ataupun b!r4h! d4l4m setiap j!l4+annya, Safiq benar-benar murni melakukannya karena pengen nenen. Anis jadi merasa aman.




Tapi semua itu berubah saat Safiq naik ke jenjang SMP…




Umur yang bertambah membuat pikiran bocah itu semakin berkembang. Dari yang semula cuma nenen biasa, kini berubah menjadi j!l4+an mesra yang sangat lembut namun sangat meng94!r4hkan. R3m4$an bocah itu juga semakin bervariasi; kadang k3r4$, kadang juga lembut. Kalau mengh!$4p pu+!ng yang kiri, Safiq memijit dan memilin-milin yang kanan, begitu pula sebaliknya. Tak jarang Safiq mendempetkan dua pu+!ng itu dan mengh!$4pnya d4l4m satu waktu. Pendeknya, Safiq sekarang sudah tumbuh menjadi remaja yang tahu apa arti $ek$ yang sesungguhnya.




Anis bvk4nnya tidak mengetahui hal itu. Ia sudah bisa menebaknya saat melihat p3ni$ Safiq yang sedikit ereksi saat mereka sedang melakukan ’ritual’ itu. Tapi Anis pura-pura tidak tahu dan mendiamkannya saja. Toh Safiq juga tidak berbuat macam-macam, anak itu tetap ’sopan’. Malah Anis yang panas dingin, itu karena ukuran p3ni$ Safiq yang saat ini sudah melebihi punya mas Iqbal, padahal usia bocah itu masih sangat muda. Gimana kalau nanti sudah besar… ah, Anis tidak kuat membayangkannya.




Esoknya, saat membangunkan Safiq untuk sholat subuh, Anis disuguhi pemandangan baru lagi. Saat itu Safiq masih tertidur lelap, tapi tidak demikian dengan p3ni$nya. Benda itu sedang berdiri dan menjulang begitu tegarnya. Sempat Anis terpana dan terpesona untuk beberapa saat, tapi setelah bisa menguasai diri, ia segera membangunkan sang putra, ”Fiq, ayo sholat dulu.”




Bandar Bola Piala Dunia Russia 2018 – Safiq cuma menggeliat lalu meneruskan tidurnya. Anis jadi tergoda. Apalagi sekarang di depannya, p3ni$ Safiq jadi kelihatan lebih menantang. Ukurannya yang begitu besar membuat Anis tercengang, dengan warna coklat kehitaman dan ‘kepala’ yang masih kelihatan imut (Safiq baru bulan kemarin disunat), benda itu jadi terasa seperti magnet bagi Anis.




Tanpa terasa perlahan jari-jarinya terulur dan mulai menggenggamnya. Ia memperhatikan wajah sang putra angkat, Safiq terlihat tenang saja, matanya tetap terpejam rapat sambil m3n!km4t! tidur pulasnya.




Dengan hati berdebar dan penuh perhitungan, takut dipergoki oleh sang su4m! -juga takut bila Safiq tiba-tiba bangun- Anis mulai men90c0k benda panjang itu perlahan-lahan.




Saat diperhatikannya Safiq tetap tertidur, malah bocah itu seperti men!km4t!nya -terlihat dari d3$4h nafasnya yang semakin memburu dan tarikan lirih karena t3r4n9$4n9- Anis pun mempercepat k0c0kannya. Hingga tak lama kemudian berhamburan cairan putih kental dari ujungnya. Safiq 3j4kul4s!. Yang gilanya, akibat rangsangan Anis, ibu angkatnya sendiri.




Merasa sangat bersalah, dengan tergopoh-gopoh Anis segera membersihkannya. Saat itulah, Safiq tiba-tiba terbangun. ”Eh, umi…” gumamnya tanpa tahu apa yang terjadi.




Anis mengelap sisa $p3rm4 Safiq ke ujung dasternya, ”Ayo sholat dulu, sayang.” katanya dengan nada suara dibuat senormal mungkin, padahal d4l4m hati ia sangat berdebar-debar.




Safiq memperhatikan cairan putih kental yang berceceran di perutnya. Untuk yang ini, Anis tidak sempat membersihkannya. ”Ini apa, Mi?” Safiq mengambil cairan itu dan mempermainkan di ujung jarinya, lalu mengendusnya ke hidung. ”Ih, baunya aneh.” bocah itu nyengir.




Anis tersenyum, ”Tidak apa-apa, itu tandanya kamu sudah mulai d3w4$a.”




Safiq memandang umi-nya, ”D3w4$a? Safiq nggak ngerti. Maksud Umi apaan?” tanyanya.




”Nanti Umi jelaskan, sekarang m4nd! dulu ya.” Anis membimbing putra kesayangannya turun dari r4nj4n9.




Safiq menggeleng, ”Nggak mau ah, Mi. Dingin!”




”Eh, harus. Kalau nggak, nanti badanmu kotor terus. Ini namanya m4nd! besar.” terang Anis.




”M4nd! besar?” tanya Safiq, lagi-lagi tidak mengerti.




”Ah, iya. Kamu kan belum pernah melakukannya. Ya udah, ayo Umi ajarin.” Anis mengajak Safiq untuk beranjak ke kamar m4nd!.




Di ruang tengah, dilihatnya mas Iqbal kembali tidur setelah menunaikan sholat subuh. Sudah kebiasaan laki-laki itu, malam melek untuk sholat tahajud, habis subuh tidur lagi sampai waktu sarapan tiba. Dengan bebas Anis membimbing Safiq masuk ke kamar m4nd!.




“Lepas bajumu,” katanya memerintahkan.




Safiq dengan patuh melakukannya. Ia tidak risih melakukannya karena sudah biasa t3l4nj4n9 di depan ibu angkatnya. Tak berkedip Anis memperhatikan p3ni$ Safiq yang kini sudah mengkerut dan kembali ke ukuran semula.




”Pertama-tama, baca Bismillah, lalu niat untuk menghilangkan hadast besar.” kata Anis.




”Emang Safiq baru dapat hadast besar ya?” tanya Safiq pada ibu angkatnya yang cantik itu.




Anis dengan sabar menjawab, ”Iya, kamu tadi mimpi en4k kan?” tanyanya.




Safiq mengangguk, ”Iya sih, tapi Safiq sudah lupa ngimpiin apa.”




”Nggak masalah, itu namanya kamu mimpi basah. Itu tanda ked3w4$aan seorang laki-laki. Dan sehabis dapat mimpi itu, kamu harus m4nd! besar biar badanmu suci lagi.” sahut Anis.




Safiq mengangguk mengerti. ”Terus, selanjutnya apaan, Mi?”




”Selanjutnya… basuh k3m4lu4nmu seperti ini,” Anis meraih p3ni$ Safiq dan mengguyurnya dengan air. Ajaib, bvk4nnya mengkeret karena terkena air dingin, benda itu malah mendongak kaku dan perlahan kaku dan men3g4n9 karena usapan tangan Anis.




”Mi, en4k…” Safiq mer!nt!h.




Anis jadi serba salah, cepat ia menarik tangannya. ”Eh,”




Tapi Safiq dengan kuat menahan, ”Lagi, Mi… en4k,” pintanya.




Melihat pandangan mata yang sayu dan memelas itu, Anis jadi tidak tega untuk menolak. Tapi sebelumnya, ia harus memastikan segalanya aman dulu. Dikuncinya pintu kamar m4nd!, lalu ia berbisik pada sang putra. ”Jangan berisik, nanti Abimu bangun.” sambil tangan kanannya mulai men90c0k pelan b4+4n9 p3ni$ Safiq.




Safiq mengangguk. Yang kurang ajar, untuk meredam teriakannya, ia meminta nen pada Anis. “Plis, Mi. Safiq pengen.”




Menghela nafas -karena merasa dipecundangi- Anis pun memberikan bongkahan p4yud4r4nya. Jadilah, di kamar m4nd! yang sempit itu, ibu serta anak yang seharusnya saling menghormati itu, melakukan hal buruk yang sangat dilarang agama. Safiq menggelayut di tvbvh m0nt0k ibu angkatnya, sambil mu|u+nya menyu$up ke bulatan p4yud4r4 Anis. B!b!rnya menj!l4+ l!4r disana. Sementara istri Iqbal, dengan nafas memburu menahan k3n!km4t4n, terus men90c0k p3ni$ besar sang putra hingga menyemburkan $p3rm4 yang dikandung di d4l4mnya tak lama kemudian.




Banyak dan kental sekali cairan itu, meski tidak seputih yang pertama, tapi pemandangan itu sudah cukup membuat Anis jadi h0rn!. Wanita itu merasakan c3l4n4 d4l4mnya jadi basah. Tapi tentu saja ia tidak mungkin menunjukkannya pada Safiq, bocah itu tidak akan mengerti. Jadi cepat-cepat ia bersihkan semuanya, takut mas Iqbal yang sedang tertidur di ruang tengah tiba-tiba bangun dan memergoki ulah mereka.


Didengarnya Safiq menarik nafas panjang sambil mend3$4h puas, ”Terima kasih, Mi. Nikmat banget. Badan Safiq jadi enteng.”


Anis mengangguk mengiyakan. ”Sudah, sekarang m4nd! sana. Ulangi semuanya dari awal.”


Safiq tersenyum, dan dengan bimbingan dari ibu angkatnya yang cantik, iapun melakukan m4nd! wajib pertamanya.


Sejak saat itu, level ’permainan’ mereka jadi sedikit meningkat. Anis tidak cuma memberikan p4yud4r4nya, tapi kini juga harus memuaskan Safiq dengan tangannya. Dan si bocah, tampak senang-senang saja menerimanya. Siapa juga yang bakal menolak k3n!km4t4n seperti itu. Dan sampai saat ini, Anis masih belum juga hamil, padahal ia dan mas Iqbal tidak pernah lelah berusaha. Ah, mungkin memang belum rejekinya. 

Posting Komentar

0 Komentar