Jam 5 sore aku masih berada di ruangan kantor, sedangkan yang lainnya sudah banyak yang pulang. Untungnya ada Anita yang masih sibuk mengerjakan tugasnya. Dia adalah karyawan yang diperbantukan untuk menyelesaikan pekerjaanku. Anita menurutku bukan cantik, tapi wajahnya manis dan menyenangkan. Kulitnya memang sawo matang tapi cerah dan bersih. Tinggi badannya sekitar 160 cm dengan bulatan payudaranya tampak besar membusung.
Selain berwajah manis, Anita juga baik dan rajin dalam bekerja. Itulah kenapa aku rasa atasanku tak salah memilih orang untuk dipromosikan. Kupikir dengan kemampuan yang Anita punya, masa depannya akan cerah di kemudian hari. Sore ini dia masih nampak tepekur memandangi layar laptop di depannya. Matanya sudah terlihat capek dan mukanya kusut banget. Meskipun merasa kasihan tapi aku tak punya pilihan lain.
“Udah selesai apa belum Nita?”
“Eh, belum pak.. masih ada data yang belum saya masukkan” balasnya tanpa sekalipun melihat ke arahku.
“ya sudah.. kalau selesai langsung pulang saja”
Setelah menanyakan kerjaan pada Anita, tiba-tiba Hpku berbunyi. Kulihat nama Luki tampil di layar Hpku. Ada apa dia menelponku? Pakai panggilan video lagi. Kuambil saja Hpku lalu menerima panggilannya.
“Halloo.. ada apa Luk?”
“Apaaa?” ucapku kemudian sambil senyum ke arah kamera Hp.
“Baru selesai mandi mas.. niihh.. masih basah kan” Luki sengaja menyorot dadanya yang masih terlihat basah. Kain handuk sempat terlihat sesaat, kupikir saat ini dia hanya membelitkan handuk itu di tubuhnya.
“Sendirian aja.. mana Rizal?” tanyaku kemudian.
“Keluar mas.. katanya mo kerumah temennya.. aku dikamar sendirian aja nih”
“Pantesan kamu berani” lirikku pada Anita, memastikan dia tak ikut bereaksi pada obrolanku dengan Luki.
“Eh, kapan aku ga berani? Mas aja yang takut, hihihi..”
“Iya deh, percaya..”
Kuletakkan Hpku di atas meja dengan bersandar pada tumpukan buku. Jadi aku tetap bisa melihat ke arah layar Hp sambil tanganku melakukan hal lainnya.
“Mas, aku horny banget nihhh.. pulang dong..” ucap Luki berani.
“yahhh.. masak aku disuruh colmek lagi? Hhhh.. “
“Lah emang kalo aku pulang mau ngapain juga Luk” kataku berusaha menyadarkannya.
Dari layar Hp aku mulai melihat Luki melepas handuk yang membelit tubuhnya. Dia lempar handuk itu begitu saja lalu duduk di atas tempat tidur dengan telanjang bulat. Nampak olehku kedua payudaranya yang besar menggembung itu terbuka bebas tanpa berusaha ditutup sedikitpun olehnya.
“Eh, kamu mau ngapain sekarang?”
“Ahh.. udah tau nanya lagi.. memekku gatel nih mas..” kamera Hpnya langsung diarahkan pada permukaan vaginanya. Rambut kemaluannya hilang, sepertinya dia baru saja mencukurnya.
“Duhh kasian.. sayang banget ga ada yang perhatian” komentarku. Aku tertawa setelah mengatakannya.
“Hihihi.. kasian ya mas.. memek sebagus ini ga diperhatiin sama suami sendiri” ucapnya sambil menepuk-tepuk belahan vaginanya. Untung saja aku sudah memakai headset, jadi suaranya hanya bisa kudengar sendiri.
“Hahaha.. ga tau juga Luk.. mungkin sudah ada pemain pengganti.. apalagi saingannya sama orang dalam juga” kataku menyinggung hubungan istriku dan Rizal.
“Uhh.. bete banget aku mas.. bisa-bisanya suamiku nafsu sama bini orang.. mana suaminya juga selingkuhanku lagi.. hihihihi..”
“Masak sih? berarti poinnya satu-satu nih...”
“Hihihi.. ga juga.. mas Aan belum tau aja.. mungkin pas lagi dikantor, si dia main lagi berdua, yah namanya juga mainan baru”
“Bisa jadi seperti itu Luk.. tapi.. ahh, sudahlah.. aku kemakan sama janjiku sendiri.. lebih baik biarkan saja semuanya begini..”
“Duhhh.. baek banget nih suami orang.. pengen jadi yang kedua nihh.. ayo mas kita kawin lari aja.. yuk.. yukk..” ucapnya genit.
“Ga mau ah, capek lari terus.. mending duduk aja, hahahaa..” candaku.
“Hihihi.. bisa aja mas Aan.. jadi tambah sayang deh aku..”
“Udah ahh.. ngaco kamu jadinya.. aku kerja dulu yah.. biar bisa cepat pulang”
Gilak! Bisa-bisanya Luki menelponku dengan obrolan seperti itu. Kutaruh lagi Hpku di atas meja dan kurapikan headsetnya. Kembali aku lihat ke arah Anita yang masih duduk di depanku. Baru kusadari ternyata sekarang dia sudah melepas jilbabnya.
“Kenapa Nita? Pusing yah kepalanya?”
“Sipp..”
“Eh iya.. surat serah terima yang aku kasih kemarin udah ditandatangani apa belum?”
“Sudah pak.. tapi.. tapi.. mm.. ketinggalan di kost saya pak”
“Haduhh.. padahal besok pagi mau aku bawa meeting loh Nit”
“Gimana yah pak? Saya lupa.. beneran lupa pak” balasnya gugup dan kebingungan.
“yaudah gini aja.. ntar pulang biar aku anterin kamu sekalian ambil berkasnya”
“Eh, jadi merepotkan.. maaf ya pak”
“Gapapa.. namanya juga lupa”
Setengah jam kemudian semua pekerjaan kami hari itu selesai juga. Aku dan Anita keluar dari tempat kerja sekitar pukul setengah 7 malam. Sesuai rencana semula, aku antar Anita pulang sekaligus mengambil berkas yang tertinggal di kamar kostnya.
Ternyata rumah kost Anita lumayan jauh dari kantor. Butuh waktu setengah jam untuk sampai kesana. Kamar kost Anita sepertinya merupakan rumah petak yang dibagi per kamar dengan isi hanya sebuah ruangan tanpa sekat. Begitu kita masuk langsung berhadapan dengan tempat tidur.
“Mari masuk pak.. maaf agak berantakan”
“Duhh.. kalo di luar kantor panggil aja mas, atau kak gitu.. kek orang gak kenal aja” protesku kemudian.
“Hihihi.. iya deh mas.. udah kebiasaan sih” balasnya tersenyum manis banget.
“Kamu tinggal sendirian yah satu kamar?”
“Iya pak... eh, mas.. sendirian.. tiap kamar kost disini isinya satu orang aja”
Anita kemudian mulai mencari-cari dokumen yang kuminta. Meski kamarnya tidak luas tapi Anita terlihat kebingungan mencarinya. Kupikir dia masih bingung dan merasa bersalah hingga membuat pikirannya tidak fokus.
“Nita... bentar, berenti dulu.. sini..duduk sini..”
“Eh, iya mas..”
Anita akhirnya duduk di sampingku. Karena di kamarnya cuma ada satu kursi, kuajak dia duduk di atas lantai. Kuajak dia ngobrol sesantai mungkin supaya pikirannya agak tenang.
“Nita... kamu umurnya berapa sekarang?”
“Mm.. 23 pak.. eh, mas..”
“Ohh, masih muda dong.. pacar ada gak?”
“Hihihi.. masih jomblo pak.. terlalu sibuk kerja mungkin”
“Ohh, gapapa, nikmati aja hidupmu dulu”
Anita mulai tenang, dia kemudian melepas jilbab hitam yang dipakainya dan menaruhnya di atas tempat tidur. Setelah itu dia melepas dua kancing bajunya dari yang paling atas, hingga dada di bawah lehernya yang berkeringat itu nampak terbuka. Sayangnya di kamar kost Anita tidak ada Ac, jadi udaranya lumayan bikin gerah.
“Ini penghuninya semua perempuan ya Nit?”
“Iya mas.. perempuan semua”
“Lahh, emang gapapa aku dikamar kamu? Ntar digerebek sama warga, hehehe...”
“Hihihi.. ya enggak lah mas.. biasa aja kok”
Anita kemudian mengambil botol air lalu meminum isinya. Saat dia mengangkat tangannya, kulihat tali Bh warna biru muda nampak di balik bajunya. Modelnya standar, bukti kalau Anita memang tak mementingkan gaya pakaian yang dikenakannya.
“Gimana? Udah ingat belum?”
“Eh, sepertinya... emm.. bentar mas..”
Anita kemudian membungkuk dan melihat ke kolong tempat tidurnya. Posisinya yang menungging membuat pantatnya naik dan kebetulan mengarah padaku. Karena celana yang dipakainya lumayan ketat, bongkahan pantatnya yang tak terlalu besar itu jadi terbentuk bagus banget. Dengan garis celana dalam yang tercetak jelas pada permukaan celananya.
“Aaahhh... disini mas.. iya aku ingat sekarang” serunya sambil menarik keluar sebuah tas laptop warna hitam dari kolong tempat tidurnya.
“Coba dibuka aja Nita..”
Memang benar apa yang kami cari ternyata ada di dalam tas itu. Anita bernafas lega, sedangkan aku hanya tersenyum melihatnya.
“Sipp deh.. sini biar aku yang bawa..”
“Iya mas.. ini..”
Kuambil dokumen dari tangan Anita lalu kumasukkan ke dalam tas millikku. Saat Anita mengembalikan tas ke bawah kolong tempat tidur, tiba-tiba ada kotak kecil ikut terseret keluar. Bukan hanya itu, sebuah benda berwarna merah muda menggelinding keluar.
“Eh, anu mas.. itu.. itu..”
“Apa?”
“Vi.. vibrator..” Anita tertunduk malu.
“Ohh, baru tau aku bentuknya gini.. ternyata ada yang seperti ini yah modelnya?” akupun tak segan mengangkat benda itu di depan mukaku.
“I-iiya mas.. itu.. itu namanya U-vibrator..”
“Wahhh.. ada-ada aja yah alat sekarang” ucapku senyum.
“Mm...maaf mas..”
“Hahahaa.. gapapa Nit.. udah biasa buat jomblo.. manusia juga butuh hiburan”
“Gimana kalo aku pinjam? Mau aku coba sama istriku.. boleh gak?” tanyaku kemudian, kutatap matanya dalam.
“Mmmm..”
“Apa mau dicoba sama kamu aja? Ayoo.. aku jadi penasaran nihh..”
“Duhh.. iya mas, bawa aja.. tapi.. jangan lupa balikin yah mas, aku belum punya uang buat beli lagi...” balasnya dengan berat hati.
“Hahaha.. mau aku beliin lagi? Dua buah kalo mau..”
“Benerarn nih mas?”
“Iya beneran dong.. hehehe..” jawabku sambil memasukkan benda berbentuk U tadi ke dalam tas kerjaku.
“Aseeekkkkk...”
“yaudah.. aku pamit dulu.. makasih udah dibantu ya Nit”
“Eh, iya mas... maaf tadi.. merepotkan”
“Hehe.. gapapa.. yukk aku jalan dulu”
Selepas pergi dari rumah kost Anita, aku langsung pulang ke rumah. Karena perjalanan yang harus memutar, akupun sampai di rumah sudah sekitar pukul 9 malam.
Kutemui suasana di rumah sudah sepi tapi semua lampu masih menyala terang. Biasanya jam segini masih ada Luki yang duduk di depan Tv menonton drama korea. Memang benar dugaannku, begitu aku masuk ke ruang tengah langsung saja kutemui Luki duduk sendiri menatap layar Tv di depannya.
“Baru pulang ya mas? Kemana aja sih?” ucap Luki mirip seorang istri bertanya pada suaminya.
“Dari ambil dokumen.. ketinggalan di rumah teman” jawabku seperlunya.
“Mau makan gak mas? Biar aku siapin..”
“Hihi.. yaa anggap aja aku udah jadi istri keduanya mas Aan.. beres kan”
“Dihh.. maunya.. gak lah..”
Kutinggalkan Luki duduk sendirian, aku kemudian masuk ke dalam kamar untuk melepas pakaian. Kulihat hanya ada anakku yang sudah tidur, sedangkan istriku belum kuketahui keberadaannya. Aku tak mau berpikir yang macam-macam, kulepas celana dan kemejaku lalu menggantinya dengan sebuah celana pendek. Setelah itu akupun kembali keluar menemui Luki lagi.
“Luk, kemana sih mamanya Nadia? Kok ga ada dikamar” tanyaku sambil duduk di sebelahnya.
“tadi ada dikamarnya mama.. trus habis itu naik ke atas.. ga tau ngapain sekarang” jawab Luki dengan mata terus menatap layar Tv.
“Oh, yaudah.. berarti dia ga pergi keluar kan?”
Jantungku mendadak berdetak kuat demi mendengar jawaban Luki tadi. Kalau benar dia di atas bersama Rizal, lalu apalagi yang mereka lakukan saat ini? mau tak mau aku jadi berpikiran buruk tentang kelakuan istriku. Agaknya kebebasan yang aku berikan dia salah artikan, mungkin dia sudah terlalu jauh melangkah.
“Udah, lihat aja sono.. daripada mikir yang enggak-enggak” suruh Luki padaku.
“Gak lahh... ngapain? Biarin aja dia semaunya..” balasku sok cuek, meski dadaku mulai terasa sesak penuh dengan rasa sakit hati.
“Bener tuh mas.. ngapain dipikirin.. mending kita nikmati aja waktu berdua, hihihi..” bisik Luki.
“Hehehe.. bisa aja kamu.. iya deh..”
Terus terang kalau begini ceritanya aku lebih memilih menghabiskan waktuku berduaan dengan Luki. Ada benarnya juga kata-katanya, daripada pusing mikirin kelakuan istriku mending aku gunakan untuk bersenang-senang bersama Luki. Selain cantik dan seksi, Luki itu ternyata cerdas juga.
Malam ini Luki duduk di depanku dengan mamakai daster pendek tanpa lengan seperti biasa. Saat dia duduk dengan mengangkat kedua kakinya, ujung daster itu tersingkap ke atas hingga pangkal pahanya terlihat olehku. Kalau biasanya celana dalamya yang terlihat, kini permukaan memeknya yang tanpa bulu itu terbuka bebas tanpa dia pedulikan. Itu artinya Luki sudah tak memakai lagi celana dalamnya sejak tadi. Semakin berani saja perempuan cantik satu ini.
Sambil duduk aku membuka Hpku, banyak sekali pesan dari Anita yang minta kejadian di kost-nya tadi untuk tidak diceritakan pada orang lain. Aku tentu setuju saja, masak aku tega mempermalukan dia dihadapan teman-temannya. Kuyakinkan dia kalau aku hanya mengingatnya di dalam pikiranku.
“Sssttt.. mas, lihat tuhh..” ucap Luki sambil membenarkan duduknya.
“Tuhh..”
Sesaat kemudian istriku turun dari lantai atas berbarengan dengan Rizal di belakangnya. Mereka menuruni tangga sambil tertawa cekikikan, entah apa yang membuat mereka sampai sebahagia itu. Istriku nampak cantik dengan balutan gaun tidur model kimono yang dibelikan Rizal beberapa waktu lalu, sedangkan Rizal sendiri hanya memakai celana dalam model boxer di tubuhnya.
“Eh paaa.. kapan pulangnya? Kok malam banget siih” tanya istriku sambil mendekatiku.
“jam sembilan tadi maa.. banyak kerjaan nih, sampe lembur juga” kataku memberi alasan.
Istriku pun duduk di sebelahku, sedangkan Rizal duduk agak jauh dari Luki. Sepertinya diantara keduanya memang sudah tak ada lagi kecocokan. Duduk santai saja maunya berjauhan.
“Cihh.. mesra banget sih kalian.. istri sendiri malah dianggurin” singgung Luki sambil melirik ke arah suaminya.
“Kenapa memang? Kamu gak suka? terserahh..” ucap Rizal cuek.
“Ehh, udahh.. jangan mulai ribut lagi ahh.. udah malem nihh”
“Iya.. coba dong kalian bicara baik-baik” imbuhku pada perkataan istriku barusan.
Posisi duduk kami sudah menerangkan segalanya. Aku berada diantara dua wanita cantik, Luki di sebelah kiri dan istriku di sebelah kanan. Sedangkan Rizal duduk sendirian di sofa depan kami. Mungkin itu juga tanda alam yang diberikan pada kami, supaya dimengerti kalau adik sepupu istriku itu sudah berusaha menjauh dari kami.
“Zal, cobalah kamu romantisan sama istrimu.. dia juga pengen disayang-sayang” usulku kemudian.
“Ahh, udah bosen mas..”
“Eh iya, udah malem nihh.. mending tidur aja, biar kalian ga ribut melulu..” istriku membenarkan rambutnya yang tergerai, sepertinya dia sudah mulai mengantuk.
“Ogah ahh.. males aku mau tidur sama dia” balas Luki melirik lagi suaminya.
“Samaa.. gua juga males liat muka judes lu tuhh”
“Ah gampang.. Nadia ga bakalan bangun sampe subuh.. ntar pagi sebelum mama bangun, aku pindah lagi ke kamar kita” ucapnya pelan.
“Kita sama-sama coba tenangin pikiran.. giman Luk?” sambung istriku meminta pendapat Luki.
“Oke kak.. aku sih mau-mau aja”
“Sama.. mending tidur sama kak Sari daripada sama dia” balas Rizal spontan.
Aku mulai merasa kalau ini cuma akal-akalan dari istriku saja. Mungkin dia memang ingin tidur berdua dengan Rizal malam ini. Kubayangkan saat mereka berduaan di kamar pasti akan ngentot habis-habisan sampe pagi. Sial, jadi pusing aku memikirkan situasi yang kuhadapi sekarang.
“Gimana paa?” tanya istriku lagi. Aku masih bingung harus menjawab apa.
“Udah deh mas.. gapapa yah? malam ini aja, suntuk banget aku” imbuh Luki coba mempengaruhi keputusanku.
“Hhh.. kamu ini emang manja banget sihh.. ayo lahh”
Aku dan Luki kemudian masuk ke dalam kamar. Kulihat anak perempuanku masih tidur pulas di atas tempat tidur. Kuharap dia tak terbangun sampai pagi, pasti akan jadi masalah kalau sampai dia bangun lalu mencari mamanya.
“Oke.. gapapa..”
Akupun naik ke atas tempat tidur dan mengatur posisiku supaya tidak mengganggu anakku. Aku mendadak kaget ketika kulihat Luki dengan santainya melepas daster yang sedari tadi menutupi tubuhnya. Akupun tak bisa protes ketika Luki bertelanjang bulat mulai naik ke atas tempat tidur dan membaringkan tubuhnya disampingku. Mendadak situasinya jadi absurd, aku jadi gagap menghadapinya.
“Iya gapapa kan mas.. kalo tidur aku emang suka ga pake baju.. kayak ribet gitu mas” balasnya santai.
“Hhmm.. yaudah”
“Tapi mas Aan juga lepasin dong celananya.. gak nyaman nih ngegesek badanku”
“Gak ahh.. ntar Nadia bangun bisa repot kalo tau papanya bugil, hehe..”
“Ayo dong.. yaudah sini aku aja yang lepasin” Luki kembali duduk lalu menarik ujung celana pendek yang aku pakai.
“Ehhh.. Lukk.. ehh.. aduh..”
Aku yang protes pada kelakuannya tak digubris juga. Luki terus menarik paksa celana yang kupakai hingga akhirnya pakaianku itu lepas dari kedua kakiku. Tak butuh waktu lama untukku ikut telanjang seperti kondisi Luki saat ini.
“Hihihi.. gini dong.. barang bagus kok disembunyiin terus sih” ucapnya.
“HHhhh.. udah... sini.. tidur aja, jangan macem-macem”
Luki tak memaksakan keinginannya. Dia kembali membaringkan tubuhnya namun dengan posisi membelakangiku. Aku tahu apa yang dia mau. Kupeluk tubuh Luki dari belakang dan kudekap erat sampai kulit badan kami saling bersentuhan.
“Mas, aku tuh suka banget dipeluk sama mas Aan, rasanya jadi aman dan nyaman.. ahh.. pengennya sih bisa selamanya begini” gumam Luki.
“Hmm.. ya mana bisa, kamu sudah jadi istrinya Rizal, sedangkan aku juga punya istri.. apalagi kita tinggal serumah.. apa kata orang nanti” balasku pelan.
“Huuhhh.. kenapa aku ketemu sama mas Aan setelah menikah? coba dari dulu kita kenalan mas.. pasti kita sekarang udah jadi suami istri yah, hihihi..”
“Hehehe.. bisa jadi..”
Kami berdua mendadak diam. Pastinya pikiran kami sama-sama membayangkan kalau kita jadi suami-istri. Tentunya aku tak akan kecewa bila mendapat istri wanita seperti Luki, sudah cantik, seksi, pinter lagi. Tapi namanya jodoh itu tidak bisa direncanakan, sudah ada alurnya dan manusia hanya menjalaninya saja.
“Mas, malam ini pengen ngentot gak?” tanya Luki tiba-tiba.
“Emm.. kalo kamu?”
“Hhh.. aku terserah mas Aan.. kalo pengen sih ayuk aja mas..” balasnya tenang.
“Emm.. gak deh.. enakan gini aja.. bisa meluk kamu sepuasnya” kataku kemudian.
“Iya, aku juga sayang kamu”
0 Komentar