APAKAH INI SELINGKUH? PART 13

 


Setelah kejadian prahara rumah tangga Luki dan Rizal berlalu, kehidupan keluarga kami berangsur normal kembali. Mertuaku sudah bersikap seperti biasa, begitu juga Luki. Rupanya mereka sudah mampu menerima kenyataan yang ada. Sampai sekarang pun kami tak mendengar lagi kabar dari Rizal, dimana dia sekarang pun kami sudah tak mempedulikannya.




Beberapa hari lalu sebuah surat yang berisi putusan perceraian antara Luki dan Rizal datang ke rumah. Kami sekeluarga menerimanya dengan lapang dada. Sebenarnya rasa kecewa itu ada, tapi karena kelakuan Rizal sendirilah yang membuat kami jadi cuek-cuek saja. Mertuaku malah menganggap Rizal telah mengkhianati semua yang telah diberikannya selama ini. Baik materi maupun kasih sayang sejak Rizal kecil sampai berkeluarga.




Orang tua Luki di kampung juga sudah menerima kabar perceraian anak mereka dan mereka juga menghargai keputusannya untuk tetap tinggal dengan kami. Awal-awalnya memang Luki disuruh pulang ke kampungnya saja, tapi karena aku dan mertua memberi alasan pada mereka jadilah keluarga Luki mengijinkan dia tetap tinggal bersama kami.




Malam ini kebetulan aku sudah ada di rumah dan sedang duduk-duduk santai menemani Luki menonton drama korea. Istri dan anakku sejak sore tadi pergi ke rumah tetangga karena ada acara kumpul dengan ibu-ibu satu RT. Kalau sudah begitu biasanya dia akan pulang sekitar jam 9 malam.




Pancaran wajah Luki kulihat sudah ceria kembali. Mungkin karena satu dari sekian banyak masalahnya sudah pergi dari rumah. Dia nampak cantik dengan balutan gaun tidur warna hitam di tubuhnya. Gaun tidur itu tidak berlengan dan belahan dadanya rendah banget, jadi dadanya yang putih mulus itu jadi terpampang bebas. Dari penampakan gaun itu aku bisa memastikan kalau dia sudah tak memakai Bh dan celana dalam lagi di balik pakaiannya. Dia cuek-cuek saja dan akupun sama cueknya. Lagi duduk santai sambil ngobrol dengan Luki, muncul mertuaku dari balik pintu kamarnya memanggil kami.




“Aan... Luki.. sini sebentar, tolongin mama dulu” panggilnya.




“Eh, iya mam..“




Aku kemudian masuk ke dalam kamar mertuaku disusul Luki yang jalan di belakang. Begitu aku masuk, kulihat mertuaku sudah duduk kembali di tepi tempat tidurnya. Entah kenapa mertua hanya membelitkan kain selimut di tubuhnya. Saat Luki mau menutup kembali pintunya, mertuaku malah melarangnya.




“Ga usah ditutup Luk, biar ada udara masuk.. kamu duduk aja disitu.. Aan biar pijitin badan mama dulu” ucap mertuaku kemudian.




“Ohh.. iya mam, siap..” balasku cepat.




Sebelum membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, mertuaku melepas kain selimut yang menutupi tubuhnya. Alhasil kini kami berdua bisa melihat tubuh telanjang mertuaku dengan bebas tanpa penutup apa-apa lagi.




“Ayo An...mulai aja”




“Iya mam, baik”




Mertuaku yang tidur telungkup di depanku langsung aku sentuh punggungnya. Tak lupa kubalurkan minyak urut yang selalu tersedia di meja dekat tempat tidurnya.




“Luki.. mama cuma pengen tanya sama kamu, mumpung ada Aan juga disini..”




“Tanya apa sih mam?”




“Kamu kan sudah cerai sama Rizal, mama harap kamu segera menikah lagi, jangan tunggu lama..” suara mertua aku dengar baik-baik.




“Emm.. iya mam, tapi.. emm.. sama siapa coba? Aku lho udah janda mam” balas Luki setengah tersenyum. Mungkin dia sudah tahu mau kemana arah pembicaraan mertuaku.




“Lha ini kan ada laki-laki.. sama siapa lagi kalo bukan sama Aan..” ucap mertua santai, aku terkejut dengan omongannya yang apa adanya itu.




“Hihihi.. lah, mas Aan kan udah punya istri.. mana bisa aku jadi yang kedua”




“Bisa aja.. mama udah ngomong sama Sari, dia setuju kok.. mama hanya ingin kamu tidak keluar dari rumah ini.. mama sayang banget sama kamu seperti anak sendiri”




“I-iiya mam..”




Mereka diam sebentar, sedangkan aku terus memijit tubuh belakang mertuaku. Kini tanganku mulai menjamah pinggangnya, lalu turun sampai sebatas bulatan pantatnya. Rasanya masih kenyal dan tidak berlemak seperti wanita setengah baya pada umumnya. Memang pinter banget mertuaku ini merawat tubuhnya.




“Mam, sebenarnya aku juga udah ngobrol sama mamanya Nadia masalah ini” giliranku yang bicara.




“trus, apa jawabnya?”




“Ya intinya sama kayak yang mama bicarakan tadi, dia sih setuju aja.. karena memang ini semua mama yang minta” balasku jujur.




“Nahh.. kamu dengar sendiri kan Luk? Aan sama istrinya aja udah sepakat.. tunggu apa lagi sih?”




“Emm, iya deh mam.. Luki mau” balasnya malu-malu dengan wajah bersemu merah. Jadi cantik banget Luki kalau seperti itu.




“Luki.. Aan.. kalian jangan khawatir masalah uang.. mama ga bakalan diam kalau masalah kebutuhan kalian..” ucapan mertuaku sangat menyejukkan hati.




“Eh, iya mam, makasih.. Luki juga bisa kerja kok, biar ga terus-terusan ngabisin duitnya mama”




“ya gapapa Luk.. asal kerjaannya yang santai, jangan yang berangkat pagi pulang petang.. yang penting kamu masih bisa temenin mama di rumah” ujar mertuaku lagi.




“Ohh.. iya dong mam, pasti itu, hihihi.. ” balas Luki senyum-senyum gembira.




Aku terus memijiti tubuh mertuaku, kali ini gerakan tanganku sudah berada di pangkal pahanya. Sebenarnya aku ingin melewati bagian itu, kurang sopan menurutku kalau sampai jari tanganku menyentuh bagian kewanitaannya. Hanya saja mertuaku malah minta bagian itu jangan dilewati, akupun mengikuti permintaannya. Akhirnya beberapa kali jari tanganku tanpa sengaja menyentuh belahan vaginanya dengan bibirnya yang sudah menonjol keluar itu.




“Iyaahh.. biar tuntas An.. yang itu juga dipijit aja” ucapnya.




Luki melihat apa yang aku lakukan dengan tenang sambil tetap ngobrol dengan mertuaku. Sementara itu di luar sana kulihat istriku sudah datang dari rumah tetangga. Pintu kamar mertua yang terbuka lebar membuatku bisa melihat istri dan anakku masuk ke ruang tengah sambil membawa kotak putih yang pasti isinya kue.




“Udah selesai acaranya?” tanyaku ketika kulihat istriku mendekat. Dia berdiri di depan pintu tapi di bagian dalam.




“Udah kok paa.. rame acaranya, semuanya datang tuhh...” balasnya sambil melihat apa yang aku lakukan.




“Sari.. tadi mama udah bicara sama Aan dan Luki juga” ucap mertua kemudian.




“Eh, masalah apa nih mam?”




“Itu, yang mama bicara kemarin.. berarti semua sudah setuju kan?”




“Wahh.. syukur kalau begitu, tinggal kasih tau orang tuanya Luki sama nentuin tanggalnya aja dong” balas istriku dengan senyuman mengembang di bibirnya.




Aku tak habis pikir dengan istriku. Kenapa dia bisa tenang sekali mengijinkan suaminya menikah lagi? Bahkan terkesan dia yang menyuruhku melakukannya. Bukannya hampir semua wanita tak mau dimadu? Aku jadi berpikir, apa dia mau cari suami lain juga? seperti ketika dia memergoki aku selingkuh dengan Luki kemudian dia minta selingkuh juga dengan Rizal.




“Bentar.. bentar.. mama beneran yakin nihh?” tanyaku memastikan situasi dan kondisi yang kita sepakati.




“Loh, yakin paa... aku ikhlas kok.. beneran” balas istriku serius.




“Ntar kalo aku jadi nikah sama Luki, mama minta nikah sama laki lain juga..”




“Hihihihi..” dia tertawa, kemudian disusul mertuaku dan Luki ikut tertawa juga.




“ya enggak lahh paa.. kasian Nadia kalo mama dapet suami baru”




“Ehh, Sari.. emang belum puas kamu dapat kontolnya Rizal?” celetuk mertuaku tak terduga. Aku langsung diam mendengarnya.




“Hihihi, mama nihh.. malu dong mam.. ada Luki sama papa Nadia nihh” jawab istriku manja. Pake acara pura-pura malu lagi.




“Malu gimana? Dulu kamu ngentot sama Rizal kok ga malu? Ketahuan sama suami kamu lagi.. hayoo??” dari ucapan mertuaku, ternyata benar kalau selama ini dia memang sudah tahu apa yang istriku lakukan dengan Rizal, bahkan dia juga tahu kalau aku memergoki aksi mereka.




“Ihhh mama.. itu laen, lagi horny banget mam.. lagian kan suamiku udah dapat gantinya? hihihi..” lirik istriku ke arah Luki.




“Wahhh.. jadi kalian udah tukar pasangan nih ceritanya?” ucapan itu terlontar begitu saja dari mulut mertuaku, dia kemudian bangun lalu duduk di tepi tempat tidur. Tanpa rasa malu sedikitpun dia masih mengumbar tubuh telanjangnya di depan kami.




“Iya mam, bisa dibilang begitu..” kali ini Luki mulai ikut bersuara.




“Wahh.. wahh.. seru dong pastinya..” mertuaku santai saja menimpali cerita Luki dan istriku. Dia kemudian mengangkat kedua tangannya untuk mengikat rambutnya yang tergerai. Bulatan payudaranya yang besar menggantung itu jadi terangkat dan terlihat membusung.




“yaahh.. kalo beneran Luki jadi nikah sama Aan, kalian ga bisa lagi dong tukar-tukar pasangan, hihihii..” sambung mertuaku lagi.




“Belum tentu sih mam, misal kalo aku atau Luki dapet kenalan laki-laki lain gimana?” ucap istriku enteng saja.




“Hush! Mama apaan sih? kok malah ngomong gitu? Awas kalo berani yaahh” hardikku ke arah istriku. Dia malah ketawa ngakak mendengar kata-kataku tadi.




“Sudah.. sudah.. apapun yang kalian lakukan terserah, mama cuma minta satu hal sama kalian.. tolong pertahankan keluarga ini tetap utuh, mama sudah kehilangan satu anak mama.. mama gak mau lagi ada yang pergi dari rumah ini, kalian mengerti?”




“Iya mam..” balas kami bertiga hampir bersamaan.




Mertuaku kemudian berdiri lalu jalan keluar dari kamarnya. Dia cuek saja melangkah pergi meskipun tubuh telanjangnya jadi terlihat kemana-mana. Aku, istriku dan Luki juga ikut keluar dari kamarnya mertuaku. Sepertinya apa yang kami bicarakan sudah mencapai satu titik temu dan mendapat kesimpulan. Kita hanya bisa mengikuti arus kehidupan ini akan mengarah kemana. Jelasnya kami hanya bisa menjalaninya sambil berusaha semampu kami agar semuanya tetap baik-baik saja.




***




Sebulan setelah aku menikah dengan Luki semuanya tetap baik-baik saja. Apa yang terjadi di rumah kembali normal, seoalah-olah kejadian perceraian Rizal dan Luki tak pernah terjadi. Bahkan bisa kubilang kalau kami seakan tak pernah mengenal orang yang bernama Rizal itu. Entah apa yang ada dalam pikiran istriku, Luki atau mertuaku. Jelasnya aku merasakan kalu mereka sudah melupakan apa yang telah terjadi dulu.




Kabar baiknya lagi, istriku tengah mengandung anak kami yang kedua. Sedangkan Luki sampai saat ini belum ada tanda-tanda ikut hamil juga. Umur kandungan istri pertamaku sudah jalan 3 bulan, tapi perutnya belum membesar. Hanya payudaranya yang kelihatan tambah montok dan yang jelas dia gampang sekali horny. Tiap kali ada kesempatan dia selalu mengajakku bersetubuh, akupun senang-senang saja meladeninya.




Seiring berjalannya waktu, kesibukanku di kantor juga semakin bertambah. Posisiku yang baru membuatku harus fokus untuk mengejakan tugas-tugas yang ada. Tak jarang aku juga sampai lembur karena dikejar tenggat waktu, untungnya aku masih dibantu oleh Anita yang sekarang jadi bawahanku.




Jam 8 malam, aku belum pulang ke rumah. kebetulan Anita ada tugas yang harus diselesaikan malam ini karena besok pagi sudah diminta oleh atasanku. Daripada dia mengerjakannya di kantor, aku antar dia pulang ke kost saja. Sebagai bentuk tanggung jawab, akupun menemaninya mengerjakan apa yang harus diselesaikannya itu. Jadilah malam itu aku dan Anita berada di kamar kostnya.




“Mas, pintunya aku tutup aja yah?”




“Eh, jangan.. biarin aja kebuka.. daripada timbul fitnah ntar” balasku, rupanya Anita bisa menerimanya.




Meskipun tempat kost Anita bebas menerima tamu siapa saja, tapi aku tak ingin keberadaanku di kamarnya membuatnya jadi bahan omongan orang-orang yang tinggal di tempat itu. Apalagi letak kamar Anita berada di pojok dan tak terlihat dari luar. Lebih baik mencegah daripada harus sibuk klarifikasi. Hehe.




“Nita.. kamu ganti baju aja dulu.. biar agak santai, lagian aku udah bosen ngeliatin seragam kamu itu..” ujarku kemudian. Dia menatapku lalu tersenyum.




“Eh, iya deh mas.. udah bau juga nihh, hihihi..”




Kamar Anita tak ada sekatnya, kurasa dia kalau ganti baju pasti disini juga. Karena sekarang ada aku di kamaranya, otomatis dia harus cari tempat lain untuk ganti baju. Anita mengambil sebuah kaos dari dalam lemari, sejenak dia diam lalu melepas celananya. Aku berusaha tak melihatnya, tapi dari ujung mataku aku dapati di balik celananya ternyata Anita masih memakai ‘legging’ pendek. Makanya dia berani melepas celananya di sampingku.




“Mas, aku ke kamar mandi dulu, mau ganti baju..” pamitnya.




“Lahh, ngapain? Disini aja.. aku gak akan ngeliat kok Nit.. cuma baju atas aja kan?”




“Iya sih mas.. emm.. tapi.. ahh, ya sudah, jangan ngintip ya mas, hihi”




“Oke.. lanjut”




Anita tak menunggu aku memalingkan muka. Dia dengan santai melepas kemeja putih lengan panjang yang dipakainya. Sesaat mataku menangkap buah dadanya yang dibungkus dengan Bh warna putih juga, besar dan montok ternyata. Belum sempat dia memakai baju ganti, tiba-tiba laptopnya berbunyi. Dari yang aku ingat, bunyi itu menandakan ada email masuk ke inbox-nya.




“Waduh, email apalagi tuh?” gumam Anita sambil mendekati laptopnya.




“Penting gak? Coba buka dulu” sambutku memberi saran.




“Iya nih mas.. dari kantor pusat”




Kedua mata Anita sibuk menatap layar laptopnya, sedangkan jari-jari tangannya ikut meramaikan suasana dengan bunyi tombol keyboard yang ditekannya. Tanpa sadar Anita masih belum menutup tubuh atasnya, Bh putih yang dipakainya berikut buah dadanya yang menyembul keluar jadi terlihat jelas olehku.




“Ehh.. ehh.. maaf mas, aduuhh.. belum aku pakai nihh.. maaf ya mas..” setelah selesai membalas emain yang masuk, Anita baru sadar kalau dia belum memakai baju.




“Udah gapapa.. ga usah dipake kalo nyaman buat kamu.. lagian disini pengap, kurang udara keknya”




“Iya sih mas, tapi.. ga sopan kan jadinya”




“Gapapa kok Nit.. ini kamar kamu, aku hanya tamu disini.. kalo cuma perempuan pake Bh aja sih aku tiap hari juga bisa dapat.. hahahaa..”




“Hihihi.. iya mas..” meskipun Anita tak memakai kaosnya, tapi dia menutupkan baju itu di depan dadanya. Hingga yang terlihat sekarang adalah punggungnya dan perut rata millik Anita saja.




Kami diam sebentar, sesaat kemudian Hpku yang tergeletak di depanku menyala. Kulihat ada pesan yang masuk, tapi kubiarkan saja. Sekilas nampaklah foto dua perempuan cantik yang jadi wallpaper Hpku.




“Itu tadi istrinya mas Aan yah?” tanya Anita mengomentari wallpaper Hpku.




“Iya Nit..”




“yang mana mas?”




“Semua..”




“semua??”




“Iya, istriku memang dua Nit.. hehehe..”




“Waahh.. cantik-cantik semua mas”




“Iya dong.. Adrian gitu lohh” selorohku membuat Anita ikut tertawa.




“Emm.. gak kepikiran cari yang ketiga mas?”




“Gakk!” jawabku spontan, diapun kembali tertawa mendengarnya.




“Mas, aku pipis bentar yah.. sekalian cuci muka.. lengket banget mukaku ini”




“Mm... iya deh.. aku tunggu disini gapapa kan?




“Iya mas, bebas.. “




Anita kemudian jalan keluar dari kamarnya. Kaos yang tadi dia ambil ditaruhnya lagi di atas tempat tidur, Anita kemudian mengambil sebuah handuk dan dikalungkan di lehernya. Aku lihat dia cuek saja meski tubuh atasnya hanya tertutup Bh, kupikir dia pasti sudah terbiasa begitu tiap harinya.




‘trriiing... triiiing.. triiing’ Hpku bunyi, kulihat ada panggilan video dari Luki. Segera kuterima sebelum kupasang headset di telingaku.




“Yaa.. hallo sayangku” sapaku mesra ketika wajah Luki sudah mulai tampil di layar Hpku.




“Hallo mas.. gi ngapain nih?”




“Lembur, ada laporan yang udah harus dikirim malam ini” balasku sambil mulai menyandarkan punggungku di tepi tempat tidurnya Anita.




“Ohh, semangat yah mas.. cari uang banyak buat kita, hihihi..”




“Iya dong, pasti.. eh, kamu dimana nih? Kok ga di rumah kayaknya?” tanyaku penasaran, kulihat pemandangan di belakang Luki penuh dengan tumpukan material bangunan.




“Ini lagi di.. mmm.. dimana nih kak?” toleh Luki kesamping.




“Perumahan taman sejahtera” suara istriku terdengar pelan. Rupanya dia ikut menemani Luki.




“Eh iya, perumahan taman sejahtera..”




“Loh, kamu sama Sari yah Luk? Nadia ikut gak tuh?”




“Enggak.. tadi mama ngajak Nadia ke rumah Bu Nefi, ada acara selamatan katanya”




Sejenak kami ngobrol hal-hal yang ringan saja. Gelak tawa terdengar dari mulut Luki menyambut candaanku. Begitu juga kalau dia cerita lucu akupun ikut tertawa. Kami terus ngobrol sampai Anita balik ke kamarnya setelah mandi. Buru-buru aku pamit ke Luki untu mengerjakan lagi tugasku, tapi sebenarnya aku tak ingin dia melihatku sekamar berdua dengan perempuan lain.




“Ntar jemput kita ya mas.. biar aku share lokasinya” pesannya kemudian.




“Iya.. iya.. siapp”




Setelah menaruh lagi Hpku, mataku kemudian ganti menatap Anita yang sudah duduk lagi di depanku. Setelah pamit ke kamar mandi tadi dia balik ke kamar hanya membelitkan handuk di tubuhnya. Aku diam tak komentar, lebih baik begitu untuk menjaga perasaannya.




“Udah selesai kan Nit?”




“eh, iya mas, udah kok.. udah aku kirim nih” balasnya. Dia duduk bersila di depanku menghadap laptopnya lagi.




Posisi duduk Anita membuat celah pahanya tak tertutup handuk. Lagi-lagi mataku disuguhi pemandangan yang menggoda akal warasku. Nampak jelas sekali kemaluan Anita tak terbungkus celana dalam. Permukaannya bersih tanpa bulu dengan celah yang terlihat rapat dan warnanya cerah. Dari bentuknya saja aku sudah bisa mengira kalau cewe cantik satu ini belum berpengalaman ngentot dengan laki-laki.




“ya sudah.. aku pulang aja dulu.. mau jemput istriku soalnya” pamitku kemuian.




“Ohh, iya mas.. emang ga mau nginap disini? Aku sendirian lho mas.. hihihi..” ucapnya genit.




“Hahahaa.. gak lah, laen kali aja.. makasih banyak”




“Yahh, mainin memek sendiran lagi nihh”




“Hahahaa.. makanya, cepetan cari suami, biar gak colmek aja kerjaannya”




“Hhuhhhh!”




Selepas itu aku bereskan barang-barangku dan segera pergi dari kamar kost Anita. Tak kupungkiri kalau Anita itu cantik dan mempesona, tapi aku tak ada rasa dengannya. Semakin lama aku bersamanya semakin aku menganggap kalau dia itu adikku. Lagipula aku tak bisa menjalin hubungan dengan teman sepekerjaan, aku tak mau timbul gosip yang macam-macam di kantor.




Kuarahkan mobilku menuju lokasi yang sudah di Share oleh Luki. Ternyata itu adalah sebuah perumahan baru yang masih sementara dibangun. Lokasinya tak begitu jauh dari rumahku. Hanya saja aku memang belum pernah ke tempat itu sebelumnya. Dalam waktu kurang dari setengah jam akupun sudah sampai dan segera kucari keberadaan dua istriku itu. Beberapa kali berputar aku akhirnya menemukan Luki duluan.




“Lama banget sih mas? Kemana aja emang?” tanya Luki begitu aku membuka kaca mobil.




“Hadeuh.. aku udah beberapa kali putar-putar cari kamu, taunya ada disini” balasku.




“Hihihi.. ya maaf mas, tadi aku emang sembunyi kok” ucap Luki tersenyum, sepertinya ada yang berusaha dia tutupi dariku.




“Trus, mamanya Nadia kemana? Sembunyi juga?”




“Emm.. itu.. itu.. ya kan kita takut mas.. ntar kalo ada apa-apa, kita dapat celaka gimana?”




“Lah, ngapain malam-malam kemari kalo takut? Hhh.. kek kurang kerjaan aja”




Perempuan cantik bermata bulat itu tak membalas ucapanku. Dia langsung membuka pintu mobil dan duduk di depan bersamaku. Matanya menghindar ketika aku melihat wajahnya, sudah pasti dia menyembunyikan sesuatu dariku.




“Oke, sekarang Sari ada dimana?”




“Itu mas, rumah yang itu tuhh..” tunjuk Luki pada sebuah rumah yang setengah jadi.




Akupun memajukan mobilku sampai tepat berada di depan rumah yang dimaksud Luki. Sejenak aku mengamati kondisi sekitar yang gelap dan sepi. Kok bisa-bisanya istriku itu berani berada di tempat itu. Kayaknya sih dia lagi berbuat sesuatu.




“Eh, itu mas kak Sari”




“Ohh, iya bener”




Dari balik tembok rumah yang belum jadi itu aku melihat Sari dalam keremangan malam. nampak dia membenarkan posisi bajunya. Kemudian dia juga mengusap beberapa bagian tubuhnya dengan tissu. Berbarengan dengan Sari terlihat, mataku menangkap sosok lain di dekatnya. Ada bayangan tubuh lain yang aku yakini pasti seorang lelaki. Dari postur tubuhnya dan juga kelebatan wajahnya, aku rasa pernah melihatnya, tapi dimana tempatnya aku masih lupa.




“Siapa itu mam?” tanyaku begitu Sari mendekat.




“Eh, mana? Papa jangan bikin takut ahh.. ga ada siapa-siapa tuhh” elaknya. Aku tahu dia bohong tapi aku diam saja, yang penting dia masih kembali padaku. Rasa sayangku memang terlalu besar untuknya.




“Ohhh.. yaudah, kita pulang aja”




Sari hanya diam sambil masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang. Mobil belum aku jalankan karena mataku melihat ada yang aneh dengan pakaian mereka. Luki memang memakai jilbab, tapi baju yang dia pakai adalah daster tanpa lengan yang biasa dia gunakan di rumah. Sedangkan Sari, istri pertamaku itu lebih aneh lagi, baju yang dia pakai adalah baju tidur model kimono yang seingatku dulu dibelikan oleh Rizal.




“Tunggu apalagi sih paa?” tanya Sari dari belakang.




“Bentar.. kok aneh banget sih baju yang kalian pake.. ada apa ini? ayo, siapa yang mo cerita?” ujarku menoleh ke arah dua perempuan cantik yang semobil denganku.




“Hihihi.. kita tadi cuma asik-asikan aja paa.. yahh, pengen jalan-jalan ga pake baju” jawab Sari tanpa basa-basi.




“Apa? Maksudnya apa nih?” semakin aku penasaran dibuatnya.




“jalan-jalan sambil telanjang mas.. hihihihi..” sahut Luki tanpa rasa bersalah sedikitpun.




“Haduhhh.. kalian ini yah! Hhhhh.. bisa-bisanya punya kelakuan macam ini, ga takut ketauan emang?” ungkapku sambil mengelus jidatku, pusing mendadak jadinya.




“Takut sih, tapi aman kok paa.. sepi banget disini soalnya”




“Iya bener mas, udah jangan khawatir.. kita tau kondisi juga kok” imbuh Luki pada perkataan Sari tadi.




“Ahhh.. serah kalian aja deh, pusing aku jadinya”




Perlahan aku lajukan mobil keluar dari area taman. Begitu kami sudah berada di jalan, Luki mulai melepas jilbabnya. Tak ada yang aneh dengan apa yang dia lakukan awalnya. Namun begitu dia meloloskan kain dasternya ke bawah aku langsung terkejut menyadari di balik pakaiannya itu dia sudah tak memakai apa-apa lagi. Tubuh telanjangnya langsung terlihat olehku dengan jelas.




“Tuhh.. beranikan aku kak, hihihi..” toleh Luki ke belakang.




“Hihi.. iya nihh, sama dong Luk, aku juga berani kalo cuma gini aja” balas Sari.




Dari kaca tengah aku coba lirik ke belakang. Rupa-rupanya apa yang dilakukan istri pertamaku itu sama saja dengan kelakuan Luki. Kini situasi mendadak aneh, ada dua perempuan cantik dalam kondisi telanjang bulat semobil denganku. Kalau ada yang lihat pasti aku dikira tengah menyewa lonte dari pinggir jalan.




“Paa..ntar mobilnya langsung masukin garasi aja yah.. biar kita turun di dalam” pesan Sari sambil bergerak maju, posisinya kini berada diantara dua kursi mobil bagian depan.




“Eh, iya dehh.. papa tau sesuatu nih..”




“Hihi, iya dong paa.. kita kan udah sehati, cuphh...” balas Sari sambil mencium pipiku.




Sesuai keinginan istriku, setelah kami sampai di rumah langsung kumasukkan mobilku ke dalam garasi. Sebelum aku masuk ke dalam rumah, kupastikan pagar depan sudah kembali tertutup dan terkunci rapat. Aku yakin mertuaku sudah pulang karena lampu kamarnya kulihat sudah menyala tadi.




“Hihihi.. seru banget tadi Luk.. besok lagi yah, hihihi..”




“Hihihi.. bisaa.. yang lebih berani lagi dong kak”




Kedua istriku keluar dari dalam mobil sambil tertawa cekikikan. Mereka sama sekali tak berusaha menutupi tubuh telanjang mereka sedikitpun. Baju yang mereka pakai tadi hanya ditenteng sambil jalan masuk ke dalam rumah.




“Masss.. jangan marah dong maas..” Luki menggelayut di lenganku manja. Bulatan payudaranya sebelah kanan menggencet tanganku. Rasanya empuk dan kenyal banget.




“Eh, enggak.. aku gak marah kok” balasku senyum.




Sari yang jalan masuk duluan langsung membuka pintu kamar, disusul Luki di belakangnya, kemudian keduanya berbarengan masuk ke dalam kamar. Sebelum aku masuk, kulepas kemeja dan celanaku di depan kamar mandi lalu kumasukkan pakaianku itu ke dalam mesin cuci. Setelahnya aku jalan ke dalam kamar hanya memakai celana dalam saja.




“Loh, Nadia kemana nih? Apa tidur sama mama ya?” tanyaku begitu tak kudapati anak perempuanku ada dikamar.




“Sepertinya iya paa.. malah bagus sih” balas Sari.




“Bagus kenapa emang?”




“Hihihi.. main bertiga yuk paa..” ajak istri pertamaku itu dengan nada manja, sorot mata binalnya terlalu menggoda buatku.




“Wuahh.. oke, siaapp..”




Sari kemudian jongkok di depanku. Tangannya dengan terampil memelorotkan celana dalamku hingga terlepas dari tubuhku sepenuhnya. Tanpa susah payah akupun sudah telanjang bulat sama seperti mereka berdua. Batang penisku yang terbuka langsung disambar oleh Sari dengan tangannya lalu dikocoknya pelan sambil melirikku nakal. Memang jago banget istri pertamaku itu kalau soal menaikkan libido laki-laki.




“Naik aja paa... tiduran.. biar kita main-main dikit” pintanya. Akupun langsung naik ke atas tempat tidur dan membaringkan tubuhku telentang.




“Luki.. ayo kita kasih suami kita tontonan yang paling seru” ajak Sari pada Luki yang sementara masih membuka Hpnya.




“Hihihi.. beresss kakk..”




“Kamu duluan aja Luk.. naik”




Luki langsung menaruh Hpnya di atas meja. Dia lalu berdiri di atas tubuhku kemudian mulai menduduki pahaku, pantatnya terasa empuk dan hangat. Sambil memberikan tatapan binalnya, tangan kirinya memegang batang penisku dan mengocoknya pelan. Senyum yang mengembang di bibirnya terlihat manis banget, sampai jadi gemes aku pada istri keduaku itu. Tak lupa dia sengaja meremas-remas susunya sendiri untuk memberi pemandangan erotis padaku.




“Duhhh.. cantik banget istri mudaku, hahahaa..” selorohku menatapnya.




Luki tak membalas ucapanku, dia terus mengocok penisku sambil tangan satunya memelintir puting susunya sendiri. Sari mulai ambil bagian, dia mendekati Luki dan ikut menggerepe toket montok perempuan cantik itu. Luki tak mau kalah, dia membalas perbuatan Sari dengan mencucup puting mancungnya.




“Aaahhh.. sssshhhh..” desah Sari terdengar seketika.




Luki melepaskan kocokan tangannya dari batang penisku. Dia kemudian meremas-remas payudara Sari dengan kedua tangannya. Sebaliknya Sari juga menggerepe puting susu Luki dengan kedua tangannya. Sesaat kemudian kedua bibir mereka saling bertemu dan terlibat ciuman-ciuman panas penuh gairah. Mereka saling memagut, saling membelit lidah dan saling bertukar air liur. Seru banget melihatnya.




“Cuphh.. cuphhh.. emmhh.. sshh.. emmhh”




Puas beradu lidah, Sari melepaskan pagutan bibirnya kemudian mengarahkannya ke puting susu mungil milik Luki. Dia mencucup dan menghisapnya liar banget. Seperti orang yang kehausan dan berharap puting mungil berwarna merah muda itu keluar airnya.




“Oohhhh.. aahhh.. enak kakkk.. terusss..” Luki mulai ikut mendesah, tak tahan dengan permaian Sari pada ujung toketnya.




Sambil menikmati hisapan mulut Sari, tangan Luki kembali mengocok batang penisku. Disuguhi adegan-adegan erotis dan juga kocokan tangan Luki, membuat batang penisku jadi ngaceng maksimal. Namun begitu kedua perempuan itu masih terus saling memberi rangsangan. Kadang mulut Sari ada di puting susu Luki, kadang mereka berciuman memagut bibir dan kadang mulut Luki yang ganti mencucup ujung toket milik Sari. Mereka lakukan itu terus menerus sampai membuat birahi mereka meledak-ledah.




“Emmhhhh.. emhh.. aahh.. aku ga tahan kak” gumam Luki pelan.




“Sini Luk.. maju”




Luki menggeser posisinya maju sedikit, kini belahan memeknya tepat berada di atas batang penisku. Dia raih batangku dengan tangannya lalu digesek-gesekkan ujungnya ke mulut vaginanya. Lendir pre-cum yang keluar dari ujung penisku membuat bibir kemaluannya ikut basah. Luki terus menggesekkan kepala penisku pada belahan memeknya, sambil bibirnya tersenyum dan matanya menatapku. Sangat binal sekali Luki kulihat saat itu.




“Emmhhh.. ahh.. masukin ya mas...” ucapnya pelan, setelah itu dia senyum lagi.




“Iya dong sayang, masukin” balasku.




Tangan kirinya tetap memegang batang penisku. Dia turunkan badannya hingga ujung penisku mulai menerobos liang senggamanya. Aku sukan banget momen seperti ini, pasti wajahnya jadi sayu campur horny.




“Aaaahhhhhh.. mmmhhhhhh...” Luki memejamkan mata sebentar merasakan desakan batang penisku dalam rongga kemaluannya.




Luki langsung menggoyang pinggulnya setelah penisku bersarang dalam liang senggamanya. Badannya melengkung ke belakang dengan kedua tangan bertumpu pada pahaku. Dalam posisi seperti itu Luki terus menggoyang pinggulnya naik turun, membuat penisku terasa dikocok oleh jepitan daging lembut dan hangat miliknya.




“Aaahhhh!!” pekik Luki kemudian.




Sari yang tak mau tinggal diam kini melancarkan serangan mulutnya pada puting susu Luki yang terlihat semakin keras mencuat itu. Kedua puting merah muda itu dia lumat kanan kiri bergantian sampai terlihat basah dengan air ludahnya. Tangan Sari pun ikut memberi rangsangan tambahan. Dia mulai menggerepe daerah perut, pinggang, dada, paha dan tak lupa tonjolan klitoris Luki. Aku bisa merasakan kalau Sari mulai menikmati sensasi mulusnya tubuh Luki dalam rabaan tangannya.




“Hooohhh.. hooohhh.. kaaakk.. aahhh.. mmhh.. enaakkkk..” desah Luki terus terdengar.




Tangan kiri Sari memeluk lembut pinggang Luki, sedangkan tangan kanannya terus meraba-raba payudara istri keduaku itu. Sebaliknya tangan Luki yang sebelah kanan mulai melingkar di leher Sari, sambil jari-jemarinya menyisir rambut istri pertamaku itu dengan liar.




“Hhooohhh.. kaaakkk.. aku.. aahh.. aku ga tahan kaakk.. aahhh.. aahhh...” desah Luki.




“Uhhhh.. ayo sayang kamu bisa sayang.. keluarin aja, jangan ditahan” balas Sari sambil mulai melumat puting susu milik Luki.




Aku rasa Luki memang sudah akan orgasme. Gerakan pinggulnya naik turun semakin cepat. Membuat sodokan penisku pada liang memeknya semakin bertubi-tubi. Tubuh Luki kembali melengkung ke belakang, disusul tangan Sari yang menggerepe kulit tubunya dengan usapan dan elusan lembut penuh gairah.




“Aahhh.. ahhh.. aahh..aduhh..enak banget.. aahh.. ahhh..” desah Luki semakin kencang.




Tubuh Luki yang melengkung ke belakang itu dimanfaatkan oleh Sari untuk menggesek klitoris Luki dengan jari tangannya. Tak lupa kedua puting susu istri keduaku itu juga terus jadi sasaran hisapan mulut Sari.




“Haaahhhh.. aahhhh.. aaahhh...” Luki terus bergoyang naik turun, rambutnya yang lurus panjang itu tergerai bebas dan ikut bergerak liar.




Luki terus menerus menggoyang pinggangnya naik turun, sedangkan Sari juga tak henti-hentinya memberi rangsangan tambahan pada tubuh Luki. Kalau aku lihat saat ini Luki mendapat dua serangan sekaligus. Satu dariku dan satunya lagi dari Sari. Gabungan semua rangsangan pada tubuhnya membuat Luki tak bisa terus menahan laju orgasmenya.




“Haaaaaaahhhhh!! Keluarrrr!!” jerit Luki tiba-tiba, dia lanjut dengan menghentakkan pinggulnya kuat-kuat.




“Aaahhhh.. mmm.. masss.. aahh.. aaahhh… aaahhh…” desahnya dengan tubuh mengejang-ngejang tanpa henti.




Batang penisku seketika terasa dipijat dan diperas saat Luki mengalami orgasmenya. Sensasi jepitan memek Luki memang lebih terasa kuat dibanding memek istriku. Sekali lagi mungkin karena Luki belum pernah melahirkan, hingga lobang memeknya masih belum terlalu melar.




“Aaaaahhhh…”




Luki jatuh di atas tubuhku. Payudaranya menggencet dadaku dan tubuhnya masih bergetar halus. Vaginanya masih terasa berkedut-kedut dengan penisku menancap kuat di lobangnya. Aku coba goyangkan penisku pelan tapi buru-buru Luki menahannya.




“Aaahhh.. be.. bentar mas… udah.. ngi.. ngiluu mass.. aaahhh..” desahnya dengan tubuh masih mengejang.




“Enak sayang?” tanyaku sambil mengusap pipinya. Luki hanya mengangguk.




“Wahh Luk.. enak banget yah? desahan kamu sampe terdengar keras lho, hihihi...” tawa Sari cekikikan.




“Luk, gantian yah.. aku udah ga tahan juga nihh” sambung Sari kemudian.




“Ehh, emmhh.. iya kak..”




Luki kembali duduk sesaat lalu pindah dari atas tubuhku. Batang penisku yang tercabut keluar langsung jatuh di perutku. Permukaannya penuh dengan lendir putih keruh.




“Udah kak..” ucap Luki, dibalas senyuman oleh Sari.




Kini giliran mamanya Nadia yang mengangkangi pinggulku. Pelan tapi pasti tangannya mengarahkan penisku ke lobang memeknya. Setelah dirasa tepat sasaran, dia langsung menurunkan tubuhnya. Masuklah batang kejantananku ke dalam liang vagina Sari tanpa halangan. Ketika penisku masuk, dia tidak menjerit atau mendesah sekalipun. Wajahnya hanya meringis seperti menahan sesuatu yang membuatnya merasa perih tapi enak.




“Huuhhh.. aahh.. kenapa kontolnya papa jadi enak banget sih.. uuhhhhh..” lenguhnya kemudian. Aku hanya nyengir mendengar celotehnya.




Tanpa basa-basi, Sari mulai menggoyangkan pinggulnya naik turun seperti yang dilakukan Luki tadi. Kurasakan jepitan memeknya hampir sama, tapi punya istri pertamaku itu becek banget. Sampai-sampai pangkal penisku jadi terasa basah oleh lendir yang keluar dari celah memek istriku.




“Aaahh.. paa.. hmm.. enaak paaa.. aaahh…” desahnya tanpa ditahan-tahan.




Luki yang sudah merasa segar badannya, kini mendekati Sari yang sementara terus bergoyang di atas tubuhku. Dia melakukan hal yang sama pada Sari seperti yang diterimanya tadi. Kedua wanita itu terlibat ciuman-ciuman ganas dan liar, sambil tangan Luki ikut menggerayangi tubuh Sari dan memberi rangsangan pada titik sensitifnya.




“Aaahhh.. aaahhhh.. aaaahhhh.. paa.. enak paa.. hhmmm..”




“Iiihh kak.. enak banget yah sampai jerit-jerit gitu? Aku jadi kepengen juga nih, hihihi...” kata Luki di sampingnya. Sari hanya terus mendesah sambil melirik dengan pandangan sayu.




“Oohhh... bentar Lukk.. ini.. ahh.. ini.. enaakkk..” pekik Sari kemudian.




Biasanya kalau posisinya di atas, istri pertamaku itu tak akan bertahan lama. Memang posisi itulah yang paling dia senangi karena selain penisku bisa mentok, dia juga bisa cepat orgasme. Dan kali ini apa yang aku pikirkan memang terjadi.




“Haahhh... aduhh.. paaahh.. aahh.. aku.. aku.. ahh... aku..” ucapnya terbata-bata, mungkin getaran orgasmenya mulai terasa.




Melihat Sari akan orgasme, Luki langsung menggencarkan serangannya pada tubuh mamanya Nadia itu. Dia pagut bibir Sari dan mengadu lidahnya, sementar tangan kirinya memelintir puting Sari dan tangan kanannya menggesek klitorisnya. Tentu saja semua itu membuat Sari meraung-raung dalam kenikmatan persenggamaan denganku.




“Iyahh.. iyaahh.. iyaahhh.. aaaahhhhh.. keluaaaaarrrrrr!”




Creett... crett.. crrr.. crrrr.. crrrr...




Tubuh Sari bergetar hebat, dari celah memeknya menyembur cairan banyak sekali sampai membuat pangkal pahaku basah dan becek. Namun begitu dia tak berhenti bergoyang, malah semakin cepat hentakannya. Badannya terus mengejang sampai menyandar di badan Luki yang ada di belakangnya.




“Aaaaaauuhhhhh.. hhhhaaaaahhh...”




Creett... crett.. crettt...




Cairan orgasmenya kembali menyembur keluar untuk yang kedua kalinya. Sekarang bukan hanya basah, tapi benar-benar becek sampai kain sprei penutup tempat tidurpun jadi basah kuyup.




“Aaaahhh… hhmmm.. aaaaahhh..” desah Sari saat menikmati sisa-sisa orgasmenya.




Perlahan dia bangkit dari atas tubuhku. Dia turun lalu duduk di samping Luki degan bersandar pada tembok di belakangnya. Wajahnya kacau, rambutnya acak-acakan dan keringat nampak mengalir di badannya. Vaginanya yang merah merekah tampak basah, sekaan baru saja tersiram air yang banyak sekali.




“Giliranku ya kak?” tanya Luki pada Sari. Dia masih diam belum menjawab karena sibuk mengatur nafas.




“Hhh.. hhh.. hhh.. bentar Luk.. mending kita gantian” ucapnya kemudian.




“Gantian gimana sih kak?”




“Hhh.. hhh... kita nungging bareng.. ntar gantian memek kita ditusuk dari belakang.. pasti suami kita seneng banget.. hhh.. hh..” ujar Sari memberi usulan.




“Wahh.. bener kak, tambah asik tuhh”




“Yaudah.. kalian geser kesini.. biar gampang tusuknya” sambutku pada mereka.




Luki mendekatiku lalau menungging. Disusul Sari yang ikut menungging di sebelah kiri posisi Luki. Kini di depanku ada dua perempuan cantik yang sama-sama menyerahkan lobang memeknya untuk aku sodok dengan batang penisku. Akupun sudah siap mengarahkan penis kerasku pada lobang memek Luki, namun tiba-tiba terdengar suara orang lain dari arah belakangku.




“Kalian kalo maen jangan keras-keras suaranya”




***

Posting Komentar

0 Komentar