Prolog
Bunyi tonggeret (uir-uir) bersahutan di atas pohon menandakan musim kemarau sudah tiba. Sementara angin berhembus kencang menerpa dedahanan di atasku. Sementara di ufuk barat, matahari memerah menandakan senja sudah tiba. Kutaburkan genggaman bunga terakhir pada gundukan tanah merah di hadapanku. Mataku tak henti berkaca mengenang semua yang sudah berlalu, hari-hari indah yang pernah kami jalani.
Ramayanti Yanuar binti Karta Winata
Lahir: 19 Mei 1995
Wafat: 27 Januari 2014
Kuusap sebuah nama yang tertera pada batu nisan tanpa sepatah kata pun mampu kuucapkan. Rasanya baru kemarin kami membangun mimpi tentang masa depan yang indah nanti, namun tiba-tiba ia pergi tanpa pamit, meninggalkan banyak luka yang tersembunyi di balik dadaku.
Berkali-kali aku menarik nafas panjang sekedar membuang kegaduhan yang memenuhi rasa dan pikirku. Rasanya enggan aku beranjak, dan ingin tetap berada di samping pembaringan sunyinya. Ingin kusatukan kembali separuh jiwa yang telah dibawanya pergi. Tapi aku tahu, kalau aku tetap begini, itu tidak akan membuatnya tenang, tidak pula membuat hidupku beranjak maju. Ia sudah bahagia, dan aku harus mencari kebahagiaan yang baru, meski aku hanya melihat kemustahilan yang ada.
Kukecup pahatan namanya sambil melantunkan sebuah doa dalam hati bagi keselamatan jiwanya, lalu kuusap jentik air mata sambil berdiri. Kuberikan sebuah senyum, lalu beranjak meninggalkan pembaringannya. Aku berjalan membawa rapuh jiwaku, meninggalkan masa lalu tanpa kutahu akan kuapakan di masa depan nanti.
Aku, Purnama Sirnawa, dan inilah kisahku….
BERSAMBUNG
Report content on this page
0 Komentar