Ada sedikit rona kekecewaan diwajahnya saat ia kembali dari luar rumah. duduk termenung memandang taman yang ada di halaman depan, lalu ia menatapku yang menemaninya disampingnya. " Kenapa Cuma kamu Sam ? " tanyanya lirih.
" Jika aku tahu pasti kamu bisa dilihat dan disentuh siapa saja orang yang kamu mau " ucapku.
Shina kembali tertunduk lesu, keceriaan yang baru aku lihat kini hilang kembali. " Terkadang kenyataan berbanding terbalik dengan keinginan, tapi sepertinya ini adalah bagian dari pertanyaan soal nomor 1 itu " ucap Shina sepertinya sudah bisa mengendalikan dirinya.
" Mungkin alasan hanya aku yang bisa melihat, mendengar dan juga menyentuhmu adalah sebagai jawaban soal nomor 1 itu, tapi Cuma sebagian kecil dan dari hal kecil itu kita pasti bisa mendapatkan keseluruhan jawaban itu " ucapku.
" Bukan bagaimana kamu dapat dilihat dan disentuh, tapi bagaimana kamu bisa memaknai takdir Tuhan saat ini, setelah kamu berhasil maka akan ada jawaban yang sangat indah yang dapat kita jawab " ucapku kembali, jemariku coba mengangkat wajah, kutatap matanya dalam-dalam. Perlahan senyumpun mulai tergaris diwajahnya. Cantik, satu kata itu yang saat ini ada dibenakku saat memandang wajah sendunya yang berbalut senyum manis terhias.
" Lalu apa yang sekarang kita lakukan ? " tanyanya.
" Hmmmm, sekarang kita jalanin saja apa yang tergaris untuk kita saat ini " ucapku.
" Berarti kamu akan tetap melanjutkan permainanmu dengan calon janda itu ? " tanyanya kembali.
" Lho kok nyambungnya ke Ica ? " tanyaku balik, heran aku dengan sosok lelembut satu ini. Bisa-bisanya lagi bahas tentang masalahnya dia belokkan ke masalahku.
" Entah kenapa tiba-tiba aku berfikiran tentang gadis itu, mungkin ini rasa tanggung jawabku karna akulah yang awalnya menyuruhmu mendekatinya " ucapnya, aku jadi semakin heran sama arwah pecicilan ini.
" Bukannya kamu selalu marah bila aku salahkan kamu untuk kedekatanku dengan Ica saat ini ? " tanyaku.
" ga, anggap saja aku yang salah deh " ucap Shina tersenyum manis padaku.
" Lalu menurutmu aku harus gimana ? " tanyaku.
" Sebenernya aku gak merestui kamu dengannya " ucap Shina. Hei siapa dirinya kok ada kata-kata gak merestui, dikira aku ini anaknya. Aku hanya mengerenyitkan dahi.
" Iya, tapi gini lho Sam. Jika dilihat dari kasusnya " Shina mulai berlagak seperti seorang detektif. " Dia perempuan yang butuh dukungan, masalahnya sangat pelik. Jika aku jadi dia pasti aku sudah bunuh diri saat ini " Shina menepuk pundakku " Jadi sepertinya kalian dua orang yang saling membutuhkan, kamu butuh seseorang yang membuat kamu bisa melupakan cintamu pada Via. Sedangkan dia juga butuh seseorang untuk memenuhi hasratnya, dan juga untuk memberinya kelembutan belaian "
" Jadi kamu setuju aku dekat dengannya ? " tanyaku
" Iya, tapi setidaknya tunggu sampai mereka bercerai terlebih dahulu " jawab Shina
" Jika dia menghubungiku lagi sebelum bercerai ? " tanyaku kembali, Shina nampak berfikir menempelkan telunjuk kebibirnya.
" Lebih baik jangan terlalu sering kamu bersamanya jika dia belum cerai, dan kamu harus bisa pilih-pilih waktu dan kondisi yang tepat " jawab Shina.
" Ah sudahlah, lalu urusan kamu sekarang bagaimana ? " tanyaku coba membalik arah pembicaraan kami.
" Sudah lupakan untuk sejenak, sepertinya aku memang butuh refreshing sebagai manusia seni yang dituntut dunia hiburan. Dan sekarang saatnya aku menghibur diri saja, asal ada yang nemenin dan membantuku, gak masalah buatku " satu yang dapat aku beri penilaian terhadap Shina, labil. Ya dia labil emosinya tak dapat di tebak. Baru saja dia pencilatan tak karuan karna frustasi usaha kami sia-sia, dan sekarang sudah terlihat nyaman dengan keadaannya saat ini. Bener-bener roh labil.
" Lalu apa yang bisa aku bantu ? " tanyaku untuk kesekian kali.
" Selama ini kamu sudah membantuku kok, kayak nyetelin TV buat aku, mindahin channel yang aku mau. Tapi aku juga pengen sih di temenin saat menunggu bintang jatuh " ucapnya.
" Waduh aku harus bangun jam 4 pagi donk "
" Menurut kasus yang aku alami, sepertinya begitu " bertele-tele banget jawabannya, tinggal bilang ' iya ' aja pake kasus-kasusan segala.
Kami ngobrol panjang lebar di teras rumah, dan setelah beberapa lama kami ngobrol, aku baru sadar bahwa beberapa orang yang lewat depan rumahku, melihatku dengan pandangan aneh. Jika aku jadi mereka pasti aku juga sudah menganggap gila, orang yang berbicara sendiri. Apa lagi sejak kehadiran Shina, aku jadi jarang keluar rumah saat libur kerja. Pasti para tetanggaku mengira aku sudah gila level akut.
Setelah menyadari itu, aku ajak Shina masuk ke dalam rumah. Lalu menyetel TV, channel khusus movie. Kami berdua menonton film hingga matahari tenggelam, sama seperti biasanya Shina selalu gak bisa diam kalau lagi nonton TV, mau action, drama romantis, ataupun horor sekalipun. Beda banget dengan video-video saat dia konser, saat konser dia sangat-sangat kalem, sosok wanita anggun yang pandai memainkan nada-nada piano.
Jadi ini toh sifat asli dari seorang seniman ternama, seniwomen deh. Untung saja aku tidak bisa merekam aksinya ketika nonton film, jika bisa aku akan sebar di yutup, pasti bakal seru tuh jadi bahan pembullyan di dunia maya.
Tak sadar aku tertidur di sofa karna aku masih sangat lelah setelah pulang dari puncak tadi pagi. Sampai ketika ada beberapa tamparan pelan pada pipiku yang membuatku bangun. " Woiii bangun Sam " ucap Shina membangunkanku dari tidur lelapku. Aku pandang jam dinding menunjukan pukul 4 kurang 15 menit.
Tak sadar aku tertidur di sofa karna aku masih sangat lelah setelah pulang dari puncak tadi pagi. Sampai ketika ada beberapa tamparan pelan pada pipiku yang membuatku bangun. " Woiii bangun Sam " ucap Shina membangunkanku dari tidur lelapku. Aku pandang jam dinding menunjukan pukul 4 kurang 15 menit.
Aku baru sadar kepalaku tengah bersandar pada pundak Shina, jadi aku tertidur di pundaknya dan Shina membiarkan hal itu terjadi. Dan juga baru kusadari kembali, tangan kiriku memeluk tangan kanan Shina yang kukira guling, dan lagi-lagi Shina membiarkannya selama aku tertidur.
" Yuk ke atap nunggu bintang jatuh " mataku terasa sepet saat Shina menarik tanganku menuntunku keluar rumah lalu menaiki tangga untuk mencapai atap rumah. Semoga tidak ada orang yang melihatku disini, bisa-bisa mereka semakin yakin jika aku benar-benar gila,
" Apa harapanmu seishin ? " tanyaku.
" Masih sama dengan yang aku katakan kemarin " jawabnya.
" Kalau kamu, apa harapanmu Sam ? "
" HHhmmmm apa ya " aku berfikir sejenak menatap langit yang cerah berhamburan bintang yang mengelilingi bulan.
" Semoga Tuhan memberikan apa yang kamu doakan " ucapku. Shina nampak terkejut dengan jawabanku.
" Lalu apa lagi "
" Itu aja
" Nah, memang kamu gak ada keinginan untuk dirimu sendiri "
" Kamu kan sudah membantuku untuk bangkit dari masalah perasaanku, jadi keinginanku ya Cuma membantumu keluar dari masalahmu saat ini "
" Untunglah yang bisa melihat aku, kamu Sam. Kalau orang lain pasti gak akan seperti ini " ucapnya.
" Mungkin itu sebagian jawaban dari soal nomor 1 " ucapku.
" Ah sepertinya begitu, perlahan kita dapat mengetahui jawaban itu Sam " kemudian Shina memeluk lututnya, dengan wajah menghadap langit, ia pejamkan mata. Akupun mengikuti apa yang ia lakukan, menikmati dinginnya udara subuh serta gemerlap bintang yang menembus kelopak mata yang menutup mataku.
" Sam "
" Iya "
" Apa kamu mau kita merasakan suasana seperti ini terus ? "
" Apa kamu mau menjadi roh terus ? "
" Jika jasadku tersadar ? "
" Aku gak yakin kamu akan ada waktu seperti ini bersamaku, pasti kamu akan disibukan dengan berbagai kegiatan. Apa lagi jika kamu baru sadar, pasti akan banyak wartawan-wartawan yang akan mewawancaraimu " ucapku
" Jika itu terjadi aku akan menceritakan semua hal tentang kamu Sam, seseorang yang Cuma dia yang bisa merasakan kehadiranku, bukan hanya bisa merasakan tapi bisa mendengar serta menyentuhku " ucap Shina.
Kubuka mataku lalu kupandang Shina yang masih terpejam mengarah ke langit. " Jadi kamu masih mau melakukan hal ini saat tubuhmu sudah sadar ? " tanyaku, Shina hanya mengangguk.
" Apa kamu masih mau nonton film bersamaku ? "
" Iya donk, pasti. Menyenangkan menonton bersama kamu, apa lagi melihat ekspresi kamu saat aku tak bisa diam menonton film, lucu banget "
" Apa saat itu kamu akan mempunyai waktu ? "
" Pasti ada "
Melihat reaksinya yang tulus, timbul perasaan aneh, ah bukan aneh tapi seperti .................. ' cinta '. Ah tidak, dia sudah memiliki tunangan yang setia menunggu kesadarannya. Setelah sadar pasti dia menikah dan akan melupakan saat-saat bersamaku sekarang ini. Pasti yang dia ucapkan Cuma ucapan sesaat, bukannya begitu seorang public figur.
Aku kembali memejamkan mataku dan mengarahkan wajahku kelangit, aku berbicara banyak dengannya, mulai dari kisah-kisah waktu kami kecil dan ternyata dia memang hobi nonton film dari kecil. Dan tentang bakatnya bermain piano sudah ia tunjukan sejak umur 4 tahun. Sungguh luar biasa gadis yang berada disampingku ini. Tapi kini dia khawatir kemampuan jemarinya akan luntur bila dia sadar nanti, sudah 2 tahun dia tidak bermain piano.
Baru kali ini aku merasakan suasana seperti ini, berada di atap bersama seorang wanita, lebih tepatnya arwah wanita, terdengar menyeramkan memang, tapi aku kini dapat menyentuhnya, jadi perlahan aku menganggap dia bukanlah sesosok roh, melainkan seperti manusia biasa sepertiku. Walaupun masih ada kekhawatiran jika aku akan dianggap gila oleh orang-orang yang menyaksikan ini semua.
Tak terasa sudah satu minggu sejak Shina dapat menyentuhku, sejak itu pula dia jadi semakin usil terhadapku. Mulai dari Sering mengarahkan tinju juga tendangannya ke tubuhku ketika nonton film, menepak punggungku ketika aku makan, sampai mengagetkan aku ketika aku sedang asik menyerutup jus jeruk dingin di teras rumah.
Dan hari minggu ini adalah hari pernikahan Via dengan Heri, Shina ngotot ingin ikut ke acara itu karna jaraknya dekat dengan rumah sakit Melia. Tadinya aku tidak mau mengajaknya, aku takut bila dia iseng dan menyulut emosiku hingga orang-orang disekitar menyangka aku sudah gila. Sebagian orang di pesta pernikahan Via pastilah mengenalku karna 3 tahun aku menjalin hubungan. Dan bagaimana tanggapan orang-orang yang mengenalku di pesta bila mereka berfikir aku gila ? Pasti mereka akan menyangka aku gila karna ditinggal nikah oleh Via.
Memang sih aku telah kacau saat Via memutuskan hubungan kami, tapi aku tak segila yang akan dipikirkan mereka. Dengan terpaksa aku mengajak Shina kepesta dengan janji jangan berbicara denganku, tapi aku gak yakin dia akan melakukannya. Oke aku minta dia juga jangan menyentuhku, iseng, jahil padaku atau apalah yang mengundang perhatian orang.
Gedung pandansari, taman wiladatika Cibubur.
" Jiaah dateng ke pesta mantan sendirian, ketauan gagal move on dan ngenes " ledek Shina, tejawab sudah keraguanku, ini nih yang buat aku malas mengajaknya. Walau kesal aku pura-pura tak mendengarkannya.
Aku lihat kearah pelaminan Via dan juga suaminya mengenakan gaun serba hijau, cantik sekali dia membuat aku hampir tak mengenalinya. Dia nampak bahagia berada di tempat itu bersama orang yang paling ia cintai, sedangkan aku menatapnya tak jauh dari tempatnya berada bersama sebangsa lelembut menyebalkan.
" Cocok ya mereka " ucap Shina yang tak mendapat tanggapan dariku.
" Udah sana salaman " ucap Shina kembali, kali ini dia mendorongku kearah pelaminan. Dasar arwah pecicilan, aku berjalan perlahan menuju pelaminan, memantapkan perasaan, meneguhkan hati untuk memberinya ucapan selamat.
" Selamat ya " ucapku pelan seraya menyalami Via, ia membalas dengan senyuman serta ucapan terima kasih telah hadir. Ketika aku hendak menyalami suaminya, tiba-tiba gadis gentayangan itu mendorongku dengan bahunya hingga hampir saja aku menubruk sang mempelai lelaki.
" Maaf aku tersandung, hhmm selamat ya " ucapku kemudian menyalaminya dan turun dari tempat kedua mempelai itu di pajang. Hampir-hampir saja aku omelin tuh Shina, untuk saja aku bisa mengendalikan diri, aku sangat tidak ingin dianggap gila oleh orang-orang disini.
Tapi jujur saja, perasaan kalut, sedih, kacau dan berbagai macam perasaan yang menyayat hati ketika datang ke pesta Via sirna, tertutup dengan rasa jengkelku kepada gadis bayangan yang sedang tertawa geli di sampingku. Mungkin ini cara dia melepas segala belenggu yang menyiksa perasaanku, walaupun dengan cara yang sangat membuatku naik pitam. Baiklah terima kasih seishin, kamu memang membantuku dengan cara gak wajar.
0 Komentar