ADIK IPARKU PART 27

 


menginjak sekitar dua minggu.


Dan ketika Doni kelepasan ejakulasi saat ulang tahunku, di saat itu kemungkinan rahimku sedang melakukan pembuahan. Sungguh, ini benar-benar mengejutkan dan memusingkan. Aku harus bertindak apa sekarang? 3 bulan lagi ujian nasional dimulai.




Kenapa aku harus hamil di saat seperti ini? Mungkin akan berbeda ceritanya, jika aku hamil beberapa hari menjelang ujian nasional berlangsung. Tubuhku terbilang kurus dan kecil, jika aku hamil dan perutku membesar. Pasti akan mudah terlihat oleh orang-orang.


Aku saat itu menangis sejadi- jadinya, ketika aku




mengetahui bahwa aku hamil. Aku mencoba dua alat test pack lainnya yang aku beli. Dan keduanya menunjukkan tanda yang kurang lebih sama. Test pack kedua menunjukkan dua garis biru, di mana satu garisnya samar.


Alat test pack ketiga menunjukkan dua garis biru, dan kedua garisnya terlihat jelas seperti alat test pack




pertama. Hingga akhirnya sekitar 2 jam kemudian, Doni pun datang saat jam 3 sore. Dia mengetuk pintu kontrakanku dengan kerasnya kala itu.


“Danillaa... Sayaang... Kamu kenapa hari ini gak masuk sekolah? Dan kenapa pesan chat yang aku kirimkan gak dibalas? Kamu masih marah sama aku?” tanyanya sambil




sedikit berteriak dari depan pintu. Tidak biasanya dia bersikap seperti ini kepadaku.


Biasanya Doni mengetuk pintu dengan sopan dan tidak berteriak. Aku merasa bahwa sifat Doni perlahan berubah, setelah dia mulai menjalin hubungan dengan Grace. Aku saat itu keluar dari kamar dan bergegas membuka pintu kontrakan.




“Bisa gak, kamu ngetuk pintu yang pelan dan sopan saja? Kamu gak perlu teriak-teriak dan ngeluarin suara dengan intonasi tinggi! Kamarku deket sama pintu keluar rumah! Kamu ngomong pelan pun kedengeran!” tegurku kepada Doni.


Doni saat itu menghela nafas panjang, dia terlihat gak terima dengan sikapku.




“Kamu baru buka pintu rumah, langsung marah- marahin aku kaya gini? Kemana sikap wanita lembut kamu yang dulu? Kemana sifat wanita pengertian dan penuh cinta yang kaya dulu?”


“Aku udah tau kegilaan kamu, Doni! Rahmat semalem udah ceritain semuanya ke aku via telfon! Dan dia bilang kamu pada hari senin kemarin,




kamu melakukan hubungan badan dengan Grace! Rahmat yang cerita ke aku!” jawabku membongkar kedok Doni.


Doni yang mendengar perkataanku itu, dia langsung marah dan mengelak. “Rahmat itu pembohong! Mana ada aku pernah berhubungan intim sama Grace! Kamu juga goblok banget, bisa-bisanya percaya




sama perkataan Rahmat!


Mana selingkuh?”


buktinya aku


Untungnya sebelum Rahmat pulang ke rumahnya, aku sempat meminta bukti perselingkuhan Doni dan Grace. Rahmat memberikan aku satu foto yang dia ambil dari jauh. Di mana Doni dan Grace sedang berciuman bibir dalam kondisi tanpa busana.




Aku segera mengeluarkan handphone dan menunjukkan foto itu kepada Doni. “Ini apa?! Ini foto siapa? Sekarang kamu mau ngelak apa lagi sama aku? Bukti fotonya udah ada! Kamu mau bilang ini bukan kamu? Kamu mau bilang ini editan? Kamu mau bilang ini foto palsu?”


“Rahmat bangsaat!” Seketika Doni terlihat semakin marah.




Dalam kondisi marah dan kalut, Doni malah mendorong tubuhku hingga terpojok ke tembok. “Kenapa kamu coba nyari bukti tentang hubungan aku sama Grace! Kenapa kamu hubungin Rahmat!”


Dia mencekik leherku saat menyudutkanku ke tembok. Seketika leherku terasa sangat sakit, dan kesulitan bernafas. “A-Aku... Aku... Le—




Lepasin aku... Lepasin aku... Hoek... Hoek... Do—Doni le— lepasin aku! A-Aku ga—gak bi—bisa na—nafas!”


Melihat nafasku yang gelagapan, dia akhirnya melepaskan cekikannya dari leherku. Seketika hatiku semakin hancur, melihat reaksi Doni yang seperti ini. Aku pikir, dia akan meminta maaf dan berjanji akan




meninggalkan Grace. Tapi ternyata, aku salah perkiraan.


“Maafin aku, aku udah bersikap berlebihan sama kamu. Aku harus akuin aku memang ada hubungan cinta sama Grace. Kami berdua sebenarnya udah sering bermain di belakang kamu dan Rahmat,” ungkapnya yang terlihat merasa bersalah.




Dia merasa bersalah bukan karena perselingkuhan yang dia lakukan. Dia merasa bersalah karena mencekik leherku hingga hampir mati kehabisan nafas. Dalam situasi seperti itu, aku mengambil sebuah alat test pack yang sempat aku gunakan tadi.


Dan aku menunjukkan alat test pack itu sambil menangis




di hadapan Doni. “Sekarang kamu lihat ini, Doni. Ini alasan kenapa hari ini aku gak masuk. Kemarin aku seharian merasa mual, bahkan aku sampai muntah-muntah hanya karena bau sensitif.”


“Ga—Gak mungkin! Ka— Kamu hamil, Danilla? Aku selalu ngeluarin cairanku di luar kemaluan kamu! Dan baru satu kali ngeluarin di




dalam saat hari ulang tahun kamu! Gak mungkin semudah itu jadi!” kilahnya yang malah tidak mengakui perbuatannya.


“Aku gak pernah berhubungan badan sama cowo selain kamu! Keperawananku, aku berikan sama kamu! Aku gak pernah main sama siapapun di belakang kamu! Aku gak pernah setega itu!” tegasku




bahwa ini memang benar anaknya dia.


Namun, Doni malah mengatakan sesuatu yang mengejutkan. “Kamu bohong! Bukan aku cowo pertama yang ambil keperawanan kamu! Kamu pikir aku gak tau, kamu dulu pernah main sama Arga! Mantan cowonya Destia, Arga yang ngomong dan ngaku sama aku!”




Aku seketika tersentak bukan main, Arga itu bukan anak satu sekolahan dengan kami. Arga pacarnya Destia yang udah lulus sekolah, bahkan sekarang dia udah kuliah sambil kerja. Tapi, dia tau dari mana kalo aku pernah berhubungan intim sama Arga?


“I-Iyaa, aku harus akuin hal itu. Tapi anak yang ada di dalam




perutku ini anak kamu! Aku sudah menduganya kamu gak akan bertanggung jawab! Aku pun gak akan minta pertanggung jawaban dari kamu! Sekarang kamu pergilah, jangan pernah temuin aku lagi!”


Aku segera masuk ke dalam kamarku, namun Doni mencegahku dengan menarik tangan kananku. “Okee aku




akuin itu anak aku! Memang kamu baru 17 hari yang lalu mens! Dan kamu sekarang terdeteksi hamil, aku akan ninggalin Grace dan tanggung jawab sama kamu!”

Posting Komentar

0 Komentar