Silent Rose part 19

 

Bab 19






Lagu klasik Beethoven mengalun lembut memenuhi ruangan kafe tersebut. Seorang gadis cantik, Evangeline Irene tampak sibuk dengan remote TV di tangannya. Gadis cantik itu mengganti channel televisi berkali-kali, kebosanan tampak jelas di wajah cantiknya.




Kau tidak akan menemukan nama Ian disebut di televisi, Mr. Wise berkomentar dingin, jari-jarinya sibuk membersihkan beberapa gelas kaca. Kau harus bersyukur namanya tidak disebutkan.




Eva tidak mengacuhkan komentar Mr. Wise. Dia tahu betul, jika nama Ian sampai diberitakan di media massa, maka mungkin itu adalah hal terburuk bagi karirnya sebagai Silent Rose. Jika identitasnya sampai di eksplore oleh media massa, kemungkinan besar Association harus mengakhiri karirnya. Dan itu dapat berarti kematian bagi Ian dan juga dirinya.




Dering telepon di sudut meja bartender berdering. Wise Crow menolehkan pandangannya ke arah telepon tua tersebut. Orang tua itu diam tanpa ekspresi, pada dering ketiga barulah Wise Crow mengangkat gagang telepon.




Halo. Hanya itu yang diucapkan oleh Wise Crow. Karena beberapa menit kemudian hingga telepon ditutup, Wise Crow hanya mendengarkan apa yang diucapkan oleh penelepon di seberang. Eva memperhatikan saat Mr. Wise menerima telepon itu, mencoba menerka-nerka apa yang sedang dibicarakan. Tentu saja, Mr. Wise tidak mudah untuk dibaca.




Pak Tua itu meletakkan gagang telepon, membalas pandangan Eva dan memberi isyarat agar Eva mendekat. Dengan penuh penasaran, gadis cantik itu mendekat.




Ian memang sedang ditahan oleh pihak kepolisian, Mr. Wise berkata. Ketua RT di tempat kalian berdua tinggal, baru saja memberi tahuku bahwa dia dikunjungi oleh dua polisi tidak berseragam yang menanyakan beberapa hal perihal Ian.




"Ketua RT?" Eva mengernyitkan alisnya.


"Kau tidak berpikir ketua asosiasi akan membiarkan agennya begitu saja tanpa pengawasan dan backup jika terjadi sesuatu, kan?.






Eva mengangguk mengerti. Organisasi besar yang sudah bertahun-tahun bekerja di balik layar tanpa diketahui siapapun jelas memiliki kewaspadaan ekstra. Dalam pikirannya Eva mulai menebak-nebak, siapa saja bisa menjadi bagian dari Association, bahkan mungkin tukang sampah yang setiap sore mengambil sampah di depan rumah mereka bisa saja bagian dari Association.






"kau tidak berpikir tukang sampah adalah bagian dari Association, kan? Mr. Wise berkomentar seolah membaca apa yang sedang dipikirkan gadis itu. Eva sedikit terkejut.


"Apa selanjutnya" Eva bertanya.


"Selanjutnya?" Mr. Wise mengulangi pertanyaan Eva. Kau tahu Silent Rose tidak memberitahuku sedikitpun tentang rencananya. Bagaimana aku bisa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya?.


"Menurutmu?"


"Mendekatlah" akan kubisikkan sebuah rahasia, ucap Mr. Wise, terlihat hendak membisikkan sesuatu. Eva mendekatkan wajahnya ke arah Mr. Wise.






CTAKK!!.




Mr. Wise menjetikkan jarinya tepat di depan wajah cantik Eva. Pak tua itu tersenyum samar.




Dengarkan aku baik-baik, ujarnya kemudian penuh misteri.






*_*_*​








Christ Oakland memandangi seisi ruangan dengan seksama. Matanya menelusuri tiap jengkal dinding, tatanan keramik putih, deretan meja dan kursi di dalam ruangan tersebut. Beberapa langkah di belakangnya, Inspektor Dean dan detektif Rio berdiri memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh agen FBI tersebut. Saat ini mereka berada di gedung tempat terjadinya penembakan, tepat di seberang hotel tempat mereka menangkap Ian.




Jadi mereka langsung memperbaiki kaca jendela ini. Ujar Christ Oakland sambil memperhatikan deretan jendela yang tampak tak tergores sedikitpun.




"Maksudmu?" Dean bertanya.






Silent Rose menembak dari sana Christ menunjuk jendela kamar hotel tempat mereka menangkap Ian. menembak melalui jendela ini, memecahkan kaca, namun saat itu secara kebetulan Ahmadi Fahsa, sang target menunduk mengambil catatan yang terjatuh, hingga tembakannya meleset. Dan aku tidak melihat ada kaca jendela yang pecah disini.




Rose tidak menembak kaca. Rio menyahut. Seketika raut kebingungan muncul di wajah Christ Oackland.




Tidak ada kaca yang tertembak. Dean memperjelas ucapan Rio. Menurut analisa kami, Silent Rose menembak melalui salah satu dari lubang ventilasi di atas jendela-jendela itu.




C.O terbelalak mendengar keterangan yang disampaikan Dean. Dia mengamati lubang-lubang ventilasi di atas jendela, lubang itu berbentuk persegi yang cukup besar bagi peluru untuk lewat, namun dari jendela tempat Silent Rose menembak, lubang itu akan terlihat sangat kecil.




Bagaimana mungkin dia bisa membidik dengan tepat melalui lubang tersebut?, maksudku- jarak tembaknya begitu jauh. Agen FBI Clever Owl kini bertanya.




Dia Silent Rose Rio menyahut. dia bisa melakukan penembakan dari sudut yang nyaris mustahil, dia biasa melakukan hal tersebut




Lubang yang mana menurut kalian? Christ kini tampak antusias, memperhatikan lubang demi lubang, sambil sesekali mengalihkan pandangan pada bekas peluru di tembok. Untuk beberapa saat ketiganya terdiam mencoba memvisualisasikan gerak dan kemungkinan peluru itu masuk.




Nomor empat dari ujung kiri, ketiganya berkata nyaris bersamaan. Dari arah jendela seberang memang terlihat bahwa lubang itulah yang paling memungkinkan Silent Rose memiliki sudut pandang yang cukup untuk melepaskan tembakan.




Ada satu lagi yang menurutku cukup tidak biasa, Rio menambahkan. Kami menyita senjata laras panjang di kamar tempat kami menangkap tersangka.




buatan tahun 2000 namun sudah dimodifikasi untuk menggunakan peluru kecil seperti yang biasa digunakan pada pistol-pistol kecil




Peluru kecil? Christ mengernyitkan alisnya sekali lagi. bagaimana mungkin?, senapan jarak jauh biasanya menggunakan peluru-peluru berukuran lebih besar agar jalur tembak peluru tidak terganggu oleh tekanan angin dan gaya sentrifugal searah akibat gravitasi. Bagaimana caranya bisa menembak dengan tepat dari jarak sejauh itu menggunakan peluru kecil??.




Rio mengangkat kedua bahunya. itulah Silent Rose. Jawabnya singkat.




Christ beralih pada bekas tembakan di dinding, bekas tembakan itu berada sekitar delapan puluh centimeter dari lantai. Peluru menyebabkan kerusakan cukup parah pada dinding tersebut sehingga sukar dianalisa dari arah mana peluru itu menghantam dinding. Christ mengenakan sarung tangan karet dan mulai mengorek-ngorek bekas hantaman peluru pada dinding tersebut.




Kalian menemukan pelurunya? tanya Christ tanpa mengalihkan perhatian dari apa yang dikerjakannya saat ini.




"Peluru kecil yang biasa digunakanpistol acp 45. Cocok dengan peluru-peluru yang tersisa pada senapan laras panjang yang kami sita. Dean menjawab.




Kalian menemukan sesuatu di lantai dekat dinding? Christ bertanya sekali lagi.




Rio mendekat dan berjongkok tepat di sebelah Christ. Aku mencari sesuatu di sana, tapi tidak kami temukan.




Apa yang kau cari? Christ bertanya sekali lagi.




Christ memperhatikan cukup lama pada bekas di dinding tersebut, memperhatikan beberapa cat yang terkelupas di sekitar bekas tembakan. Matanya menelusuri garis antara dinding dengan lantai. Garis lantai itu cukup bersih, seperti sudah dibersihkan sebelumnya.




Kalian menemukan sesuatu di lantai dekat dinding? Christ bertanya sekali lagi.




Rio mendekat dan berjongkok tepat di sebelah Christ. Aku mencari sesuatu di sana, tapi tidak kami temukan.




Apa yang kau cari? Christ bertanya sekali lagi.




Selotip jawab Rio sambil menunjuk ke sekitar bekas tembakan. Aku menemukan secuil selotip menempel pada dinding ini, hanya secuil, seolah tercabik saat peluru menghantam dinding ini. Aku mencoba mencari potongan selotip yang lain, yang seharusnya terlempar tidak jauh dari dinding saat peluru menghantamnya. Namun aku tidak menemukan apa-apa.




Dimana posisi korban saat mengambil catatannya yang terjatuh?.




Tepat dimana kau berada. Jawab Rio singkat.




Christ terdiam untuk beberapa detik, agen FBI terlatih itu tampak sedang mencoba memvisualisasi keadaan. Apa hipotesamu mengenai selotip itu?.




Rio berdiri. Kau ingat betapa sulitnya menembak dari jarak sejauh itu melalui lubang ventilasi dan dengan peluru sekecil itu? tanya Rio pada C.O. Agen FBI itu mengangguk.




Menurutku Rio melanjutkan hipotesanya. sesuatu tertempel di dinding itu dengan selotip. Sesuatu yang entah apa atau bagaimana, dapat mempermudah Silent Rose untuk menembak tepat ke titik tersebut. Mungkin sebuah pemancar atau apa.




Cerdik sekali gumam Christ. Rio tahu betul pujian barusan bukan pujian atas hipotesanya, melainkan atas kecerdikan Silent Rose yang menyiapkan banyak kejutan hanya untuk menghabisi satu orang target.




Tapi, Detektif Rio, C.O kembali angkat bicara. jika memang sebuah alat atau apapun terpasang disitu, bagaimana bisa tidak meninggalkan jejak sama sekali selain secuil selotip?




Itu yang belum bisa aku jawab. Jawab detektif Rio singkat.




Christ beranjak dari tempatnya, kembali memandang ke sekeliling ruangan dengan seksama, seolah dia telah melewatkan sesuatu yang penting.




Bagaimana menurutmu, Agen C.O? kali ini Dean yang mengajukan pertanyaan.




Dari tiga TKP yang kita kunjungi, tempat ini yang paling menarik. Jawab C.O sambil tersenyum. TKP tempat pembunuhan pertama terjadi adalah rumah korban, jelas sekali bahwa korban ditembak dari tower masjid yang berada tidak jauh dari rumah korban tepat setelah korban keluar dari mobil.




Dean dan Rio mendekat ke arah agen C.O, menyimak apa yang agen FBI terlatih ini sampaikan.




TKP ketiga, tempat pembunuhan yang terjadi beberapa hari lalu malah sangat tidak menjanjikan. Jelas korban ditembak dari salah satu atap gedung saat mobilnya bergerak lambat karena terjebak kemacetan. Kaca mobil bagian samping kanan pecah adalah buktinya. C.O berhenti sejenak, melayangkan pandangan ke sebuah jendela di hotel tepat di seberang tempatnya berdiri saat ini.




Di dua kasus itu, Silent Rose menggunakan peluru berukuran besar yang memang khusus untuk tembakan jarak jauh. Tapi tidak di kasus kedua, kenapa pada tempat ini dia menggunakan peluru yang lebih kecil?. Kenapa dia meninggalkan senjatanya begitu saja di kamarnya?, dan kenapa dia meleset?.




Dia panik saat mengetahui tembakannya meleset, dan lebih panik lagi saat dia tahu kami pasti segera memburunya ke kamar dimana dia menembak Dean mengungkapkan hipotesanya.




Mungkin Christ menanggapi ucapan Dean. Kalian tidak berpikir, seorang Silent Rose yang sudah bertahun-tahun beraksi, yang bisa melakukan




melalui ventilasi kecil itu panik saat meleset seperti seorang amatiran kan?.




Mungkin sebaliknya, Rio menanggapi komentar Christ Oackland. Mungkin dia sudah begitu yakin dengan apa yang telah dipersiapkannya, dengan sejarah keberhasilan 100% nya dan begitu satu tembakan meleset, itu mengganggu psikologisnya.




Christ Oackland tertawa cukup keras mendengar argumen yang disampaikan oleh Rio. Rio dan Dean berpandangan heran, Rio sendiri kesulitan menemukan dimana letak kelucuan dari apa yang baru disampaikannya.




Percayalah padaku detektif Rio, Christ berkata dengan nada yang cukup tajam. Aku telah banyak berurusan dengan para pembunuh professional di luar negeri sana. Dan percayalah, sebelum mereka beraksi, mereka menyiapkan satu rencana dengan tingkat probabilitas hanya 80%. Sedang 20% sisanya, mereka pecah dalam beberapa rencana lainnya sebagai cadangan. Mereka tidak semudah itu panik. Ucapnya dingin.




Rio terdiam, mau tidak mau dia harus membenarkan apa yang diucapkan oleh Agen FBI berpengalaman ini. Selama ini, hanya Silent Rose satu-satunya pembunuh yang tidak tersentuh olehnya. Namun dihadapannya kini ada agen FBI yang telah berhadapan dengan banyak pembunuh-pembunuh professional seperti Silent Rose. Pengalaman telah bicara banyak, sesuatu yang tidak dimiliki oleh Rio ataupun Dean.




Bagaimana menurutmu dengan tersangka kita?. Dean membuka topik yang sedikit berbeda. Mencoba kembali fokus pada kasus. Kau sudah bertemu dengan tersangka, kita juga sudah mencoba menyelidiki kesehariannya dengan mengunjungi tempat tinggalnya.




Kalian telah melakukan hal yang tepat dengan tidak mengumumkan identitas tersangka pada media massa. C.O mulai menyampaikan opininya, pria asing itu membalikkan badannya menghadap ke Dean. Jika kalian mengumumkan, itu bisa jadi blunder yang mencoreng nama baik kepolisian lebih dari ini.




Clever Owl melayangkan pandangannya ke sekeliling ruangan sekali lagi, entah sudah yang keberapa kali dia melakukan hal itu. Ya, aku memang sudah melihat Ian dan sudah mempelajari berkas-berkas catatan kepolisian mengenai dia. Dia berurusan dengan kepolisian sebanyak tiga kali akibat pelanggaran lalu lintas. Jika aku adalah Silent Rose, jelas aku akan menghindari urusan dengan polisi, sekecil apapun.




Bagaimana kalau itu hanya trik? Rio mencoba menyanggah kesimpulan yang diambil Clever Owl.




Jadi pada waktu Ian kembali dari studinya di Kanada tujuh tahun lalu, dia sengaja melanggar lalu lintas hanya untuk menunjukkan bahwa dia bukan pembunuh berantai? dengan cerdik Clever Owl mengembalikan argumen Rio. Kita harus berpikir objektif, detektif Rio. Aku dapat melihat jelas ada sebuah ikatan emosional antara kau dengan Silent Rose yang kita kejar ini. Aku tidak tahu apa, mungkin aku akan mencari tahu nanti. Tapi yang jelas, hal emosional itu tidak akan memberi keuntungan apapun dalam investigasi, justru sebaliknya, hal tersebut dapat menarik perhatianmu hanya ke satu titik dan menghalangimu melihat keseluruhan isi kasus!. Tetaplah berpikir objektif.




Rio hendak membantah, namun Dean menyenggol sikunya dengan sengaja. Dean maupun Rio tahu, apa yang disampaikan oleh Christ benar adanya.




Dan kalian menangkap tersangka pada kasus kedua, dimana tempat ini menjadi TKP, benar bukan?




Kedua detektif kita mengangguk.




Disitulah kenapa aku merasa TKP ini paling spesial, ada banyak misteri disini, senjata yang tertinggal, bahkan Silent Rose meninggalkan tersangka. Kalau kalian berpikir Silent Rose tidak sempat melarikan diri dan menanggalkan pakaian demi menciptakan alibi, silahkan berpikir ulang. Dua menit sudah cukup untuk meninggalkan hotel tersebut. Dia bisa meninggalkan kamar dan bersembunyi di tempat lain di hotel tersebut sampai mendapat kesempatan untuk keluar dari hotel. Christ mendekat ke jendela, mengamati bangunan hotel di seberang gedung. Katakan, apa kalian memeriksa tempat-tempat lain di hotel?.




Kami memeriksa seluruh ruangan di lantai tersebut, lantai di atas dan di bawahnya, juga kamera CCTV hotel. Jawab Dean.




Apa yang kalian dapatkan?.




Nihil, Dean menambahkan. Saat kejadian itu, kamera CCTV di tiga lantai itu mendadak rusak.




Silent Rose sudah menyiapkan semuanya. Dia bermain dengan rapi. Membuat kalian menangkap seseorang yang tidak ada hubungannya dengan kasus. Seolah memberikan kalian sebuah rubik yang sukar diselesaikan. Dan saat kalian asyik bermain dengan rubik tersebut, dia menyelesaikan misinya.




Bidak!, itu yang kini muncul di pikiran Rio. Kembali dia membayangkan dirinya hanya bagaikan bidak kecil dalam sebuah permainan catur. Dimana Silent Rose memainkannya sambil tertawa-tawa riang. Rio mengepalkan tangannya geram.




Maksudmu? Kasus kedua ini, Dean berkomentar.




Distactor! Pengalihan! Itulah kasus kedua ini!. Christ berkata lantang seraya mengangkat kedua tangannya. Silent Rose mengajukan surat ancaman, sesuatu yang tidak pernah dilakukannya sebelumnya, untuk melihat reaksi kalian. Setelah sukses mengeksekusi korban pertama, dia tahu kalian akan meningkatkan kesiagaan, membuatnya lebih sulit melakukan eksekusi pada korban-korban selanjutnya.




Dan dia mengalihkan perhatian kami, Rio mulai dapat membaca situasi yang terjadi saat ini.




impossible shot




. Christ menyempurnakan hipotesanya.




Dan konferensi pers itu... Dean tidak melanjutkan kalimatnya, seolah tersadar bahwa apa yang dilakukan tidak jauh dari sebuah script yang ditulis oleh Silent Rose.




Ya, Christ mengangguk. mungkin bukan sebuah konferensi pers, tapi Silent Rose sedang menunggu sebuah tindakan dari kepolisian, yang seolah menjadi lampu hijau baginya untuk mengeksekusi target ketiga. Dan itulah yang terjadi.




Apa selanjutnya? Rio kini bertanya pada Christ.




Siapa yang tahu? pertanyaan balik dari Christ menjadi sebuah pernyataan bahwa dia juga tidak tahu pasti apa yang akan dilakukan oleh Silent Rose. Yang jelas-jelas kita tahu adalah dia masih punya satu target, dan kita akan mencoba menggagalkan eksekusi tersebut. Untuk itu, kita butuh lebih banyak petunjuk, aku yakin, tempat ini adalah tempat dimana petunjuk itu berada.




Rio dan Dean terdiam, menunggu apa yang akan disampaikan oleh Agen C.O selanjutnya.




Ini adalah panggung yang disiapkan dengan begitu cantik oleh Silent Rose, dan disinilah kita akan menemukan petunjuk. Mungkin aku akan menyerahkan penyelidikan lapangan pada kalian sementara aku akan lebih menyibukkan diri dengan berkas-berkas lama Silent Rose. Juga dengan bukti-bukti yang kita sita dari kasus kedua ini




Bagaimana dengan tersangka kita? Dia tidak bersalah? Rio bertanya.




Entah kenapa Silent Rose memilihnya sebagai aktor dalam rencana pengalihannya. Tapi kalian telah mengerjainya cukup parah, jika dilepaskan begitu saja dia akan menuntut pihak kepolisian. Christ mulai bicara mengenai Ian. Hampir sebulan kalian menahannya tanpa alasan dan bukti yang pasti, tanpa menghiraukan hak-haknya sebagai warga negara. Aku tidak mengerti apa yang kalian pikirkan atau kenapa kalian hanya bergerak meraba-raba dengan intuisi dan insting. Dengar, di FBI kami tidak akan menahan seseorang lebih dari satu minggu, kecuali kami tidak berniat membiarkannya hidup.




Maksudmu?, kami harus membunuhnya? Rio mencoba memperjelas.




Jangan gila Rio! Dean menyela. Kita tidak akan membunuh orang yang tidak bersalah. Kita akan melepaskannya dengan layak, jika dia menuntut dia berhak untuk itu- maka kita akan menerima tuntutannya dengan baik. Itu sudah resiko dari keputusan yang kubuat.




Rio memandang atasannya, Dean dengan penuh rasa bersalah. Bagaimanapun, ide untuk menyekap Ian di tempat selain kantor polisi adalah idenya.




Aku belum selesai dengan tersangka. Christ berkomentar. Aku akan melakukan sesuatu yang membuat kita semua yakin dia tidak terlibat. Ada cara khusus di FBI dan aku punya bahan serta alatnya. Dan jika dia tidak bersalah lalu kita melepasnya, aku akan menjamin tidak ada tuntutan apapun terhadap kepolisian.




Untuk kesekian kalinya, Rio dan Dean menatap agen FBI C.O dengan pandangan heran. Tidak menuntut?, apa ada cara seperti itu?. Agen C.O hanya membalas pandangan dua detektif itu dengan satu senyuman misterius.






BERSAMBUNG 







Report content on this page

Posting Komentar

0 Komentar