APAKAH INI SELINGKUH? (TAMAT)




Degh, jantungku mendadak berdetak cepat. Kusadari suara itu adalah suara mertuaku. Betapa malunya aku harus dilihat mertua saat aku menyetubuhi kedua istriku secara bersamaan. Pelan aku menolah ke belakang, tempat mertuaku berdiri.




“Eh, anu.. emm.. iya mam..maaf.. maaf” ucapku nyengir, aku tak bisa banyak bereaksi karena kebingungan harus berkata apa.




Kulihat mertuaku sudah berdiri di pintu kamar. Aku ingat-ingat sedari awal memang pintu kamarku tak ada yang menutupnya sebelum kami ngentot tadi. Mungkin kami bertiga sudah terlalu horny sampai lupa kalau pintu kamar belum ditutup.




“Mam.. gabung aja sini gihh.. kan udah telanjang gitu, sekalian aja mam” celetuk Sari tiba-tiba. Aku sampai kaget dan tak habis pikir bisa-bisanya dia ngomong seperti itu. Takutnya mertuaku jadi marah karena merasa dilecehkan juga.




“Emang boleh?”




“Boleh aja mam.. buat mama sih apa aja kita kasih, hihihi..” kata istriku masih dalam posisi menungging. Makin nekat saja istriku, tapi mertuaku malah cuma tersenyum saja mendengarnya.




“Gak lahh.. mama gerah, makanya mama lepasin semua baju mama.. adem ternyata” jawab mertuaku santai.




Semua permukaan tubuh mertuaku terlihat bebas olehku karena dia memang tak memakai apa-apa lagi. Memang bukan kali itu saja aku melihat mertuaku telanjang, tapi ketika dia memergoki kami sedang enak-enak bersama semakin membuatku mati gaya. Namun begitu kuperhatikan mata mertuaku beberapa kali melirik ke arah batang penisku. Aku yakin ukuran dan bentuknya mampu menarik perhatiannya.




“Hhh.. untung bukan Nadia yang bangun, jangan kencang-kencang suaranya.. tahan dikit napa sih” ujarnya lagi.




“Hihihi.. iya deh mam..” balas Luki.




“yaudah, mama mau ke teras belakang.. panas banget udaranya.. ngadem dulu bentar”




Mertuaku tak mempedulikan lagi apa yang sedang kami lakukan. Dia pergi dari depan pintu kamar menuju ke belakang. Aku masih menatap kepergian mertuaku itu sambil memperhatikan bongkahan pantatnya yang bergoyang saat berjalan. Entah kenapa batang penisku jadi semakin keras setelah melihat tubuh telanjang mertuaku. Jadi aneh aku rasanya.




“Paaahh.. jadi gak nihh?”




“Iya mas, memek kita udah siap nihh”




“Eh, ya jadi dong.. hehehe..”




Dari arah belakang posisi mereka yang menungging, aku bisa melihat perbedaan kedua memek perempuan di depanku. Memek Luki terlihat ramping dan masih rapat, dengan bibir vagina yang belum terlalu menonjol keluar. Sedangkan milik Sari sudah kelihatan agak melar, namun bentuknya tembem banget dengan bulu-bulu halus menghiasi pinggirnya. Yang pertama kuhadapi adalah milik Luki. Kupegang kedua pantatnya sambil kutusukkan lagi penisku ke dalam lobang memeknya.




“Aaaaahhhhh...” jeritnya pelan.




“Kenapa sayang?” tanyaku iseng, aku tak segera menggenjotnya.




“Iiihh.. mas Aan jahat! Ayo dong gerakin.. ahhh..udah ga tahan nih mas..” rengek Luki sambil menepuk-nepuk pantatnya.




“Hehehe, okee sayang.. aku akan puasin kamu malam ini.. aku bikin kamu orgasme sampe kelojotan lagi” jawabku sambil mulai memacu batang kelaminku keluar-masuk lobang vaginanya.




Akupun mulai menggoyang batang penisku keluar-masuk liang vagina Luki. Penisku terasa dijepit kuat dinding vaginanya sehingga membuat pentrasiku terasa nikmat. Rasanya juga batang penisku itu selalu menyundul-nyundul rahimnya setiap kali kusodok sampai habis. Makin lama gerakanku makin cepat, membuat Luki hanya bisa mendesah tidak karuan.




“Aaahhh.. aahhh.. aaahh..” desahnya dengan cepat, mengimbangi ritme tusukanku.




“Luk, memek kamu sempit banget.. aahh.. kamu suka penisku ngentotin memek kamu gak?” tanyaku iseng sambil masih memompa liang vaginanya




“Aaahh.. uuuhhh.. su.. sukaa bangeethh.. hmm.. te.. terus sodok memekku mas..” desahnya lagi, benar-benar berkata apa adanya.




“Hehehee..”




‘Plopp’




“Ahhhh..” desah Luki saat aku cabut penisku.




Kutinggalkan lobang kenikmatan Luki, akupun bergerak ke belakang pantat Sari. Tanpa aba-aba akupun langsung ganti menusuk lobang memeknya dengan cepat.




“Aaaauuhhh!!” lenguhnya ketika batangku menusuk sampai mentok.




Plok.. plok.. plokk.. plokkk..




“Aahh.. aahh.. aahh.. aaahh.. te.. terus paa.. hajar memek mamaaaaa...” desah Sari seirama dengan sodokan penisku. Makin lama gerakanku semakin cepat sehingga membuat payudaranya ikut berguncang-guncang liar.




Benturan kelaminku dengn liang senggama Sari yang becek itu membuat suara riuh. Kecipak memeknya yang berlendir banyak secara tak langsung mejelaskan rasa nikmat yang sedang dirasakan oleh pemiliknya. Suara yang terdengar itu membuatku semakin bersemangat, hingga terus kugenjot memek istriku itu dengan sepenuh tenaga.




“Aaahhh.. aahhh.. te.. terus paa, lebih cepat.. aaahhh..” desahnya seakan tidak sabar merasakaan sodokan penisku.




Saat mendengar ucapannya aku mulai berpikir, kalau aku entot dua wanita itu sekaligus pasti aku yang kalah. Mungkin lebih baik aku fokus dulu menyetubuhi Sari, karena dia lebih cepat keluar daripadai Luki.




“Aahh.. paaa.. lebih cepat paaa.. ayo dong.. aahhh..” desah Sari memintaku lebih cepat menggenjotnya.




“Lebih cepat apanya sih maa?” tanyaku iseng menggoda Sari, sambil kubenamkan seluruh permukaan penisku kedalam liang vaginanya.




“Aaahh.. ppp.. paaahh.. jangan godain mama dong.. aahhh..” desahnya lagi saat aku sengaja menggerakkan penisku untuk menyundul-nyundul mulut rahimnya.




“Ga kok maa.. emang papa disuruh lebih cepat ngapain?” tanyaku dengan muka tersenyum lebar.




“Hhmm.. hhh.. ee.. entot.. ahh.. entotin aku paa.. lebih cepat entotin mamaa.. aaaahh..” jawabnya diantara desahan.




“Ohh.. akee sayang.. hehehe..” balasku sambil mulai mempercepat goyangan penisku.




Aku terus menyetubuhi istriku yang masih dalam posisi menungging di depanku. Posisi ini membuatku leluase memainkan tempo sodokan penisku pada lobang memeknya. Belahan kemaluannya semakin becek oleh lendir putih yang merembes membasahi kulit kelamin kami.




Plok.. plok.. plokk.. plokkk..


Plok.. plok.. plokk.. plokkk..




“Aaahh.. aaahhh.. aaahh..” desah Sari seiring dengan kocokan penisku yang kupercepat temponya. Dari gejalanya aku tahu dia sebentar lagi pasti muncrat.




“Oohh.. e.. enakk paaa.. ahhh.. ahh.. ahh.. ahhh” racaunya keenakan merasakan sodokan penisku yang bisa menyundul rahimnya itu.




“Aahhh.. memek mama enak banget.. ahh.. mana bisa bosan kalo begini rasanya” kataku sambil terus memompa vagina Sari dan tanganku meremas-remas pantatnya.




Kulihat lobang pantat Sari ikut mengatup beberapa kali. Kusentuhkan jempolku ke lobang itu lalu kugegesek-gesek sambil kutekan. Sari merespon rangsangan tambahanku dengan menggelinjang, dia rupanya menikmati lobang pantatnya aku kerjai. Kuganti jempolku dengan jari telujuk dan kutekan sampai masuk satu ruas jari.




“Haaaahhhh... papaaaahhh.. aahh ja... jangan mainin boolku paahh.. ahh.. geliii!” teriaknya kemudian. Aku hanya tersenyum mendengarnya tanpa memindahkan jariku tadi.




Sepertinya vagina Sari semakin basah saja karena sodokan penisku dan jari telunjuk yang sedang keluar masul lubang anusnya. Sepanjang aku dan dia berumah tangga, baru kali ini aku menusuk lobang anusnya juga ketika aku menyetubuhinya. Mungkin dia telah mengalami yang namanya Double Penetration meski hanya dengan jariku ini.




“Aauuhhh.. pp.. paaahhh... ee.. enak.. aahh.. aahh.. aahh” desahnya tak tertahankan lagi.




Aku terus menggenjot memek Sari dengan kecepatan sedang. Kupertahankan ritme genjotanku tak cepat juga tak lambat. Sundulan kepala penisku yang berulang-ulang pada mulut rahimnya semakin membuatnya tak tahan. Disaat seperti itu mataku sempat melihat ke arah Luki yang masih menunggu gilirannya. Aku tahu dia masih menginginkan penisku menusuk lobang memeknya lagi.




“Aaaaahhhh.. mmaaaassshhh..” desahnya ketika kumasukkan dua jari tanganku ke dalam liang senggamanya. Kutunggu sebentar lalu kukocok seirama hentakan penisku.




Kini lengkaplah sudah, apa yang aku punya kuberikan semua pada kedua istriku itu. Penis dan jari tangan kiriku berada di tubuh Sari. Sedangkan jari tangan kananku berada di lobang memek Luki. Ternyata repot juga kalau harus melayani dua perempuan bersamaan. Hehe.




“Aahh.. papaa.. aahhh.. akuu mau keluar lagi paa..” ucap Sari tiba-tiba.




“Hhh.. hhh.. keluarin aja maa.. jangan ditahan.. hhh.. hhh..” jawabku sembari tetap memompa vaginanya.




“Aaaahhhh .. papaa.. aa.. aku… mmm.. aa.. akuu.. kee.. keluaaarrrrr!!” pekiknya saat gelombang orgasmenya datang. Mata Sari jadi terpejam dan badannya mengejang hebat, kedua kakiku pun ikutan bergetar hebat.




‘Sssshhhhtttt... cuuurrr... cuuuuurrr.. cuuuurrrr...’




“Aaahhhhhh..”




Tepat saat kucabut penisku dari celah vaginanya, cairan bening ikut menyembur keluar banyak sekali. Jari tangannya langsung mengejar tonjolan klitorisnya sendiri dan digosok cepat.




“Aaahhh.. aaahhhhh.. aaaaaaaaaahhhhh”




‘Cuuuuuuuurrrrrr’




Aku dan Luki hanya bisa melongo melihat celah vagina Sari menyemburkan cairan banyak sekali. Semburannya sudah seperti air mancur yang memompa airnya kencang. Kain sprei di bawahnya langsung basah seketika, bahkan genangan cairan itu sampai terlihat di lantai.




“Ooooohhhhhh… aaaahhh.. pp.. papaaa.. aaahh.. aaahh.. aaahh” desahnya panjang lalu tubuhnya ambruk ke tempat tidur.




“Wuuaah.. bisa kaya gitu ya mas? Pasti enak tuh bisa muncrat banyak banget” komentar Luki ketika dia sudah duduk melihat ke arah Sari yang terbaring lemas.




“Hehee.. iya Luk... mamanya Nadia ini emang memeknya bisa squirt.. harus ganti sprei kalo kita habis ngentot..” balasku tertawa.




“Pantesan mas Aan betah banget ngentotnya.. hihihi..”




“Gimana nih Luk, lanjut gak nihh?” tawarku pada istri keduaku itu.




“Mmm, boleh.. tapi aku pengen ganti suasana mas..”




“Ohh, oke.. mau dimana? Di lantai atas?”




“Hihihi.. gimana kalo di teras belakang aja.. enak udaranya sejuk disitu” ajaknya kemudian.




“Eh, tapi ada mertuaku disitu Luk.. gak enak dong dia ngeliat kita”




“Udaaah, nyantai aja lagi.. bukannya tadi mama udah ngeliatin kita.. apa bedanya sih mas?” ucapnya sok cuek.




“Beneran yah? ntar kalo mama marah kamu tanggung jawab loh yaa..”




“iya deh mas.. beress”




Istriku yang mendengarnya tak bereaksi. Dia malah menggeser tubuhnya untuk meluruskan kedua kakinya. Kamipun langsung jalan keluar kamar meninggalkannya sendirian di kamar. Aku dan Luki kemudian menuju teras belakang rumah dengan masih telanjang bulat.




Luki berjalan di depanku sambil mengikat rambutnya, sedangkan aku yang jalan dibelakangnya terus mengocok penisku sendiri supaya siap untuk melakukan penetrasi lagi di liang senggamanya. Begitu kami sampai di teras belakang, kulihat mertuaku duduk santai di kursi yang menghadap taman.




“Lohh, udah selesai ngentotnya?” tanya mertuaku lugas, tak ada rasa canggung ketika melihat kami berdua datang.




“Belum sih mam.. kita pengen ganti suasana aja” balas Luki cepat.




“Ohhh.. trus Sari mana? Apa dia udah menyerah duluan? Hihihi..”




“Hihihi.. iya mam.. kak Sari udah lemes”




Aku sedikit tertegun mendengar pembicaraan Luki dengan mertuaku. Sepertinya diantara mereka sudah biasa membicarakan hal itu. Cepat-cepat akupun berusaha menyesuaikan diri, kubuat gerak-gerikku sesantai mungkin untuk menutupi rasa malu karena dilihat mertuaku.




“Mas, duduk aja sini..” tunjuk Luki pada kursi yang ada di samping mertuaku.




“Hehehe.. iya dehh..”




Akupun duduk sesuai permintaan Luki. Batang penisku yang masih tegak mengacung jadi terlihat mencuat di pangkal pahaku. Luki tak menunggu lama, dia langsung naik di pahaku sambil berusaha memasukkan penisku ke dalam lobang memeknya.




“Aaaa.. aa... aaahhhhhh....” desahnya dengan kepala mendongak ketika batang penisku kembali menyodok liang senggamanya.




“Digoyang Luk..” kataku sambil memegang pinggangnya.




Tanpa menjawab permintaannku, Luki langsung berusaha untuk menaik-turunkan badannya. Dia naikkan badannya sampai menyisakan seperempat penisku di vaginanya, kemudian dia turunkan lagi sampai kepala penisku menyundul rahimnya. Awalnya memang gerakan Luki pelan-pelan saja, namun lama-kelaman karena sudah mulai terbiasa diapun mulai mempercepat gerakannya.




“Aahh.. aahh.. aahh..” desah Luki saat naik turun di atas pangkuanku.




Saat Luki terus bergerak naik-turun di atas pangkuanku, tanganku mulai kuarahkan untuk meremas kedua payudaranya dan sesekali kuselingi dengan memainkan kedua putingnya juga. Aku jadi gemes banget dengan payudaranya yang besar menggantung itu. Setiap kali Luki bergerak naik turun, pasti bukit kembarnya itu ikutan berguncang-guncang liar.




“Hhooohhh.. mam.. beneran.. aahhh.. gak mau coba.. ahh.. enak banget nihh mam” toleh Luki ke arah mertuaku yang sedari tadi tak lepas memandang ke arah kami berdua.




“Hihihihi....” balas mertuaku tertawa cekikikan.




Aku sudah tak peduli mertuaku mau ngapain. Rasa nikmat yang aku rasakan saat ini sudah membuatku cuek dengan kondisi sekitarku. Mungkin kalau ada gempa bumi pun aku pasti memilih untuk tetap menggenjot memek Luki. Enak banget pokoknya, sampai kedua mataku terpejam menyesapi rasa nikmat yang menguasai tubuhku.




“Aaahh.. aaahh.. aaahhh..” Luki terus mendesah, kedua tangannya kini ikut meremas pundakku.




“Aaaahh... beneran enak banget mam.. ahhh.. cobain deh mam.. ahh.. penis mas Aan.. ahh.. enak bangeeetth.. huoohhh.. “ ujar Luki tanpa rasa malu sedikitpun. Dia seakan menggoda mertuaku untuk ikut bermain dengannya. Entah itu beneran atau hanya racauannya saja, jelasnya aku tak peduli.




Dengan tubuh Luki terus bergoyang di atas pangkuanku, kusadari mertuaku mulai bangkit dari tempat duduknya lalu mendekati Luki. Dia merapatkan tubuhnya dengan tubuh Luki lalu menggapai bulatan payudara istri keduaku itu dengan tangannya.




“Hhooohhh... aahh.. gitu dong mam.. ahhh.. enak banget nih maam.. aahh.. ahh..”




Kulepaskan tanganku dari payudara Luki karena tangan mertuaku sudah mengambil alih. Kubiarkan dia meremas payudara Luki dan menggesek putingnya dengan jari-jari lentiknya. Tubuh mertuaku begitu dekat denganku, andai aku berani pasti sudah aku pegang dan kuremas payudaranya juga. Hanya saja aku masih sungkan melakukannya.




“Aahh.. hhh.. hhh..” desah Luki merasa capek dengan napas yang tidak beraturan. Kali ini dia menghentikan gerakannya untuk istirahat sebentar sambil menata nafas.




“Hahaha.. cape ya Luk?” tanyaku. Dia hanya bisa mengangguk sambil mengatur napasku.




“yaudah, kita berenti sebentar..” sambungku lagi.




“Hhaahh.. ahhh.. hhhh.. aduuhh.. mas Aan kuat banget sihh.. aahh.. memekku udah panas banget rasanya.. ahh.. mam, gantian deh mam.. ahh.. biar aku berenti sebetar” ujar Luki yang kini turun dari pangkuanku. Dia langsung duduk lemas di atas kursi dengan nafas terengah-engah.




Mataku terus mengikuti arah gerakan Luki yang duduk bersandar di kursi yang ditempati mertuaku tadi. Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja. Disaat aku memperhatikan Luki, tiba-tiba kurasakan batang penisku sudah dalam genggaman mertuaku.




“Eh, mam?” kagetku dengan mata terbelalak.




“Sssstt.. biarin dia istirahat” balasnya.




Aku hanya bisa diam saat mertuaku memegang batang penisku dengan tangannya lalu dikocoknya pelan. Entah apa yang akan dipikirkan oleh istri pertamaku saat dia melihat mama kandungnya sendiri tengah mengocok penis suaminya. Namun aku sudah tak peduli dengan semua itu. Kubiarkan saja mertuaku melakukan apa yang memang dia ingin lakukan.




“Hmmm... gede, panjang.. uhh.. pasti enak nih” gumam mertuaku pelan.




“Cuphh.. sluurrpphh.. sluurrrphh.. cuphh.. slurrphh”




Dia pun mulai mengulum dan menyedot penisku dengan bebas. Kujauhkan kedua tanganku untuk memberi keleluasaan mertuaku itu melakukan apa saja padaku. Selain itu, dengan kujauhkan tanganku dari tubuh mertua bisa memberi kesan kalau aku tak memaksanya. Ya anggaplah sebagai sopan-santunku saja.




“Luki.. aku cobain penis suami kamu yah?” toleh mertuaku pada Luki yang terduduk lemas.




“Aahh.. langsung aja mam.. aku udah capek nihh..” balasnya.




Mertuaku tiba-tiba menarik tanganku untuk mengajakku bangkit dari tempat duduk. Aku tak mengerti namun aku mengikuti saja apa yang dia ingingkan. Setelah sampai di tengah-tengah taman, dia malah membaringkan tubuhnya di atas rerumputan. Kedua kakinya mengangkang memperlihatkan memeknya yang gundul, bersih tanpa bulu apapun di permukaan kemaluan itu.




“An, kamu sudah tau apa yang mama mau kan?”




“Eh, i-iya mam..”




Aku masih ragu, khawatir kalau apa yang aku pikirkan ternyata salah. Tapi melihat mertuaku hanya diam menunggu membuatku terus mendekatkan kepala penisku pada lobang memeknya yang terlihat longgar dan merekah itu. Bibir vaginanya menonjol dan kehitaman. Meski lampu teras tak mampu memberi penerangan yang baik, tapi mataku masih bisa melihat jelas bagaimana rupa memek mertuaku.




“Pelan saja An.. mama udah lama gak dimasukin kontol” ucapnya pelan, kulihat sorot matanya berubah penuh gairah.




‘Slephh’




“Aaaaahhhh... aaahhhhhhkkkkhhh..”




Mertuaku terpekik pelan menerima sodokan penisku untuk pertama kalinya. Wajahnya jadi meringis sambil menggigit bibir bawahnya. Meskipun sudah terlihat longgar tapi kurasakan jepitan memeknya kuat banget, sampai aku ikut-ikutan meringis juga saat itu.




“Aaahh.. masih sem.. piithh mam.. ahh..” ujarku ketika batangku terasa terjepit celah hangat.




“Hhooohhh.. iya An.. punya kamu yang gede.. ahhh.. goyang aja.. ahh.. ayoo.. “




“Emmhh.. iya mam.. iyaa..”




Demi apapun aku tak pernah menyangka peristiwa ini akan terjadi dalam kehidupanku. Dengan beraninya aku menyetubuhi mertuaku sendiri, bukan karena paksaan siapapun, tapi murni dari keinginannya sendiri. Kudorong penisku sampai mentok, lalu kutarik pelan sampai separuhnya, kudorong lagi dan kutarik berulang-ulang. Awalnya saja aku melakukannya dengan pelan namun lama-kelamaan jadi semakin cepat.




Plok.. plok.. plokk.. plokkk..


Plok.. plok.. plokk.. plokkk..




Kusenggamai mertuaku sendiri dengan nikmatnya. Tak ada rasa canggung atau rasa malu diantara kami. Baik aku maupun mertuaku sudah sama-sama terbakar birahi hingga suara desahan dan lenguhan menambah riuh suasana cabul malam itu.




“Aaaahh.. ahhh.. terus Aaan... aahh.. ahh.. mmhhh.. batang kamu enaaakk.. ahh..”




“Hhoooohh.. iya mam.. aahh.. memek.. ahh.. mama juga enakk..” balasku.




Benar adanya kalau rasa memek mertuaku ini beda dengan rasa memek kedua istriku. Selain becek dan licin, ada empotan-empotan liar yang terasa mencengkeram penisku ketika kusodok memeknya dalam-dalam. Empotan itu begitu enak sampai aku terbawa suasana. Mungkin biasanya aku yang memegang kendali, tapi dengan mertuaku ini rasanya aku tak bisa mengatasinya.




“Aaahh.. ayo Aan.. aahh..mama.. aahh.. mama udah mauuu... ahh.. enaaakk..”




Enak sekali dia sudah mau keluar, tapi kurasakan sepertinya aku juga tak bisa bertahan lama akibat empotan memeknya itu. Kesempatan baik itu aku gunakan juga untuk meremas-remas payudaranya sesuka hatiku. Keinginan yang sudah lama terpendam selama ini akhirnya bisa aku wujudkan.




“Emmhh.. aaaahhh.. pinter kamu Aan.. aahh.. pinterrr.. aahh.. terussss.. ahhh.. aahhh” racaunya lagi.




Kusodokkan penisku tanpa ampun dan tanpa jeda. Suara kecipak memeknya yang becek saling bersahutan dengan suara desahan mertuaku. Semakin lama aku semakin tak bisa menahan lajuh spermaku.




“Hhhoooohhhhh.... aaaahhh.. aku keluaaaaaarrr!!” jeritnya, mertuaku mencapai puncak kenikmatannya dengan kocokan penisku, kemaluan menantunya sendiri.




‘Nyut.. nyutt.. nyuutt.. nyuutt’




“Aahh.. sialan.. ahh.. gak bisa nahan aku.. ahh.. aahh” racauku merasakan empotan memek mertuaku yang sedang orgasme itu. Semakin dia menggelinjang, semakin kuat pula empotan memeknya.




“Mam.. aku nyampe mam.. ahh... aku keluar maaammmhhh...”




Crott.. croott... crott... crottt..




Tanpa bisa kutahan lagi akhirnya spermaku menyembur keluar di dalam liang senggama mertuaku. Empotan memeknya semakin terasa, seakan memeras batang penisku untuk terus mengeluarkan sperma sampai tetes terakhirnya.




“Hhhooohhhh.. maaamm.. aahhh.. hhoohhhh..”




Kusodok terus memeknya karena denyutan penisku masih terasa nikmat. Rasa gatal di penisku membuatku masih terus mengocok liang kemaluan mertuaku. Bahkan gerakan penisku itu membuat cairan spermaku meluber keluar, membasahi belahan pantatnya dan pangkal pahaku.




“Lohh.. papa ngentot beneran sama mama yah?” tiba-tiba suara Sari terdengar dari pinggir taman. Otomatis aku langsung menoleh ke arah sumber suara itu.




“Duhhh.. paaa.. kok bisa sihh??”




Mendadak aku panik, mungkin kali ini istri pertamaku itu benar-benar marah padaku. Kusiapkan pikiran dan hatiku untuk menerima amarah dari Sari, yang jelas-jelas melihat mamanya aku setubuhi.




“Eh, anu.. iya mam.. aahh.. sebenarnya.. ahhh” aku bingung mau ngomong apa. Batang penisku langsung mengecil dan keluar dengan sendirinya.




“Udahh.. jangan banyak omong kamu.. ini mama yang mau kok..” mertuaku bangkit duduk.




“Oohh, yaudah mam.. hihihi..” Sari tiba-tiba tertawa cekikikan melihat kami.




Setelah mertuaku bisa berdiri, akupun meninggalkannya menuju kursi teras. Dia kemudian mengikutiku di belakang sambil membersihkan badan bagian belakangnya yang terkena tanah.




“Maaf ya Sari, mama ga ijin sama kamu.. cuma Luki yang ada soalnya” ucap mertuaku santai.




“Hihihi.. gapapa mam..”




Setelah kejadian tadi, kami berempat lalu duduk-duduk santai di teras belakang rumah. Tubuh kami masih tetap telanjang tanpa ada keinginan untuk menutupinya. Kamipun ngobrol santai membicarakan hal-hal yang terjadi di rumah kita. Semuanya gembira, semuanya bahagia.




Sambil kami bicara, kuamati setiap wajah perempuan di depanku. Ketiganya kutatap lekat saat mereka bicara. Aku masih tak percaya kalau mereka benar-benar merelakan memek mereka untuk kunikmati. Apakah ini hanya ilusi, ataukah jebakan dari mereka padaku. Jelasnya aku ikut menikmati semuanya ini, sama seperti ketiga wanita yang masih sama-sama telanjang di depanku.




***




Sore itu aku sudah berada di rumah setelah pulang dari tempa kerja. Aku sedang mendapat pekerjaan tambahan di kamar mertuaku. Apalagi kalau bukan memijit badannya. Mertuaku sedang telungkup dengan aku duduk di atas pantatnya seperti biasa aku lakukan sebelumnya. Namun bedanya sekarang aku dan mertuaku sudah sama-sama dalam kondisi telanjang. Ditambah lagi batang penisku ikut menyodok lobang memeknya seirama dengan pijatan tanganku di punggungnya.




Yah, semenjak malam itu, aku dan mertuaku seperti dibebaskan melakukan apa saja, termasuk bersetubuh secara terang-terangan di hadapan Sari maupun Luki. Semuanya tampak biasa saja, tak ada yang berubah dari perilaku mereka. Kami tetap jadi keluarga bahagia, namun menjalani hidup dengan cara yang lain.




“Emmhh... enak banget pijatan kamu An.. ahh.. mama jadi ketagihan”




“Hehe.. ketagihan yang mana nih mam? Tanganku apa penisku?” selorohku membalas ucapan mertuaku.




“Hihihi.. dua-duanya dong.. ehhmhh.. sama-sama bisa bikin puas”




“Hahaha”




“Duuhhh.. gitu yah sekarang? Udah bisa muasin mama juga nih mas Aan” sindir Luki yang duduk di kursi depan kaca rias mertuaku. Dengan tubuh telanjangnya, terlihat perutnya sudah membuncit, padahal dia baru hamil 5 bulan.




“Iya dong Luk.. apa gunanya menantu kalau gak bisa bantu kebutuhan mertuanya, hihihi..”




“Benar juga yah mam.. untung menantunya baik, hihi..”




Begitulah suasana rumah kami sekarang. Tak ada batasan lagi pada setiap anggota keluarganya. Kami memang membebaskan diri untuk tak memakai pakaian apapun selama di rumah. Ide itu muncul dari mertuaku, lama-lama semuanya jadi ikut-ikutan tanpa alasan yang jelas. Akupun malah senang dengan kondisi seperti ini, kalau lagi pengen bisa langsung tusuk. Hehe.




“Tanteee.. mainannya Nadia yang bola-bola itu disimpan dimana?” tiba-tiba anak perempuanku berlari masuk ke dalam kamar.




“Ohh, mungkin di depan garasi sayang... ntar tante ambilin..” balas Luki.




“Sekarang tantee.. ayoo diambil.. ayooo” rengek Nadia kemudian.




“Hhh.. yaudah.. yuk, kita ambil”




“Horeee...”




Kupandangi anak perempuanku yang bersorak gembira itu. Dia tak lagi bertanya kenapa semua orang di rumahnya telanjang. Dia juga tak lagi bertanya saat melihat aku ngentot dengan wanita-wanita di rumah ini. Semuanya sudah jadi kebiasaan baginya. Bahkan mamanya juga sudah membiasakan Nadia ikut-ikutan telanjang saat di rumah. Aku hanya bisa tersenyum bahagia melihatnya.




“Hhmmm... sudah An mijitnya.. sekarang bikin mama keluar yah”




“Hehe.. oke mam, siap”




Di tempat lain, di kamar lantai dua yang dulunya ditempati Rizal. Nampak Sari sedang menungging menerima sodokan dari penis pemuda di belakangnya. Perutnya yang sudah membuncit karena kehamilannya tak menghalangi istri pertamaku itu mencari kepuasan seksualnya. Sepanjang sore ini dia sudah dua kali muncrat, namun tenaga dan nafsunya masih terus bergelora.




“Aahh.. ahh.. ayo teruss.. ahah... aku mau nyampee.. aahhh.. ahhh.. teruuss.. yang kenceeeng..” teriaknya memaksa pemuda yang menyetubuhinya berbuat lebih padanya.




“Hhooooh.. tantee.. aku gak kuaatt.. ahhh.. udah mau keluar juga nihh tantee..” balas pemuda itu dengan nafas ngos-ngosan.




“Iyaahh... iyyaahh... kita keluarin bareng sayang... aahh.. siram memekku pake sperma kamu.. ahh... ayoo.. yang kenceeeeng.. aahhh.. ahhh..”




“Hoohh.. iya tantee... aahh.. memek enaaakkk.. aahhh..”




“Oooouuhhhh... yeeeessssssss!!”




Cratt.. craatt.. cuuuuurrrr...




Croott.. croott.. croott.. crottt..




Keduanya mendapatkan orgasme bersamaan. Sari menggeliat menyemburkan cairan orgasmenya dari celah memeknya. Sedangkan pemuda di belakangnya nampak kelojotan melepaskan cairan panas spermanya ke dalam liang senggama istriku itu.




“Hhaahhh... ahh.. aahhh... panas banget sperma kamu sayang.. ahh.. enakk” desah Sari yang kini tergelatak meringkuk di atas tempat tidur.




“Gilakkk.. tante muncratnya masih kenceng aja.. ahh.. bikin basah kuyup nihh..” balas pemuda itu terduduk bersandar di tembok kamar.




Begitulah Sari sekarang, aku tak bisa mencegahnya ketika dia menginginkan lelaki lain ngentot dengannya. Untung saja dia sudah hamil duluan, jadi aku tak khawatir kalau sampai sperma pemuda yang menyetubuhinya akan berhasil membuahinya.




Reza nama pemuda itu, dia dan istriku bertemu di kolam tempat kami biasa kami sekeluarga berenang. Entah bagaimana ceritanya tapi yang aku tahu pemuda itu berhasil memperoleh nomor Hp istriku. Memang dia sudah punya pacar, tapi kalau istriku mengundangnya pasti dia akan datang segera. Itulah kenapa aku sering mewanti-wanti padanya agar dia menjaga rahasia ini rapat-rapat. Jangan sampai siapapun tahu tentang hubungan mereka.




Awalnya aku bingung kenapa Sari membiarkan aku ngentot dengan mamanya, tapi ketika dia minta imbalan akupun jadi paham. Rupanya dia menukar mamanya dengan kebebasan yang ingin dia dapatkan. Kalau dulu ketika aku mendapatkan Luki, dia ambil Rizal sebagai balasan. Kini saat dia menyerahkan mertuaku, dia minta pertukaran dengan pemuda kenalannya. Kalau dipikir-pikir yang sebenarnya ‘nakal’ itu ternyata Sari. Namun, apapun yang terjadi kami tetap berjanji tak ada yang berubah di rumah ini, semuanya tetaplah keluarga.




Apakah ini selingkuh? Iya memang, kalau dilihat dari sisi ketika menjalin hubungan dengan orang yang bukan pasangan kita. Walaupun atas dasar apapun tetap saja namanya selingkuh. Akan tetapi kalu kita sama-sama menerima apa adanya kejadian ini mungkin akan lebih baik saat menjalaninya. Aku hanya bisa berharap keputusanku ini adalah yang terbaik diantara semua pilihan buruk.




***




TAMAT 

Posting Komentar

0 Komentar