KEBERUNTUNGANKU PART 18

 


Semenjak pernihkahan mbak Dina, aku dan mas Aryo saja yang kembali ke kota. Mbak tika lebih memilih tinggal di desa untuk sementara waktu sampai anaknya lahir. Mas Aryo memang mengijinkannya karena kurasa kakak iparku itu memang sibuk di pekerjaannya. Apalagi di rumah ada mbak Vina yang sudah siap menggantikan posisi mbak Tika.




Aku sebenarnya merasa curiga pada keinginan kakak perempuanku itu untuk tinggalk di desa lagi. Seperti ada sesuatu yang direncanakannya dengan mbak Dina, hanya saja aku belum tahu rencana apa yang mau mereka jalankan. Suatu saat pasti aku akan mencari cara untuk mengorek keterangan dari kedua kakakku itu.




Setelah kembali ke kota, kujalani kembali hidupku seperti biasanya. Kini aku tak lagi minder atau ragu lagi ketika berhubungan dengan teman-teman kuliahku. Malah banyak yang coba mendekatiku. Kembali lagi mereka bilang kalau ada didekatku mereka merasa nyaman. Mungkin aku harus bersyukur pada hal itu.




Kabar terbarunya adalah rumah sebelah yang ditempati oleh mbak Vina jadi terbeli oleh mas Aryo. Sepertinya uangnya memang berasal dari gabungan antaran mas Aryo dan mbak Vina. Berkat negosiasi dari mbak Tika dengan pemilik rumah akhirnya mas Aryo membeli rumah itu dengan harga cukup murah. Aku sih gembira mendengarnya. Apalagi kudengar juga kalau mereka akan segera meresmikan pernikahan mereka bulan depan.




Karena mbak Tika tidak ada di rumah, kini peran sebagai ibu rumah tangga digantikan sementara waktu oleh mbak Vina. Dia sekarang lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah mas Aryo daripada rumah sebelah. Meski dia juga sering tidur di rumah sebelah menemani Rinta yang kadang sendirian.




Kebiasaan mbak Vina sekarang ini kurasa malah lebih berani daripada mbak Tika. Tiap sore sehabis pulang dari kantornya dia buru-buru masuk ke dalam dan melepas semua pakaiannya saat itu juga. Bahkan tak jarang dengan pintu rumah yang terbuka. Dia semakian cuek dengan penampilannya yang tanpa busana melenggang bebas di dalam rumah.




“Mbak... itu pintunya belum ditutup lho” ingatku begitu mbak Vina datang dan kemudian melepaskan semua pakaian yang ada di tubuhnya.




“Eh, iyaa.. tapi gapapa sih Ngga..” balasnya cuek.




“Kok gapapa? Kalo tetangga liat gimana mbak?”




“Emm... ya gapapa.. kan cuma liat aja... tubuh bagus kek gini masak disembunyiin terus sih Ngga? hihihihi...” ujar mbak Vina jalan ke dalam sambil menenteng bajunya.




Benar-benar lebih nekat daripada mbak Tika rasanya. Untung saja mas Aryo beberapa minggu yang lalu sudah memasang lembaran fiber warna hitam untuk menutup pagar depan. Jadi ketika ada orang lewat di depan rumah tak langsung bisa melihat ke dalam meski pintu terbuka.




Perilaku mbak Vina yang seperti itu bukan saja saat mas Aryo tak ada di rumah seperti kelakuan mbak Tika, meski kakak iparku itu ada di rumahpun mbak Vina akan tetap cuek saja tidak memakai apa-apa untuk menutupi tubuh seksinya. Pernah aku bahas soal ini pada mas Aryo tapi jawabannya malah membuatku geleng kepala.




“Emang kenapa sih Ngga? biarin aja lah.. apa kamu gak suka?”




“Ya suka sih mas..”




“Lah ya udah.. nikmatin aja Ngga.. hehehe..” ujar mas Aryo enteng banget. Seakan merelakan begitu saja pemandangan tubuh bugil mbak Vina aku lihat tiap hari.




Akhirnya aku sekarang semakin cuek saja melihat kelakuan mbak Vina yang semakin sembarangan itu. Daripada aku terus kepikiran untuk menjaga perbuatannya itu mending aku biarkan saja, karena aku memang ikut menikmatinya juga.




Kehidupan di kampus juga tergolong lancar-lancar saja. Kini aku semakin punya banyak kenalan, baik sesama teman kuliah maupun orang lain yang kutemui di lingkungan sekitar rumah. Soal pacar aku jangan diragukan lagi. Aku sekarang terkenal gonta-ganti pacar hanya dalam waktu sebentar. Masalahnya adalah cewe yang aku pacari memang terkenal cewe gampangan. Tentu saja saat pacaran denganku mereka sering aku ajak ngentot. Sebenarnya aku memilih mereka jadi pacarku adalah untuk ngentot saja, tak lebih dari itu.




Sering aku ajak pacar-pacarku datang ke rumah untuk bisa ngentot dengan bebas dan puas. Mas Aryo tahu dan mbak Vina juga tahu apa yang kami lakukan. Namun mereka tak pernah sekalipun mempermasalahkannya. Hanya saja mas Aryo mewanti-wanti padaku untuk bermain aman adan tidak membuat salah satu dari mereka sampai hamil.




Kebebasan yang mas Aryo berikan bukan tanpa imbalan. Kadang aku harus merelakan pacarku juga dientot oleh mas Aryo sebagai ‘Upeti’ dariku atas kelakuanku selama ini. Tentu saja mas aryo mau. Bahkan ada beberapa cewe yang sudah tak lagi jadi pacarku malah sengaja datang ke rumah mencari mas Aryo. Rupanya mereka sudah benar-benar ketagihan pada batang penis kakak iparku itu.




Setelah mbak Vina resmi jadi istri kedua mas Aryo kehidupan kamipun tak berubah. Aku masih saja dengan kelakuan bengalku yang sering membawa pacarku ke rumah. Begitu juga mbak Vina yang dengan bebasnya mengumbar auratnya kemana-mana, meski masih di sekitar rumah saja. Tak ada yang berubah dalam kehidupan kami.




Beberapa hari ini Rinta sudah pindah ke rumahnya Dendi. Temanku itu sudah melamar Rinta pada orang tuanya. Jadilah sekarang rumah sebelah dikosongkan. Mbak Vina tentu saja lebih memilih tinggal serumah bersama mas Aryo yang sekarang jadi suaminya.




Beberapa hari ini juga mas Aryo sering pulang malam. Katanya ada proyek yang harus dikerjakannya dan harus selesai di akhir bulan ini. Seringnya kalau sudah begitu tinggal aku dan mbak Vina saja yang ada di rumah. Sudah biasa bagiku ditinggal berdua dengan mbak Vina, karena sekarang kami sudah semakin akrab dan merasa jadi teman dekat. Bahkan kami sudah seperti kawan lama yang bisa menceritkan rahasia apapun tanpa ditahan-tahan lagi.




“Mbak.. hari ini masak apa mbak?”




“Masak... beli aja Ngga.. gampang” jawab mbak Vina yang sore itu baru datang dari tempat kerjanya.




“Hemm.. iya bener sih.. daripada repot masak, hehe.. ”




“Pacarmu ga datang lagi Ngga?”




“Hehe.. enggak mbak.. napa emang?”




“Ya gapapa.. kalo ga ada yang datang jadi sepi rumahnya.. gak rame”




“Rame gimana sih mbak?”




“Ya rame.. suara kalian ngentot, hihihi...”




“Yaahhh.. aku kira apaan.. belum mbak.. belum ada yang bisa aku ajak kesini”




“Oohh.. kirain ga ada yang mau lagi sama kamu, hihihi...”




“Yeeee.. mana mungkin ga laku.. orang ganteng gini masak ga ada yang mau”




“Hihihihi.. iya deh.. percaya aku sihh..”




Mbak Vina kemudian menuju ke dapur. Akupun mengikutinya dari belakang. Sesaat kuamati tubuh telanjangnya itu dengan tatapan kagum. Bagaimana bisa seorang perempuan cantik dan bertubuh seksi seperti mbak Vina itu bisa singgah di dalam hidupku. Bukan cuma singgah saja, bahkan aku sudah pernah mencicipi betapa legitnya rasa memeknya.




“Cuci baju ya mbak?”




“Iya nihh.. kalo pagi mana sempat Ngga.. mending sore aja gini” balas mbak Vina yang sekarang sedang memasukkan baju kotor ke dalam mesin cuci.




Ketika mengambil baju kotor dari ranjang di bawah mesin cuci, tentu saja mbak Vina membungkukkan badan untuk meraihnya. Disaat itulah aku bisa melihat dengan jelas gundukan vagina mbak Vina yang tembem dengan belahan merekah dan bersih tanpa bulu. Dengan cepat aku langsung bereksi dengan mendekatikanya dan kemudian mendekap pinggangnya dengan kedua tanganku.




“Cuphhh... slurrrphhh.. slurrrrphhh...” tanpa bisa kutahan lagi langsung saja kucucupkan mulutku di belahan memek mbak Vina.




“Aauhhh.. Anggaa.. aahh.. aduhh.. aahh.. tunggu... ahh.. bentarr.. ahh..”




Aku tak peduli lagi mbak Vina mau bilang apa. Bahkan kalau dia marahpun aku tak akan mengurungkan niatku mengoral belahan kemaluannya itu. Birahiku sudah mulai naik ke ubun-ubun, hanya bisa reda kalau aku bisa menikmati memek mbak Vina saat itu juga.




“Emmhhhh.. aahh... udah.. ahh.. Nggaa.. ahh.. ja.. jaa.. aahh.. uuhhh...“




“Cuphhh... slurrrphhh.. slurrrrphhh... eemmhhhhh”




Awalnya memang mbak Vina seperti mau melarangku, tapi setelah dia merasa keenakan malah melebarkan kedua kakinya. Dia seakan memberiku ruang untuk terus menjelajahi tiap senti permukaan vaginanya.




“Auuhhh.. enak Ngga.. aahh.. tambah pinter kamu sayang..” ujarnya kemudian.




“Hehe.. iya dong mbak.. kan dilatih tiap hari”




Puas dengan kondisi belahan memek mbak Vina yang basah, akupun berdiri dan melepas celana dalamku begitu saja. Batang penisku yang sudah ngaceng berat dari tadi langsung tegak mengacung ke arahnya. Kusejajarkan pangkal pahaku dengan pantatnya. Tanpa basa-basi lagi mulai kuarahkan ujung kemaluanku pada belahan memeknya. Slepppp!! Sekali dorong saja langsung masuklah penisku ke dalam lobang memeknya.




“Aaahhhkhh.. aaaahhh.. sssshhhhhh...”




“Oohhh... becek banget mbak... aku suka.. aku sukaa....” balasku sambil merapatkan tubuhku pada mbak Vina di depanku.




“Aaahhh.. aaahhhh.. aaahhhh.. Oohhh.. Nggaa... hmmm..” desah mbak Vina begitu seksinya.




“Ooggghhh.. mbak.. memek mbak Vina sempit banget..” ucapku sambil menyetubuhi mbak Vina dari belakang.




Kedua tangan mbak Vina kini memegangi pinggiran mesin cuci dengan badan yang membungkuk. Dibelakangnya aku terus memacu penisku keluar masuk lobang kemaluannya dengan cepat. Tak lupa sesekali kuhentakkan pinggulku ke depan supaya penisku mentok menabrak pintu rahimnya. Kalau sudah begitu pasti mbak Vina akan semakin banyak mengeluarkan lendirnya.




“Hhoohhhh.. mbaaakk.. tambah becek memekmu.. aahh... tambah enak mbaaakk..” ceracauku merasakan memek mbak Vina semakin licin dan meremas penisku.




“Iyaahh.. aahh.. terusin Nggaa..aahh.. itu.. itu.. ssssshhh..”




Sambil kutusuk lobang memeknya, kedua payudaranya yang bulat membusung itu aku remas-remas. Putingnya aku pelintir dan aku cubit pelan. Semua rangsangan yang aku berikan itu rupanya mampu membuat mbak Vina semakin dekat dengan orgasmenya.




“Aaahhh.. Angggaaa..” pekik mbak Vina ketika dengan buasnya kuciumi tengkuknya. Bulu-bulu halus yang tumbuh di atas lehernya itu aku sasar dengan kecupan dan jilatan lidahku.




“Ehhhhmmmm... aahh... mbak Vinaa.. hhoohhh.. enak bangeth mbaakk..”




“Hmm.. a.. akuu.. mm… mau..” desah mbak Vina sambil kepalanya mendongak ke atas.




“Mau apa mbak? Mau nyampe yah?” tanyaku.




“Hemmhhh... ahh.. iya Nggaa.. ini.. ahh... bentar lagi..”




“Boleh ga aku keluar didalam vagina mbak Vina?” tanyaku memancingnya.




“Hhmm.. ja.. jangan dong Nggaaa..” jawab mbak Vina sambil melirik sayu ke arahku.




“Jadi masih ga boleh nih?”


“Hhhmmhh.....” lenguh mbak Vina namun tidak menjawab pertanyaanku.




Kuhentikan gerakan tusukanku secara tiba-tiba dan itu membuat mbak Vina semakin belingsatan karenanya. Dia yang sudah merasa orgasmenya semakin dekat malah kelimpungan dengan aksiku itu.




“Boleh ga mbak?” tanyaku lagi sambil kutarik batang penisku keluar separuhnya.




“Hhhmm.. aaahh.. ja.. jangan Nggaa...” larangnya pada apa yang aku lakukan tadi.




“Jadi ga boleh yah mbak?”




“Aaaaahhh.. amm.. ampunn.. ng... Ngga.. mmhh.. jangan siksa aku dong..” rengeknya memelas.




“Hehehe.. aku ga akan siksa mbak Vina kok.. asal aku boleh muncrat di dalam vagina mbak Vina” jawabku sambil menarik lagi penisku sebatas kepalanya.




“Boleh gak mbak?” lanjutku memaksanya.




“Hooooohhhh.. iyaahh.. bo...bolehh..” mbak Vina terdesak oleh gairahnya sendiri.




“Boleh apa sih mbak?” godaku kemudian.




“Mmm.. Mm… bo.. boleh keluar di dalam..” balasnya.




“Dalam mana?”




“Di.. di dalam memekku” ucapnya pelan dengan tubuh yang bergetar menahan libidonya yang semakin naik.




“yaudah.. tapi mbak yang minta yahh.. ntar kalo hamil tanggung sendiri, hehehe..” goadaku lagi.




“Aaahhh... serah kamu Nggaaa.. aahh.. ayo dong tusuk lagi.. ahh..”




“Hehee.. ini mbakk..”




“Haaaahhhhhh... enaaakkkk...!!” jerit mbak Vina lega.




“Aaahhh.. aaahhh.. aaahh..” desahannya kembali terdengar dengan cepat mengimbangi gerakan tusukan penisku pada liang senggamanya.




“Mbak.. memek mbak Vina masih sempit banget.. suka yah kalo ada kontol kocokin memeknya mbak?” tanyaku sambil terus memompa vaginanya.




“Aaahh.. uuhhh.. su.. sukaa.. hmm.. te.. terus sodok memekku Ngga..” desah mbak Vina yang sepertinya sudah akan mencapai puncaknya.




“Hehehe...”




Aku kembali meremas-remas bulatan payudaranya. Tengkuknya juga aku cium dengan liar dan ganas. Semenatara itu di bawah sana penisku terus mengobrak-abrik pertahanan mbak Vina yang sebentar lagi siap menumpahkan cairan kepuasannya.




“Ooohhh.. Hhhmm.. ng.. Nggaaa... akuu.. mau keluaarrr..” lenguh mbak Vina kemudian.




Aku yang mendengarnya langsung memberi respon dengan menusukkan penisku dalam-dalam namun dengan tempo yang lambat. Gerakan seperti itu akan membuat mbak Vina semakin tak terkendali dan bisa segera mendapatkan orgasmenya.




“Ooohh.. Ooomm… akuu kee.. keeluarrr… Aaaahhh.. Aaaaahhh.. Aaaaaahhh.. Aaaahhh..”




Crrrr... crrrr.. crrrr.. crrr......!!




Mbak Vina berteriak merasakan orgasmenya yang dari tadi tertunda. Badannya mengejang-ngejang dan cairan vaginanya keluar sangat banyak menyemprot penisku dan membuat celah kemaluannya itu sangat banjir. Bahkan semprotan cairan orgasmenya itu sampai jatuh ke lantai di bawah kami. Semburannya persis seperti perempuan sedang kencing.




“Aaaahhh.. Hhh… Hhhh…” desah mbak Vina dengan badan masih melengkung menahan getaran di sekujur tubuhnya.




“Enak ya mbak??”




“Hhh.. hhh.. enaakk banget Nggaa.. hhh.. hh.. uhhhh” jawabnya dengan napas yang tersengal-sengal.




Aku kemudian menarik tangan mbak Vina pelan dengan maksud membalik posisi tubuhnya jadi menghadapku. Begitu kulepas batang penisku tiba-tiba dari celah memeknya keluar lagi cairan bening. Cairan itu merembes keluar dan membasahi kedua pahanya.




“Mau lagi gak mbak?? Hehehe..” tanyaku sambil tertawa bangga.




“Hhhhh.. ya mauu dong sayang..” balas mbak Vina sambil tersenyum kecil.




“Mau doang? Atau mau banget?”




“Mau banget dong Ngga.. abisnya enak sihh, hihihi..” jawabnya sambil tertawa.




Sambil meremas payudara imutnya, bibirku mulai mendekati bibir mbak Vina dan menciumnya. Seketika itu mbak Vina langsung memasukan lidahnya kedalam mulutku dan menari-nari di dalamnya. Akupun tidak tinggal diam, kubalas ciumannya dan gantian aku yang memasukkan lidahku kemulutnya. Dalam beberapa waktu kami berdua terlibat ciuman bibir yang panas dan penuh gairah. Kami saling membelit lidah dan bertukar air liur. Setelah itu mbak Vina mencoba untuk mendorongku hingga ciuman kami terlepas. Aku tahu apa yang diinginkan mbak Vina. Akupun kemudian membaringkan tubuhku di atas lantai. Sekarang gantian mbak Vina yang diatas dan aku tiduran di lantai dapur.




“Gantian yah Ngaa... aku yang akan memuaskan kamu kali ini, hihihihi..” ucap mbak Vina centil dan manja.




“Okee mbak Vina sayang..” jawabku girang.




Setelah aku berbaring, mbak Vina kemudian menyusulku dengan melangkahkan kakinya di atas pinggulku. Dengan gerakan pelan dia lalu menurunkan pinggulnya dan memposisikan penisku tepat di belahan memeknya. Dalam sekejap saja amblaslah penisku ditelan lobang kemaluan mbak Vina. Perlahan dia mulai menggoyangkan pinggulnya maju-mundur, aku bisa merasakan penisku mulai mengaduk-ngaduk vagina mbak Vina karena goyangan pinggulnya.




“Aaahh.. pe.. penis kamu enakk banget..” lenguh mbak Vina sambil terus menggoyangkan pinggulnya.




“Uuuhhh.. memek mbak Vina juga mantab.. sempit dan becek banget.. iyah terus goyang lebih cepat mbak..” balasku.




Mbak Vina mencoba menggoyang pinggangnya lebih cepat dan semua gerakan dilakukannya, dari maju-mundur sampai memutar-mutar gerakan pinggangnya supaya penisku benar-benar mengaduk-aduk rongga kemaluannya.




“Uuuh.. enakk banget mbaakk...” desahku.




“Aaahh.. hhh… jadi mau keluar di dalam memekku gak? Aahh..” tanya mbak Vina dengan tatapan nakalnya.




“Jadi dong mbak, hehehe.…” jawabku sambil tanganku mulai meremas payudaranya.




“Hhhmm.. aaaahhh.. kalau gituu.. kamu musti bikin aku orgasme sekali lagi.. baru boleh keluar di dalem, hihihi...” ucap mbak Vina sambil terus menaik-turunkan badannya agar kepala penisku bisa tetap menyundul-nyundul rahimnya.




“Uuuuhh.. Okee mbak.. bakal aku buat mbak Vina ngecrot lagi ntar..”




Kubalas tawarannya itu dengan memelintir puting susu merah mudanya itu. Kumainkan jari-jari tanganku pada bagian sensitif di dadanya sambil mulai memberi goyangan balasan pada gerakan piggulnya.




“Aahh.. aahh.. aahh.. aaaahh.. te.. terus Nggaaa...” desah mbak Vina seirama dengan sodokanku. Makin lama gerakan pinggul kami semakin cepat sehingga membuat kedua payudaranya berguncang-guncang liar.




“Mbakk.. sini mbak mulutnya” pintaku.




Mbak Vina tahu apa yang aku mau. Dia lalu maju ke depan mendekati mulutku. Dengan pinggulnya yang terus bergoyang di atas pangkal pahaku, kami kemudian kembali terlibat ciuman dan saling hisap bibir dengan ganas dan liar. Sampai-sampai suara kecipak mulut kami lebih dominan daripada suara goyangan pinggangnya.




“Emmmhhh.. aahh.. aahh... ahh.. emmhhh... cuphh.. sluuurrphh.. ahh..”




“Euhmhh.. mbak.. emmhh... aahhh.. enakk..”




“Aaahh.. aahhh..hmm.. aaahhh..” desah mbak Vina menikmati setiap gerakan penisku di liang vaginanya.




“Uuhhhhh.. enaknyaa.. aahhh.. memek mbak Vina enaakkk..”




“Hhmm.. hmm… ahh.. ahh.. te.. terus Ngga.. cepett.. a.. aku mau keluar lagi.. aaahh..” desahnya setelah ciuman kami terlepas.




Dengan cepat kembali kusambar mulut mbak Vina dengan mulutku. Kami terus berciuman dengan panas sambil mbak Vina menggoyang pinggulnya cepat. Tanganku pun kemudian merangsek menuju puting susunya lagi dan kupelintir dan kugosok dengan jariku.




“Ehhmmm.. Eehhhmm.. Mmmmm.. Hhhhhmmmmm…mmmm” desah mbak Vina tertahan mulutku saat dia kembali mendapatkan orgasmenya.




Tubuh seksi mbak Vina mengejang-ngejang, tangannya memegang pudakku dan yang satu lagi meremas rabutku. Namun aku tidak berhenti, aku tetap menggenjot vaginanya sampai aku rasakan ada cairan vagina mbak Vina yang muncrat kebagian pahaku. Kedua pahaku benar-benar basah sekali dengan cairan kewanitaan mbak Vina yang menyembur keluar.




“Aaahhh.. aaahhh.. aaahhh.. hhh.. hhh…” desah mbak Vina terengah-engah.




“Gantian ya mbak.. aku juga mau keluar nih..”




“Haahh.. aahhh.. iya Nggaa.. ahhh.. keluarin... keluarinn.. aahhhh..”




“Gapapa mbak? Beneran nih? Ntar kalo mbak Vina hamil gimana?”




“Aahhh.. gapapa.. aku.. aku.. lagi ga subur kok.. aahh..”




“Yaudah.. siap yah..”




Kutarik badan mbak Vina bersandar di atas dadaku lagi. Kini dengan kedua tanganku kupegangi bulatan pantatnya yang bohay itu. kuangkat dan kujatuhkan lagi terus berulang-ulang. Gerakan pantatnya yang aku angkat lalu aku jatuhkan itu membuat penisku serasa di kocok dengan cepat dan enak banget. Mbak Vina yang sudah kembali bersemangat langsung membantuku dengan ikut bergerak sering gerakan tanganku.




“Aaahh.. aaaahhh.. aaaahhh..” desahannya kembali terdengar mengikuti sodokan penisku.




“Oohh.. Oohh.. mbaakk.. memek mbak Vina enakk bengeettt.. aku mau keluar mbakk..” desahku sambil mempercepat kocokanku.




“Aahhh.. aahh.. aaahh.. Anggaa...” desahnya lagi.




“Oooohhh mbak Vinaaaaaa.... haaaahhhhhhh... ” teriakku.




Crott.. crottt.. crott.. croottttt....




“Aaaaaaaahhhhh.. sayaaang....” lenguh mbak Vina saat merasakan semprotan-semprotan panas di rahimnya.




“Oohh.. Ohh.. Oouuuuuugghh..” desahku merasakan penisku bekedut kencang.




“Aahh.. aahh.. aahh.. aahh.. Hhh.. Hhh..” mbak Vina coba mengatur nafasnya yang masih tersengal-sengal.




Napasku pun masih tersengal-sengal sama seperti kondisi mbak Vina. Untuk beberapa menit aku dan mbak Vina tidak banyak bergerak dan bicara sampai aku rasakan penisku mulai mengecil dan keluar dari liang vaginanya. Perlahan aku rasakan cairan sperma dan cairan kewanitaannya mulai merembes dari lubang vagina mbak Vina dan menetes jatuh ke sekitar pangkal pahaku. Bahkan sempat kurasakan cairan itu menetes di biji pelerku. Rasanya hangat, basah dan lengket.




“Mbak.. makasih yah udah diijinin keluar di dalam...” ucapku sambil mengecup bibir mbak Vina mesra.




“Hihihi.. iyaa... gapapa.. asal jangan sering-sering.. ntar aku beneran hamil sama kamu Ngga..”




“Lahh.. emang kenapa kalo hamil sama aku?”




“ya kan jadi ga lucu.. masak suaminya aja bisa ngehamilin kok malah hamil sama orang laen.. hihihi..”




“Hehehe.. iya sih mbak..”




“Eh, mas Aryo bentar lagi pulang tuhh.. yuk kita mandi aja.. biar gak bau”




“Hehe.. emang apanya yang bau sih mbak?”




“Yeee.. ini nih.. sperma kamu tuh bau banget... yukk ahh.. kita mandi”




“Barengan ya mbak?”




“Hihi.. iya dong.. ayokk”




***




Hubunganku dengan mbak Vina mulai terang-terangan kami lakukan. Bahkan aku dan mbak Vina pernah ngentot disaat mas Aryo tidur di kamarnya. Tapi semua itu hanya selingan supaya tidak ada kebosanan dalam kehidupan kami. Mas Aryo masih mencintai mbak Vina dan sebaliknya mbak Vina juga menyayangi suaminya itu sepenuh hatinya. Tak ada permasalahan yang timbul selama ini, malah semakin hari mereka kulihat semakin lengket dan tak terpisahkan.




Kehidupanku juga semakin berwarna dengan adanya pacar-pacarku yang berhasil aku tiduri. Kembali lagi aku memang memilih pacar yang bisa dientot. Memang kebanyakan dari mereka hanya berpacaran untuk melampiaskan kebutuhan seksual mereka. Itulah yang aku cari sebenarnya, bisa ngentot dengan perempuan manapun meski mereka sudah sering juga ngentot dengan orang lain.




Ada satu pacarku yang bernama Maya, anaknya memang cantik dan tubuhnya montok. Hanya saja di balik penampilannya yang polos dan lembut itu dia menyimpan gelora birahi yang mudah sekali menyala. Mungkin dia tergolong perempuan yang Hyperseks. Tak puas hanya dengan satu batang penis saja.




Sore itu dia datang ke rumah, apalagi kalau bukan mengajakku bermain kenikmatan dengannya. Semenjak dia datang tadi Maya sudah menelanjangi dirinya sendiri. Aku sudah biasa dengan kelakuannya itu dan tak ada yang membuatku kaget. Mungkin kami memang cocok satu sama lain, karena dialah yang paling lama pacaran denganku. Kadang aku juga mikir kalau suatu hari nanti aku akan jadi suaminya. Meski lobang memeknya sudah pernah disodok bermacam penis tapi rasanya masih saja legit dan nikmat. Apalagi Maya itu sangat klop sekali dengan keluargaku.




“Mas Aryo sama kak Vina kapan sih datangnya yank?”




“Ntar agak maleman paling.. sibuk sih mereka..” balasku.




Kami berdua tengah berada di dalam kamarku. Maya sedang mengerjai memeknya dengan vibrator yang dibawanya, sedangkan aku masih sibuk membalas chat yang dikirim oleh Dendi. Kami membahas tentang hari pernikahannya dengan Rinta.




“Eh.. udah dong jangan dikobel terus memeknya pake itu.. ntar jadi rusak bentuknya” ujarku pada Maya.




“Rusak apanya? Yang ada tuh malah enak sayaaaang... aauhh.. emmhh..”




Maya tengah duduk mengangkang bersandar pada tembok. Tangannya memegang batang vibrator untuk terus mengobel memeknya sendiri. Aku hanya geleng kepala tak paham pada kelakuannya itu.




“Lahh.. dikasih tau malah ngelawan.. ntar jadi dower tuh memek.. kek punya perek aja.. mau lu jadi perek?” ucapku mulai emosi.




“Hihihi.. mau dong, asal sama kamu...”




“Ihh.. sapa yang mau sama memek dower gitu? Udah ahh.... jangan pake alat itu lagi”




“uhhh.. iya dehh.. nihh, aku simpan aja “




“Nahh.. gitu dong”




Sehabis kami bicara, tiba-tiba Hpku bunyi nyaring. Sepertinya ada yang menelponku. Kulihat di layar ada nama mbak Dina, akupun segera menerima panggilan itu.




“Hallo mbak..”




“Eh Angga.. ini ibu..”




“Oh...ibu... gimana bu.. ada kabar apa?” tanyaku kemudian.




“Gapapa.. ibu cuma telfon kamu.. kangen saja sih Ngga..”




“Lah ini kok pake nomornya mbak Dina, emang mbak Dina ada disitu?”




“Eh.. enggak.. ini ibu yang ada di rumahnya”




“hallo buu.. gimana kabarnya?” celetuk Maya menyerobot Hpku.




“Lohh.. ada Maya juga disitu? Iya kabarnya baik semua.. kamu gimana nak?” ibuku langsung menanyai Maya, pacarku yang satu ini memang sudah akrab dengan keluargaku. Bahkan ibuku pun hafal banget sama suaranya meski belum pernah ketemu langsung.




“baik juga bu.. Angga pinter ngerwat aku kok, hihihi..”




“Bagus.. moga kalian beneran jadi jodoh...”




“Aamiinn...” ucap Maya sambil tertawa tanpa suara.




“Eh.. apaan sih buu.. maen jodohin aja..” sergahku kemudian sambil merebut Hpku dari tangan Maya.




“ya kan ibu berdoa saja.. siapa tau kalian memang beneran berjodoh, hihi..”




“Ah, ibu ini.. ada-ada saja..”




“Bentar.. ini Tika mau bicara.. ini.. Tikaa.. ini Angga” ucap ibuku, sepertinya dia memberikan Hpnya pada mbak Tika.




“Halloo Angga.. masih rajin ngentot kan kamu?”




“Ohh..masih dong mbakk.. tetap lancar” lirikku pada Maya yang kini menyandarkan kepalanya di pundakku.




“Hihihi.. sama dong.. disini juga lancar kok Nggaa..”




“Huuhh.. iya dong, apalagi ada mbak Tika disitu.. tambah rame tuh rumahnya..”




“Iya dong.. makanya kamu balik aja ke desa.. kita maen rame-rame..”




“yahh.. masih lama mbak.. aku belum liburan nih.. masih sibuk kuliah” balasku.




“Sayang banget sih.. tapi kamu masih lancar yah sama Vina?”




“Hemm.. masih.. tapi udah gak sering kok mbak.. katanya lagi program hamil sama mas Aryo.. eh, mbak Dina mana nih?”




“Dina.. emm.. ada tuh.. lagi.. lagi..”




“Lagi apa? Ngentot juga yah?”




“Hihihi.. iya bener..”




“Duuhh.. gak disini gak disana.. ngentot aja kerjaannya.. sama siapa sih mbak? Suaminya yah?”




“Sama emm.. ssstttt.. sama anaknya pak Manto?” ucapnya berbisik.




“Apaahh??? Sama Agus apa Febri tuh?” tembakku. Aku memang kenal dengan dua anak pak Manto dari istri pertamanya.




“Hihihi.. sama keduanya Ngga..”




“Apahhhh?? Gilaaakkk..!!” ucapku terkaget dengan pengakuan mbak Tika.




“yahh... mo gimana lagi Nggaa.. mereka hebat sih ngentotnya.. gak kayak bapaknya, baru tiga kali celup aja udah muntah, hihihi...” balas mbak Tika terkikik geli campur genit.




“Aduhhh.. ntar kalo mas Aryo tau gimana nih mbak?”




“Gapapa.. dia udah tau juga kok.. udah dikasih tau sama Dina”




“Huhh.. kalian ini memang ada-ada aja kelakuannya.. eh, sebentar.. kok ada ibu disitu? Jangan-jangan...” ucapku ragu mulai penuh tanda tanya.




“Apa hayoo??”




“Ah, aku gak bisa bayangin mbakk.. takut...”




Belum selesai bicara, tiba-tiba ada suara lain yang mendekat. Kemudian suara mbak Tika menghilang dan terdengar suara perempuan lain. Aku yakin yang pegang Hp sekarang adalah mbak Dina.




“Mbakk....”




“Apa Nggaa?” benar memang mbak Dina yang gantian bicara denganku.




“Itu kenapa ibu ada disitu? Mana kamu lagi ngentot... ahh.. jangan-jangan kalian bertiga memang udah ngentot bareng nih, ya kan?” tuduhku langsung.




“Heee.. kamu bener adikku sayang.. hihihi..” jawab mbak Dina tanpa rasa ragu sedikitpun pada ucapannya.




“Anjritt.. kebangetan memang kalian.. masak maen sama Febri... ada Agus lagi.. ahh.. sial” rutukku.




“Ngapain sih kamu kayak gitu Ngga? biasa aja lagi.. kamu disitu emang gak ada sasaran laen apa? Mbak Vina kemana emang?” balas mbak Dina tak kalah menohoknya.




“Lagi sibuk.. banyak kerjaan...”




“yaudah.. cari yang laen.. dah ntar disambung lagi... kita masih mau lanjut maen bertiga.. tuhh.. liat ibu aja ngerasa enak banget tuhh..”




“Aahhh.. iya deh.. serah kalian mo apa..”




“Hihihi.. dadaa Angga...”




“Iya mbakk...”




Akupun lalu menaruh lagi Hpku di atas meja. Maya yang melihatku setengah kesal dengan apa yang baru aku dengar tadi mulai membujukku untuk menerima keadaannya.




“Sudahh.. jangan terlalu dipikirin sayang.. nih... mimik cucu dulu biar tenang”




Maya yang tengah duduk telanjang di sampingku kemudian berdiri dengan kedua lututnya. Dia lalu mengarakan puting susunya ke mulutku. Ukuran payudara Maya itu memang hampir sama dengan punya mbak Tika, malah lebih besar sedikit kalau menurutku.




“Cuphh.. slurrpphh.. eemmmhhh... emmhh.. aahhh...”




“Gimana? Enak kan susuku? Lanjut aja.. biar kamu tenang dulu”




“Emmhh.. ahh.. iyaa... emhhh...”




Maya itu memang paling pintar kalau merayuku. Dia tahu betul kelemahanku adalah puting susu yang masuk ke dalam mulutku. Itulah kenapa kalau aku marah atau jengkel pasti dia langsung menjejalkan puting susunya ke dalam mulutku. Mungkin benar apa yang dikatakan ibuku, kalau aku dan Maya memang cocok.




“May.. jadi ngantuk nih say...” ucapku.




“Hihi.. yaudah tidur aja.. ntar kalo kak Vina datang biar aku bangunin kamu”




Akupun membaringkan tubuhku di atas tempat tidur. Pikiranku kembali lagi pada perbuatan keluargaku di desa. Aku jadi pusing memikirkan apa yang mereka lakukan disana. Seakan mereka berubah liar dan tak mengenal lagi hukum adat yang berlaku di kampung halamanku. Namun begitu puting susu Maya kembali menelusup ke dalam mulutku, pikiranku mendadak kosong tapi mulai tenang.




“Udah jangan dipikirin lagi yank.. lepasin aja semuanya”




“Emhhh.. slurrphh.. iya.. kan udah lepas dari tadi” lirikku pada batang penisku yang masih terkulai lemas.




“Ihh.. mulai lagi deh, katanya ngantuk?”




“Hehe.. iya.. iya.. aku bobo dulu yah, bentaaarr aja.. ntar bangunin kalo mbak Vina pulang”




“Iya beres...”




Tanpa perlu waktu lama akupun tertidur dengan pulas. Kutinggalkan saja Maya menuju ke alam mimpiku. Aku tak peduli lagi padanya, karena sudah sering kali dia kutinggal tidur. Pacarku itu sudah terbiasa dengan kondisi rumah dan semuanya juga sudah kenal baik dengannya.




Agak lama aku tertidur. Mataku kemudian terbuka lebar karena menyadari kondisi rumah yang sepi. Aku langsung bangun dan duduk di pinggir tempat tidur. Tak kutemui lagi Maya yang tadi menemaniku di kamar. Akupun jadi was-was, apa mungkin dia pergi keluar rumah meninggalkan aku sendiri. Meskipun kubebaskan dia pergi sama siapa saja tapi biasanya dia pasti bilang kalau mau pergi.




Aku langsung keluar kamar. Meski aku masih tak memakai apa-apa di tubuhku tapi aku tak peduli. Kini semuanya sudah sama sepertiku. Baik mbak Vina maupun mas Aryo kalau di rumah sekarang mereka sukanya tak memakai apa-apa sepertiku. Rasanya ada kesan bebas kalau kita terbiasa begitu.




“Eh.. yank.. sini yankk.. lihat nih punya kak Vina” tiba-tiba kudengar suara Maya memanggilku dari arah ruang tamu.




“Apaan sih?” balasku sambil berjalan mendekatinya.




Rupanya di ruang tamu sudah ada mbak Vina juga. Tentu saja kami bertiga dalam kondisi tanpa busana. Hal itu sudah jadi hal yang biasa buatku dan orang yang ada di ruma ini.


Posting Komentar

0 Komentar