Kehidupanku tinggal di rumah mas Aryo dan mbak Tika semakin hari semakin penuh dengan warna. Setelah kejadian malam itu rupanya mas Aryo tak menaruh rasa curiga pada apa yang telah kami lakukan. Semuanya berjalan biasa saja dan tak ada permasalahan yang timbul. Mungkin saja memang ada masalah tapi mbak Tika sudah menyelesaikannya.
Apa yang dilakukan mbak Tika padaku sudah semakin jauh. Aku pikir kakakku itu sudah tak lagi menganggapku adik bungsunya yang manja. Lebih dari itu dia kini memperlakukan aku seperti lawan jenisnya yang setiap saat bisa dijadikan pelampiasan ketika jauh dari suaminya. Mbak Tika kini sering memelukku dan mencium bibirku lama. Pada awalnya aku agak risih tapi lama kelamaan aku jadi cuek-cuek saja.
Saat mas Aryo pergi kerja, mbak Tika kalau di rumah sukanya telanjang bulat. Bagiku itu sudah seperti hal yang biasa. Namun belakangan ini kelakuannya seperti sedang menggodaku untuk lebih berani menjamahnya. Hanya saja aku masih menimbang kalau itu hanya anggapanku saja, beda dengan apa yang dimaksud oleh mbak Tika.
“Dekk.. bangun.. ayo sudah siang ini”
“Aaahh.. mbak ini..ahh.. jam berapa sih mbak?” balasku sambil berusaha membuka mata.
“jam 6 pagi..”
“Ohh.. iya aku bangun..”
Saat akan bangun rasanya badanku tak bisa kugerakkan. Setelah mataku terbuka lebar kusadari mbak Tika sudah duduk di atas perutku. Duhh.. memang lancang banget kakakku yang satu ini kalau denganku. Masak adiknya yang baru bangun malah diajak bercanda, pikirku saat itu.
“Mbak.. turun dong, ada mas Aryo tuuhh..”
“gakk ada.. mas Aryo udah berangkat jam 5 tadi, hihihi..”
“Lohh.. kok pagi sekali berangkatnya?”
“Iya... katanya mau ada inspeksi di kantornya”
“Oohh.. makanya mbak Tika berani ngajak aku bercanda lagi.. masih belum kapok ya mbak?”
“Hihihi.. belum dong.. siapa bilang kapok”
“Aaahh.. terima ini mbakk.. biar kapokk”
“Aauuww..!!”
Kusadari tubuh kami sama-sama tak memakai apa-apa. Memang aku biasa tidur telanjang, sedangkan mbak Tika begitu mas Aryo pergi langsung melepas semua bajunya. Itu sudah kebiasaan kami tiap hari. Namun yang tidak biasa adalah sekarang ini belahan memek mbak Tika berada tepat di atas penisku yang masih tegak mengacung selepas bangun tidur tadi. Tentu saja tekanan belahan memek mbak Tika pada kemaluanku membuatku merasa enak.
“Aaahh.. udahh.. mbaakk.. aahh.. udaahhh..”
“Hayyoo.. yang kapok siapa nih? Hihihi..”
“Iya.. iya mbakk... adduuh... sudahh..”
“Apa? Apa? Katanya mau bikin mbak kapok? Hihihi...”
“Awas ya mbak.. nanti aku.. ahh..”
“Nanti apa? Kamu mau apain mbak Tika? Hihihi..”
“Awas nanti aku entot... awas yaa...”
“Hihihi.. mau dong... mumpung lagi gatel nih Ngga..”
“Aaahh.. mbak Tika nih apa-apaan sih?
“Hayoo.. sini burungmu.. masukin..”
“Aaahh.. jangan mbakk.. jaa...jaa.. yaahhhhhh.. masuk dehh”
“Huuooohhhhh... aaaahh.. enaknya” desah mbak Tika begitu kemaluanku benar-benar masuk ke dalam lobang memeknya.
“Aduuh.. lepasin mbakk.. udah.. lepasiiinn..” rengekku.
“Gakk.. biar muncrat dulu baru mbak lepas, hihihi...”
“Terserah mbak Tika deh” ucapku pasrah. Percuma saja aku melawan kemauan kakakku, dari dulu aku tak pernah menang.
Mengetahui aku sudah pasrah pada kemauannya, mbak Tika langsung menggoyang pinggulnya dengan liar. Dia benar-benar menggerakkan semua badannya untuk membuat penisku bergerak mengaduk isi lobang memeknya. Sungguh badanku merasa seperti melakukannya dengan terpaksa, tapi di sisi lain aku mulai menikmati sensasi itu, sensasi nikmat yang kurasakan mulai menjalar dari kemaluanku menuju seluruh badanku.
“Ooh.. Angga.. aahhh.. masak cuma ibu sama Dina yang bisa ngerasain kontolmu.. ahh.. mbak Tika juga pengen Nggaa... aahhh... enaknyaaa deekkk”
“Iya mbakk.. aahh.. terusss.. goyang... ahh.. goyang mbakkk..”
Kami berdua sudah tak terkendali lagi. Aku benar-benar dengan sadar ngentot kakak perempuaku sendiri yang sudah jadi istrinya orang. Apa jadinya kalau suami mbak Tika melihat semua ini? pasti aku akan dihajar olehnya dan diusir dari rumah ini. Tapi karena rasa nikmat itu sudah meracuni otakku, aku jadi tak bisa berpikir panjang lagi. Aku hanya terus menikmati rasa enak dan nikmat yang timbul dari adegan ngentot kami ini.
Tok.. Tokk... tok.. !!!
“Bu Tikaa.. bu Tikaa...”
Tiba-tiba terdengar suara orang mengetuk pintu dan memanggil nama kakakku. Mbak Tika yang mendengarnya buru-buru diam lalu turun dari atas tubuhku.
“Duhh.. siapa sih yang gangguin? Lagi enak gini ada aja yang ngerecokin.. sebentar ya dek... mbak liat dulu siapa yang datang”
“Lohh.. tapi pake dulu bajunya mbak.. masak ga pake apa-apa gitu?”
“Hihihi.. iya dong Nggaa.. masak mbak mau keluar telanjang sih? emang kamu mau melihat mbak Tika keluar gak pake apa-apa gini?”
“Eh, ya enggak sih mbakk.. ini kan kota.. buka desa kita” balasku.
“Ya sudah.. kamu tunggu sebentar”
Mbak Tika lalu keluar dari kamarku, sedangkan aku masih terbaring di atas tempat tidurku dengan penis yang tegak mengeras dan berkedut-kedut. Pikiranku kembali sadar, tak mungkin aku terus mengikuti kemauan mbak Tika. Dia sudah punya suami, masak dia harus ngentot dengangku. Akupun lalu ikut memakai celana pendekku dan kemudian keluar dari kamar menuju ke dapur.
Terdengar suara mbak Tika tengah ngobrol dengan seorang perempuan di luar rumah. Rupanya kakakku itu tidak mengajak tamunya masuk ke dalam rumah. Kembali aku merasa aman pada posisiku saat ini. Sambil menunggu mbak Tika selesai dengan tamunya, akupun merebus air untuk membuat segelas kopi.
“Siapa itu mbak?” tanyaku begitu mbak Tika masuk ke dapur.
“Ohh.. itu yang punya rumah sebelah, dia mau titip kunci rumah” balasnya sambil memandangi diriku yang tengah duduk di kursi dapur.
“Titip kunci? Emang dia mau kemana kok titip kunci sama mbak Tika?”
“Rumah sebelah itukan kosong Ngga.. trus yang punya rumah tinggalnya di kota sebelah.. maksudnya kalo ada yang mau kontrak dan mau lihat kondisi rumah tinggal minta kunci rumahnya ke mbak.. gitu”
“Oohhh.. pasti ada imbalannya dong mbak?”
“Hihihi.. ya iyalahh..”
“Hemm.. pantes...”
“Lohh.. ehh.. gimana sih ini? kok kamu udah keluar kamar.. gak mau lanjut yah Ngga?”
“Gak ah mbakk.. jangan dulu.. kapan-kapan aja deh” balasku sambil bangkit dari kursi dan menyeduh kopi.
“Duhh... jadi kentang dong Ngga” mbak Tika dengan santainya melepas dasternya. Kembali tubuh telanjangnya jadi terumbar kemana-mana.
“Kentang apa sih mbak?”
“ya kentang... gak tuntas ngentotnya..”
“Ohh.. aku kira apa..”
“Iya deh maaf.. aku masih sungkan sama mas Aryo mbakk.. jadi mikir gimana kalo mas Aryo tau apa yang kita lakukan.. pasti dia marah banget”
“Hihihi.. enggak.. gak bakal marah kok dia.. percaya sama mbak deh kamu.. nanti pada saatnya kamu akan melihat mas Aryo dengan suka rela melihat kita ngentot Ngga..”
“Mbakk.. duhh.. jadi mbak memang punya rencana supaya mas Aryo melihat kita?”
“Iya.. dan sekarang sudah mulai kelihatan hasilnya Ngga..” ujar mbak Tika penuh percaya diri.
“Duhhh.. kok bisa sih mbak? Gak kebayang gimana perasaan mas Aryo nanti”
“Sudah kamu tenang saja.. apapun yang mbak Tika lakukan, kamu tinggal ikuti aja”
“Hemm.. iya deh.. terserah mbak Tika aja”
Hari itu kami lewati seperti biasanya. Aku tak habis pikir kenapa kakak perempuanku bisa punya pemikiran seperti itu. Apa mungkin mas Aryo telah selingkuh di belakang mbak Tika? Gak mungkin. Mas Aryo itu tipe suami yang setia dan sayang keluarga. Berarti memang ada alasan yang lainnya. Sambil melakukan pekerjaan, pikiranku terus berputar memikirkan apa alasan yang sebenarnya sampai mbak Tika bisa dengan nekatnya mengajakku ngentot.
Selama aku tinggal bersama mbak Tika dan mas Aryo, hampir tiap malam aku mendengar desahan dan lenguhan mereka berdua di kamarnya. Aku kagum sekali dengan gairah suami istri itu, tak hentinya mereka ngentot tiap malam selepas mas Aryo pulang dari kantornya. Mas Aryo tentu laki-laki yang gagah dan kuat, ternyata dapat istri yang birahinya gampang memuncak. Sungguh pasangan yang ideal menurutku.
Tiap selesai bersetubuh dengan suaminya, mbak Tika lalu pergi ke kamarku. Semula dia cuma pakai celana dalam seperti biasa, tapi beberapa hari ini dia sudah berani masuk ke dalam kamarku tanpa pakaian apa-apa. Bahkan beberapa kali aku temui cairan putih kental masih menetes di selangkangan mbak Tika. Sebenarnya melihat itu aku jadi risih, kenapa dia selalu cuek dan tak mau membersihkannya.
Seperti halnya malam ini, selepas ngentot dengan mas Aryo kakakku langsung masuk ke dalam kamarku. Tubuhnya tentu masih terlihat berkeringat, wajahnya masih kucel dan rambutnya acak-acakan. Meski begitu kecantikan alami yang dipunyai kakak perempuanku itu masih terpancar jelas di wajahnya. Apalagi dengan kondisi bugil begitu semakin membuat pesona mbak Tika seperti kian menggoda.
“Mbakk.. ngapain sih gak langsung dibersihkan?” tanyaku membahas lelehan peju mas Aryo yang terlihat menetes di paha mbak Tika.
“Oohh.. ini biar jadi anak Ngga.. kalo buru-buru dibersihkan malah gak jadi dong”
“Hemm.. gitu ya”
Aku yang tak tahu tentang hal itu hanya iya-iya saja. Padahal seingatku dari pelajaran biologi pas SMA tidak begitu prosesnya. Aku masih ingat kalau hanya butuh sebuah sel sperma saja untuk membuahi sel telur wanita, tidak sampai segitu banyaknya. Aku jadi berpikiran kalau semua itu hanya alasan dari mbak Tika.
“Sudah selesai ngentotnya mbak?”
“Udahh.. aaahhhh.. puas banget Nggaa... huaaahhh... enaknya”
Mbak Tika tanpa ragu kemudian membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurku. Dia berbaring bersebelahan dengan posisiku. Dia menggeliatkan badannya sambil mengangkat tangannya ke atas. Meski kulihat dia sudah capek tapi ada rona kepuasan di wajahnya.
“Trus kok mas Aryo ditinggalin sih? gak kasian apa?”
“ya gapapa.. gantian kamu yang mbak puasin.. mau gak?”
“Aahh.. jangan aneh-aneh mbak.. ada mas Aryo tuhh” balasku memalingkan muka.
“hihihi.. ntar kamu lihat, mas Aryo semakin membebaskan mbak untuk berbuat apa-apa sama kamu.. jadi kamu harus siap”
“Siap apa sih mbak? kok tambah takut aku..”
Belum selesai kami ngobrol, tiba-tiba mas Aryo membuka pintu kamarku. Dia kemudian masuk menyusul istrinya ke kamarku.
“Loh mas, kok ikut kesini? Kenapa?” tanya mbak Tika. Dia masih dengan santainya berbaring di sampingku meski ada suaminya.
“Hehehe.. mas Aryo mau juga yah mimik cucu mbak Tika?” candaku memecah suasana.
“Hahaha.. kamu ini ada-ada aja Ngga.. bukanya tadi kamu dengar juga pas kakakmu kasih susunya” balas mas Aryo ngakak, candaanku berhasil membuat pikirannya teralihkan.
“Hehe.. iya sih mas.. kayak rame banget gitu.. diapain sih mas mbak Tikanya?”
“Ehh.. anak kecil mau tau aja... udah, jadi tidur apa enggak ini?” sela mbak Tika.
“Wah, ya jadi dong mbak.. aku ngantuk banget nih”
“Ngantuk kok tititnya malah bangun” tanpa canggung mbak Tika lalu memegang kemaluanku dengan tangan kanannya.
“Heheh.. ya bangun lah mbak, gara-gara dengar kalian tadi” balasku seadanya.
“Ohh.. jadi kalau kamu dengar suara kami berdua pasti titit kamu bangun ya Ngga? Hahaha...” celetuk mas Aryo kemudian.
“Hehe.. iya mas, gak bisa ditahan..“ ucapku malu-malu.
“Lah kalo ga bisa ditahan ya dikocok saja Ngga.. masak harus diingatkan sih?”
“Mas Aryo ini apaan sih? kan malu si Angga jadinya” ujar mbak Tika melirik pada suaminya dengan tatapan protes.
“Hahaha.. apa mau dibantu Ngga ngocoknya? Tuh biar dibantu sama mbak Tika aja gimana?” tawar mas Aryo kemudian.
Pada titik ini aku jadi berpikir pada perkataan mbak Tika beberapa hari yang lalu. Mungkinkah rencananya sudah mulai menampakkan hasil? Terlihat pada sikap mas Aryo yang mulai mengijinkan mbak Tika menyentuh alat kelaminku. Sebenarnya kalau untuk orang lain pasti aneh, tapi entah kenapa mas Aryo malah menawarkan padaku hal itu.
“Eh.. itu..emm.. emang gapapa mas?” balasku agak ragu.
“Ya kalo cuma sebatas ngocok sih gapapa Ngga.. boleh aja”
Degh!! Aku terkejut mendengar ucapan mas Aryo. Memang sepertinya apa yang direncanakan oleh kakak perempuanku mulai ada hasilnya.
“Mas Aryo ini beneran? Aduhh.. tambah manja dong Angga” balas mbak Tika seakan tak percaya. Hanya saja kulihat tatapan aneh dari kedua matanya padaku.
“Udahh.. sekarang lepas aja celana dalamnya Ngga, bebasin titit kamu... pasti enak tuh nenen sambil dikocok tititnya” imbuh mas Aryo kemudian.
Meski aku tak percaya pada semua yang aku dengar tapi aku tetap mengikuti apa yang mas Aryo bicarakan. Dengan pelan tapi pasti kulepaskan celana dalamku. Hanya dalam tempo sesaat saja kini batang penisku yang tegak mengeras itu terumbar bebas.
“Gede juga lho mas punya Angga ini, gak kalah sama punya kamu mas” ucap mbak Tika sambil memegang kemaluanku dengan gemas. Aku mendadak merasa aneh dengan keluarga ini. Bisa-bisanya seorang suami dengan tenangnya melihat istrinya memegang kemaluan adiknya sendiri yang tengah ngaceng maksimal.
“Hehe.. iya bener dek.. rugi kalo dia gak dapet pacar cantik” ujar mas Aryo menyetujui komentar istrinya.
“Terus ini gimana mas jadinya?” tanyaku ragu.
“Ya sudah, biar mbakTika kocokin tititmu aja, sambil kamu nenen.. ayo cepetan”
Tanpa diperintah dua kali, mbak Tika langsung mengocok penisku dengan kecepatan sedang. Tangan lembutnya memberi sensasi nikmat yang berlebihan pada kulit kemaluanku. Semakin lama batang penisku semakin terasa sensitif dan peka pada sentuhan kulit tangan mbak Tika. Ahh.. aku jadi tenggelam dalam kenikmatan kocokan tangan kakak perempuanku itu.
“Aahhhh... itu... itu.. ahh.. mbakk.. auhh...” lenguhku tak tertahan lagi.
“Enak ya dek.. nih jangan lupa isep punya mbak Tika” balas mbak Tika kemudian.
“Ehhmmm.. mmmhh... iya mbak.. aahh... mmmhhh... teruss”
Tanpa ragu akupun menyedot puting susu mbak Tika yang sengaja dihidangkan padaku. Sungguh sensasi yang aneh tapi nikmat. Keberadaan mas Aryo yang hanya memandangi apa yang kami lakukan membuatku semakin rileks dan nyaman. Dia seperti benar-benar mengijinkan istrinya memberi kenikmatan padaku. Bukan cuma tangannya yang mengocok penisku, tapi puting susunya juga diberikan padaku.
Clok..clokk... clok.. clokkk..
Suara kulit kemaluanku di kocok tangan lembut mbak Tika semakin nyaring terdengar. Lelehan cairan bening yang mulai keluar dari ujung kemaluanku membuat gerakan tangan mbak Tika semakin lancar dan terasa nikmat. Kalau sudah begini ceritanya pasti sebentar lagi pejuhku akan keluar.
“Uhhh.. enak banget mbak.. ahhh.. teruusss.. aahhh..”
“Iya dek... uhhh.. iya isep yang kuat.. uhh”
Crott... croott.. croott..
Tanpa bisa kutahan lagi akhrinya cairan putih kental itu lepas juga dari ujung kemaluannku. Rasanya cairan yang keluar banyak sekali, sampai muncrat mengenai permukaan payudara mbak Tika. Selebihnya cairan itu jatuh di permukaan perutku yang masih rata dan berotot itu.
“Oooohhhhhh.. udah mbak.. aahh.. udah.. sakittt...”
Aku melenguh karena penisku terasa ngilu. Memang kemaluanku masih tetap tegak mengacung, tapi rasanya sudah tak lagi enak. Kocokan mbak Tika malah membuatku merasa sakit dan perih.
“Eh, iya dekk.. sudah yah?”
“Iya mbak.. sudah... sudah keluar, enteng banget rasanya” ucapku berusaha tersenyum.
“Hahaha.. sudah ya Ngga.. kamu tidur aja, aku pinjam dulu kakakmu, rasanya malam ini bisa satu ronde lagi”
“Hihihi.. mas Aryo ini ada-ada saja.. ayo kalo gitu mas..”
“Hehe.. makasih ya mbak.. mas..” ucapku kemudian. Badanku jadi lemas dan tak bertenaga.
“Gamasalah Ngga.. laen kali bilang aja kalo pengen dikocokin sama mbak Tika, mas ijinin kok, hehehe...” balas mas Aryo kemudian.
“Ahh.. ayuk mas.. katanya satu ronde lagi” ajak mbak Tika dengan nada genit.
“Siap dek.. yokk kita bikin anak lagi, hahahaha....”
Mas Aryo kemudian menggandeng tangan mbak Tika dan keluar dari kamarku. Aku rasa sebentar lagi pasti mereka ngentot lagi. Tak kupedulikan lagi apa yang mereka lakukan di luar kamarku karena mataku sudah lengket dan badanku lemas. Dengan tenangnya aku mulai tertidur dan membiarkan cairan spermaku yang tadi muncrat mulai mengering di perutku. Biarlah semuanya aku bersihkan besok saja pikirku.
***
Pagi itu kembali mbak Tika membangunkanku. Tak seperti biasanya, mbak Tika kulihat sudah memakai daster terusan meski di dalamnya tidak memakai apa-apa. Mungkin dia mau pergi ke luar rumah dan membangunkanku untuk mengantarnya, pikirku.
“Ngga.. bangun Ngga..”
“Heemmmmhhhh... haaahh... iya mbakk.. aku bangun” balasku malas-malasan karena aku tahu masih pagi sekali hari itu mbak Tika membangunkanku.
“Ngga.. hari ini dan seminggu ke depan kita ga bisa terlalu bebas.. kamu harus jaga kebiasaanmu di rumah”
“Ehh.. apa sih mbak? Kok aku gak ngerti..”
“Gini.. pagi ini mas Aryo jemput saudaranya ke stasiun.. katanya mau tinggal sementar disini untuk tes masuk kerja..”
“Ohhh.. iya... baik mbak.. tapi mbak Tika juga jangan lupa.. ntar maen telanjang aja di rumah..”
“Hihihi.. makanya tolong ingetin mbak kalo lupa yaa.. bias repot kalo sampe lupa”
“Iya dong, gak enak sama saudara mas Aryo nanti”
“Ya sudah, kamu cepet bangun trus mandi.. biar kalo mas Aryo datang kamu suah siap”
“Iya mbak..”
Sekira jam 6 pagi mas Aryo balik dari stasiun. Begitu aku menyambutnya di depan rumah, mataku seakan tak percaya pada apa yang aku lihat. Seorang perempuan cantik datang menghampiriku bak bidadari surga. Cantik, kulitnya putih dan postur tubuhnya semampai. Kesan cantik tapi anggun sangat terasa sekali pada penampilan gadis itu.
“Bantun angkat barangnya itu Ngga”
“Eh.. iya mas... baik”
“Masukin di kamar yang kosong itu Ngga..”
“Baik mas..”
Aku mengikuti permintaan mas Aryo untuk membantu gadis itu membawa kopernya masuk ke dalam kamar. Ternyata saudaranya mas Aryo yang ikut numpang di rumah ini adalah seorang perempuan cantik itu. Ssungguh aku jadi mengagumi kecantikannya. Hanya saja pikiranku langsung surut ketika kusadari kalau itu adalah saudara mas Aryo, aku tak ada kesempatan mendekatinya. Lebih lagi aku harus menjaga rahasia semua kejadian yang berlangsung di dalam rumah.
Aku tak mau ambil pusing lagi pada rupa dan wujud gadis cantik itu. selepas menaruh koper di kamar aku kemudian menuju ke dapur membantu mbak Tika memasak. Sudah jadi tugasku untuk membantu kakak perempuanku itu bekerja di dapur. Tentu saja aku melakukannya dengan senang hati karena bisa membantu meringankan pekerjaan keluarga kakakku, bukan malah membebaninya.
“Dek.. aku berangkat dulu yah” pamit mas Aryo pada mbak Tika. Dia sudah kulihat memakai seragam kantornya pagi itu.
“Eh iya mas..” balas mbak Tika lalu mendekati mas Aryo dan mencium tangannya. Tentu saja mas Aryo membalasnya dengan mencium kening mbak Tika dan juga kedua pipinya. Mesra sekali kelihatannya.
“Ati-ati ya mas..” sahutku kemudian.
“Iya.. kalian baik-baik di rumah, kalo ada apa-apa telfon saja” balas mas Aryo lalu jalan ke depan rumah.
Mataku masih mengikuti mas Aryo yang jalan ke depan. Dia berhenti sebentar di depan pintu kamar saudaranya itu lalu berpamintan juga. Selanjutnya mas Aryo langsung pergi ke depan dan pergi meninggalkan rumah.
“Udah mbakk.. hayoo.. coba kalo berani telanjang sekarang” bisikku di telinga mbak Tika.
“Husshh.. jangan mancing kamu ya Ngga.. ntar aku buka beneran kamu yang bingung lho..” balasnya sambil melotot ke arahku.
“Hahaha.. gak berani kan? Hayooo..”
“Ihhh... kamu ini malah godain aku sih dek.. awas kamu yah”
“Awas apa mbak? Hahahaa.. mau ngentotin aku lagi? Ayoo..”
“Ssssttt.. jangan bicara itu lagi.. ada Vina tuh..”
“Ohhh, namanya Vina ya mbak? Aku baru tau sekarang” ucapku jujur.
“Lahh, tadi kamu ga kenalan memangnya?”
“Enggak... keburu ke dapur bantuin mbak Tika kan aku tadi”
Aku dan mbak Tika bicara agak pelan. Memang yang kami bicarakan sesuatu yang gak enak kalau sampai mbak Vina itu ikut mendengarnya. Biarlah kami seperti ini dulu, mungkin memang harus ada waktu diantara aku dan mbak Tika supaya tak terlalu dekat seperti beberapa hari kemarin.
“Masak apa mbak?” tiba-tiba suar lembut nan merdu terdengar mendekat.
“Eh, ini masak ayam bumbu merah.. kamu gak masalah kan sama makanan pedas?”
“Enggak kok mbak.. malah suka akunya..”
“Sipp..”
Mbak Vina kulihat duduk di kursi dapur sambil melihat kami. Pagi itu kulihat dia memakai kaos tipis tanpa lengan, belakangan kutahu kalau pakaian itu sebutannya tanktop. Bawahannya juga biasa saja, memakai celana pendek ketat warna merah muda. Pakaian itu cocok banget dengan kulitnya yang putih bening itu.
0 Komentar