Langkah langkah binal part 11


Bab 11








Aku tak punya keahlian memijat. Tapi aku sering dipijat oleh tukangnya. Karena itu kutiru cara tukang pijat yang biasa memijatku itu. Dan aku mulai melicinkan kaki Tante Lily, dari telapak kaki sampai lututnya, lalu mengurut dan memijatnya seperti yang sering kualami waktu tukang pijat memijatku.






"Yadi...kamu pandai mijat juga ya? Enak nih...." kata Tante Lily membuatku makin bersemangat memijatnya. 




Tapi tahukah dia betapa aku terus-terusan memperhatikan buah pinggulnya yang masih tertutup oleh celana dalamnya?




Ketika aku mulai melicinkan kedua paha Tante, lalu memijatnya dengan hasrat semakin bergemuruh di dalam jiwaku, sengaja aku memujinya lagi, 




"Tante sering olahraga ya? Tubuh Tante terasa masih kencang banget."


"Kalau senam sih emang tiap pagi juga suka, Do," sahut Tante Lily yang membiarkan tanganku mulai memijati pahanya...sampai ke pangkalnya.


"Pantesan tubuh Tante kencang begini...gak ada yang kendor sedikit juga..." kataku sambil memusatkan pijatanku di pangkal pahanya yang mulai terasa hangat. Terus terang, aku sudah dikuasai nafsu birahi. Tapi aku harus berhati-hati, karena Tante Lily ini adik mertuaku. Kalau aku bertindak ceroboh dan responnya negative, bisa fatal nanti akibatnya.




"Kalau otot-otot Tante mau semua diurut, harusnya celana dalam Tante dilepasin...supaya otot-otot penting tersentuh semua kulitnya," kataku sambil menekan-nekan buah pinggul Tante Lily yang masih tertutupi celana dalam.




Di luar dugaanku, Tante Lily menjawab, "Lakukanlah apa yang menurutmu terbaik, Do. Aku gak nyangka kamu ternyata ahli massage juga ya....semua yang kamu sentuh terasa enak..."


Mendengar jawaban Tante Lily itu, wow, pucuk dicinta ulam tiba !




Dan aku tak mau menyia-nyiakan waktu lagi. Kupelorotkan celana dalam putih itu sampai terlepas dari kaki Tante Lily.


Dan aku terpana lagi, karena menyaksikan bagian belakang tubuh yang sangat indah dan merangsang. Tapi aku berpura-pura tak melihat hal yang aneh. Kulanjutkan memijat pangkal paha dan buah pinggul Tante Lily yang sudah dilicinkan oleh cream. Namun lama kelamaan jemariku sengaja dicolek-colekkan ke bibir kemaluan yang tampak dari arah belakang ini. Dan tiap kali kusentuh bibir kemaluan itu, Tante Lily terasa mengejut sedikit. Tapi jelas, tiada perlawanan sedikit pun.




Meski belum melihat bagian depannya, tubuh Tante Lily memenuhi syarat untuk membuat penisku mulai menegang. Dia memang punya kelemahan di pipi kirinya. Untuk orang lain mungkin tanda hitam itu cukup mengganggu. Tapi tidak buatku. Menurutku, yang penting dari leher ke bawah benar-benar mulus, putih bersih dan serba kencang.


Sebagai seorang lelaki berusia hampir 30 tahun dan hampir 5 tahun menjadi seorang suami, tentu aku tahu benar bagaimana cara membuat wanita lupa daratan. Tapi menghadapi Tante Lily ini aku harus berhati-hati, meski sekarang terus-terusan telapak tanganku menyapu memeknya dari belakang...menyapu-nyapu dari bawah ke atas, ke arah anusnya. Dan ia diam saja. Aku tidak bisa melihat ekspresi wajahnya, karena ia sedang menelungkup. Mungkin juga ia sedang menikmati elusan-elusan nakalku.




Tapi setelah aku memusatkan elusanku ke celah kemaluannya, Tante Lily tampak seperti menahan geli.




"Yadi...aaah...geli nih...tapi...tapi enak...." cetus Tante Lily mulai bernada ngawur.


Sambil bersikap seolah-olah sedang menginvestigasi, aku bergumam, "Bentuknya seperti belum pernah dijamah pria, Tante."


"Ya iyalah," sahutnya, "Ini untuk pertama kalinya disentuh oleh pria....aaah...geli, Yad...aaah....gelinya koq kayak gini ya?"


"Kenapa Tante? Gak enak?"


"Enak sih..." cetus Tante Lily terdengar jujur.


"Ada yang lebih enak lagi...coba Tante celentang..."


"Malu..."


"Gak usah malu-malu Tante. Aku kan bukan orang luar," setengah memaksa aku berusaha membalikkan tubuh Tante Lily agar terlentang.




Aku berhasil menelentangkan tubuh wanita bertubuh indah dan berkulit putih mulus itu. Buru-buru ia menutupi kemaluannya dengan selimut. Tapi ia lupa menutupi sepasang payudaranya yang sedang-sedang saja, gede gak kecil pun gak. Mungkin behanya ukuran 34. Indah sekali. Dan aku tetap bersikap seperti pemijat profesional yang akan memijat sepasang payudara indah itu. Tanpa buang-buang waktu lagi kulumuri telapak tanganku dengan cream...lalu kuusap-usapkan ke sepasang payudara berbentuk indah itu. Dan dengan cara yang sangat terlatih, aku mulai meremas-remas payudara Tante Lily... mempermainkan pentilnya dengan telunjuk dan jempolku....bahkan kemudian kukulum pentil payudara kirinya, kuelus-elus dengan ujung lidahku...sehingga Tante Lily mulai memejamkan matanya, seakan malu bertatapan denganku. Tubuh Tante Lily terasa makin menghangat. Dan aku yakin bahwa ia sudah dikuasai nafsu birahi, seperti yang kurasakan sekarang.


Bahkan di satu saat kudengar suaranya terengah,




 "Yadi...katanya bersetubuh itu sangat enak ya?"


"Sangat...sangat nikmat," sahutku penuh semangat, "Emangnya Tante mau?"


"Ma...mau...tapi...kamu mau melakukannya?" Tante Lily menatapku.


"Mau," sahutku, "Tapi...nanti Tante gak perawan lagi."


"Biarin...kalau kamu yang ngambil keperawananku, aku ikhlas."


"Nanti...kalau Tante nikah, lalu suami Tante nanya kenapa gak perawan lagi, Tante mau jawab apa?"


"Aaah....aku sudah hopeless, Yad. Biarin aja aku gak nikah-nikah seumur hidup. Aku bisa nyari duit sendiri kok, tak usah tergantung sama laki-laki."


"Kalau gitu, oke deh...dengan senang hati aku akan melakukannya sekarang," kataku sambil menanggalkan kemejaku, lalu juga celana panjangku. 






Ketika mengeluarkan handphone dari saku celanaku, aku jadi teringat bahwa sebentar lagi aku harus terima tamu dari Jakarta. Lalu kutelepon sekretarisku yang bernama Donna itu.






"Donna, kalau ada tamu dari Jakarta, bilangin besok aja kembali lagi. Hari ini aku ada urusan keluarga."


"Baik Pak."




Hubungan telepon kututup lagi. Berarti aku bisa berlama-lama mencumbu Tante Lily.




"Ohya...Erni jangan sampai tau, Yad," kata Tante Lily pada waktu aku menanggalkan celana dalamku.


"Tentu aja, semuanya ini rahasia kita berdua aja, Tante," sahutku sambil bergerak ke samping Tante Lily.


Tante Lily memandang batang kemaluanku yang sudah tegang ini. Lalu katanya, "Aku...aku degdegan, Yad."


"Santai aja, Tante. Aku bukan orang luar. Semuanya akan kulakukan dengan sangat hati-hati."






Aku memang tak mau terburu-buru melakukannya. Aku mulai mengemut pentil payudaranya dengan cara yang sudah terlatih. Kukulum pentil itu sambil mengelus-elusnya dengan ujung lidahku. Sementara tanganku mulai merayapi perutnya, lalu menurun ke arah kemaluannya yang masih tertutup oleh selimut. Aku tak perlu melihatnya, karena ia tampak masih malu-malu. Tapi aku mulai menyentuh kemaluannya yang ternyata bersih, tiada jembutnya. Dan setelah tanganku menyentuh celah kemaluannya, ia memelukku sambil memejamkan matanya. Terlebih setelah jemariku mulai aktif mengelus kelentitnya, sementara bibir dan lidahku tetap asyik menggeluti pentil payudaranya, ia mulai menahan-nahan napasnya. Pelukannya pun terasa semakin erat melingkari pinggangku.






"Geli sayang...geli banget....tapi enak..." cetus Tante Lily setengah berbisik. Mungkin inilah pertama kalinya Tante Lily memanggilku "sayang".






Aku pun mulai menelungkupi Tante Lily. Tapi kepalaku langsung merosot ke perut Tante Lily. Kujilati pusar perutnya beberapa saat, lalu wajahku menurun, sehingga bibirku mulai bersentuhan dengan rambut vagina yang lebat berombak itu...kedua tanganku mulai mendorong paha Tante Lily agar merenggang. Kemudian kungangakan bibir vaginanya, sehingga tampak bagian dalamnya yang kemerahan. Aku sudah sering mengamati foto-foto vagina yang masih perawan. Sudah hafal benar mana yang disebut hymen alias selaput dara. Maka melihat sepintas pun aku bisa memastikan bahwa Tante Lily masih perawan.




Dan dengan penuh gairah, kuserudukkan bibirku ke vagina yang masih perawan itu. Membuat Tante Lily terkejut, 




"Yadi.....!" Tapi lalu terdiam setelah tanganku memberi isyarat agar ia diam saja.






Aku memang sedang mempersiapkan agar nanti tidak menemui kesulitan waktu meneroboskan penisku ke dalam liang kemaluan yang masih perawan ini. Aku akan membuat vagina Tante Lily jadi basah kuyup dan siap untuk menerima penetrasi penisku.


Vagina Tante Lily tidak mengeluarkan aroma yang kurang sedap. Mungkin karena ia sangat menjaga kebersihan, sehingga kemaluannya pun tidak berbau sedikit pun. Dan ini membuatku jadi sangat bergairah untuk menyapu-nyapukan lidahku di vagina perawan ini, dari bibir luar (labia mayora) bagian bawah sampai ke clitorisnya. Dan manakala aku mulai memusatkan jilatanku di clitorisnya, Tante Lily mulai menggeliat sambil mengerang-erang histeris,






 "Yadiii....oooh....Yadiiii...ooh....ini enak sekali sayang...oooh...aaaah....iya...lakukanlah apa yang kamu suka, sayang....oooh....enak sekali sayang..."






Erangan-erangan histeris itu disertai dengan pelukan di kepalaku, elusan dan remasan di rambutku. Terlebih ketika aku menjilati sambil menyedot-nyedot kelentitnya, sekujur tubuh Tante Lily sering terkejang-kejang dan berkelojotan.




Kedua tanganku pun mulai kujulurkan ke arah sepasang payudara indah itu. Lalu mulai meremasnya dengan lembut. Sehingga terasa Tante Lily semakin menikmatinya. Erangan-erangan histerisnya semakin menjadi-jadi. Kedua tangannya terkadang mencengkram bahuku, terkadang meremas-remas kain seprai dan terkadang memeluk kepalaku erat-erat. Sementara itu, air liurku semakin membanjiri kemaluan Tante Lily, karena sengaja kukeluarkan sebanyak mungkin, hitung-hitung menyiapkan pelumas untuk penetrasi nanti.






Ketika kegiatan bibir dan lidahku terpusat ke kelentit yang nyempil itu, aku tak sekadar menjilatinya, tapi juga menyyedot-nyedotnmya sambil mengelus-elusnya dengan ujung lidahku. Tante Lily pun semakin kelepek-kelepek...desahan dan erangan histerisnya berlontaran begitu saja.






 "Yadi...oooh....ini enak banget Yad....makin lama makin enak Yad...oooh....oooh....."






Sementara itu penisku makin tegang saja rasanya. Tak tahan lagi kutahan-tahan nafsuku ini. Lalu aku pun merenggangkan kedua paha Tante Lily selebar mungkin, sambil meletakkan puncak penisku di mulut vaginanya yang sudah basah kuyup. Lalu kupastikan bahwa letak moncong penisku sudah pas.




Tante Lily terdiam pasrah. Sehingga aku tak menemui kesulitan untuk meletakkan puncak penisku di bagian yang lunak pada kemaluan Tante Lily.


Aku ingin menggugurkan mythos bahwa menembus keperawanan itu sulit sekali, sehingga banyak pengantin baru yang membutuhkan waktu berhari-hari untuk melakukan penetrasi. Jam terbangku sudah cukup tinggi. Vagina Tante Lily sudah basah kuyup oleh air liurku bercampur dengan cairan dari dalam vaginanya sendiri. Maka ketika aku merasa moncong penisku sudah tepat letaknya, aku pun mulai mendorong penisku sekuatnya. Berhasil ! Bagian kepala penisku sudah melesak ke dalam liang surgawi Tante Lily. Tapi aku tidak mendorongnya lebih dalam lagi. Kugerak-gerakkan sedikit penisku, maju mundur dengan hati-hati, takut terlepas. Terasa sempit banget, maklum masih perawan.




 Setelah terasa licin, kudorong makin dalam lagi...mulai memecahkan jangat perawan Tante Lily...wow...ini benar-benar kemaluan perawan !




"Sakit?" tanyaku terengah.


"Sedikit...ooh...ini sudah masuk ya?" sahutnya terengah juga.


"Iyaaa..." Aku pun mulai memundur-majukan penisku, tanpa mendorong terlalu dalam dulu. 






Tapi makin lama aku berhasil mengayunnya makin dalam...sampai akhirnya aku berhasil membenamkan sekujur penisku waktu sedang kudorong.


Tante Lily mulai merintih dan mendesah, 




"Oohh Yad....ooh...Yadi...oooh...."


"Kenapa Tante? Sakit?" tanyaku sambil melambatkan ayunan penisku.


"Gak Yad...justru eee...enak sekali...lanjutkan Yad...oooh enak banget...." sahutnya terengah sambil memeluk pinggangku erat-erat.


"Iya Tante...memek Tante juga...enak banget....jauh lebih enak daripada memek Erni..." ucapku jujur.


"Ah...masa?! "


"Sumpah...soalnya memek Tante masih perawan sih..." kataku sejujurnya.






 Karena memang liang kemaluan Tante Lily terasa masih sangat sempit dan menjepit batang kemaluanku. Sehingga pada waktu kuayun batang kemaluanku ini, terasa sekali gesekannya. Gesekan antara dinding liang kemaluan Tante Lily dengan batang kemaluanku.






"Aduuuh...Yadiii....enak banget sayang.....oooh...."






Aku takkan bisa melupakan bagaimana bergetarnya tubuh Tante Lily ketika ia akan mencapai orgasme. Matanya terbelalak, kedua tangannya meremas bahuku kencang sekali, sekujur tubuhnya mengejang....nafasnya tertahan....




Pada saat itullah aku mempergencar dorongan dan tarikan batang kemaluanku, makin ganas dan makin ganas....sampai akhirnya terdengar Tante Lily melenguh, "Ooooo....ooooooooohhhh.....Yaddddiiiiiiii......"




Kubenamkan batang kemaluanku sedalam mungkin, tanpa digerakkan dulu. Pada saat yang sama kurasakan liang kemaluan Tante Lilyu berdenyut-denyut erotis...nikmat sekali merasakan detik-detik perempuan sedang orgasme seperti ini.


"Udah lepas Tante?" tanyaku sambil tetap membenamkan batang kemaluanku tanpa mengayunnya dulu.


"Gak tau," sahutnya lirih, "barusan rasanya seperti gimana gitu ya... ah pokoknya enak ......enak sekali Yadi...dan aku...aku jadi makin sayang padamu."


"Iya...tadi terasa kok memek Tante berkedut-kedut...itu tandanya sedang orgasme, Tante," kataku sambil mulai mengayun kembali batang kemaluanku.


Sebenarnya aku masih bisa bertahan lama. Tapi aku kasihan kepada Tante Lily yang baru pertama kali itu merasakan senggama. Karena itu kuayun batang kemaluanku sekencang mungkin, sampai akhirnya kucabut dan kupegang...moncongnya kuarahkan ke perut Tante Lily.


Dan...craaaat.....croooot....croooot....creeeet....air maniku menyemprot-nyemprot perut Tante Lily.






Tante Lily mengusap-usap air maniku yang berceceran di perutnya sambil berkata,






 "Ini spermamu, Yad?"


"Iya Tante," sahutku sambil memperhatikan di dekat pantat Tante Lily ada bercak-bercak darah. Darah perawan Tante Lily !


"Kalau dimuntahin di dalam, aku bisa hamil ya?" tanya Tante Lily yang malah tampak asyik mengusap-usapkan tangannya ke ceceran air maniku di perutnya.


"Iya Tante."


"Padahal biarin aja aku hamil, gakpapa. Biar ngerasain punya anak seperti wanita-wanita lain."


"Wah, kalau soal itu harus dipikirkan dulu matang-matang, Tante."






Tante Lily bangkit dan memandang bercak-bercak darah di seprainya.






"Itu darah perawan Tante," kataku sambil mengelus rambut Tante Lily, "Nyesel gak Tante?"


"Nyesel kenapa?" Tante Lily malah balik bertanya.


"Tante sekarang gak perawan lagi."


"Gak apa-apa. Aku ikhlas karena yang mengambil kegadisanku seorang lelaki yang aku sukai."


"Mmmm...dalam tiga hari kita gak boleh bersetubuh dulu," kataku, "supaya luka di kemaluan Tanhte benar-benar sembuh. Nanti kalau lukanya sudah sembuh, hehehe...Tante pasti pengen digituin lagi..."


"Masa? Terus kalau bener-benar kepengen gimana?"


"Santai aja. Kan tiap hari aku akan tetap ke sini, Tante."






Begitulah. Di kantorku saja sudah ada dua orang wanita yang bisa kugauli. Donna sang sekretaris dan Mbak Tiara yang kutempatkan di bagian marketing. Sekarang ditambah lagi dengan hadirnya Tante Lily dalam kehidupanku. Memang Tante Lily punya tanda menghitam di pipi kirinya. Tapi peduli apa dengan tanda hitam itu? Bukankah wajahnya cantik dan tubuhnya mulus?






Di hari keempat setelah kisah indahku bersama Tante Lily, aku menepati janjiku untuk menyetubuhinya lagi. Ini adalah persetubuhanku yang kedua bersama Tante Lily. Dan di hari-hari berikutnya, aku tetap rajin menggauli Tante Lily, minimal dua kali seminggu. Dan selalu terjadi pada jam makan siang.


Tapi aku selalu berusaha agar Tante Lily jangan sampai hamil, meski ia berkali-kali meminta agar aku menghamilinya.










BERSAMBUNG 









Report content on this page

Posting Komentar

0 Komentar