TEMAN SUAMIKU PART 6

 Warning!

Part ini sangat sensitif dan sangat vulgar bagi beberapa pembaca. Jadi, dimohon untuk kebijakannya dalam memilih suatu cerita. Buat bocil sama jomblo yang masih ngeyel, resiko ditanggung sendiri. Terimakasih.


***


"Kenapa, Sayang?" Sita menoleh ke sumber suara. Melihat suaminya yang hanya menggunakan handuk, tubuh Sita memanas dan jantungnya berirama cepat. Kemudian, di hampirinya sang suami. Di dorongnya Ivan ke pintu lemari, hingga terantuk punggungnya ke benda berpelitur tersebut.

Sita menciumi Ivan dari atas sampe bawah hingga dia menemukan sesuatu yang masih tergantung lemas di tubuh Ivan. Di lahapnya benda itu membuat Ivan mengerang. 

"Akkhhhhh ... Sayang."

Tiba-tiba gawai milik Ivan berbunyi. Terdengar suara lagu keluar dari benda pipih tersebut, menanandakan bahwa itu adalah panggilan masuk. 

"Bentar, Sayang."

Sambil berdiri, Sita hanya bingung pada dirinya, yang tiba-tiba tubuhnya merasa panas, dan ingin sekali mendapat sentuhan dari seorang pria. 

"Harus sekarang?"

Terdengar Ivan memberi pertanyaan kepada seseorang di seberang smartphone-nya. 

"Oke, aku akan segera kesana," kata Ivan sambil meletakan benda pipih itu di kasur.

"Mas?"

"Iya, Sayang. Maaf, aku harus pergi mendadak. Kliennya minta ketemu aku sekarang, atau enggak semuanya gagal. Tapi, cuma bentar kok, Oke? " jelas Ivan sambil sibuk mengenakan pakaian semi formal.

"Tapi, Mas, aku ... "

"Sayang, cuma bentar, nanti aku kembali lagi."

Sambil memperhatikan Ivan merapikan baju, Sita masih mencoba menciumi leher Ivan.

"Sayaaang, udah, ya. Aku berangkat," kata Ivan sambil lekat-lekat menatap Sita. Ivan tidak membentaknya atas penolakan seperti kemarin. Mata Sita sayu penuh permohonan. Sebagai pamit, Ivan mencium bibir Sita sangat lama. Tapi, ketika akan di lepas, Sita memegang tengkuk Ivan secara kuat. Dia merasakan denyut jantungnya semakin cepat, tubuhnya memanas, dan area sensitifnya berkedut. Ivan melepas pelan-pelan tangan Sita, lalu mengambil gawainya di kasur. 

"Mas, aku mohon jangan pergi." rengek Sita, sambil memegang tangan Ivan. 

"Gak bisa, Sayang. Ini penting banget."

"Lebih penting dari aku?" ucap Sita memelas. 

"Enggak gitu, Sayang. Aku akan cepat kembali, oke?"

"Maasss."

Lalu Ivan buru-buru keluar dari kamar. Sita mengekor seperti anak ayam, yang tidak ingin ditinggal induknya. 

"Mas, jangan pergi."

"Bentar, Sayang, ya."

"Maaaaaaassss!"

Kemudian, Ivan masuk mobil dan menyalakan mesinnya. Dengan perasaan campur aduk, Sita hanya melihat mobil itu keluar dari garasi, semakin lama semakin menjauh. Sita meremas tangannya, sambil menahan gejolak yang ada pada dirinya karena Panas pada tubuhnya semakin menjadi, entah karena cuaca atau hal lain. 

Rudi yang sedari tadi memperhatikan mereka dari dapur, mencoba melihat keadaan sambil mencoba menyusul. Tapi, sesampainya di depan pintu, tanpa sengaja, Sita menabraknya. Bukk! Sita sempoyongan, kemudian ditangkap dan dipeluk Rudi. Badan Sita memanas dan bergetar saat tubuhnya berada di dekapan Rudi yang tidak menggunakan baju. Nafasnya memburu. Setelah lama berpandangan, refleks tangannya menyentuh wajah kemudian turun ke dadang bidang milik Rudi. Sita menelan salivanya, menggigit bibir bawahnya serta mencoba mengatur napasnya, karena yang ingin sekali dia rasakan adalah melahap pria yang berada di depan matanya.

Dengan kasar Sita mendorong Rudi dari pelukannya. Lalu, dia pergi ke dapur untuk mengambil minum, agar tubuhnya bisa dinetralkan. Di ikutinya Sita oleh Rudi, sambil menanyakan keadaannya. 

"Sita, kamu 'gak apa-apa, 'kan?"

Tidak ada jawaban dari Sita, namun, Rudi masih mengikutinya sampai ke dapur. Dibukanya pintu lemari pendingin itu oleh Sita, untuk mencari minum. Setelah dapat, Sita meneguknya hingga suaranya terdengar jelas ketika cairan itu menuruni lehernya. Cleguk ... cleguk ... cleguk ... 

"Sita, kalian punya masalah? Kenapa Ivan bersikap seperti tadi? Dia mengabaikanmu? Dia .... " 

Belum selesai Rudi bicara, Sita membanting pintu pendingin itu, kemudian berbalik badan dengan napas tidak teratur. Lalu, ditatapnya Rudi lekat-lekat. 

"Sita ... kamu .... "

Tiba-tiba tangan Sita menangkup wajah Rudi, dan mendaratkan bibirnya ke bibir Rudi. Sedangkan, Rudi membelalak tidak percaya apa yang sedang Sita lakukan padanya. Dilumatnya bibir Rudi secara kasar, setelah puas, kemudian ciuman itu turun ke leher. Rudi merasakan bagian bawahnya kini penuh dan sesak. Dijilatnya setiap inci dari tubuh Rudi oleh Sita, sampe dia berjongkok dan buru-buru melepas celana Rudi. Setelah terbuka, benda itu mengacung keras di depan Sita. Dilahapnya benda itu hingga memenuhi mulut dan tenggorokan Sita. Secara laki-laki, Rudipun tidak menolak apa yang di lakukan Sita. Rudi menikmati setiap jilatan dan isapan mulut Sita di bawahnya. Tangan kanan Rudi menahan tubuhnya agar tidak limbung, dengan memegang meja makan di sampingnya, sedangkan tangan kirinya, kini menjambak rambut Sita, serta mengikuti irama kepala Sita yang maju-mundur dengan liar. 

"Akhhhh ... Sita ... kamu pintar sekali."

Setelah puas main-main disana, Rudi mengangkat Sita yang kemudian di dudukan di meja makan. Mata Sita hanya menatap Rudi dengan penuh permohonan.

"Rudi, sentuh aku, puaskan aku, akan kuterima apapun perlakuanmu padaku."

Rudi menyambar mulut Sita, kemudian meremas dada Sita. Diturunkannya tali dress Sita dari pundaknya secara kasar dan putus. Dress itu menggantung memperlihatkan dada Sita yang tidak memakai penyangga. Tangan Rudi turun menyusuri perut, lalu, turun lagi menemukan area paling sensitif dari tubuh Sita. Di belai, di tekan dan di usapnya sesuatu di dalamnya yang masih terbungkus kain. Ciuman Rudi turun ke leher, kemudian dengan kasar, Rudi merobek dress yang di pakai Sita, hingga menjadi seonggok kain yang tidak berguna dan dibuangnya begitu saja. Diturunkannya celana yang dipakai Sita, terpampang indah gundukan daging dengan rambut tipis dan rapi yang menghiasi area sensitif itu. Kaki Sita diangkat Rudi di meja, dan ditekuk sejajar dengan dada Sita. Rudi mulai memainkannya, dengan mencium, menjilat, dan menggigit kecil, di titik paling sensitif. Tangan kiri Sita menopang tubuh dengan menahannya di meja, sedangkan tangan kanannya memegang kepala Rudi untuk tidak berhenti melakukan itu.

"Ru--di ... ahhh ... hmmmm ... ahhh .... "

Aktivitas Rudi semakin cepat dan kasar, pinggul Sita juga ikut bergerak mengimbangi Rudi. Bunyi decak terdengar dari aktivitas yang di lakukan Rudi. 

"Hhmmmm ... akkhhhh ... Ru--di akuuhhhh ...."

Tangan Sita menekan kepala Rudi dengan kuat. Cairan hangat keluar dari liang seng-gama Sita. Rudi tidak menyia-nyiakannya. Dia isap dengan kuat dan hampir tidak bersisa. Dengan terengah-engah, Sita menatap Rudi yang kini berdiri di depannya. Digapainya kepala Sita dan diciuminya kening, mata kanan kemudian berganti kiri, pipi kiri berganti kanan, hidung dan terakhir di bibir Sita.

Cup ... cup ... cup ...

 Kening mereka berdua beradu, Rudipun membisikan kata kepada Sita.

"Giliranku, Sita."

Posting Komentar

0 Komentar