ADIK IPARKU PART 31

 


Grace, dan tidak membalas pesan chat darinya.


Mungkin memang bisa dikatakan aku ini pengecut, penakut, dan pecundang. Tidak peduli yang namanya sahabat, seharusnya jika kekasih kita sudah direbut. Sahabat sekalipun harusnya kita lawan sekuat tenaga. Namun, aku memutuskan untuk tidak melakukan hal itu.




Aku tidak memiliki keberanian untuk melawan sahabat-sahabatku sendiri. Bahkan ketika aku dibentak- bentak oleh Destia dan Hasna,


aku sama


melawan.


membela


sopan dan lembut di hadapan mereka.


“Grace? Lu keliatan gemukan sekarang? Tapi raut wajah lu


sekali Aku


tidak hanya dengan


diriku




keliatan lagi stress banget? Sini masuk, Grace. Duduk dulu, gue lagi siapin cemilan sama minuman buat lu.” Aku menyambut Grace dengan hangat. Dan dia pun masuk ke dalam rumah lalu duduk di sofa.


“Gak perlu repot-repot, La. Lu padahal lagi hamil juga kan? Tapi kok lu gak keliatan gemuk sama sekali yaa? Lu




malah keliatan lebih kurus dari biasanya,” jawab Grace yang mengomentari tubuhku yang bertambah kurus. Iyaa, aku memang semakin kurus sekarang.


Karena terlalu banyak pikiran yang membuatku stress dan mulai depresi. Nafsu makanku menurun drastis, yang awalnya aku makan 3 kali sehari. Sekarang, aku hanya




makan 1-2 kali sehari saja. Dan itu pun tidak ditambahkan dengan cemilan.


Sambil menuangkan teh hangat dan menyiapkan coklat cookies, aku pun menjawab. “Iyaa, gue memang banyak pikiran dan stress akhir-akhir ini. Namanya juga hamil di luar nikah, gak mungkin juga gak banyak pikiran. Kita




melakukan kesalahan yang fatal.”


“Ibu lu sudah taukah tentang kehamilan lu ini? Apa lu masih merahasiakan dan menyembunyikan kehamilan lu ini?” tanya Grace yang terlihat sangat mempedulikan diriku. Iyaa, dia gak mungkin peduli bohongan. Karena kami sudah bersahabat sejak lama.




Sambil membawa nampan yang di atasnya terdapat dua cangkir teh hangat dan kue cookies. Aku pun menjawab pertanyaan Grace. “Gue belum ngomong apa-apa sama ibu gue. Mungkin sepulang dari pekerjaannya sabtu besok, gue bakal ngomong apa adanya sama ibu.”




“Kalo lu butuh bantuan dari gue. Gue siap nemenin lu ngomong sama ibu lu. Gue tau berat banget buat lu untuk mengatakan sejujurnya ke ibu lu. Jadi lebih baik bicarakan di waktu yang tepat dan saat mental siap,” saran Grace kepada aku.


Aku menaruh dua cangkir teh dan satu piring yang berisi 12 kue cookies. “Iyaa, makasih




banyak buat sarannya Grace. Lu serius mau nikah sama Doni? Memangnya sejak kapan lu hamil anaknya Doni? Seharusnya duluan gue hamil kan ketimbang lu?”


Aku saat itu duduk di sebelah Grace, dan dia seketika terdiam saat aku menanyakan hal itu. Kulit wajahnya yang putih itu, perlahan mulai memerah. Perlahan air




matanya keluar dari kedua matanya, seolah tak kuasa menahan rasa sedih yang ada di dalam hatinya.


Grace tiba-tiba memelukku dengan erat sambil menangis histeris. Dan dia pun meminta maaf kepadaku. “Maafin gue, Laa. Gue udah bersikap jahat banget sama lu. Gue bener- bener udah ngelukain dan ngehancurin hati lu. Gue




sahabat yang bener-bener buruk.”


Aku yang sudah memaaafkan Grace, saat itu membalas pelukannya. Aku mengelus rambut Grace dengan lembut, sambil mendekap wajah Grace di bahu sebelah kananku. “Gue udah maafin lu kok, Grace. Udah jangan pernah dipikirkan lagi tentang hal ini.”




“Dengan sengaja, gue menggoda Doni dengan tubuh gue. Gue menceritakan kejelekan lu ke Doni. Dan membuat sifat Doni ke lu berubah, sampai akhirnya kalian berdua putus. Gue bener-bener minta maaf, La!” lanjutnya yang menangis semakin keras.


Aku seketika menghela nafas panjang, sejujurnya saja aku




belum memaafkan Grace sepenuhnya. Aku memang sudah berusaha memaafkan Grace, dan sejauh ini memang berhasil. Tapi, aku hanya memaafkan sebagian perbuatannya. Sebagiannya lagi belum bisa aku maafkan.


“Grace, kalo Doni memang bener-bener cinta sama gue. Dia gak akan pernah berpaling ke siapapun,




sekeras apapun dia digoda oleh perempuan lain. Jika dia berhasil tergoda dan percaya dengan perkataan lu. Tandanya dia memang gak setia,” jawabku saat itu.


Mendengar jawaban dariku, seketika Grace menangis semakin keras lagi. Sebuah tangisan yang gak mungkin dia buat-buat. Dia nangis sampai menjerit-jerit, seolah




ada jutaan penyesalan berada di dalam hati dan jiwanya. Aku malah justru ikut merasa simpati dengannya.


“Maafin gue, Laa! Gue bener- bener minta maaf sama tingkah gue yang bajingan ini! Gue bener-bener udah ngerebut cowo yang lu cintain! Dan sekarang, gue terjebak dan harus menikah sama Doni! Sekali lagi gue




bener-bener minta maaf sama lu!”


Grace terus menerus menangis selama 10 menit lebih, ini tangisannya yang paling lama. Selama aku mengenal Grace sekitar 2,5 tahun belakangan ini. Grace memang kadang-kadang menangis, tapi tangisannya tidak pernah sekeras dan semenyesakkan ini.




“Grace, gue minta agar lu jangan menyesali apapun. Jadikan aja semua yang sudah terjadi sebagai pelajaran. Sekarang lu menikahlah sama Doni, jadi istri yang baik untuk Doni. Lahirkan dan besarkan anak kalian dengan baik,” jawabku menasehatinya dengan lembut.




Mendengar nasehatku, Grace terlihat mulai agak tenang. Dengan wajahnya yang memerah karena tangisannya, Grace menyeka kedua air matanya menggunakan tisu. Dia mengusap air matanya yang jatuh ke pipi sampai ke dagunya.


Membuat bedak yang dia gunakan luntur, begitu juga dengan lipstik yang terkena




air dari hidungnya. Make upnya sekarang terlihat berantakan, tapi aku sama sekali tidak mempermasalahkan hal ini. Setidaknya, Grace sudah minta maaf dan menyadari kesalahannya.


“Makasih banyak, La. Gue akan sayangin dan cintain Doni sebaik mungkin. Gue minta supaya hubungan kita




berdua jangan sampai rusak. Gue butuh lu sebagai sahabat gue. Sebagai gantinya gue memutuskan untuk keluar dari sekolah,” ungkapnya sambil mengusap air mata.


Aku yang


perkataannya,


bertanya


“Maksudnya gimana? Kenapa lu bisa bilang sengaja keluar dari sekolah demi gue? Kan


mendengar seketika kepadanya

Posting Komentar

0 Komentar