Ini kisahku ketika baru tinggal lebih kurang setahun di Bali. Oleh karena mencari tempat tinggal yang lebih nyaman, mau tidak mau aku harus pindah kos. Setelah sekian lama mencari, akhirnya aku memilih kos di rumah seorang perempuan paruh baya, yang sebut saja namanya Sri Herini. Ia seorang janda cantik yang rumahnya memang dibuat khusus untuk tempat kos bagi orang-orang bekerja. Aku memilih kos di rumah Mbak Rini, biasa memanggilnya begitu pada awal-awal, selain karena bersih dan lingkungannya tenang, juga karena jarak yang tidak jauh dari tempat kerja. Sama sekali tidak ada pikiran kalau aku memilih kos di situ karena sang ibu kos adalah seorang janda cantik.
Pada bulan-bulan awal tinggal di rumah Mbak Rini, aku memang sudah merasakan gejala-gejala yang lain dari ibu kosku itu. Dari sekian banyak penghuni kos yang tinggal di rumahnya, hanya akulah yang mendapatkan perhatian lebih. Bahkan untuk makan pun aku diistimewakan. Semula sama sekali tidak punya pemikiran apa-apa dengan hal itu, sampai akhirnya Mbak Rini menyuruhku pindah ke salah satu kamar yang ada di dalam rumah induk. Kamarku yang lama akan diisi penghuni kos baru. Ia memberikan harga kamar yang berbeda untukku.
“Jangan bilang-bilang ke yang lain ya kalo ditanya bayar berapa. Ini khusus untuk kamu aja.”
Demikian kata sang ibu kos saat menyuruh pindah ke kamar baru di rumah induk. Awalnya aku sungkan karena diolok-olok teman-teman penghuni kos yang lain. Namun, aku sendiri tidak sanggup menolak karena diberi harga sewa yang murah. Akhirnya, aku mau saja pindah ke kamar kos yang letaknya dekat dengan kamar tidur sang ibu kos.
Sejak tinggal di kamar yang baru, perhatian Mbak Rini makin bertambah. Ia tidak hanya mengistimewakan aku dalam hal makan, tapi juga sering memintaku menemani berbelanja. Ia juga sering mengajakku ngobrol berdua. Biasanya di ruang tengah. Hingga makin lama, aku tidak merasa sungkan lagi dan tidak ada rikuh di antara kami.
---
Suatu malam sewaktu aku sedang nonton TV sendirian di ruang tengah, Mbak Rini datang mendekat dengan gaun tidur berwarna merah muda dari bahan sutra yang mengkilat. Ia duduk di kursi sebelahku. Melihat tidak ada orang lain, ia berbisik minta tolong dipijat. Tubuh sedang sangat capek dan pegal-pegal setelah seharian bepergian, katanya.
“Pijetin di kamarku aja. Ayo, Frans!”
Setelah berbisik, Mbak Rini menggenggam tanganku, mengajak masuk ke dalam kamar. Aku pun berjalan mengikuti. Wajahnya berpaling ke kanan-kiri. Seakan was-was ada penghuni kos lain yang masuk ke dalam rumah dan melihat kami.
📷📷
Di dalam kamarnya yang wangi dan rapi, Mbak Rini berdiri membelakangi sambil melepas gaun tidur. Ternyata di balik gaun tidurnya yang berwarna merah muda itu, ia tidak mengenakan apa-apa lagi. Setelah gaun tidurnya ditanggalkan dengan posisi membelakangi, Mbak Rini berjalan telanjang ke arah lemari, mengambil kain pantai untuk menutupi tubuh. Kupandangi bulatan pinggul dan bongkahan pantat yang bergerak saat ia berjalan. Desiran birahiku mulai menerpa.
Naik ke ranjang dan berbaring dengan posisi tengkurap, kain pantai itu pun kemudian dilepas lilitannya dari dada. Menghadap ke tubuh seorang perempuan cantik yang tidak ditutupi apa-apa, aku sempatkan menikmati dengan memandangi lekukan tubuh telanjang berkulit putih Mbak Rini yang begitu sekal. Meski telah berusaha bersikap wajar tapi aku tetaplah lelaki normal. Tentu saja gairah birahiku naik karena melihat pemandangan seperti itu.
“Ayo, Frans. Ini minyaknya.”
Bagai lamunan yang tiba-tiba dibuyarkan, kata-kata Mbak Rini sontak mengejutkanku. Sambil tengkurap, satu tangannya terulur ke belakang memberikan sebotol minyak massage yang wangi. Aku tidak tahu merek apa.
“Iya, Mbak.”
Aku bergegas mendekat lalu duduk di tepi ranjang. Kuambil botol minyak massage itu lalu, dibuka dan tuangkan sedikit ke telapak tangan.
0 Komentar