Silent rose part 8

 

Bab 8








"Kau yakin data itu aman?", bisik Tommy pada Sandy di sela-sela perjalanan mereka menuju kilang minyak tersebut.


"Lebih dari aman", Sandy menjawab penuh percaya diri. 


"Dengan ini, kita tidak hanya menyelamatkan lingkungan, tapi juga mata pencaharian penduduk di sekitar sini".






Gea, Cinthya dan Dimas terlihat asyik berfoto ria di geladak kapal, dari ruang kemudi, Ian menatap sosok Cinthya yang beberapa kali sempat mencuri pandang ke arahnya juga. Cinthya terlihat seksi dengan tanktop biru senada dengan hotpants yang terbalut kain pantai bermotif bunga yang dikenakannya. Rambut panjangnya bergerak ringan tertiup angin laut.






"Tiiiiiiiiitttttt.......".




Penunjuk GPS System yang terpasang di samping kemudi berbunyi, pertanda bahwa kapal telah sampai ke titik koordinat yang dimaksud pada SMS yang diterima Ian dari Boris. Ian menghentikan kapalnya perlahan, lalu menarik tuas rem bersamaan dengan mematikan mesin, mengakibatkan terlihat bahwa kapal berhenti akibat mesinnya bermasalah.






"Ada apa?", tanya Tommy ke Ian yang bergegas keluar dari ruang kemudi. Ian mengangkat bahu.


"Kalian tenang saja, aku akan memeriksa mesin", jawabnya sambil bergegas masuk ke ruang mesin di bawah geladak kapal.


"Kenapa kita berhenti?", Cinthya datang menghampiri. Rambutnya tergerai tertiup angin, membuatnya kelihatan makin cantik.


"Ada gangguan pada mesin", jawab Ian kalem. "Aku akan memeriksanya".






Ian masuk ke ruang mesin dan mengunci pintunya, dia membuka sebuah kotak berisi pakaian selamnya dan mengenakannya. Tidak ada orang yang tahu bahwa kapal itu punya pintu rahasia yang langsung menuju ke laut lepas. Ian menyelam ke dalam laut melalui pintu tersebut. Dia meninggalkan para mahasiswa-mahasiswi itu. Kini, Ian hanya berharap pada kecerdasan Sandy agar mereka dapat keluar dari posisi bahaya yang mengancam mereka.




Selang beberapa menit kemudian, sebuah suara terdengar diantara deru-deru ombak lautan. Dari kejauhan terlihat sebuah helikopter mendekat ke arah mereka.






"Wah kebetulan nih, ada tumpangan". Tommy beranjak hendak keluar dari ruang kemudi namun Sandy buru-buru menahannya.


"Mending tetap disini", ujar Sandy dengan wajah serius.




Tommy menyingkirkan tangan Sandy di lengannya. "loe kenapa si..".






Belum selesai Tommy bicara, suara rentetan senapan mesin memecah ritme debur ombak, diikuti ledakan dari sisi belakang kapal. Kontan, mereka langsung menunduk panik.






"Ruang mesin!!", teriak Sandy sambil bergegas membuka panel di sudut ruang kemudi. "Tom! Dim!! Bantu gua!!!".






Seolah tersadar, Tommy dan Dimas segera membantu Sandy membuka panel yang merupakan pintu menuju ruang mesin. Setelah pintu terbuka, Sandy memerintahkan mereka untuk masuk.






"Ayo!! Kita cari Ian!!", ujar Sandy panik, Cinthya, Gea, Dimas dan Tommy segera bergegas mengikuti Sandy. Mereka berlari menuruni tangga dan menemukan ruang mesin yang kosong, tidak ada tanda-tanda keberadaan Ian, hanya sebuah sekoci kosong yang ada disana.


"Sial!! Dimana tuh anak?!", Tommy berseru panik. Sandy bergegas mendekat ke arah sekoci. Baginya, sungguh aneh ada sebuah sekoci di ruang mesin. Sandy memeriksanya dan tersenyum.


"Dim! Tomm! Bantuin gua angkat sekoci ini!, kita berlindung di balik sekoci ini!. Kenakan juga pelampung!". Seru Sandy.


"Apa gunanya bersembunyi di balik sekoci?", tanya Tommy. Raut wajahnya sudah terlihat panik.


"Sekoci ini tahan ledakan dari luar, ini bukan sekoci biasa!". Sandy buru-buru menjelaskan sambil kebingungan memeriksa sekeliling.


"Apa yang loe cari San?", Gea bertanya.


"Hiu!! Masalah kita yang tersisa tinggal hiu!. Perairan ini banyak hiunya!!", sekali lagi Sandy menunjukkan kelebihannya melakukan analisa cepat di saat darurat.


"Ganggang!! Pasti ada ganggang disini!! Ian menggunakannya untuk menghalau hiu! Lumutkan di seluruh tubuh kita!", Gea teringat ganggang yang pernah dijelaskan oleh Ian.


"Ini!", Anton membuka sebotol penuh serbuk hijau kering berlabel 'Ganggang', dengan terburu-buru, mereka mengenakan pelampung, melumuri tubuh mereka dengan ganggang dan berkerumun di balik sekoci yang terbalik.






Rentetan senapan masih terdengar sebelum sebuah ledakan menutupi suara itu. Mesin kapal itu meledak hebat.






"Sepertinya cukup...", ujar Antonius Handoko sambil mengangkat satu tangannya. Boris yang duduk di kursi belakang menghentikan tembakannya.


"Kalaupun ada yang selamat, Cuma akan jadi santapan hiu", tukas Boris yakin.


"Kita kembali ke rumah", perintah Anton pada juru kemudi. Helikopter itu berputar arah dan berbalik meninggalkan kapal yang tengah terbakar hebat.






Tanpa mereka sadari, ada sesuatu yang terbang mengikuti mereka.






*_*_*






"Semuanya baik-baik saja?", tanya Tommy sambil berusaha membalikkan sekoci.






Berkat sekoci berlapis baja tahan ledak itu mereka selamat, bergantian mereka menaiki sekoci tersebut. Dimas mengambil sebuah papan kayu yang belum sempat terbakar untuk digunakan sebagai dayung.






"kemana arah kita?", Tommy bertanya. Sandy tampak serius memandangi langit biru diatas mereka dan mencari matahari.


"kesana..." jawab sandy mantap. "seharusnya ada pulau kecil disana".






Sementara itu, didalam helikopternya yang tengah dalam perjalanan pulang, Antonius Handoko, Boris, dan seorang juru kemudi masih belum menyadari bahwa tepat dibelakang mereka, mengikuti dengan jarak yang ketat, sebuah helikopter RC yang telah diisi dengan bom. Tiba-tiba RC itu mempercepat lajunya, menghantam baling-baling helikopter yang ditumpangi oleh Antonius dan seketika meledak. menghancurkan helikopter dan penumpangnya dengan bom yang dibawa oleh RC kecil itu.






*_*_*






Cinthya dan kawan-kawan memang berhasil mencapai ke sebuah pulau yang dimaksud Sandy, yang tidak diketahui oleh Sandy adalah pulau itu sebenarnya tempat Antonius Handoko menyimpan Narkotika yang merupakan salah satu bisnisnya. Sandy, Dimas, Tommy telah mati terbunuh oleh para preman yang menjaga pulau itu. dan kini, kedua mahasiswi cantik itu dibawa ke sebuah gubuk di tengah pulau.






"Cantik juga...", ujar salah satu preman yang mendapat keberuntungan menikmati kemolekan tubuh Gea.






Tawa-tawa beringas dan jeritan-jeritan terdengar dari sebuah gubuk di pulau kecil itu, di dalam sana, Gea tengah diperkosa beramai-ramai. Seorang pria botak bertato tengan asyik menyetubuhi Gea di sebuah meja, sesekali Gea menjerit lemah. Tidak jauh dari mereka. Cinthya meringkuk takut di sudut ruangan.






"Sebentar lagi cewek satunya tuh yang kita kerjain. Hehehe...", ujar pria brewok berbadan besar yang juga penuh tato.






Pria botak itu mengejang, membenamkan penisnya dalam-dalam, pertanda dia sedang berejakulasi di dalam rahim Gea. Gea tampak lemas dan pasrah. Cinthya meronta saat kakinya ditarik oleh salah seorang dari mereka, tangannya berusaha menggapai pegangan dan... dia berhasil memegang sebilah parang!. Dengan panik Cinthya menebas parang ke arah tangan pria yang menariknya hingga putus, pria itu menjerit kesakitan, Cinthya bergegas panik kabur dari gubuk itu.






"Bangsat!! Siapa naruh parang disitu!! Kejar cewek itu!!", perintah pria botak bertato. Gerombolan pria itu segera menghambur mengejar Cinthya keluar gubuk.






Cinthya berlari tanpa tahu arah, dia berlari ke arah pantai, saat dia menoleh ke belakang, tampak pengejar-pengejarnya semakin dekat. Reflek, Cinthya melempar parang di tangannya, parang itu menancap tepat, membelah dahi salah satu pengejarnya.




Tidak butuh waktu lama bagi Cinthya untuk terdesak, dia putus asa, memejamkan mata, sekilas ingatannya kembali pada saat mereka sampai di pulau yang ternyata adalah tempat bandar narkoba, bagaimana Sandy, Tommy dan Dimas telah dibunuh oleh gerombolan ini. Bagaimana Gea diperkosa bergiliran oleh mereka semua. Cinthya tersadar saat salah seorang dari pengejarnya itu menjambak rambutnya dan menyeretnya di atas pasir.




Lalu jambakan di rambutnya mengendur....




Lalu laki-laki itu tersungkur dengan lubang di dahinya....




Cinthya tidak sempat bereaksi, dia hanya bisa memandang tubuh-tubuh pengejarnya yang jatuh satu-persatu dan pasir yang mulai memerah terkena darah. Setelah para pengejarnya jatuh, dia melihat sesosok pria berjalan menenteng senapan laras panjang. Ian!!.






"Jangan katakan apapun", ujar Ian sebelum Cinthya sempat berkata-kata. "diam disini". Ian lalu berjalan menuju gubuk tempat Gea diperkosa.






*_*_*​






Beberapa jam kemudian, 7th Clover Café, Jakarta.






Cahaya remang di seisi ruangan kafe yang kosong tanpa pengunjung itu membuat suasana terasa sedikit relax. Mr. Wise menyuguhkan segelas cappucino ke arah Ian, wajahnya masih tanpa ekspresi, bahkan saat Ian masuk bersama seorang gadis asing bernama Cinthya.






"Kenapa berantakan sekali?", Mr. Wise berujar pelan sambil mengelap beberapa gelas kacanya. Ian tidak segera menjawab, dia meneguk cappuccino hangatnya.


"Entah", jawabnya datar. "yang jelas, ini sudah terjadi".


"oke aku tidak akan bertanya. Kau tahu aturannya, berkas bukti kriminalitas Antonius Handoko sudah masuk ke meja polisi. Kekacauan di pulau sudah kuurus, sekarang, apa rencanamu?". Mr. Wise mengerling sedikit ke arah Cinthya yang ada di meja sudut ruangan, masih tampak shock dengan apa yang dialaminya.


"dia...", bibir Ian sedikit bergetar, dia sendiri bahkan tidak tahu kenapa dia malah memutuskan untuk menarik pelatuk demi menyelamatkan gadis ini.


"dia tahu identitasmu sebagai Silent Rose. Kau harus membunuhnya, kecuali kau mau mengambil resiko". Wise memotong ucapan Ian. Kini ia tampak sibuk dengan botol-botol wine nya.


"dia sebatang kara, aku ambil resiko itu. Dia akan bersamaku", jawab Ian lirih. sekali lagi dia merasa telah mengambil keputusan yang irasional.


"dia tak bisa bersamamu sebagai dia yang dulu".


"Aku tahu". Ian menyulut rokoknya, tampaknya dia sudah mulai menyerah dan menerima keputusan aneh yang dibuatnya sendiri. "Aku butuh identitas baru untuknya".


"Hmm..." Wise menggumam sejenak. "itu bukan permintaan yang bisa langsung disiapkan begitu saja Rose...". Wise meletakkan kain serbetnya. "Tapi aku punya identitas yang cocok untuknya".


"Berapa harganya?".


"Kau tidak perlu membayarnya dengan uang, aku hanya minta maafmu".


"Maaf?!", Ian mengernyitkan dahinya. dia telah merasa cukup aneh hari ini, dan kali ini jawaban Mr. Wise terdengar jauh lebih aneh.


"Sat kau menjalani pendidikan di Jerman, Ayahmu menikah lagi dengan seorang gadis Tasikmalaya, dan dikaruniai seorang anak perempuan".


"Apa?!", nada suara Ian sedikit tinggi. "aku punya adik perempuan?! Kena..".


"Ibu dan anak meninggal dalam kecelakaan Bis, saat sang anak berusia lima tahun", Wise memotong. Ian terdiam, pernyataan Wise Crow membungkamnya.


"Aku menyembunyikan hal ini atas permintaan mendiang Ayahmu. Aku bisa memberi gadis itu...", Wise mengerling ke arah Cinthya. "identitas adikmu, jadi kalian bisa tinggal serumah sebagai kakak-adik".






Ian terdiam, pikirannya masih terbawa beberapa kejutan yang tadinya tak diharapkannya. Dia terdiam cukup lama sebelum akhirnya Ian setuju bahwa itu adalah identitas terbaik untuk menjaga kerahasiaannya dan Association.






"beri dia terapi agar bisa sembuh dari traumanya, mungkin dia bisa berguna untukmu, dia gadis yang cantik". Komentar Wise sambil memandangi Cinthya. "Akan kusiapkan identitas barunya sebagai adikmu".


"Siapa nama adikku?", tanya Ian sambil meneguk Cappucino nya.


Mr. Wise terdiam sejenak. "Eva... Evangeline Irene". Jawabnya kemudian.








BERSAMBUNG 







Report content on this page

Posting Komentar

0 Komentar