TEMAN SUAMIKU PART 3

 Sambil mengusap air mata, Sita pun berlalu tanpa menghiraukan Rudi yang ingin berbicara kepadanya.


***


Sita masuk ke kamar, dia memandang suaminya dengan hati yang sangat kacau. Kemudian dia menyusul Ivan di tempat tidurnya. Terdengar dengkuran halus dari orang yang kini di peluknya.

"Mas, aku minta maaf." isak tangis Sita pun semakin pecah, saat membayangkan betapa akan hancur kebahagiaanya, jika dia tahu apa yang telah diperbuatnya bersama temannya.

Didepan pintu kamar Sita, Rudi berdiri dengan perasaan campur aduk, ketika wanita yang baru saja menegak kenikmatan bersamanya menangis.

'Maaf, Sita, maaf. Jika kamu tahu yang sebenarnya, mungkin kamu akan lebih hancur. Ada sesuatu yang tidak kamu ketahui tentang semua ini.'

Rudi menggerutu dalam hati, sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Kemudian dia beranjak dari depan kamar Sita. Sebelum masuk ke kamarnya, Dia melihat beberapa foto Sita dan Ivan saat menikah, tergantung di dinding ruangan. Betapa bahagianya mereka ketika itu sampai saat ini.


***


Suara kicau burung nyaring terdengar di telinga Ivan. Saat membuka mata, dia merasa bahwa kepalanya terasa berat.

"Ssstttt ... ahh ... kenapa jadi berat begini kepalaku."

Ivan melihat Sita yang terbaring di sampingnya. Dia mendapati istrinya selalu cantik tanpa polesan make up. Kemudian dia mengambil gawai yang ada di Nakas samping tempat tidurnya.

[Pagi, Pak Ivan] suara laki-laki di seberang smartphone Ivan tampak nyaring terdengar di telinganya. 

[Hari ini aku sibuk di rumah, kamu urusi semua urusan kantor, jika ada apa-apa langsung kabari. Tapi, kalau semua bisa kamu handle, jangan ganggu aku!]

[Baik, Pak, semoga hari anda menyenangkan] kemudian suara itu terputus.

Karena sangat mencintai Sita, Ivan pun tidak mau mempunyai sekretaris seorang wanita. Dia memilih laki-laki yang meng-handle setiap rutinitas di tempat kerjanya. 

Sambil tersenyum memandang Sita, hidung Ivan menangkap aroma lezat menguar ke kamarnya. 

"Siapa yang masak?"

Dengan tertatih, Ivan keluar kamar melihat siapa yang berkutat di dapur. Selain Sita dan dirinya, Siapa lagi kalau bukan salah satu penghuni rumah ini. Tentu saja Rudi.

"Morning, Bro, gimana udah enakan?" sapa dan tanya Rudi, setelah melihat Ivan ingin mengambil air minum.

"Pusing. Masih suka masak?" tanya Ivan, kemudian menggeser kursi makan yang tidak jauh dari Rudi sambil membawa segelas air putih dan ditaruhnya di meja. 

"Masih. Gak masalah kan kalau cowok bisa masak. Biar tidak ngandelin pasangannya kalau lagi bangun siang. Hahahahahaha ... " sindir Rudi dengan tawa.

"Dih, anjing. Tiketmu kapan ke Ausie?" tanya Ivan. 

"Besok sore. Btw, Sita ... kenapa belum bangun?" tanya Rudi. 

"Biarkan sekali-kali bangun siang. Tapi, biasanya, kalau gak sakit, dia gak mungkin bangun siang, sih, " jelas Ivan.

"Jangan-jangan dia sakit, Van," tebak Rudi.

Mereka saling pandang, kemudian Rudi melepas apron yang tergantung di badannya, dan Ivan menggeser tempat duduknya dengan kasar. Mereka berdua terburu menuju kamar Sita dengan perasaan sangat khawatir. Setelah membuka pintu, Ivan duduk ditepi ranjang dekat Sita, dan Rudi hanya berdiri di samping Ivan.

"Sayang?" panggil Ivan sambil memegang kepala Sita. 

"Panas, Rud."

"Hahhh ... buruan telfon doktermu! Aku akan buatkan kompres."

Kembalinya Rudi dengan air hangat dan handuk kecil yang kini bertengger di kening Sita. 

"Mas Ivan ... Maass." suara Sita memanggil suaminya sangat pelan.

"Iya, Sayang aku disini."

"Jangan tinggalin aku, jangan marah sama aku, Mas," rancau Sita meskipun matanya masih tertutup.

"Iya,Sayang,iya."

Rudi pun masih telaten mengganti kompres di kening Sita, sebelum dokter pribadinya datang.

Selang 30 menit akhirnya sang dokter pun datang. 

"Pak Ivan, sepertinya istri anda sedang banyak pikiran. Cobalah, kalau ada masalah di bicarakan. Ini saya kasih resep untuk segera di tebus. Setelah Ibu Sita siuman, segera suruh makan dan minum obatnya," jelas dokter pribadi Ivan.

"Oke, baiklah, dok, saya akan coba diskusikan ini, terimakasih kasih. "

"Oke, Pak Ivan, saya lanjut bertugas. Semoga Ibu Sita segera sembuh dan bisa melakukan aktivitas seperti biasa."

Mereka berdua bersalaman, kemudian sang dokter keluar. Rudi masuk dengan membawa semangkuk bubur buatannya.

"Gimana, Van?" tanya Rudi sambil meletakkan bubur di nakas samping tempat tidur. 

"Ternyata dia stres, Rud. Aku harus bagaimana?"

"Hah! Aku juga bingung harus gimana, Van? Itu apa?" jawab Rudi dengan mengusap wajahnya dengan kasar kemudian bertanya. 

"Resep."

"Sini, biar aku tebus."

Setelah itu Rudi keluar.


***


Pantulan jingga dari barat menembus gorden kamar Sita, yang sedang duduk termenung di atas kasurnya. Setelah makan dan minum obat, Sita sudah mulai kembali dengan tubuhnya yang lebih baik. Dengan tubuh yang lebih fresh setelah terguyur air, dia keluar kamar mencari sang suami yang tidak ada di tempat. Di ruang depan Sita hanya mendapati Rudi seorang diri. 

"Mas, Mas Ivan!"

"Sita, kenapa bangun? Kamu belum sehat." toleh Rudi dari sofa santainya, kemudian berdiri karena mendengar suara Sita. 

"Bukan urusan kamu."

"Duduklah, aku gak mau lihat kamu pingsan."

"Gak!"

"Sita, aku gak akan ngapa-ngapain kamu. Sumpah. "

"Enggak! Jaga jarak denganku!" kata Sita sambil menunjuk Rudi dengan jarinya, saat hendak mendekatinya. 

"Ck, dasar wanita. Aku disuruh Ivan buat jagain kamu. Dia keluar sebentar ke kantor. Tadinya, dia tidak ingin ninggalin kamu, tapi, karena urgent, akhirnya dia keluar ."

"Dasar bodoh, kenapa dia meninggalkan istrinya bersama singa yang kelaparan? Dia pengen aku ma-ti? "

"Sita, Please. Ivan bukan orang seperti itu. Dari kejadian kemarin aku minta maaf. Setelah ini, kamu boleh membenciku. Besok aku balik ke Ausie, aku gak akan balik kesini, oke? Aku juga tidak akan menganggu kehidupanmu."

"Hah, enteng sekali kamu ngomong. Temen macam apa yang mau meniduri istri temannya sendiri? Breng-sek."

"Ya ... Aku memang brengsek. Tapi, kamu mendapatkan kepuasan, Sita, bahkan kamu menikmati itu. "

Mata Sita, mulai memanas. Air matanya mulai terbendung di pelupuk. Rudi sadar bahwa itu menyakitinya. Kemudian, Dia beranjak mendekati Sita. 

"Sita, Sita, aku minta maaf."

Tanpa menghiraukan Rudi, Sita balik ke kamarnya. Melihat itu, Rudi merasa bersalah. 

"Ohhh, Ivaannnn! Aku sudah mulai gila dengan Istrimu."

Posting Komentar

0 Komentar