SITI
Semenjak berguru dengan Ki Sangga Jagat, Harun semakin sering bertandang ke rumah Ki Asmoro Dewo. Dalam seminggu, ia menyambangi rumah gurunya sampai 4 kali. Bila hari biasa, maka Harun akan langsung ke rumah gurunya itu seusai sekolah, lalu kembali pulang sekitar pukul Sembilan malam. Cukup melelahkan, namun lama kelamaan, ilmu silat dan kebatinan yang diajarkan kakek gurunya itu mulai menunjukkan faedahnya.
Yang menarik bagi Harun selain ilmu-ilmu yang diajarkan, kenyataan bahwa Harun akhirnya mengetahui rahasia keluarga Ki Asmoro Dewo. Ternyata semua anak gurunya itu sebenarnya adalah hasil hubungan gelap para isteri gurunya dengan kakek gurunya.
Harun segera berusaha mencari tahu mengenai Siti, isteri terakhir gurunya yang baru berusia 17 tahun. Jarang sekali Harun bertemu isteri-isteri gurunya. Selain karena rumah gurunya yang luas, juga karena gurunya agak protektif dengan hartanya yang satu ini. Bahkan, makan malam tidak pernah semua isteri gurunya ikut makan bersama dengannya dan kakek gurunya.
Pernah suatu saat, ia bertemu Siti. Gadis tujuhbelas tahun ini memiliki tinggi yang sejajar dengan Harun, namun, gadis ini sedikit agak gemuk. Gemuk, bukan gendut. Namun dari tubuh yang chubby ini, terlihat dua buah gundukan payudara yang besar menyembul di dadanya. Kemungkinan besar cup C atau bahkan mungkin D.
Kulit Siti berwarna putih. Wajahnya manis. Ada sedikit kumis tipis di ujung atas bibirnya yang menambah manis senyumannya. Rambutnya panjang sebahu. Lengannya memiliki bulu-bulu halus. Suara yang dimilikinya sedikit nyaring namun membuat lelaki bernafsu mendengar kata-kata yang terujar dari bibirnya yang merah dan sedikit tebal sensual.
Harun mengetahui juga bahwa hanya Ki Asmoro Dewo yang pernah meniduri gadis ini. Sementara, Harun dapat membaca pikiran kakek gurunya ketika sedang berbicara dengan Siti. Kakek gurunya bernafsu mendapatkan perempuan ini. Dapat dirasakan Harun berkali-kali kakek gurunya berusaha menanamkan gambar-gambar erotis ketika sedang berbincang dengan Siti.
Kakek gurunya bingung. Harun dapat membaca pikiran kakek itu, dan Ki Sangga Jagat sedang curiga bahwa cucu muridnya yang pintar itu berusaha menyabotase usaha yang ia lakukan. Namun, Harun selalu memasang muka tak bersalah, bahkan seringkali Harun meninggalkan ruangan agar menghilangkan kecurigaan kakek gurunya.
Selama enam bulan usaha Ki Sangga Jagat berusaha mendapatkan Siti selalu gagal. Ki Sangga Jagat mendapatkan bahwa pikiran perempuan ini cukup kuat. Ia sudah tidak curiga lagi dengan cucu muridnya, melainkan merasa bahwa Siti adalah orang yang memiliki karakter sangat kuat sehingga susah dipengaruhi, dan tampaknya perempuan ini sedang naksir berat dengan cucu muridnya.
Di lain pihak, Siti selama enam bulan ini menjadi gundah. Ia tak dapat menyingkirkan Harun dari pikirannya. Ia selalu membayangkan Harun mencumbui dirinya. Mungkin inilah yang dinamakan cinta. Memang, Siti menikah dengan Ki Asmoro Dewo bukan karena cinta, melainkan karena perintah orang tuanya. Orang tuanya berhutang budi besar sekali kepada lelaki ini.
Pada bulan keenam ini, tepat ketika hari Sabtu di mana ia sedang menginap. Harun memutuskan untuk menyirep seisi rumah. Ia penasaran apakah ia mampu menyirep guru dan kakek gurunya juga. Patut dicoba ilmu kebatinannya sudah sampai mana. Bila ketahuan pun, Ia dapat berdalih bahwa ini adalah usaha untuk menyempurnakan ilmu dengan melatihnya.
Ada ajian-ajian dalam ilmu kebatinan, namun, Harun dapat menyirep tanpa ajian-ajian itu. Harun mendapati bahwa bila ia menggunakan ajian, ia merasakan bahwa tenaga pikirannya dikeluarkan lebih besar, karena ada unsur paksaan, namun bila ia menggunakan kekuatan pikirannya tanpa ajian, tenaga pikiran yang dikeluarkan lebih kecil.
Bahkan, terkadang dari percobaan-percobaan yang ia lakukan pada Atik dan Jannah, ia merasakan bahwa kekuatan bakat dari pikirannya lebih memiliki ikatan yang sangat kuat dibanding dengan ajian-ajian. Perbedaan secara jelas adalah, ajian-ajian itu bersifat keras dan memaksa, sementara kekuatan pikiran Harun bersifat lembut dan seakan menanamkan suatu sugesti sehingga si korban melakukan perintahnya bukan karena paksaan, melainkan karena merasa bahwa memang itu yang diinginkan si korban sendiri.
Jarang sekali Harun menggunakan ajian-ajian. Ia sebenarnya enggan mempraktikan ajian-ajian tersebut. Namun, pelajaran kebatinan tidak hanya ajian-ajian. Ada juga cara melatih konsentrasi dengan samadi, cara mempertahankan ikatan pikiran, cara mengendalikan kekuatan pikiran, yang selalu diterapkan ketika Harun sedang mengerjai korbannya.
Maka, Harun malam itu menggunakan kekuatan pikirannya dan menebarkan sirep ke seisi rumah. Tingkat ilmu Harun sudah sangat tinggi setelah setahun ditempa oleh Ki Asmoro dan enam bulan ditempa oleh Ki Sangga Jagat, sehingga saat melepaskan kekuatan pikirannya, ia dapat merasakan satu demi satu orang yang telah terkena ilmunya itu.
Ketika memasuki benak Ki Sangga Jagat, Harun mengalami kesulitan. Memang mudah membaca pikiran kakek gurunya, namun, untuk dapat memasuki benak lelaki tua itu secara perlahan susah sekali. Kekuatan Harun bagaikan terhadang suatu tembok kokoh yang tidak dapat ditembus. Sementara, Harun dapat mengetahui bahwa kakek gurunya kini sedang curiga pikirannya sedang diserang.
Untungnya Harun tahu ajian benteng pertahanan ini dan di mana letak kelemahannya. Menggunakan kelemahan ini, Harun akhirnya berhasil perlahan menembus benak kakek gurunya. Sugesti kantuk yang dahsyat ia kirimkan. Setelah pertarungan tanpa suara antara pertahanan Ki Sangga Jagat dan Harun berlangsung hampir setengah jam, akhirnya kakek gurunya tertidur pulas.
Tak lama, rumah gurunya sunyi senyap. Harun lalu memasuki benak Siti yang ikut terpengaruh sirep sehingga tertidur pulas. Harun membangunkan Siti dari tidurnya menggunakan kekuatan pikirannya.
Siti mendusin. Ia sedang tidur bersama Ki Asmoro Dewo. Lelaki tua itu mendengkur pelan di sisinya. Setelah kesadarannya terkumpul beberapa saat kemudian, Siti menyadari bahwa rumah keadaanya hening. Sangat hening sehingga sedikit membuat bulu kuduknya merinding. Bahkan jangkrik tak terdengar bersuara di luar.
Tiba-tiba saja benaknya memikirkan Harun. Harun yang ganteng walaupun wajah kekanakannya masih ada sedikit, namun raut wajahnya yang selalu menunjukkan kedewasaan yang aneh. Harun yang kala latihan silat hanya mengenakan celana saja sementara tubuh bagian atasnya yang berkeringat memperlihatkan otot-otot yang telah terlihat menonjol dan indah.
Ada sesuatu di benaknya yang menyuruh Siti untuk keluar dari kamar ini, lalu pergi ke kamar Harun. Tidak boleh! Kata suara lain di benaknya. Kamu adalah isteri Ki Asmoro Dewo! Tapi ada suara lain yang mengatakan bahwa di rumah ini selingkuh itu sudah jadi kebiasaan. Bukankah isteri yang lain berselingkuh dengan Ki Sangga Jagat?
Tapi bukan berarti selingkuh itu boleh dilakukan, kata suara yang satunya lagi. Selingkuh itu dosa. Tapi suara yang lain lagi mengatakan bahwa bila tidak ada orang yang tahu, bukankah tidak ada yang dirugikan? Apalagi akhir-akhir ini Ki Asmoro Dewo minta anak dari Siti. Semua isteri lelaki itu telah memiliki anak, bahkan Hanifah kini sudah hamil empat bulan.
Siti mengalami perang batin yang hebat. Ia tidak tahu bahwa perang batin itu bukanlah dialami oleh dirinya sendiri, melainkan perang antara dia dan Harun yang sedang menanamkan pengaruhnya langsung ke benak Siti.
Dengan gemetar, Siti mendapatkan dirinya bangkit dari tempat tidur, keluar dari kamarnya dan kini telah sampai di depan kamar Harun. Lampu masih menyala. Siti mengetok pintu.
"Siapa?" suara Harun bertanya.
"Ini Mbak Siti, dik."
Terdengar suara langkah kaki perlahan dan pintu di buka. Harun hanya mengenakan sarung yang dililit di pinggang, sementara tubuh atasnya yang berkeringat tidak tertutupi sehelai kain pun. Siti terperanjat dan tak mampu untuk berkata-kata. Sitipun baru menyadari, ia hanya memakai kain batik dan di balik kain ini tubuh moleknya hanya berbalutkan BH dan CD berwarna hitam.
"Ada apa, Mbak?"
Siti sedikit gelagapan. Ia tak tahu harus berkata apa. Namun tiba-tiba benaknya seakan berbisik, bilang saja lagi ga enak badan dan minta dipijat. Siti yang sedang panik lalu menjawab.
"Eh.. begini, dik. Mbak lagi nggak enak badan.. mau minta tolong dipijit.."
Baru selesai berkata begitu, Siti sudah mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Mana ada perempuan baik-baik yang minta dipijit di tengah malam? Namun kata-kata telah terucap dan apa boleh buat, Siti tak dapat menarik kembali kata-katanya.
"Oh? Silahkan masuk, Mbak. Harun senang kalau bisa membantu Mbak"
Dalam benak Siti ada perang batin. Namun kala ia melihat wajah Harun, seluruh tubuh Siti seakan berteriak dan memaksa benaknya untuk takluk kepada nafsu ragawinya. Apalagi kini Harun tersenyum, Siti merasakan bahwa ada gejolak membara di dadanya, dan memeknya mulai basah perlahan-lahan.
Bagaikan dituntun oleh tangan yang tidak terlihat, Siti masuk ke dalam kamar Harun. Harun menyuruhnya duduk di tempat tidur anak itu yang sebenarnya hanya cukup untuk satu orang. Harun duduk di belakang tubuh Siti yang sedang duduk di tepi tempat tidur.
Tanpa berkata-kata, kedua telapak tangan Harun menyentuh pundak halus Siti. Siti merasakan tangan yang keras dan kapalan mulai memijiti pundaknya yang hanya tertutup dua buah tali BHnya saja. Gesekkan kulit ke kulit mengirimkan sinyal birahi ke sekujur tubuh Siti. Siti memejamkan matanya. Kedua telapak tangan Harun dengan lembut memijat, terkadang mengelus pundak Siti dengan irama yang perlahan seakan tak ingin cepat-cepat selesai.
Terkadang telapak itu memijat ke lengannya, namun gerakan kedua telapak tangan itu makin lama makin lebih sering mengelus, membuat Siti berkali-kali menegukkan ludah agar membasahi kerongkongannya yang kering. Nafas Siti mulai memburu.
0 Komentar