“Kak, aku pergi sekolah dulu yah…”“Iyaaa… belajar yang bener, jangan macam-macam di sekolah kamu dek!”
“Nggak kok… mending macam-macam di rumah sama kakak, hehe”
“Hah? Apaan sih kamu…?"
“Bercanda kok kak…”
“Dasar…” Diapun mendaratkan ciumannya di keningku, seperti yang biasa dia lakukan ketika
aku pamit ke sekolah. Ugh, sungguh senangnya tiap pagi selalu mendapatkan ciuman darinya,
ciuman dari kakakku yang cantik dan seksi ini, tapi…
"Hehe.. Dado pamit juga ya kak.." ujar temanku bernama Dado yang menungguku dari tadi. Dia
ikut mendekati kakakku dengan wajah sok polos dan cengengesan seperti ingin juga
"Hihihi… duh kamu ini, Kakak tanyain Aldi dulu yah… Dek lihat tuh, temanmu mau dicium sama
kakak juga tuh… Boleh nggak dek dia juga dapat ciuman dari kakak?” tanya kakakku meminta
pendapatku.
"Ya nggak lah kak!" tolakku, gila aja kalau si jelek ini juga dapat ciuman dari kakakku.
“Tuh dengar, gak dibolehin sama Aldi, hihihi. Udah sana kalian, buruan berangkat”
“Iya iya… Buruan Do!” suruhku menyeret Dado, kalau lama-lama di sini ntar si Dado beneran
bakal dapat ciuman dari kakakku lagi, tak rela aku! Akupun segera menyalakan motorku dan
berangkat ke sekolah.
“Daagh kak Alyaa...”
"Daagh kak Alyaa cantik.. hehe.." pamit Dado juga ikut-ikutan. Kupret nih anak!
Namaku Aldi. Aku masih kelas 2 SMU. Di rumah ini aku hanya tinggal berdua bersama
kakakku. Ya, hanya berdua saja karena kedua orang tua kami tinggal di kota yang berbeda
dengan kami. Papaku yang bekerja di luar kota membuat Mama juga jadi harus
mendampinginya di sana. Tapi bagiku tak masalah, karena selama ini aku ditemani oleh
kakakku, Kak Alya.
Kak Alya saat ini sedang kuliah di salah satu PTS ternama di kota kami dan baru saja menjalani
tahun pertamanya. Sungguh hari-hari yang kulalui sangat menyenangkan karena kakakku
sangat memperhatikan diriku. Seperti memasakkan makanan untukku sehari-hari, sampai
mengingatkan akan pakaian kotorku yang seharusnya dicuci. Tapi karena kakakku juga memiliki
kesibukan kuliah, aku memilih untuk mencuci pakaianku sendiri. Walau terkadang justru ia yang
ingin mencucikan pakaianku. Memang kakakku ini sangat baik. Hal itulah yang membuatku
semakin suka bermanja-manja pada kakakku ini.
Kak Alya sehari-hari dikenal baik, ramah dan sopan di lingkungan perumahan kami. Dia tidak
pernah pilih-pilih teman dalam bergaul. Walaupun kak Alya sudah memiliki pacar, tapi tetap saja
banyak cowok yang nekat untuk medekatinya. Bahkan termasuk teman-temanku yang suka
main kerumah dengan alasan bikin PR lah, main PS lah. Siapa juga sih yang tidak tertarik
dengan cewek seperti kak Alya? Sudah cantik, sopan, ramah pula. Aku saja sampai tertarik
Sehari-hari, Kak Alya selalu berpakaian tertutup lengkap dengan jilbab bila keluar rumah atau
Alya sering sekali berpakaian seadanya. Siapapun pasti memaklumi bila berpakaian seadanya
saat berada di rumah tanpa ada orang lain yang melihatnya kecuali aku. Tapi yang kak Alya
kenakan justru lebih dari sekedar seadanya. Bahkan bisa dibilang sangat seadanya, pakaian
yang sangat minim! Karena hanya ada aku di rumah ini, maka akulah yang beruntung bisa
melihat pemandangan indah ini setiap hari. Walaupun kadang-kadang teman-temanku juga
kebagian rezeki dapat melihat penampilan kakakku berpakaian minim.
Seperti saat mengantarkan aku ke depan pintu tadi, kakakku ini hanya mengenakan tanktop
putih ketat berbelahan rendah dengan bawahan celana pendek berwarna pink. Sungguh
setelan yang mempertontonkan aurat-auratnya! Kulitnya yang putih mulus, lekukan tubuhnya
yang indah, rambut hitam sebahunya yang digerai, serta semua bagian tubuhnya yang biasa ia
tutupi bila keluar rumah itupun tersaji khusus untukku, adek laki-lakinya. Aku juga bisa pastikan
kalau kak Alya tidak mengenakan apa-apa lagi dibaliknya karena aku bisa dengan jelas melihat
tonjolan mungil pada bagian dadanya. Gimana aku nggak horni coba? Meskipun aku adeknya,
tapi aku kan laki-laki biasa. Sialnya temanku tadi juga beruntung bisa melihatnya.
Tapi kak Alya sepertinya cuek-cuek saja dan tidak peduli bila dirinya selalu menjadi tontonan
bagiku sehari-hari. Kak Alya seperti sudah biasa membiarkan dirinya dan cara berpakaiannya
itu dipelototi bulat-bulat olehku. Malah sesekali kak Alya melempar senyum manisnya ketika
tahu aku sedang memperhatikannya. Ugh, sungguh bikin gregetaaan! Mana dianya juga tak
jarang mondar-mandir di depanku seperti seakan sengaja menggodaku. Gimana aku tidak
pusing dibuatnya!?
Semakin lama aku malah berpikir kalau kak Alya sepertinya suka sekali jika aku memperhatikan
dirinya. Terutama ketika kak Alya hanya berpakaian seadanya di rumah, dia betul-betul
memamerkan kecantikannya itu padaku. Berbeda dengan kesehariannya di luar, kalau di rumah
kak Alya sering menggodaku seolah-olah ia seperti perempuan nakal. Dan namanya laki-laki,
aku pun sering merasa tak tahan dengan pemandangan yang selalu kak Alya suguhkan setiap
hari buatku. Kak Alyaku yang cantik, putih, bening, dan seksi, dan nakal, akhirnya menciptakan
khayalan yang tidak-tidak di dalam kepalaku. Dan berujung pada kegiatan rutin harian, yaitu
urut-mengurut otongku sambil membayangkan kak Alyaku yang nakal.
Tentunya aku beronani membayangkan kakakku secara diam-diam, tapi akhirnya perbuatan
aku itu ketahuan juga olehnya. Kejadiannya baru seminggu yang lalu…
“Adeeeeeek!” teriaknya kencang di depan kamar mandi waktu itu.
“Apaan sih kak? Berisik amat”
“Kamu onani?? Tuh pejumu belepotan di lantai kamar mandi! Cepat bersihin!”
“I..iya..” Duh, aku sungguh malu ketahuan habis onani oleh kakakku sendiri.
“Emang kamu udah bisa keluarin peju yah dek?” ujarnya menggodaku.
“Ya bisa dong kak… aku kan udah gede, hehe..”
“Iya.. makin gede tapi juga makin mesum kamunya…”
“Hah? Jangan bilang kalau kamu onani sambil ngayal kakak!? Ayo jawab!”
“Eh.. i..itu…” aku tergagap. Masak aku mengakui padanya kalau aku membayangkan kakakku
sendiri sebagai objek onani sih? Tapi dia yang melihat aku tergagap malah tertawa terbahak.
Dia tidak marah!
“Dasar kamu… sama kakak sendiri nafsu… sana cepat bersihin pejuhmu!” ujarnya lalu pergi
membiarkanku sendiri membersihkan ceceran spermaku di lantai kamar mandi.
Setelah kejadian itu, kakakku ini malah semakin menjadi-jadi menggodaku. Bahkan dia
mengizinkan aku untuk membayangkannya bila aku beronani. Malah beberapa hari yang lalu
aku beronani di depannya, di depan kakakku sendiri sampai ejakulasi dan pejuhku
berhamburan mengotori lantai kamar mandi. Waktu itu aku lagi-lagi kedapatan olehnya sedang
onani, dia tidak sengaja masuk ke kamar mandi.
“Kamu sih dek… kakak kira gak ada orang… eh ternyata malah asik onani…”
“I..iya kak… maaf”
“Bayangin siapa kamunya? Bayangin kakak lagi?”
“Iya kak.. hehe”
“Dasar porno! Ya udah, lanjutin gih sana…” ujarnya kemudian ingin pergi, tapi ku tahan.
“kakak di sini aja dong…”
“Hah? Ngapain?”
“Temanin aku…” pintaku nekat, aku pasrah kalau dia bakal memarahiku, tapi siapa tahu kalau
“Apaain sih dek… Dasar… ya udah, kali ini aja yah…” dan ternyata dia memang setuju!
Sungguh beruntung aku punya kakak seperti dia. Udah cantik, baik, pengertian sama adeknya
lagi, hehe. Akupun lanjut beronani, namun kali ini ada kakakku di depanku. Mengocok penisku
dengan melihat kakakku secara langsung! Mana dianya senyum-senyum terus kepadaku, mana
tahan coba? Akhirnya spermakupun muncrat-muncrat dengan derasnya di depannya.
“Udah kan dek? Udah lega? Udah hilang kan pusingnya?”
“I..iya kak.. makasih”
“Jangan lupa bersihin tuh pejumu…”
“I..iya..”
Tapi ternyata tidak sekali itu saja aku beronani di depannya, kemarin dan dua hari yang lalu
juga demikian. Tapi hanya sampai disitu saja, kak Alya masih selalu mengingatkanku bahwa
kami adalah saudara kandung kakak beradik. Memang aku sadar bahwa sangat tidak pantas
aku meminta hal ini padanya. Tapi nafsuku pada kakakku sendiri mengalahkan segala-galanya.
…………
Dan kini, siang sepulang sekolah aku langsung menuju rumah tanpa mampir-mampir kemana
lagi. Apalagi kalau bukan untuk berduaan dengan kak Alya, bermanja-manjaan dengan kakakku
yang cantik ini.
"Kak Alyaa.." panggilku melihat kak Alya sedari tadi mondar-mandir.
"Apa deek?" aku mendengar kak Alya menjawab sambil tersenyum manis. Sepertinya ia tahu
kalau aku sedang memperhatikannya dari tadi.
"Ngapain sih kak dari tadi mondar-mandir? Pusing tau kak liatnya"
"Ooh, adek lagi pusing beneran? Atau pusing banget dek?" teguranku malah dijadikan candaan
oleh kak Alya.
"Anu kak.. Hehe.. lagi pusing banget.." jawabku cengengesan, entah kak Alya tahu maksudku
atau tidak.
"Hihi.. kamu tuh ya dek.. ga bisa apa bentar aja ga pusing.. masa tiap hari bilangnya pusing
melulu.." kak Alya duduk disebelahku dan memberi jarak agak jauh.
"Abisnya, kak Alya juga siih.. tanggung jawab ya kalo aku sakit gara-gara pusing melulu.."
candaku mengancam kak Alya, sekali lagi entah kak Alya mengerti maksudku atau tidak.
"Yee.. adek yang pusing kok kakak yang disalahin? Umm, adek belum makan kalii.. Tuh kak
Alya udah masakin ikan goreng kesukaan adek"
"Aku pusing bukan karena laper kak.." jawabku sok bersungut walau sebenarnya aku memang
lapar betulan, hanya saja ada yang jauh lebih lapar di banding perutku.
"Umm.. Adek pasti pusing karena belum dapet-dapet pacar yah? Hihi.. kasian banget sih kamu
dek.. di rumah melulu siih.." kak Alya mencari jawaban yang aku kini malah dijadikan bahan
candaan oleh kak Alyaku ini. Tapi seyum dan tawa ringan kak Alya membuatku bertambah
pusing.
"Iya nih kak.. kenapa ya kok aku sukanya di rumah aja berdua sama kak Alya,? Hehe.."
jawabku cengengesan sambil duduk merapat mendekati kakakku berharap kakakku tidak makin
menjauh.
"Iya nih dek.. kakak juga sama. Kok sukanya di rumah aja yah sama adek berdua-duaan?
Hihi.." sambil menjawab dengan tawa renyahnya kak Alya menggeser duduknya yang malah
semakin mendekat ke arahku dengan tubuhnya yang dicondongkan kedepan. Wajah kami pun
tampak berdekatan. Aku suka kaget sendiri kalo kak Alya menggodaku tiba-tiba seperti ini.
"Serius kak?" tanyaku balik seperti tak percaya akan jawaban kak Alya.
"Iya lho.. coba deh bayangin dek kalo ngga ada kakak.. Adek makan ga ada yang masakin..
baju kotor ga ganti-ganti.. sekolah kalo ga diingetin suka bolos, pake alasan nemenin kakaklah..
ga kebayang tuh dek, seminggu aja adek jadi kayak gembel.. Hihi.."
"Kak Alya!" dengan sebal dan gemas aku memajukan tubuhku sambil merentangkan tangan
memeluk kakakku yang sukanya menggodaku.
"Adek! Aduuh.. Geli dek! Lepasin doonk! Hihi.. kakak belum selesai ngomong nih.." kak Alya
meronta dari pelukanku yang jamahan tanganku bergerilya sampai kemana-mana. Tapi seperti
biasa, kalau kak Alya seperti mau-mau saja kuperlakukan seperti ini.
Lalu karena aku penasaran akan lanjutan kak Alya, akupun menghentikan gerakan gerilyaanku
walau aku masih tetap memeluk kak Alya yang kini posisiku jadi memeluk dari belakang karena
rontaanya barusan.
".. Kalau adek lagi kambuh pusingnya, siapa yang ngobatin? Hmm?" tanyaku kak Alya seolah
menunjukkan betapa tergantungnya diriku padanya.
"Hehe.. kak Alya donk, kan cuman kak Alya yang pinter ngobatin.." jawabku mesum.
"Kamu tuh ya dek.. bisa-bisanya kakak sendiri dicabulin, tiap hari lagi.. sana gih cari pacar.."
sambil dengan gaya mengusir menepis-nepis pelukanku yang makin erat. Semakin erat
pelukanku, semakin menempel tubuhku termasuk otongku yang sudah mulai mengeras
merapat pada tubuh belakang kak Alya.
"Ga mau ah! Maunya sama kak Alya aja, udah baik, cantik, seksi lagi.. Uugh.." pelukku sambil
mengangkat kakiku mengapit paha kak Alya dari belakang agar tak mudah lepas dari
pelukanku. Dan membuat otongku semakin menggesek pada pinggul belakang kak Alya.
"Aduh adeek.. kok kakaknya dijepit begini sih? Kan kakak jadi ga bisa bergerak.." jawab kak
Alya dengan nada manja.
"Uugh.. kak Alya.." mendengarnya menjawab dengan nada manja gemulai tak berdaya seperti
itu malah justru membuatku semakin panas dingin.
"Dek.."
"Iya kak?"
"Udah?"
"Apanya ya kak?" jawabku pura-pura tak tahu.
"Itu tuuh yang dibelakang kakak.. ngeganjel tau deek.." kak Alya rupanya sadar aku mulai
melakukan gerakan menggesek di pinggul belakangnya.
"Yaah, kak Alya.. sekali ini doonk.. yah? Lagian kan ga nempel langsung kok kak.. tapi kalo
boleh nempel langsung Aldi seneng banget loh kak..Hehe.. yah kak? Pleasee.." pintaku
memohon banget sama kakakku yang cantik ini.
"..Uumm.. boleh gak yaah?" kak Alya menggodaku seperti biasa dengan gaya genit pura-pura
berpikir.
"Sekaliii aja kak.. Boleh yah?" aku memohon dengan wajah memelas sambil masih terus
menggesek pelan pada pinggul kak Alya yang semakin lama mendekat ke belahan bongkahan
bokongnya.
“Kamu tuh yaa, kalo dikasih hati langsung minta jantung sama kakak..”
“Hehe.. iya kak Alya, jantung kakak disini yah?” lanjutku bertanya balik sambil iseng memegang
dada kak Alya.
“Adeeeeek! Tanganmu! Lepasiin…… ugh… geli… Adeek!” aku yang iseng terus melancarkan
seranganku pada kak Alya malah semakin heran melihat dia yang bukannya marah, tapi malah
kegelian. Tentu saja aku semakin berani dibuatnya, akupun meneruskan aktifitas tanganku di
buah dadanya sambil menekan dan mempercepat goyangan pinggulku pada belahan pantat
kakakku ini, dan kak Alya tetap saja hanya diam menerima perlakuan cabul dariku!
“Kak Alya.. maaf yah.. aku gak tahan ngeliat kakak kayak gini tiap hari..” sambil aku terus
memeluk dan menggoyangkan pinggulku.
“...”
“Ngeliat kak Alya yang cantik, putih, harum, seksi.. Uugh.. kak Alya sih, godain aku terus!” aku
makin mempercepat gerakan pinggulku, tapi kak Alya hanya diam saja.
“...”
“Kak?” panggilku karena kak Alya hanya diam saja dari tadi.
“...”
“Kak.. Kakak marah ya?” aku mulai penasaran, apakah kak Alya marah padaku karena aku
semakin kurang ajar padanya? Aku mulai agak mengendurkan goyanganku.
“Bawel ah! Kamu mau nerusin atau mau udahan? Kalo udahan, kak Alya bangun nih ya?”
tiba-tiba kak Alya buka suara. Aku terkejut karena ternyata kak Alya benar-benar tidak sedang
marah, malah seperti menantangku untuk meneruskan kegiatanku.
“Eh! Ja..jangan kak.. Aku mau terusin kok.. Aku kira tadi kakak marah, hehe..”
“Nggak marah kok. Emangnya pernah kakak marah sama kamu?”
“Uumm.. ga pernah sih.. makanya aku sayang banget ama kak Alya, aku cinta banget sama
kakakku yang seksi ini, hehe..”
“Huuu… dasar! Tapi ingat ya deek.. jangan sampai nyelip!”
“Kalo dikit aja kak?” aku mencoba peruntunganku dengan menawar, tidak ada salahnya, siapa
tahu dia mau.
“Nggak! Inget ya dek… kita tuh saudara kandung, kakak adik.. jadi jangan yah adek..” Ah, dia
“Iya deh kak..” jawabku agak setengah bersungut.
“Adeek…” kak Alya menoleh kebelakang untuk melihatku, dari nadanya dia seperti sedang
baik-baikin aku yang sedang bersungut walau aku masih terus menggoyangkan pinggulku.
Tiba-tiba kak Alya melepaskan pelukanku, berpindah posisi tapi masih di kursi sofa tempat kami
duduk berdua. Kak Alya dengan bergaya merangkak di atas sofa, bergerak maju menuju tepian
tangan sofa menjauhiku. Aku masih tak mengerti apa yang kak Alya lakukan, tapi melihat
goyangan pinggul dan pantatnya seakan kak Alya memang niat menggodaku untuk
menerkamnya dari belakang. Kak Alya kemudian menoleh ke arahku mengintip dari balik
pundaknya.
“Adeek.. sini deh.. kalau gesekin pake gaya doggy, adek mau nggak?” kak Alya dengan postur
tubuh menungging membelakangiku bertanya lirih dan manja sambil menggigit bibir bawahnya.
Tubuhku langsung panas dingin! Tentu saja aku mau!
“Uugghh! Kak Alya!” teriakku sambil menerkam dan menubruknya dari belakang.
“Hihihi... pelan-pelan! Hmm… dek, keluarin aja burungnya, kasian nanti malah bengkok ketekuk
di dalam celanamu” suruh kak Alya sambil senyum-senyum. Haduh… tawaran apalagi ini?
lengkap, tetap saja pemandangan sebagai kakak adik yang sedang melakukan perbuatan cabul
ini menumbuhkan sensasi yang membuat panas dingin bagi yang melihatnya.
“Kalo orang liat kak Alya sama aku lagi begini.. pasti mereka juga pengen kak..” imbuhku sambil
terus menggesek otongku di sela-sela pantat dan kain celananya.
“Hihi.. iyah dek, kepengen ngentotin kak Alya juga yah merekanya? Samaan kayak adek..”
mendengar kak Alya mengucapkan kata-kata kotor begitu malah membuat otakku semakin
ngeres, membayangkan kak Alya benar-benar disetubuhi oleh orang asing akibat melihat
tingkah laku kami. Bahkan lebih dari satu orang, saling berebut untuk mengentoti kakakku yang
cantik dan seksi ini. Kak Alya benar-benar nakal, membayangkan dirinya disentuh orang lain
selain aku ataupun pacarnya. Kak Alya yang berkulit putih, ditindih dan digagahi mereka yang
berkulit gelap. Membayangkan kak Alya yang tak berdaya berusaha melayani penis-penis
mereka membuatku semakin horni. Entah kenapa semakin aku membayangkan apa yang
dialami kak Alya semakin cepat pulalah irama goyangan pinggulku, penisku juga menekan
semakin kuat ke belahan pantat kak Alya.
“Uugh.. kak Alya..”
“Hihi.. kamu ngebayangin apa sih dek? Ngebayangin kak Alya dientotin orang lain yah dek?”
“Kak Alya nakal nih.. Uughh.. Kak Alya..” aku mulai meracau tak jelas dan gesekanku semakin
cepat.
“Adeek.. suka berfantasi kakak dicabulin orang lain yah dek? Emang kalau beneran terjadi
kamu pengen lihat?” suara kak Alya makin kemari makin lirih dan menggoda.
“Kak Alya nakal! Adek udah mau keluar.. kaak!”
“Terus deek.. entotin kakak dek.. teruss..” kak Alya terus menggodaku sampai akhirnya aku
muncrat dan menekan otongku kuat-kuat ke belahan pantatnya yang montok dan putih itu
dibalik celana pinknya hingga basah oleh pejuhku. Setelah membuang semua pejuhku ke
pantat kak Alya, aku ambruk di punggungnya sambil sesekali meremas-remas susu kakakku.
“Udah dek? Udah hilang kan pusingnya?” kak Alya bertanya setelah membantuku
melampiaskan hal yang tak tertahankan. Kakakku benar-benar nakal. Selalu membawaku
mengkhayalkan yang tidak-tidak tentangnya.
“Hehe.. udah belum yah kaak?” candaku mengikuti gaya kak Alya.
“Ooh.. jadi adek mau lagii?”
“Iyah kak.. mau.. mau..” jawabku bersemangat. Aku lalu melihat kak Alya bangkit dari
duduknya, sedang aku dengan setia menanti apa yang akan diperbuat oleh kakakku yang seksi
ini.
“Lihat deek.. jangan ngedip yah..” kak Alya dengan gaya nakal seperti seorang striptease
perlahan-lahan memelorotkan celana pendek pinknya. Aku memandang dengan tertegun. Kak
Alya memelorotkan celananya yang tidak memakai dalaman apa-apa lagi di baliknya. Bagian
bawah tubuhnyapun terpampang bebas di hadapanku, adik laki-lakinya. Aku yang baru saja
memuncratkan pejuhku pada kakakku mendadak penisku bisa mengeras kembali. Aku bisa
melihat dengan jelas bulu-bulu halus yang tumbuh di atas vagina kakakku yang tembam.
Memang tidak sekali aku pernah melihat vagina kakakku sendiri entah di saat sengaja atau
tidak. Tapi disuguhi seperti ini aku merasakan sensasi yang sangat berbeda. Kakakku sendiri
sedang menggodaku, dan..
“Nih, pejuhin lagi celana kakak! Sekalian cuciin ya.. bau tuh pejuh adek, hihi..” kak Alya
melemparkan celana bekas kupejuin tadi ke mukaku.
“Iih! Kakak! Main lempar ke muka aja!” teriakku kesal. Dia hanya tertawa, lalu berlenggang
dengan santainya keluyuran di dalam rumah dengan kondisi seperti itu tanpa memakai
bawahan sama sekali, hanya memakai tanktop saja. Sungguh pemandangan yang membuat
penisku kembali ngaceng maksimal. Untung saja hanya aku yang melihatnya, tak dapat ku
bayangkan bila ada orang lain yang melihat kondisi kakakku seperti sekarang ini. Untuk
seorang kak Alya yang dikenal sopan, ramah, baik dan selalu memakai jilbab bila di luar rumah,
tentunya akan menjadi hal yang sangat berlawanan dengan apa yang sedang dilakukannya
sekarang.
“Permisii! Sedekahnya Paak.. Buu..!” tiba-tiba terdengar teriakan orang peminta sumbangan di
luar rumah kami.
“Adek! Ada yang minta sumbangan tuh..”
“Iya, aku juga denger kali kak..” dari yang kudengar sepertinya seorang bapak-bapak tua yang
berdiri di luar pagar rumah kami.
“Sana gih kasih sumbangan ke Bapak itu dek..” kak Alya menyuruhku keluar untuk memberi
sumbangan.
Melihat kondisi kak Alya yang hanya memakai tanktop putih dan tak memakai bawahan
apa-apa, serta aku yang masih memegang celana pendek kak Alya, tiba-tiba terbesit pikiran
iseng untuk kakakku.
“Gak ah! Kak Alya ajah yang kasi sumbangan, hehe..” tantangku iseng ke kak Alya. Aku
sungguh penasaran kalau memang kak Alya mau menerima tantanganku untuk memberi
sumbangan ke Bapak itu tanpa mengenakan bawahan apa-apa. Walau dibatasi oleh pagar
yang tingginya seatas dadaku kak Alya, tetap saja membayangkan kakakku yang bening dan
putih itu menemui bapak peminta sumbangan itu membuat darahku berdesir dan tubuhku
panas dingin.
“Hmm? Gak pake celana kayak gini dek? Huhu.. Adek pengen liat yah kakak cuma pake ginian
nemuin bapak itu diluar?” tanyanya dengan lirikan menggoda.
“Adeek.. liat kakak yah.. kakak penuhi lagi fantasi adek.. hihi..” seraya kak Alya membuka pintu
depan sambil berekpresi imut dengan mengedipkan sebelah mata dan menggembungkan pipi
satunya. Aku hanya bisa memegang otongku yang mulai mengeras melihat tubuh seksi kak
Alya dengan aurat yang terbuka bebas pada bagian bawahnya. Kak Alya yang selalu
berpakaian tertutup dan memakai kerudung, kini akan menemui orang asing dengan vagina dan
paha terpampang kemana-mana. Ugh, kak Alya benar-benar nakal!
0 Komentar