KEBERUNTUNGANKU (TAMAT)

 


“Lahh.. kok memek mbak Vina dimasukin itu sih?” tanyaku heran melihat sebuah benda berbentuk lonjong seperti telur dimasukkan ke dalam lobang memek mbak Vina.




“Hihihi.. biarin Nggaa.. mbak pengen ngerasain gimana kalo pake barang ini terus” balas mbak Vina mengerti rasa penasaranku.




“Ohhh.. jadi ini.. Maya ngapain tuh?”




“Liatin nih yank.. gini nih caranya biar masuknya lancar” tunjuk Maya sambil mulai mendorong benda itu ke dalam lobang memek mbak Vina.




“Aahhkkh.. oooohhh...” desah mbak Vina.




“Enak ya kak? Hihihi..” ucap Maya terkikik melihat ekspresi mbak Vina.




“Ouhhhgghh.. belum sih May.. masih..ahh.. ngeganjel nih..”




“Tunggu bentar kak.. nihh.. biar tambah enak..”




Maya dengan lancangnya mulai menyentuhkan ujung jarinya pada tonjolan kiltoris mbak Vina. Dia kemudian mulai mengerjai organ sensitif milik mbak Vina dengan gerakan memutar dan menekannya. Alhasil libido mbak Vina pun mendadak naik.




“Aahh.. May... aaahhh.. aaauhhh...” lenguh mbak Vina tak tertahan lagi.




“Ehh, udah jangan keterusan.. daripada kamu ngerjain mbak Vina mendingan ikut aku aja kebelakang..” ajakku kemudian.




“Emang mo ngapain sih yank?” balas Maya.




“Udah dehh.. ikut aja.. sini..” kutarik tangan Maya ke arahku.




“iya.. iyaa... ayukkk”




Aku kemudian berjalan dengan menggandeng tangan Maya menuju belakang rumah. Awalnya dia agak ragu setelah aku membuka pintu belakang. Namun karena aku terus memakasanya akhirnya dia menurut saja pada kemauanku. Mungkin dia ragu keluar rumah telanjang bulat, tapi buatku sih biasa saja. Aku dan mbak Tika sudah sering melakukannya dan sampai saat ini tak pernah ada satupun tetangga yang melihat perbuatan kami.




“Sini..” ajakku sambil terus jalan.




“Loh, kok masuk ke rumput-rumput sih? ntar ada ular gimana yank?”




“Gapapa.. ga ada ular kok.. aman... asal jangan teriak-teriak aja kamunya”




“Hihihi.. iya sih.. ntar digerebek warga malah runyam urusannya yah?”




“Hehe.. nah tau gitu.. yukk.. itu.. kita kesitu” tunjukku pada sebuah pohon yang biasa aku dan mbak Tika ngentot di bawahnya.




Begitu kami berdua sampai di bawah pohon, Maya yang jalan di depanku dari tadi langsung kupegangi pinggulnya. Dia kemudian diam sambil menoleh ke belakang. akupun langsung jongkok di belakangnya dan menyusupkan mulutku pada belahan pantatnya.




“Awh..!! bilang dong yank kalo mau mulai”




“Emmhhhh...haahhhh... gemes banget nih sama pantat” ujarku.




Maya seperti tau apa yang harus dia lakukan kemudian. Dia pun tanpa kusuruh mulai membungkukkan badannya dan membuka kedua kakinya lebar. Pada posisi seperti ini aku bisa kembali mencucupkan mulutku pada belahan kemaluannya.




“Aaaaahhhh.... eemmmm... aduuh... enak banget yankk... terusinnn.. aahh..” pekiknya tertahan.




Kujelajahi tiap jengkal memek Maya dengan lidahku. Sama seperti punya mbak Vina, permukaan vagina Maya juga bersih dari bulu kemaluan. Memang aku yang memintanya. Menurutku sih memek yang gak ada bulunya lebih nikmat saat dijilati. Kadang aku merasa kesal juga kalo pas lagi jilatin memek terus ada bulu kemaluan yang masuk ke hidungku. Jadi hilang selera kalau sudah begitu.




“Sssshhhh... aahhhh.. huuhhh.. bikin tambah basah dong yank.. ahh.. ayo dong..” pinta Maya memberi semangat padaku.




Tanpa menunggu lama, akupun langsung menyentuh bibir vagina Maya dengan jari-jari tanganku. Menyentuhnya lembut sambil perlahan menyibakkan belahan bibir vaginanya nya ke samping. Dari celah memek Maya yang kusibakkan, mulai merembes cairan dari dalam. Meski situasi sedang gelap tapi jari tanganku merasakan sudah mulai basah. Aku yakin pacarku itu pasti sudah horni berat sekarang.




Detik berikutnya aku kembali menyapukan lagi lidahku di belahan memek Maya. Pahanya sekarang seperti sengaja dbuka lebih lebar lagi supaya aku lebih leluasa masuk ke tengah-tengahnya. Lidahku yang pasti terasa hangat dan basah itu menyapu seluruh pangkal pahanya dengan lembut, terkadang aku juga menyelinginya dengan ciuman-ciuman kecil di sekujur paha dalam milik Maya.




Puas menjilati memek Maya dari belakang, akupun kemudian berdiri. Posisiku tetap di belakang Maya yang masih dengan setia menungguku berbuat lebih jauh lagi.




“Adduuh... aahh...”




Maya mendesah lagi waktu tanganku menjalar ke depan dan meraup dua buah dadanya dari belakang. Aku meremasnya lembut lalu memilin-milin puting susunya, seakan memberi kenikmatan rangsangan yang lebih kuat lagi. Karena posisi Maya yang membungkuk di depanku, akupun mengulurkan tangan meremasi buah dadanya, otomatis penisku sekarang menempel erat di pangkal pahanya. Dan karena penisku sekarang sudah tegak mengeras, batang kemaluanku itu malah jadi terjepit di tengah-tengah pahanya. Menempel lekat dengan belahan vaginanya yang sudah basah oleh lendir kewanitaannya.




“Oohhh.. gua suka banget gaya lu Nggaa...” ucap Maya lirih.




“Emhhh.. iya dong, masak ga suka sih? kan enak May...”




Kubalas omongan Maya sambil terus meremasi buah dadanya dan menggerak-gerakkan pinggangku maju-mundur. Terasa banget kalau dia kini sedang menjepit penisku dengan pahanya. Karena batang penisku sekarang sudah basah kuyup dengan cairan dari vaginanya, jadinya batang kemaluanku itu bisa bergerak licin menyusuri pangkal pahanya dengan lancar.




“May.. kalo benar kita berjodoh.. lu mau gak tinggal di desa?” tanyaku.




“Mmm.. mau dong.. gapapa asal bisa terus ngentot sama kamu yank.. hihi”




“Oohh... ya jelas dong.. malah disana kita bisa bebas ngentot dimana aja.. bebas” ujarku lagi.




“Beneran?”




“Oiya lahh...”




Sambil bicara, aku sekarang mulai mengatur kepala penisku di depan vagina Maya. Aku bisa merasakan kepala penis itu sudah mulai menyeruak bibir memeknya yang becek, siap untuk aku tekan masuk. Lalu pelan-pelan aku dorong pinggulku ke depan, membuat ujung penisku mulai melesak masuk ke dalam lobang kemaluannya.




“Aahh...aahhh... aaaahhhh....” desahnya mengiringi masuknya penisku ke dalam lobang memeknya.




Lalu pelan-pelan akupun mulai menggerakkan pinggangku maju-mundur. Maya mendesah lagi. Kutahan pinggangnya dengan tangan kananku, menjaga tubuhnya supaya tetap merapat sehingga batang penisku bisa tepat masuk di liang vaginanya.


Sementara itu tangan kiriku terus meremasi bulatan payudaranya dan terus memelintir lembut puting susunya.




Tusukan-tusukan penisku di vaginanya sudah membuat tubuh Maya kembali menegang. Sementara di belakangnya, aku terus maju mundur dengan batang kemaluan yang mengocok lobang memeknya dengan gerakan teratur. Aku juga masih sibuk meremasi buah dadanya, membuat Maya semakin mendesah-desah nikmat.




“Hmmmmm.. aahhh... aahh... sssshhhh... aahhh..”




Semakin lama kurasakan lendir yang keluar dari memek Maya semakin banyak. Bahkan rasanya kini pangkal pahaku jadi ikutan basah. Memang yang aku sukai dari memeknya Maya adalah lendir putih kentalnya yang keluar banyak banget, kalau sudah begitu gerakan penisku yang keluar-masuk celah vaginanya semakin licin. Rasanya juga semakin enak.




“Aduhh yaaank... ud..ahhh... mo keluar.. aahhmm..” keluhnya pelan.




“Iya keluarin aja yank..” balasku.




Kucabut penisku sebentar lalu mengalihkan kepala penisku itu tak lagi menusuk ke dalam vaginanya tapi sekarang menekan tonjolan klitorisnya. Kuputar-putar ujung penisku di sana sebentar sebelum akhirnya ku masukkan lagi ke dalam celah memeknya dan menggerakkannya maju mundur. Kulakukan hal itu berulang-ulang. Tekanan-tekanan intens kepala penisku di klitorisnya membuat rangsangan kenikmatan yang melanda tubuh Maya jadi luar biasa kuat.




“Aaahh... aduhh... aku nyampeeee!!” Maya menjerit mengiringi orgasmenya. Langsung saja kubekap mulutnya itu supaya teriakannya tak terdengar oleh orang lain.




“Sshhhh... jangan keras-keras.. ntar ada yang denger” bisikku di telinganya.




Tubuh Maya menggelinjang dan bergetar sesaat lamanya. Dia seperti menggigil kedinginan dalam dekapan kedua tanganku. Namun begitu batang penisku yang masih tertanam di lobang memeknya terasa diperas dan di remas-remas dengan kuat. Bahkan setelah getaran di tubuh Maya mereda rasa remasan di penisku masih terasa.




“Uhhh.... enak banget nih memek.. bisa ngempot kuat.. ahhh...” ujarku memujinya.




“Aahh... aahh.. ahhh... bentar yank... ahh.. ga kuat nihh..”




Maya terus berusaha berdiri meski badannya lemas. Dia seakan kehilangan tulang-tulang di badannya. Aku yang melihatnya agak kesusahan berdiri akhirnya membantu dengan menidurkannya di atas rumput kering.




“Udah kan May? Giliran aku yah sekarang..” ucapku kemudian mulai lagi menusukkan penisku ke dalam liang senggamanya.




“Aaahhhhhggghh..” pekiknya tertahan.




Kuayunkan pinggulku dengan mantab dan cepat. Membuat suara benturan pangkal paha kami semakin terdengar keras. Aku sudah tak peduli lagi seumpama ada orang lain yang mendengarnya. Ku pompa terus lobang memeknya dengan penisku sambil kujilati puting susunya yang masih mengeras itu.




“Oohhh... yaaankk.. kamu hebat.. ahh.. cuma kamu yang bikin aku puass... aahh...teruss..” lenguhnya.




“Aaahhh.. iya sayang.. kamu jugaa.. ahh.. becek banget nih memek” balasku.




Clok..clok...clokk.. clokk.. clokkk..




Aku terus menyetubuhi Maya dengan genjotan kuat dan cepat. Semakin lama dorongan dari dalam penisku semakin terasa. Memang kalau ngentot dengan Maya ini rasanya penisku mudah sekali berkedut nikmat. Entahlah, seperti ada yang spesial pada lobang kemaluannya itu.




“Huuhhhhh.. enak sayaaang.. aahh.. memek kamu enak bangeeetth...”




“Oohh.. iyaa.. iyaa.. puasin aku yank... ahh.. bikin aku hamill... bikin aku hamil!!”




“Iyahh.. ini dia yank.. aahh.. aku... aku.. keluaaaarrrrr...!!”




Crott.. crott... crrottt.. crottt..




“Haaaahhhh... shit!!”




Tubuhku kelojotan di atas tubuh Maya yang terbaring di atas rerumputan kering. Getaran nikmat yang kurasakan membuatku hampir tak sadar kalau kami sedang bermain di luar rumah. Hampir saja aku berteriak kencang merasakan penisku menyemburkan sperma dengan sangat nikmat.




“Hahhh... haahhh... haaahhh.. ahhh..” desahku coba mengatur nafas.




“Hihihi.. enak yah yank?”




“Iya.. enak banget.. aaahhh.. biar kamu beneran hamil..” balasku.




“Kok hamil sih? emang kamu mau nikahin aku kalo aku beneran hamil?”




“Haahhh.. haahh.. iyaahh.. aku akan menikahi kamu kalo beneran kamu hamil dari benihku.. kalo tidak yah urusan kamu sendiri..” ucapku sambil merengkuh kembali tubuh bugilnya.




“Hihihi.. iya deh.. ntar aku coba buat setia deh”




“Setia apaan? Memek aja dikasih ke orang lain gitu.. ahh.. dasarr..” balasku.




“yeeee.. maksudnya setia gak hamil sama orang lain.. hihihi..”




“Hahaha.. iya.. kamu bener.. udah yukk.. kita masuk aja, banyak nyamuk ternyata kalo malem.. “




“iya dong... nih badanku aja udah mulai gatel..” balas Maya kemudian.




Penisku yang tercabut dari memek Maya masih tegak mengeras. Meski aku baru saja menumpahkan spermaku di dalam vagina pacarku tapi batang kemaluanku masih terus ngaceng maksimal. Aku tak menghiraukan lagi masalah itu, karena aku kemudian berdiri dan mulai mengangkat tubuh Maya dari atas tanah.




Aku peluk tubuh pacarku itu erat. Kujaga agar dia tidak terjatuh di tengah jalan. Apalagi tak ada penerangan membuat jalan yang kami lalui gelap dan tak terlihat. Untungnya aku hafal benar arah yang harus kami lalui untuk kembali ke pintu belakang rumah.




Dalam beberapa saat lamanya kami kemudian sampai kembali di depan pintu belakang. Akupun membuka pintu itu dengan tanpa rasa ragu. Begitu pintu terbuka langsung saja kutemui sudah ada mbak Vina dan mas Aryo sedang makan di meja dapur. Perlahan akupun mendekati mereka.




“Waahh.. udah ada makanan nih” celetukku melihat hidangan di atas meja.




Melihat mbak Vina yang sedang duduk santai di depan mas Aryo, mendadak aku punya ide untuk mengerjainya. Aku ingin melihat bagaimana reaksi mas Aryo saat aku lancarkan ideku itu.




“Mbak Vina.. bersihin dong mbak” pintaku pada mbak Vina dengan menyodorkan penisku yang masih terlihat basah oleh cairan spermaku.




“Emm.. sini”




Mbak Vina rupanya tanpa ragu langsung meraih batang penisku yang masih tegak mengacung itu. Dia kemudian menjilati kemaluanku tanpa rasa ragu ataupun rasa jijik sedikitpun. Malah kulihat mbak Vina sangat menikmatinya.




“Emmhhh... emhhhh..... aahhh.. emmmmm...ppppppuuaaahhh!”




“Hehe.. makasih ya mbak” ujarku.




“Udah ahh.. duduk makan Ngga” ucap mbak Vina setelah melepas penisku dari mulutnya.




“Mas Aryooo..” teriak Maya dari arah belakangku.




“Eh kamu May.. sini.. ikutan makan”




“Iya mas... makasih..”




Kami berempat sama-sama duduk dan makan dalam kondisi telanjang bulat. Kami bahahagia bisa melakukan ini bersama-sama tanpa ada yang merasa keberatan. Semakin lama rasanya kehidupanku memang semakin bebas. Tentunya dalam bingkai kebersamaan sebuah keluarga.




***




Itulah sekelumit kisahku yang bisa aku ceritakan. Ternyata kebahagiaan itu memang tak butuh biaya banyak. Hanya dengan menikmati apa yang ada saja sudah membuat kita bahagia. Terlepas dari baik buruknya orang lain melihat apa yang kami lakukan, tapi kami menganggapnya biasa saja. Mungkin situasi kehidupan kamilah yang membuat sampai terjadi hal-hal yang seperti itu.




Setelah lulus kuliah aku kembali hidup di desa. Keramaian kehidupan kota memang tak cocok denganku. Aku kini kembali menggarap ladang peninggalan bapakku. Selain itu aku juga sudah mulai melakukan usaha jual beli hasil pertanian di desaku. Aku kumpulkan hasi dari petani di desa lalu membawanya ke kota setelah terkumpul banyak. Mas Aryo dan mbak Vina memberiku modal yang cukup untuk aku memulai usaha itu dan kini sudah mulai berkembang pesat.




Maya benar-benar menikah denganku. Entahlah, mungkin doa ibuku dulu yang benar-benar jadi kenyataan. Dia sekarang ikut denganku hidup di desa kelahiranku. Pada awalnya memang ada pertentangan dari keluarganya, tapi dasar Maya yang keras kepala akhirnya mereka mau tak mau harus merelakan anak perempuannya itu tinggal bersamaku di desa. Kini dia sudah mengandung anak kami. Usia kehamilannya sudah sekitar 7 bulan. Perutya sudah membuncit lumayan besar. Namun begitu kecantikannya tetap saja terpancar jelas di wajahnya.




Mbak Tika sudah melahirkan anak pertamanya. Anaknya laki-laki. Memang ibuku pernah bilang kalau anaknya mbak Tika itu akan lahir laki-laki dan sekarang sudah terbukti omongam ibuku itu memang benar. Setelah anaknya berumur 4 bulan, dia diboyong kembali ke kota oleh mas Aryo. Mungkin kakak iparku itu tak bisa jauh-jauhan dengan istri dan anaknya.




Kudengar mbak Vina sampai sekarang masih belum hamil juga. Mungkin karena dia telalu sibuk bekerja akhirnya berakibat pada kesuburan rahimnya. Tapi baik mas Aryo maupun mbak Vina tak pernah mempermasalahkannya. Mereka tetap hidup harmonis di kota. Tak jarang mbak Vina menelponku, dia masih saja bilang kalau kangen denganku. Kupikir sih dia pasti kangen batang penisku yang bandel ini, hehe.




Seperti hari lainnya, siang tengah hari aku balik dari ladang. Aku yang lewat belakang rumah langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku dari kotoran tanah dan lumpur di sekujur kakiku. Setelah itu aku melepas pakaianku dan menyisakan sebuah celana dalam yang melekat di tubuhku. Tanpa ragu akupun melangkah masuk ke dapur.




“Baru balik yank?” sambut Maya yang kulihat duduk di kursi dapur.




“Iya nih.. kok tumben sendirian.. ibu mana May?”




“Hihi.. itu di kamar...”




Sekilas kuamati istriku yang kini duduk menghadapku. Dia memegangi perutnya yang kini sudah semakin membesar. Tubuhnya yang berubah jadi montok itu tak tertutupi pakaian apapun. Aku memang membiarkan saja istriku itu sesuka hatinya telanjang di dalam rumah. Maya malah suka banget dengan kondisinya seperti itu. Seakan dia mendapat sebuah kebebasan dalam hidupnya. Tak ada yang aneh buatku dan keluargaku juga menganggapnya hal yang biasa.




“Ehh..kayak ada suara lain di kamar ibu.. siapa sih yank?” tanyaku penasaran.




“Hihihi.. ada.. itu.. Febri..” balas Maya cekikikan.




“Febri?”




“Sama Agus juga...” sambungnya.




“Walahh.. berarti mereka dikamar sama ibu sekarang?”




“Iya.. dari tadi sih.. gak keluar-keluar.. asyik banget kayaknya yank”




“Trus.. kamu kok gak ikutan?” tanyaku sambil tersenyum simpul.




“Hihihi.. gak boleh sama ibu... katanya perutku bisa keganggu nanti”




“Hahaha... iya bener juga.. udah deh.. kamu santai aja..” ujarku tertawa ngakak. Aku rasa ucapan ibuku pada Maya hanya alasan biar kedua pemuda itu bisa fokus mengerjai ibuku saja.




“Eh iya.. ini kopinya yank..” Maya menyodorkan segelas kopi padaku.




“Wahh.. makasih yankk.. kita ke belakang aja yukk.. duduk di bawah pohon mangga aja”




“Iya deh yank.. ayukk..”




Ahh, betapa nyamannya hidup di desa. Tak ada yang membuat ribet dan semua dijalani dengan apa-adanya. Inilah sekelumit kisah kehidupanku dan aku akan terus menikmatinya. Aku percaya keberuntungan itu memang ada dan sedang terjadi dalam kehidupanku.






TAMAT. 

Posting Komentar

0 Komentar