TEMAN SUAMIKU PART 4

 Mata Sita, mulai memanas. Air matanya mulai terbendung di pelupuk. Rudi sadar bahwa itu menyakitinya. Kemudian, Dia beranjak mendekati Sita. 

"Sita, Sita, aku minta maaf."

Tanpa menghiraukan Rudi, Sita balik ke kamarnya. Melihat itu, Rudi merasa bersalah. 

"Ohhh, Ivaannnn! Aku sudah mulai gila dengan Istrimu."


***


Deru suara mobil di garasi terdengar sedang di parkirkan. Rudi menyambut Ivan yang akan masuk ke rumah dengan menenteng plastik makanan. 

"Ck, katanya sebentar, kenapa sampai jam segini, sih?" tanya Rudi. 

"Sorry, Rud, urgent banget soalnya. Gak bisa aku tinggalin."

"Ya minimal inget istri lagi sakit di rumah."

"Kan ada kamu. Udah makan, Bro?"

"Udah. Sita marah denganku, Van. Tadi aku coba buat kasih makan, tapi pintunya terkunci sejak sore tadi. Dia belum makan, mungkin obatnya pun belum diminum."

Ivan menghentikan langkahnya, kemudian menatap Rudi.

"Jujur aku merasa bersalah padanya, Rud. Apa yang sampe sekarang aku lakukan benar atau tidak. Tapi, aku ingin dia bahagia juga."

"Nasi sudah menjadi bubur. Sudah jauh kita melangkah. Kita gak tau apa yang akan terjadi kedepannya."

Ivan mengetuk pintu sesampainya di depan kamar Sita. Tok ... tok .... tok ... Tak lama kemudian terdengar putaran anak kunci dan handle pintu terbuka. Ivan melihat Sita hanya diam tak menyapa dirinya. Diletakkan plastik makanan itu di sebuah meja yang ada di kamar mereka. Sita memandang keluar dari jendela disusul Ivan yang memeluknya dari belakang. 

"Kenapa kamu tega sekali padaku, Mas? Kenapa kamu tinggalin aku bersama temanmu sendirian? Kalau aku dibu-nuh gimana?"

Ivan mengeratkan pelukannya. 

"Jangan berpikiran terlalu jauh, Sayang. Rudi orang baik. Bahkan sahabat terbaik yang pernah aku miliki."

'Seandainya kamu tahu, Mas, dia telah mengobrak-abrik tubuh istrimu,' batin Sita. 

Sita membalikan tubuhnya dan melihat suaminya dengan seksama. Begitu tampannya dia, dengan tubuh yang tinggi, kulit bersih, hidung mancung dan banyak aset yang dimiliki, tapi sayang, belum ada calon yang akan mewarisinya. Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar. Walaupun Sita tahu, Ivan tidak sehebat Rudi dalam urusan ranjang, dia tetap ingin bersamanya. Dia mencintainya. Kepuasan batinnya pun juga bisa dilakukan dengan cara lain. Sita kembali mengingat moment saat malam meneguk kenikmatan berdua setelah menikah. 

"Kamu sudah siap, Sayang?" sita hanya mengangguk malu ketika Ivan melepas satu persatu baju dari tubuhnya.

"Mas, Sak--kit!"

Namun demikian, Sita tidak pernah berfikir bahwa rumah tangga tidak melulu soal urusan ranjang. Tapi, adakalanya Sita merasakan kesepian tanpa adanya seorang buah hati sebagai pelengkap. Dengan ijin suaminya, Sita menjadi salah satu donatur yayasan yatim piatu hanya demi dekat dengan anak-anak, yang sebagian dari mereka menjadi korban orang tuanya, entah itu dibuang atau sengaja ditelantarkan. Ketika banyak wanita berjuang demi garis dua, ada saja manusia seperti itu yang tidak bisa bertanggung jawab atas perbuatannya saat membuat anak. Begitulah kegiatan Sita. Walaupun tidak memiliki anak langsung dari rahimnya, tapi, Sita mempunyai banyak anak yang selalu mendoakannya. 

"Bisa apa?"

"Aku mau kamu malam ini, Sayang?"

Sita tersipu ketika Suaminya mengatakan itu, sambil mengusap bibir Sita. Satu kecupan mendarat sempurna di bibir Sita. Lembut dan hangat. Kemudian Sita mendorong pelan dada bidang Ivan. 

Bunyi decakan lidah menghiasi kamar sepasang suami istri yang sedang berpagut. Desahan halus keluar dari mulut Sita ketika Ivan meremas dada Sita yang ujungnya sudah mengacung, menantang untuk segera dilahap. Ciuman itu berganti dengan isapan dan gigitan kecil yang membuat Sita menggelinjang seperti ular. Kini ciumannya turun ke perut, ke paha, ke kaki bahkan ke jari kaki juga tak luput dari mulut Ivan.

"Sekarang ya, Sayang?" pinta Ivan. 

Belum ada lima menit, Ivan memuntahkan cairannya ke dalam liang senggama Sita.

"Sayangghhh ... aku kel--luaar ... ahhh ..."

Sita hanya tersenyum pasrah di bawah Ivan. Selama tujuh tahun, dia selalu belum mencapai orgasme jika bermain dengan suaminya. Jika sudah klimaks, senjata Ivan dengan cepat mengecil dan tertidur.

"Seperti biasa ya, Sayang?" pinta Ivan sambil menarik laci nakas, dan mengeluarkan benda berwarna merah, berbentuk alat kelamin pria. 

Posting Komentar

0 Komentar