Pagi itu aku sibuk merayu anakku untuk tidak menceritakan apa yang dilihatnya di kamar pada siapapun. Saat bangun tadi anakku masih melihat Luki tidur di atas tubuhku dan kami sama-sama dalam kondisi tanpa busana. Tentu saja itu adalah sesuatu yang aneh bagi anakku. Selama ini dia memang beberapa kali memergoki aku dan istriku bersetubuh, tapi itu kemudian kami beri alasan yang masuk akal untuknya.
Kali ini aku dan Luki sudah membuat kesalahan yang cukup merepotkan. Tapi untungnya Luki bisa mempengaruhi anakku untuk tidak cerita. Bahkan pagi ini yang mengantar anakku sekolah adalah Luki sendiri. Istriku pun sempat keheranan dengan perlakuan Luki pada anakku, tapi kemudian dia menerima alasan dari Luki yang bilang kalau dia ingin sekali-kali merasakan mengantar anak kecil ke sekolah.
Setelah permasalahan anakku kuanggap selesai, akupun dengan tenang bisa berangkat menuju tempat kerja. Namun belum sampai aku keluar dari rumah, tiba-tiba datang panggilan telefon dari asisten atasanku.
“Pak Aan, ini nanti ada pertemuan dengan beberapa kontraktor yang akan mengerjakan proyek di luar kota, jadi dari kantor menugaskan pak Aan untuk berangkat”
“Maaf bu, kenapa mendadak sekali yah? harusnya saya diberi jadwalnya dua hari yang lalu”
“jadi begini pak, ini sebenarnya tuga pak Irwan, jadwalnya sudah keluar satu bulan yang lalu”
“Ohh.. trus gimana dong bu? Saya kan belum siap.. masak saya harus pergi sendiri?”
“Iya pak, kami sudah menyediakan akomodasi di kota tujuan.. jadi pak Aan bisa membawa istri atau keluarganya”
“Kalau orang lain dari kantor, ada gak yang bisa menemani saya?”
“Maaf pak, tidak bisa, surat penugasannya untuk pak Aan saja.. ini menyangkut budget yang diberikan dari kantor” terang asisten bos di tempat kerjaku.
“Hhhmm.. iya deh bu.. saya siap-sipa dulu kalau begitu”
“Baik pak.. acaranya jam 1 siang kok, jadi pak Aan santai saja... nanti kalau sudah sampai silahkan telfon saya lagi”
“Ohh, oke.. makasih ya bu”
Dengan berat hati aku harus menerima tugas dari kantor untuk jalan ke luar kota secara mendadak. Sebenarnya jarak kota yang kutuju tidak terlalu jauh, paling sekitar 3 jam perjalanan. Aku masih berdiri termenung di depan pintu garasi sambil memikirkan apa saja yang harus aku bawa, lalu aku harus bicara apa dengan para kontraktor itu.
“Mas, kok belum berangkat sih? ngapain disitu?” tanya Luki yang baru saja datang setelah mengantar anakku ke sekolah.
“Eh, ini.. emm.. ada tugas mendadak dari kantor.. suruh ke luar kota”
“yaudah masuk aja gih.. jangan mikir lama disini”
Akupun mengikuti Luki masuk ke dalam rumah. Kucari istriku untuk menanyakan dia mau ikut apa tidak, kalau tidak mau ikut mending aku berangkat sendiri saja. Setelah kucari di beberapa tempat akhirnya aku temukan dia di dalam kamar mandi. Suara gemericik air terdengar dari dalam kamar mandi, tapi ada suara lain yang membuatku berpikiran aneh. Suara kasak-kusuk antara perempuan dan laki-laki, dari suaranya tak salah lagi kalau yang perempuan adalah istriku. Lalu, apakah yang laki-lakinya itu Rizal?
"Ma.. mamaa.. mama dimana sih?" teriakku memanggilnya. Aku ingin memastikan kalau yang ada di dalam kamar mandi memang istriku.
"Di sini paa, di dalam kamar mandi.." balasnya kemudian.
“Ehh.. kayak sama orang lain, siapa sih? mama ga sendirian kan?”
"Ummm... ini mama lagi sama Rizal di dalam, paa...." sahut istriku yang bagai geledek di siang bolong menyambarku. Badanku langsung lemas mendengarnya, tapi dengan segera aku coba menguasai emosiku. Aku laki-laki, harus kuat.
“Maa.. mama...”
Istriku tak menjawab. Apa yang terjadi di dalam? Apakah aku akan kembali melihat semua ini? di depan mataku sendiri bahwa istriku benar-benar dientotin adik sepupunya. Kalau memang benar aku rasa apa yang mereka lakukan sudah terlalu melewati batas. Apa mereka tidak takut kalau mertuaku sampai memergokinya.
"Ngapain sih maa di dalam kamar mandi berdua?" tanyaku dari balik pintu kamar mandi. Perasaanku sungguh campur aduk saat itu, antara bingung, cemas, sakit hati, cemburu, marah, pokoknya jadi gak karuan pikiranku.
"Gak tahu nih Rizal.... waktu papa mau pergi tadi, dia ngajakin mama mandi bareng.. nakal banget nih paa.. papa marahin aja gih..." jawab istriku seakan tidak bersalah. Padahal bisa saja dia sendiri yang membiarkan Rizal mandi bersamanya.
“Mas Aan.. sory deh mas... kali ini aja yah, aku pengen banget mandiin kak Sari.. eh, mandi bareng maksudnya, boleh ya mas?” tanya Rizal padaku. Dia sama sekali tak punya rasa sungkan atau malu padaku.
"Eh, i-itu..." aku tidak tahu harus menjawab apa. Tentunya sebagai seorang suami harus bisa melindungi kehormatan istrinya. Namun disisi lain Rizal juga membiarkanku dekat dengan istrinya, apa dia ingin imbalannya?
"Terserah kamu aja lahh..." jawabku pasrah.
“Papaa... ahh.. aduuhh... papa jahat banget sih, ngebiarin istrinya mandi sama laki-laki laen” ucap istriku memprotes keputusanku, tapi selanjutnya malah terdengar suaranya menjerit manja.
“Iiiiiihhhh... Zall.. ahh.. bentar.. aduhh.. ehh.. bentar.. ahh.. ampuunnn, hihihihi.. ” diiringi suara benturan pintu pada kamar mandi. Seperti suara seseorang didorong sampai menubruk dan tetap bersandar pada pintu itu.
“Maa.. aku mau ke luar kota, mama mau ikut gak?”
“Eh, ada acara apa emangnya pa?” jawab istriku kemudian.
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka sedikit, istriku mengeluarkan kepalanya. Tubuh telanjangnya masih tertutup pintu, begitu juga tubuh Rizal yang sepertinya masih berada di belakangnya. Sebentar kemudian terlihat tubuh istriku terguncang-guncang pelan.
“Acara kantor, mau ketemuan sama orang proyek... papa pergi sendirian nih, mama mau ikut?”
“Gak deh paa.. tapi coba tanya Luki.. siapa tau dia mau ikut”
“Iya mas.. ajak Luki aja.. bosan aku ngeliat mukanya” imbuh Rizal kemudian. Hanya suaranya saja yang terdengar.
“Hhhh.. yaudah, aku ajak Luki aja.. kalian jangan protes yah” tanyaku memastikan.
“gak deh paa.. kami ikhlas kok, ya kan Zal? Hihihi..”
“Iya kak.. biarin aja dia pergi”
“yaudah... eh, bentar.. kalian ga takut ketahuan sama mama?” tanyaku penasaran.
“Hihihi.. mama udah tau..”
“Loh kok bisa??” aku terkejut dengan jawaban istriku.
“Udahh.. papa siap-siap aja dulu.. ntar kesiangan lohh..”
“HHh.. okee.. jangan lupa jemput Nadia”
“Emhh.. ahhh.. i-iyaahhh..” balas istriku mendesah.
Dengan menghela nafas dalam-dalam, akupun berlalu dari muka kamar mandi. Aku hanya berharap semua kegilaan ini cepat berlalu dan kehidupan kami kembali normal lagi. Sebenarnya aku sudah mulai bisa menghadapi semua kejadian aneh ini, tapi kalau diteruskan sepertinya akan berdampak buruk bagi perkembangan jiwa anakku.
Pagi itu Luki akhirnya menemaniku pergi keluar kota. Dia terlihat bahagia sekali bisa jalan berdua denganku. Kemanapun tujuannya dia tak peduli asalkan terus bersamaku. Akupun mulai merasa kalau Luki memang cocok menemaniku. Selain cantik dia juga cerdas, mampu memberiku saran walau masalah kerjaan sekalipun.
Setelah menempuh perjalanan 3 jam lamanya, aku dan Luki sampai di kota tujuanku. Kami diberi kamar hotel yang tak jauh dari tempat pertemuan. Hanya saja kamar hotel itu bisa ditempati sampai besok pagi. Tak masalah pikirku, karena malam ini kami berencana pulang ke rumah lagi.
“Sudah, kamu santai saja disini.. aku mau kerja dulu”
“Hihihi.. oke mas..”
Akupun mengambil tas laptopku lalu membukanya. Ketika tanganku masuk ke dalam tas, tanpa sengaja aku menyentuh sebuah benda melengkung dan elastis. Aku langsung ingat kalau itu vibrator milik Anita yang aku bawa dari kamar kostnya. Kubiarkan barang itu berada dalam tas lapotopku supaya Luki tak mengetahuinya. Sambil duduk santai di atas temat tidur, aku mulai membuka laptop dan melihat data-data yang diberikan oleh kantor padaku. Ada beberapa data tambahan yang Anita kirimkan beberapa saat lalu mulai kubaca dan kupahami apa saja isinya. Aku tak ingin terkesan cupu ketika menghadapi kontraktor proyek yang memang sudah ahli dibidang mereka.
Saat aku sibuk membaca data-data, Luki lalu-lalang di depanku melihat-lihat fasilitas apa saja yang diberikan oleh hotel pada kami. Kurasa hanya standar saja, karena hotel yang kami tempati buka hotel kelas mewah. Sambil jalan, Luki mulai melepas bajunya, kemudian celananya dan terakhir pakaian dalamnya. Tak berapa lama kemudian dia sudah berada di depanku dengan kondisi telanjang bulat.
“Eh, kok dilepas semuanya? Emang mo ngapain?” tanyaku heran.
“Gapapa.. emang ga boleh?” ucapnya manja.
“Ya gapapa sih Luk, asal kamu ga aneh-aneh aja”
“Nahh.. gitu dong mas..”
Tak kuhiraukan lagi apa yang Luki kerjakan. Mataku terus menatap layar Laptop, aku harus segera menguasai materi proyek yang akan kami serahkan ke pihak kontraktor. Di lain sisi mereka juga harus presentasi di depanku untuk memberikan gambaran pengerjaan proyek itu. Betul-betul menguras pikiran ternyata.
“Lukk.. tolong dong telfon mamanya Nadia, coba tanya Nadia udah dirumah apa belum” pintaku kemudian.
“Mmm.. oke mas”
Luki kemudian mengambil Hpnya lalu membaringkan diri di sampingku. Pada posisinya itu mataku tentu saja bisa melihat bulatan payudaranya yang membusung, serta permukaan vaginanya yang kini bersih tanpa bulu. Sampai belahannya terlihat mengintip dari lipatan pangkal pahanya.
“Aku telfon pake video call aja ya mas?”
“Iya terserah” jawabku tanpa mengalihkan padangan dari layar laptop.
Luki menelpon istriku beberapa kali namun tak dijawab. Dia terus mencoba menelpon istriku sampai akhirnya tersambung juga. Aku tak terlalu memperhatikan apa yang mereka bicarakan, apalagi Luki sedang memakai headset di telinganya. Otomatis suara istriku tak terdengar olehku.
“Mas.. mas.. coba lihat ini deh” ujarnya sambil mendekatkan Hpnya ke arahku.
“Apaan sih?”
Luki melepas headsetnya hingga suara istriku yang sedang bicara terdengar di telinga kami berdua. Luki sengaja tak mengarahkan kamera Hpnya ke posisiku, jadi keberadaanku tidak terlihat oleh istriku.
“Udah tuh.. Nadia udah di rumah kok Luk..” suara istriku terdengar, tapi malah anakku yang terlihat di layar Hp.
Kulihat anakku sedang bermain di ruang tengah, sedangkan istriku kuperkirakan berada di depan kamar dengan posisi terbaring. Hp yang dipegang istriku mulai bergerak-gerak, hingga suatu saat aku bisa melihat tubuh laki-laki berada di dekat kakinya. Aku sudah tahu siapa lelaki itu, tapi yang membuatku terhenyak adalah kondisinya yang telanjang. Apakah istriku sedang ngentot dengan Rizal saat ini? kalau iya kenapa dia berani sekali melakukannya di dekat anakku.
“Hhh.. hhh.. aahh.. siapa tuh kak?” suara lelaki itu mulai terdengar, tapi pelan. Hampir aku tak bisa mendengarnya jelas.
“Sshh.. mmhh.. Luki..”
“Ngapain dia?”
“Mmhh.. tanya Nadia aja”
Baik aku maupun Luki sama-sama terdiam mendengar pembicaraan istriku dan Rizal. Sebenarnya kami ingin tak percaya pada yang kami lihat, tapi kenyataannya memang kejadian itu sedang berlangsung.
“yaudah kak.. lanjut aja dehh.. maaf gangguin yang lagi enak-enak” tukas Luki akan memutus panggilan videonya.
“Uhhh.. iya Luk.. emmhh.. aahh..”
Luki langsung mematikan panggilan telfonnya. Dia mungkin tak mau aku terganggu dengan kejadian yang ada di rumah. Setelah menaruh Hpnya, dia kemudian memelukku dari belakang. Membuat susu montoknya itu menggencet punggungku.
“Mas, jangan kepikiran yah.. fokus aja sama kerjaannya” ucapnya liriih.
“Hhh.. iya.. gak kok Luk, aku sudah mulai bisa menerima semuanya”
“Syukurlah mas, aku yakin mas Aan kuat.. semoga semuanya lekas selesai”
“Iya, semoga saja.. tapi tetap saja aku masih belum mengerti semuanya Luk..”
“Maksudnya mas Aan gimana sih?”
“Gini, kita sama-sama tau kalo Rizal ada main sama istriku.. tapi dia juga membiarkan kamu selalu dekat denganku, istriku juga sama.. apa mungkin kita ini sudah melakukan tukar pasangan ya Luk?” ucapku menoleh ke belakang melihat wajah cantiknya Luki.
“Hmmm.. bisa juga sih mas.. kalau situasinya begitu memang kita sudah saling menukar pasangan..” balasnya lalu mencium pipiku.
“Mana bisa aku protes sama kelakuan mereka, karena jujur saja aku mendapat kamu disampingku sebagai ganti istriku”
“Iya sih mas, aku ngerasa gitu juga.. tapi aku ga mau ambil pusing, aku seneng kok dekat sama mas Aan.. jadi tenang dan nyaman aja”
“Iya, syukurlah..”
Ditengah kami berdua bicara serius, Hpku berbunyi, sopir yang menjemputku sudah ada di depan lobby ternyata. Kulihat jam memang sudah lewat tengah hari.
“Luk, sini.. ikut aku..”
“Mau kemana sih mas?”
“Ayo sini.. duduk disini aja”
Kutarik sebuah kursi yang ada sandaran tangannya. Kuhadapkan kursi itu ke arah jendela kamar hotel yang sudah aku buka semua hordennya. Cahaya terang matahari langsung masuk ke dalam kamar, tapi tak langsung bersinar ke dalam karena jendela kamar menghadap ke arah utara. Luki tanpa curiga sedikitpun kemudian duduk di kursi yang sudah kusiapkan.
“Bentar aku cari sesuatu dulu ya sayang”
“Eh, mas Aan mau apa sih sebenarnya?” tanya Luki penasaran.
“Udah duduk aja disitu bentar”
Dengan cepat kuambil kain jilbab warna abu-abu milik Luki yang tergeletak di atas tempat tidur. Kuambil juga kaos kaki milikku dan tak lupa kuambil vibrator dari Anita yang tak sengaja terbawa sampai sekarang. Akupun kembali mendekati Luki setelah membawa semuanya.
“Tenang aja Luk.. pasti enak kok” ucapku dengan senyum menyeringai.
Kuarahkan kedua tangan Luki ke belakang lalu kuikat dengan kain jilbabnya. Dia tak melawan, hanya menoleh sebentar untuk melihat apa yang aku lakukan. Setelahnya kuangkat kedua kaki Luki dan kusuruh dia mengangkang. Tanpa banyak bicara, akupun mengikat kakinya ke sandaran kursi dengan kaos kaki milikku.
“Waaooow.. seksi banget kamu Luk!” ucapku terkesima melihatnya.
Luki hanya melongo tak mengerti apa yang sedang kulakukan. Jelasnya dia sekarang terikat pada sebuah kursi dengan posisi menghadap jendela kaca yang lebar. Kalau ada orang di luar jendela itu kupastikan bisa melihat seorang perempuan cantik, telanjang bulat, dengan kedua kaki mengangkang dan terikat pada kursi. Untungnya kamar hotel kami di lantai 3, jadi kemungkinan itu kecil terjadi.
“Mas.. ini mau ngapain siih?” tanya Luki dengan wajah memelas.
“Kamu diam aja.. jangan banyak tanya”
Kuambil batang vibrator model U yang aku bawa dan kedekatkan ke arah belahan memeknya yang sudah terbuka itu, lalu kumasukkan ke dalam lobang vaginanya. Pelan-pelan kumasukkan sampai sebatas lengkungan batang vibrator itu. Kelihatan dari mukanya kalau dia sedang menahan ngilu sampai mau menangis. Tapi aku tidak bisa menahan perbuatanku, tanpa Luki sadari aku mulai menyalakan vibratornya dan tubuhnya mulai bereaksi.
“Aaahhh.. masss.. aahhh.. aduhhh... aahhh.. maasss.. tega banget sih.. aahhhh..”
Tubuh Luki mulai menggeliat seperti cacing kepanasan. Mulutnya mulai mendesah-desah dan melenguh. Khawatir suaranya akan didengar oleh orang lain, akupun menyumpal mulut Luki dengan celana dalam miliknya sendiri. Kini meski sekuat tenaga dia teriak, pasti suaranya tak terdengar sampai keluar kamar.
“Hemmppphh..... hhemmmpppphhh.....uummmmppphhhh “
‘Klikk.. Klikk.. Kliikk’ ... tak lupa kuambil beberapa foto darinya untuk kenang-kenangan.
“Aku pergi dulu.. kamu nikmati aja sepuasnya, Hehehe..” ujarku kemudian. Tanpa mempedulikan nasib Luki, akupun segera keluar dari dalam kamar.
Pertemuan yang kulakukan dengan beberapa kontraktor proyek berlangsung lancar dan tanpa kendala. Akupun bisa mengimbangi semua pertanyaan mereka sambil memberikan saran untuk keberlangsungan proyek yang akan mereka kerjakan. Kurasa apa yang ditugaskan padaku sudah sukses kulaksanakan.
Sepulangnya dari tempat pertemuan, aku langsung bergegas menuju ke kamar hotel. Aku sempat lupa kalau tadi aku meninggalkan Luki sendirian dengan kondisi terikat dan batang vibrator di memeknya. Aku jadi takut kalau Luki kenapa-napa, jujur aku khawatir banget dengan kondisinya.
Begitu tiba di kamar aku melihat Luki sedang duduk termenung di atas tempat tidur. Kedua matanya terlihat basah, kupikir dia baru saja selesai menangis sebelum aku datang. Namun begitu, batang vibrator warna merah muda nampak masih menancap di lobang memeknya. Kelihatannya vibrator itu sudah mati, mungkin habis baterainya.
“Luk.. Luki.. ada apa? Kok nangis?” ucapku sambil meletakkan tas laptopku di atas meja.
“Sssrrthh.. ehh, mas.. udah balik?” dia menoleh melihatku.
“Iya, ada apa sih? kamu cerita dong Luk..”
“Ahh.. gapapa mas.. aku gapapa kok”
“Gakk.. kamu pasti habis menangis yah? ayo cerita.. ada apa sebenarnya?” paksaku padanya.
“Mas.. aku diceraiin sama Rizal”
“Apa!! Kenapa bisa? Gak mungkin ah... mana berani dia!” mendadak emosiku melonjak naik.
“Tapi.. dia tadi telfon, minta cerai mas”
Belum selesai aku bicara dengan Luki, tiba-tiba Hpku berdering. Dengan buru-buru aku langsung menerima panggilan di Hpku karena yang menelpon adalah istriku.
“Haloo paaahh..”
“Eh, iya maa.. ada apa?”
“Paa.. buruan pulang paa.. Rizal sama mama ribut terus dari tadi.. aku takut paa” dari nada suaranya aku tahu kalau istriku sedang panik.
“Oke.. oke.. mama tenang aja dulu, jangan biarkan Nadia ikut mendengar” pintaku.
“Iya, ini dia udah di kamar... aku larang keluar”
“yaudah, aku pulang sekarang”
Tanpa pikir panjang aku langsung membereskan semua barang-barangku. Luki juga aku minta segera siap-siap untuk pulang. Dia masih terus menahan tangisnya namun tetap saja bergerak menyimpan barang yang dia bawa ke dalam tas.
***
Aku sampai di rumah sekitar pukul 8 malam. Istriku langsung menghampiriku begitu aku keluar dari dalam mobil. Setelah itu dia memeluk Luki dengan erat. Entah apa yang telah terjadi aku belum tahu sepenuhnya. Kuajak mereka masuk sambil memberi dorongan semangat pada Luki.
“Paahh.. baru saja mama bertengkar sama Rizal, mama rupanya tau kalau Rizal itu sudah menikah lagi” ucap istriku pelan.
“Apa?? Mama ga salah dengar kan?”
“Enggak paa.. aku dengar sendiri dari mulutnya Rizal”
“yasudah.. kita tenang dulu, jangan ikut memancing keributan”
Kami bertiga kemudian masuk ke dalam rumah. Istriku kuminta segera masuk ke dalam kamar untuk memastikan Nadia tak melihat pertengkaran yang terjadi. Sedangkan Luki jalan menuju lantai atas. Sebenarnya aku takut membiarkannya pergi sendirian menemui Rizal, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa karena itu masalah rumah tangga mereka.
“Baru pulang kamu An?” tanya mertua begitu keluar dari kamarnya.
“Iya mam”
“Syukurlah kamu bisa pulang secepatnya... mama sudah tak tahan lagi sama Rizal, dia benar-benar membuat hati mama sakit.. mama kecewa banget”
“Iya mam, tapi tenang saja dulu.. bisa kita bicarakan baik-baik lah mam” ajakku berusaha bijak.
“Tidak, sudah tak bisa dibicarakan baik-baik.. sekarang atau nanti Rizal harus kasih keputusan”
Dari arah lantai atas, Rizal jalan turun dengan cepat. Dia sudah membawa dua buah tas yang kemungkinan berisi barang-barang miliknya. Apakah dia mau pergi dari rumah ini?
“Zal.. tunggu Zal.. kita bisa bicarakan ini dulu” cegahku pada adik sepupu istriku itu.
“Ahhh.. gak ada yang bisa dibicarakan mas” jawabnya memalingkan muka.
“Sudah An, biarkan dia pergi.. anak tak tau terimakasih!” bentak mertuaku.
“Iya mam.. aku tak tau terimakasih.. aku memang lebih memilih mantan pacarku yang sekarang sudah aku nikahi.. apa salahnya mam? Dimana yang harus aku perbaiki?”
“Ohh, jadi kamu lebih memilih perempuan lain daripada istri kamu sendiri?”
“Iya, jelas.. aku lebih nyaman sama dia.. bukan sama Luki” balas Rizal penuh emosi.
“Baik, memang lebih baik kamu pergi saja dari rumah ini”
“Okee.. ini sudah keputusanku, dan aku gak bakal menyesalinya.. Luki juga udah aku ceraikan.. terserah dia mau kemana sekarang”
“Anjiing!! Dasar anak tak tau balas budi kamu..” teriak mertuaku penuh amarah.
“Terimakasih mam udah ngerawat aku selama ini.. sekarang aku mau mengikuti jalan yang udah aku pilih”
Rizal tanpa ragu langsung jalan keluar. Dia sudah benar-benar tak peduli lagi dengan keluarga yang merawatnya dari kecil sampai seperti sekarang. Aku hanya bisa melihatnya pergi tanpa bisa berbuat apa-apa untuk menghentikannya. Tiba-tiba Luki turun dari lantai atas dengan menangis tersedu-sedu. Dia kemudian memeluk mertuaku.
“Mam.. udah ga ada gunanya lagi aku di rumah ini.. aku juga mau pulang mam”
“Ehhh.. bicara apa kamu? Tidak! sekali kamu jadi anak mama selamanya kamu tetap begitu.. biarkan suami kamu itu pergi, kamu tetap disini” balas mertuaku tegas.
“Tapi.. tapi.. aku bukan siapa-siapa lagi di rumah ini..”
“Tidak... kamu anakku, ga boleh ada yang berubah.. kamu haru tetap tinggal di rumah ini.. mama yang jamin kamu disini”
Mereka berdua lalu jalam masuk ke dalam kamar mertuaku. Aku yang sedari tadi berdiri pun mulai duduk di kursi sofa depan Tv. Kulepas kemejaku lalu kulempar begitu saja ke arah kursi di sampingku. Pikiranku jadi kemana-mana. Apa yang aku takutkan benar-benar terjadi dan dalam waktu singkat, sampai aku sendiri gagap menyikapinya. Aku terus duduk termenung sambil menatap layar Tv yang tak menampilkan gambar apa-apa.
“Paa..”
“Eh, gimana maa?” tolehku ke arah istriku, dia lalu duduk disampingku sambil memelukku erat.
“Papa mikirin apa sih? sampe segitunya..”
“Hhhhhh.. semuanya, kalian..” jawabku singkat setelah menghela nafas panjang.
“Ahh.. biarin aja paa.. itu sudah pilihan Rizal, emang papa bisa apa kalau sudah begini..”
“ya bukan itu saja.. kemarin aku sempat ngobrol sama mama, dia minta supaya aku bisa menjaga keutuhan keluarga ini.. tapi kenyataannya aku gagal.. aku bodoh melihat situasi” ujarku pelan, lalu menyangga kepalaku dengan tangan kiri.
“Paa.. sebelumnya mama minta maaf dulu sama papa, kurasa aku udah keterlaluan sama papa.. tapi itu sebenarnya aku sedang berusaha mempengaruhi Rizal supaya tak pergi dari rumah ini.. tapi ya gagal juga ternyata” ungkap istriku kemudian.
“Oohhh iyaa, gapapa kok maa.. ga ada yang perlu disalahkan dan dimaafkan”
“Yaa tapi mama tetap merasa bersalah banget..”
Kami terdiam sesaat. Istriku masih terus memelukku sementara aku memijat kepalaku yang terasa berat dan pusing. Suasana rumah jadi sunyi, tak ada suara lain kecuali detak jam dinding di atas Tv. Suara anakku menonton Tv di kamar juga sudah tak terdengar, artinya dia sudah tertidur di dalam sana. Mungkin itulah kenapa istriku bisa keluar dari kamar dan menemaniku.
“Jadi, papa udah berhasil ngebuat Luki hamil belum?” tanya istriku aneh.
“Mamaa.. mama bicara apaan sih? ya enggak lahh.. emang kita ngapain kok sampe dia hamil? Hhhh..” balasku jengah.
“Hihihi.. kirain..”
“Mama tuh yang puas dientotin sama laki laen, kan? bisa-bisanya tanya gitu sama papa.. hhh...”
“ya gimana ya paa.. puas sih puas.. bisa ngecrot, tapi.. emm.. ga kaya punya papa dehh.. bisa mentok..” bisiknya pelan.
“Waahh.. jadi bisa ngebandingin punya suaminya yah sekarang? Moga aja mama hamil beneran sama Rizal” balasku ngasal.
“yeee.. ga mungkin, Rizal tuh ga bisa bikin hamil perempuan”
“Hehe.. iya, aku tau kok..”
“Tau dari mana emang?” balasnya tak yakin pada omonganku.
“Luki yang cerita, katanya ada masalah sama kualitas spermanya Rizal” balasku setengah berbisik.
“Hmm.. yaudah.. “
“Sebenarnya aku kasihan sama Rizal, harusnya dia ga cerai sama Luki kalau memang alasannya mereka ga bisa punya keturunan.. kalau begitu ceritanya, bisa-bisa perempuan yang dinikahinya itu ga hamil juga”
“Iya lahh.. tapi katanya perempuan yang dinikahi Rizal itu janda anak satu paa.. mantan pacarnya Rizal pas masih kuliah dulu.. setelah jadi janda dia pengen balik lagi sama Rizal..” ujar istriku. Aku hanya diam menyimak.
“Ooohhh, jadi begitu yah... mama sih ga cerita”
“Ya gimana mo cerita, papa sibuk kerja terus... habis itu tidurnya sama Luki”
“Eh, bukannya papa yang ditinggal mama ngentot terus sama Rizal? Hayoo..”
“Hihihi.. iya juga sih paa.. mumpung ada kesempatan sih paa..”
“Dasar istri binal..” ejekku memijit hidungnya.
Istriku hanya tertawa mendengar ejekanku, tangannya kemudian memeluk leherku dan kedua kakinya dia naikkan ke atas pahaku. Kalu sudah manja-manjaan begitu, aku tak akan bisa marah sedikitpun padanya. Entahlah, memang kelemahanku yang paling besar adalah sikap manja istriku.
“Paa.. mmm.. Rizal kan udah cerai sama Luki...”
“Terus?”
“Mau gak kalo papa nikahin Luki aja paa.. aku rela kok paa” ucapnya halus tapi menohok pikiranku.
“Apaa?? Mama ngaco lagi dehh.. ga mungkin segitunya aku maa..”
“Hhh.. udah deh paa, jangan sok jaim.. mama tau kok kalo papa suka sama Luki, dia juga sama, mending sekalian aja papa menikah sama Luki.. mama ga suka keluarga kita jadi gunjingan tetangga paa” jelas istriku pelan, dari nada suaranya aku tahu dia sedang serius.
“Hmm.. aku pikir-pikir dulu ya maa.. semua pasti ada baik dan buruknya”
“Iya paa, ntar aku kasih tau mama”
“Ehh, kok kasih tau mama? jangan dong.. ntar mama malah tambah pusing mikirin kita..” sergahku pada kata-katanya.
“Lahh.. emang dia yang mau kok, udah beberapa hari ini mama suruh nanya masalah ini sama papa.. baru kali ini kita sempat bicara berdua kan”
“Okey.. trus Luki gimana? Apa dia juga setuju?”
“Pasti dong.. dari dulu mama udah tau dia ada rasa sama papa, makanya aku sering kasih kesempatan dia berduan sama papa.. emang ga kerasa ya pah?”
“Aaahhh.. beneran deh mama ini.. hhhh.. iya aku tau, tapi ga yakin aja maa”
“Sekarang jadi yakin kan paa.. Hihihi...”
“Udah.. udah.. daripada tambah kemana-mana, mending tidur aja.. papa capek, habis jalan jauh suruh mikir kek gini lagi.. hhh..”
“yaudah.. ayok deh, tapi gimana kalo Luki juga ikut tidur sama kita.. asikk tuhh”
“Hhh.. dasar bini gilakk”
“Hihihihi...”
Kami tutup malam itu dengan ketenangan setelah badai yang menghantam. Malam itu aku kembali bisa tidur sekamar dengan istri dan anakku setelah beberapa malam tidur dengan perempuan lain. Aku tak habis pikir dengan kelakuan istriku, tapi setelah dia cerita panjang lebar aku jadi paham apa yang ada dalam kepalanya. Sungguh semua ini menguji kesabaranku, menguji kesetiaan kami dan menguji ikatan kebersamaan keluarga. Semoga saja setelah badai kekacauan ini ada sinar ketentraman yang bisa membuat semuanya lebih baik.
***
0 Komentar