Silent rose part 1

 

Bab 1




Hujan rintik masih menghiasi langit malam itu. Seolah turut mendramatisir sebuah insiden yang terjadi di sebuah kamar hotel berbintang di ibukota ini. Beberapa pria berbadan tegap mengenakan seragam polisi terlihat sibuk di dalam ruangan itu. Sesosok pria terbaring tanpa nyawa-tanpa busana diatas ranjang kamar itu. Matanya melotot dan mulutnya menganga. Seorang pria berkumis samar mendekati mayat itu.




"pria yang beruntung...", ucap pria itu seraya melihat mayat yang tergeletak itu. Dia menoleh ketika mendengar langkah kaki mendekatinya. Seorang pemuda berumur 22an mendekatinya, rambut belah samping tanpa poninya rapi menghias kepalanya.


"apa yang kita punya disini?", tanya pria yang baru saja masuk.


"tidak ada tanda-tanda kekerasan atau racun tertentu, sepertinya masa sewa pria ini memang sudah habis.. Hey!! Berapa kali kubilang jangan merokok di TKP!!".


"Ayolah Dean, kau sendiri kan yang bilang? Pria tua ini mati karena masa sewanya di dunia memang sudah habis... lantas apanya yang TKP??", sergah pemuda itu sambil meninju pundak rekannya.


"Paling tidak tunggu sampai tim forensik selesai", jawab Dean disusul tawa renyah sang pemuda.




Sang pemuda berjalan mendekati gagang telepon di samping mayat tersebut, gagang telepon itu terbuka, pertanda bahwa telepon itu baru saja digunakan. Pandangannya menyisir lampu meja berukiran bunga sakura dengan warna krem lembut hingga akhirnya pandangannya berakhir pada sebuah asbak berbentuk naga yang berisikan beberapa puntung rokok. Pemuda itu mendekati asbak tersebut.




"Dean, pinjamkan aku pinset", ujar pemuda itu pada Dean. Tanpa banyak bicara Dean menyerahkan pinset.




Pemuda itu memutar beberapa puntung rokok dalam asbak itu, beberapa diangkatnya lalu diperhatikan dengan seksama, satu demi satu puntung rokok itu diperiksanya. Beberapa petugas dari tim forensik mendekati Dean, mereka berbincang-bincang sebentar, Dean mengangguk dan petugas-petugas itu mulai membungkus sang mayat.




"ada yang kau temukan Rio?", tanya Dean sambil mendekati pemuda itu. Sang pemuda itu menggeleng. 


"kau tahu? Melihat keadaan dan semua kemungkinan... kau benar, mungkin aku berlebihan jika menyebut tempat ini sebagai TKP". Kata Dean.




Rio meletakkan kembali asbak tersebut di tempatnya, lalu berbalik ke arah Dean. "aku harus ke kamar kecil" ujar Rio.




"gunakan kamar mandi umum di lobby!" sergah Dean.




Rio tetap saja bergegas masuk ke kamar mandi kamar hotel ini, Dean bergerak untuk mencegah rekannya yang suka ceroboh ini. KLONTANG!! Kaki Rio menabrak tempat sampah besi di dekat pintu kamar mandi, isinya berhamburan mengotori lantai.




"Bagus!! Sekarang kamu menyempurnakan TKP!!", teriak Dean kesal, "berapa kali kubilang agar kamu lebih hati-hati saat berada di TKP?!!".




Dean menghentikan omelannya ketika melihat Rio berjongkok di dekat sampah-sampah yang keluar dari tempat sampah itu. Rio menyingkirkan tong sampah itu dengan ujung sepatunya, dikeluarkannya pinset dari sakunya untuk mengambil sesuatu yang tadinya terjepit di bawah tempat sampah plastik itu.




"kau tahu Dean..." katanya kemudian, "aku memang harus minta maaf padamu...", Rio bangkit dan menunjukkan sebatang punting rokok diujung pinsetnya pada Dean. "ini memang TKP..." ujarnya.






SILENT ROSE Case 01 : DEADLY SILENT






Pak Qadar Wijaya turun dari limousinenya tanpa ragu, 7 orang bodyguardnya selalu ada disamping dan mengawal langkahnya. Kehadirannya yang cukup eksentrik itu mau tidak mau menarik perhatian orang-orang yang ada disana. Dengan menghisap cerutunya Qadar Wijaya cuek bebek melenggang kangkung memasuki lobby hotel berbintang tersebut. Dua orang gadis muda dan cantik menyambutnya di lobby, Qadar Wijaya tersenyum dan menjabat tangan kedua gadis itu.




"Mana Anjar? Kenapa aku tidak melihatnya?". Qadar bertanya pada salah satu gadis muda itu.


"bapak Anjar akan segera hadir, namun kami sudah membawa berkas-berkas yang diperlukan" ujar salah satu dari gadis itu. 


"ups! Maaf pak... perkenalkan saya Astri dan ini Misha... kami berdua asisten Pak Anjar".




Gadis itu sedikit menunduk menunjukkan kesopanannya. Pak Qadar melihat gadis itu dari ujung sepatu, betis dan lutut, paha yang setengahnya tertutup rok mini polos berwarna coklat muda, dipadu dengan kemeja merah muda yang tidak mampu menyembunyikan lekuk pinggang dan dua buah dada yang disangga dengan baik oleh bra. Pandangan pak Qatar terus naik ke arah leher jenjang sang gadis yang putih mulus, dan berakhir di wajah manis yang menawan dengan polesan make-up berkesan natural, berpadu apik dengan rambut hitam yang disanggul menarik.




'si Anjar memang jago kalo dalam hal cewek' gumam Pak Qadar dalam hati.


"jadi kalian asisten Anjar untuk event kali ini?" tanya pak Qadar sambil terus menerus memandangi tubuh Astri.


"kalo begitu ayo masuk ke ruangan sambil menunggu Anjar tiba". Katanya sambil bergegas masuk ke sebuah ruangan private yang memang khusus disewa untuk pertemuan bisnis kali ini.


"maaf, untuk kenyamanan ruangan hanya bisa diisi maksimal 4 orang", ujar seorang pria petugas hotel berseragam biru yang bertugas menjaga pintu ruangan.




Pak Qadar terlihat terkejut, dua orang bodyguard pak Qadar langsung mendaratkan dua pukulan telak pada wajah dan perut petugas itu.




"Ough...!!", rintih petugas itu sebelum mulai tersungkur jatuh, dua bodyguard itu menahannya dan menyeretnya menyingkir. Petugas-petugas hotel yang lainnya tampak kaget namun tidak berani bereaksi, mereka diam tak bergeming menyaksikan dua bodyguard menyeret karyawan hotel itu keluar dari tempat kerjanya sendiri.




Pak Qadar, Astri dan Misha memasuki ruangan. Namun tiba-tiba Pak Qadar menahan Misha, "kamu urus bodyguardku saja... sepertinya kamu belum begitu profesional, lagipula aku tidak suka amatir", ujar pak Qadar setengah tertawa. "Boshwa, Amang... temani Misha" kata Pak Qadar dingin, tanpa memperdulikan pandangan mata Misha yang memancarkan ketakutan dan kebingungan.




"dia memang masih magang, dan ini hari pertamanya Pak...", Astri berbisik pelan pada Pak Wijaya. "pak Anjar membawanya khus..".




"aku tidak peduli, kamu mau masuk atau anak buahku yang menemanimu?". Jawab pak Qadar dingin. Astri terdiam dan meneruskan langkahnya.




Beberapa meter dari hotel tersebut, sedikit jauh dari jalan terdapat sebuah semak-semak yang cukup tertutup. Dari luar tidak terlihat tanda-tanda keberadaan makhluk hidup di semak-semak itu, hanya saja, jika mau sedikit memicingkan mata, niscaya kita bisa melihat sebuah garis berkelok berwana putih ke abu-abuan melayang lembut dari balik semak-semak itu. Seorang pemuda menyeka darah yang sedikit keluar di ujung bibirnya kemudian menghisap kembali rokok ditangannya dalam-dalam. Pemuda yang mengenakan seragam petugas hotel berwarna biru itu tampak sibuk dengan smartphonenya sebelum akhirnya berdiri dan memandang dingin pada dua orang bodyguard Pak Qadar yang terpuruk di rerumputan tak sadarkan diri...




Suara isak tangis seorang gadis terdengar lirih dari sebuah mobil box hitam di sudut parkiran hotel, seorang gadis tampak ketakutan diapit dua orang pria kekar bersetelan jas hitam yang tampak seram, gadis itu adalah Misha, salah satu anak buah pak Anjar yang tadinya ditugaskan untuk memuluskan deal pak Anjar dengan pak Qadar, kancing kemeja coklat muda yang dikenakan gadis itu sudah tidak pada tempatnya, bra putih tipisnya telah tersingkap ke atas, senasib dengan rok pendek longgar berwarna merahnya. Make-up tipis yang tadinya rapi menghiasi wajah cantik sang gadis seolah raib tersembunyi oleh wajah ketakutan sang gadis, rambut panjangnya tergerai tak beraturan diatas jok mobil van itu, namun wajah cantik Misha malah terlihat makin menggairahkan dengan mata berkaca-kaca. Ironis dengan apa yang terlihat dari Misha, kedua lelaki yang mengapitnya, Boshwa dan Amang terlihat begitu menikmati apa yang mereka lihat, Boshwa yang merupakan penduduk asli Timor-timur, berkulit hitam, berwajah kasar dengan rambut gimbal dan badan kekar akibat rajin berolahraga itu terlihat sangat menikmati kulumannya pada buah dada ranum Misha yang tak lagi terhalang apapun. Dengan kasar dia menghisap dan memberikan gigitan-gigitan pada buah dada gadis muda itu. Misha tak bisa bergerak meski dia sangat ingin berontak, untuk bersuara saja dia hanya bisa mengeluarkan gumaman gumaman kecil. Amang, pemuda Papua yang berbadan tak kalah kekar dengan potongan rambut seperti tentara, kulit hitam dan wajah yang tidak lebih baik dari Boshwa menahan rintihan Misha dengan lumatan di bibir Misha, tangan kanannya menahan tangan Misha, sedang tangan kirinya aktif meremas-remas buah dada Misha. Sesekali tubuh Misha meronta, tapi tenaga mereka jauh lebih besar.




"baik banget si Bos ngasih kita daun muda seger gini...", celoteh Boshwa sambil melepaskan hisapannya sejenak, tangan kanan Boshwa yang tadinya mengelus dan meremas pantat sang gadis, berpindah ke selangkangan Misha yang masih tertutup celana dalam pink berbahan sutra, membelai-belai dengan kasar, membuat erangan tertahan Misha sedikit lebih keras dan tubuh Misha menggeliat meronta.


"Engggh......!!!", Misha melenguh saat jari Boshwa menggesek selangkangannya makin kasar, sebuah lenguhan kesakitan yang mampu menaikkan birahi kedua lelaki buruk rupa yang mengapitnya. Amang melepaskan ciumannya, dengan lidahnya dia menjilati leher jenjang Misha sebelum mengecup dan menghisapnya kuat-kuat.


"aAAhh... Hhh.. hiks... ampun... sudah... ampun...", Misha memohon sambil sesenggukan. Hisapan Amang turun lagi ke putingnya yang berwarna kecoklatan, meninggalkan bekas-bekas merah di leher Misha yang berkulit coklat terang. Tubuh Misha kembali meronta, namun tidak ada hasil.


"jjangan... nggh... ammphuunhh..." sedu Misha semakin kencang saat tangan Boshwa bergerak melucuti celana dalamnya... "janghaanhh... saya masih perawan.." Misha kembali mengiba. Boshwa hanya membalas pandangan sayu Misha dengan seringai melebar.




Derap langkah kaki terdengar mendekati mereka, Amang menolehkan kepalanya, tiga orang satpam yang bekerja di hotel itu sedang berjalan mendekati mereka. Amang menghentikan aktifitasnya di buah dada Misha dan memberi kode pada Boshwa. Mereka bertatapan sejenak sebelum dengan sigap Amang beranjak mendekati ketiga satpam itu. Boshwa mendorong tubuh Misha ke dalam mobil, dan menutup pintu mobil, Misha dan Boshwa kini tinggal berdua di dalam mobil. Sambil mengunci tubuh Misha, Boshwa memperhatikan Amang dan ketiga satpam itu.




"semua aman disini, ga usah mendekati mobil, saya orang kepercayaan pak Qadar", Amang mencegah ketiga satpam yang tadi mendekati mobil.


"tadi kami mendengar suara cewek..", seorang satpam tua berbadan ceking mencoba menjelaskan.


"itu hadiah bos kami... tidak ada masalah", Amang memotong sambil menyampingkan ujung jasnya, sengaja memperlihatkan pistol yang bersarang di pinggangnya. Ketiga satpam itu memperhatikan pistol itu dan mereka tampak ragu. Mereka diam sejenak.


"ya sudah tidak ada masalah...", jawab Satpam muda bergigi tonggos dengan tulisan "Tejo" terukir di badge nama seragamnya.


"bagus..." Amang tersenyum seram. Tiba-tiba matanya sedikit berbinar. "atau kalian mau ikut nonton bokep gratis?" Amang mengutarakan ide gila yang baru saja terlintas di benaknya.


"tidak terima kasih. Kami sedang bertugas", tolak satpam tua itu tegas sambil memberi kode pada dua satpam lainnya untuk kembali ke pos jaga.




Selagi Amang berbicara dengan para satpam ga mutu itu, Misha setengah menjerit memohon ampun, Boshwa telah menurunkan celananya dan mengeluarkan penis hitamnya, gadis muda itu mencoba berontak sebisanya, namun badannya tertindih oleh Boshwa dan mulutnya dibungkam oleh tangan kanan Boshwa, Boshwa menuntun penis hitamnya ke mulut vagina gadis cantik itu, Misha terisak sejadi-jadinya, badannya menegang kaku saat penis hitam itu membelah bibir vaginanya. Matanya terpejam menahan sakit yang luar biasa saat Boshwa menekan penisnya keras-keras tanpa ada belas kasihan. Tidak peduli vagina Misha belum cukup basah, tidak peduli bahwa Misha benar-benar masih perawan.




"Uooooghhh...", Boshwa melenguh kencang bebarengan dengan pekikan keras Misha yang menandai robeknya selaput dara gadis cantik itu.


"AAAAAAKKKHHH!!!....." pekikan Misha mengalihkan perhatian Amang dan ketiga satpam yang hendak kembali ke posnya.




Sejenak mereka memperhatikan Boshwa yang terlihat dari kaca jendela mobil. Memperhatikan bagaimana tubuh Boshwa terlihat naik-turun dengan cepat membuat mobil van itu bergoyang lumayan kencang.




"ada masalah lagi?!" ucapan keras Amang membuat ketiga satpam itu tersadar dan berbalik meneruskan langkahnya sambil berbisik-bisik satu sama lain. Setelah memastikan para satpam itu menjauh, Amang kembali ke arah mobil yang bergoyang makin kencang.


"Haaahh... AAWWHH!! Hiks!...Sshaaakkii..hiiittt...!", jerit Misha berulang-ulang di bawah tindihan Boshwa yang menggenjotnya tanpa ampun.


"mantap banget perawan... uuhh.. uuh... meki kamu enak banget...", ceracau Boshwa menikmati jepitan vagina Misha yang (beberapa menit lalu) masih perawan.




Amang membuka pintu mobil, dan memperhatikan penis Boshwa yang keluar masuk sangat cepat di vagina Misha. Misha terpejam meringis menahan perih. Lenguhan nafasnya terdengar setengah menjerit. Siapapun dapat melihat bahwa persetubuhan yang terjadi kali ini adalah persetubuhan satu arah, dimana hanya Boshwa yang terlihat mengejar kenikmatannya dengan egois.Badan Boshwa semakin rapat menindih tubuh Misha, membuat buah dada gadis cantik itu tergencet, keringat Boshwa mulai bermunculan namun pompaan Boshwa tetap saja kencang tak beraturan, membuat ban mobil itu ikut naik turun tak beraturan. Amang duduk dan menyalakan rokoknya, sambil seksama menyaksikan gadis muda yang sedang dinikmati temannya menggeleng-geleng mohon ampun.




"terima nih!! Uooonngghhhh!!", Boshwa mengangkat tubuhnya sedikit dan membenamkan seluruh batang penisnya dalam vagina Misha sambil menghentak keras berkali-kali.


"AaaanNNGHH!!", Misha memekik setiap Boshwa menghujamkan penisnya dalam-dalam dengan hentakan-hentakan lambat namun keras. Dia dapat merasakan beberapa semprotan cairan benih Boshwa di setiap hentakan. Boshwa telah menodai dirinya, mengeluarkan benih di rahimnya, hal itu membuatnya putus asa.




Baru setelah beberapa hentakan keras Boshwa mencabut penisnya, nafas Boshwa masih berpacu, Gadis cantik bernama Misha itu terlihat tanpa daya terbaring di jok mobil dengan kemeja terbuka dan basah akibat keringat Boshwa, perutnya terasa hangat, begitupun air mata yang meleleh di pipinya, namun ini belum selesai, beberapa detik kemudian Amang menariknya keluar dari mobil, menelungkupkannya diatas kap sebuah kijang silver di sebelah mobil mereka yang entah milik siapa, Misha masih belum bisa bereaksi, badannya masih sangat lemas saat Amang melolosi kemejanya, diikuti bra, hingga akhirnya Misha dapat merasakan rok mini bergelombangnya jatuh ke lantai tempat parkir ini. Beberapa karyawan hotel melewati tempat parkir itu, jelas, mereka melihat apa yang terjadi disana, namun tidak berani bereaksi sama sekali. Beberapa malah memilih duduk agak jauh untuk menyaksikan pemerkosaan ini.




"ammpphuunnh..AAKKH...AA!!" Gadis cantik itu menjerit, tubuhnya terdorong ke depan, membuat payudaranya terayun menggesek kap mobil saat Amang melesakkan penisnya dari belakang. Tubuh telanjangnya yang berkilat menggeliat dan itu membuat beberapa karyawan hotel yang sengaja menontonnya bergumam-gumam, Amang justru menikmati disaksikan orang banyak seperti itu, Misha merintih sambil memejamkan mata, pasrah bersandar pada kap mobil saat Amang mulai menggenjot penisnya dari belakang.


"nggh.. aagh..ngg...ngeehh..." kepasrahan Misha ini ternyata malah menjalarkan rasa yang berbeda dengan saat keperawanannya dirobek oleh Boshwa tadi, rasa perih itu hanya ada sesaat, vagina Misha mulai berkedut, merasakan suatu kenikmatan sendiri. Misha hanya mendesah dengan mata terpejam dan bibir sedikit terbuka. Di belakangnya, Amang memompa penisnya dengan teratur, cepat, kasar, namun teratur. Kedutan di dinding-dinding vaginanya makin lama makin terasa dan makin kuat, membuat penis Amang juga makin terasa nikmat. Misha memejamkan matanya hingga akhirnya dia merasa seperti terdorong ke atas dan...


"NGGGGHHHHH AAAAGGGHHH!!!!..." Misha melenguh dan menjerit panjang, badannya mengejang ke depan, payudaranya makin berayun, Amang terdiam sejenak, dia merasakan ujung kepala penisnya disiram oleh sesuatu yang hangat. Amang tersenyum saat menyadari bahwa gadis muda yang tengah digenjotnya ini orgasme. Karyawan-karyawan yang menyaksikan semakin riuh bergumam.




Sesaat Misha seperti hilang keseimbangan, tubuhnya terjatuh melorot dari kap, Amang dengan sigap menahannya dan semakin merapatkan tubuh Misha ke kap mobil kijang itu, Amang meremas kedua payudara Misha sejenak sebelum mengalihkan pegangannya ke pinggang ramping gadis itu, dan menjadikan pinggang ramping gadis itu pegangan untuk memacu genjotan penisnya semakin dalam dan kencang hingga tubuh Misha terdorong-dorong dan kembali mendesah-desah lirih.




"HHHHH!!!" Amang mendengus keras sambil melesakkan penisnya dan berejakulasi di dalam vagina gadis cantik itu.




Misha kembali memejamkan mata merasakan semprotan-semprotan cairan hangat di dinding-dinding rahimnya. Tanpa menunggu lama, Amang mencabut kembali penisnya, merapikan celananya dan bergegas mengikuti Boshwa kembali menemui sang Bos. Meninggalkan Misha yang terkulai tanpa busana diatas kap mobil.




Setelah dua bodyguard itu pergi, beberapa karyawan berjalan mendekati Misha, Misha menyadari itu, dia berusaha bangkit dan mencari pakaiannya, namun tidak ada!! Sepertinya Boshwa dan Amang membuang pakaian Misha entah kemana. Misha panik, tidak mungkin dia lari dalam keadaan telanjang bulat begini, sedang para karyawan yang tadi menontonnya sudah dekat, Misha tidak punya jalan keluar selain meringkuk sambil terisak di tepi mobil saat karyawan-karyawan itu mengitarinya.




"hot banget ngentotnya non? Cantik pula" celoteh salah seorang dari mereka.


"sayang jadi perek" celoteh yang lain lagi


"mau dong ama kita?, boleh dong kita nyumbang sperma?" gurau yang lain.


"Lont loe! Ama orang-orang jelek item aja dia mau... apalagi ama kita ya ga??" seru yang lain diikuti tawa yang lainnya.


"jangan..." Misha mengiba saat dua orang dari mereka melonggarkan tangannya sehingga buah dadanya terlihat jelas.


"gua pake mekinya dulu, loe mulutnya, ntar gantian" ujar salah satu dari dua orang itu.


"HEY! SUDAH!! BUBAR!!" suara teriakan menghentikan aksi karyawan-karyawan mesum itu, tiga orang satpam yang tadi muncul. Para karyawan itu bubar seketika. Misha kembali meringkuk menutupi tubuhnya.


"tutupi pake ini aja non sementara" satpam tua menyodorkan jaket satpamnya ke Misha, gadis cantik itu menerimanya. 


"non ke pos jaga dulu aja, sambil kami cariin baju buat non".




Misha tersenyum, "makasih pak", lalu berdiri dan menggunakan jaket satpam itu untuk menutupi bagian depan tubuh telanjangnya. Kedua satpam yang lain berbaik hati membantu Misha yang terlihat sangat lemas. Untunglah di dunia ini masih ada orang-orang baik, gumam Misha dalam hati. Satpam bernama Tejo menutupi bagian belakang tubuh Misha dengan jaketnya




"mari non". Misha dan ketiga satpam itu berjalan menuju pos jaga.




Dan beberapa menit kemudian pekikan Misha kembali terdengar dari dalam pos jaga itu.




Sementara ketiga satpam brengsek itu tengah sibuk menancapkan penis-penis mereka di seluruh lubang di tubuh Misha, di sebuah kamar hotel, seorang pemuda menyalakan batang rokoknya dengan santai sembari mengutak-atik laptopnya. Seragam biru khas karyawan hotel itu tergeletak berserakan di tempat tidur, pemuda itu adalah karyawan hotel yang tadi menerima bogem mentah dari bodyguard pak Qadar. Yang tidak diketahui oleh siapapun di hotel itu, pemuda itu bukanlah karyawan hotel biasa, dia bahkan bukan karyawan hotel itu.




Nama pemuda itu Christian D Ambaraksa, yang biasa dipanggil "ian", berprofesi sebagai penulis lepas di salah satu majalah game milik asing yang baru enam tahun membuka cabangnya di Indonesia. Namun itu semua hanya kedoknya. Ian bukanlah penulis hebat, dia memang menelurkan beberapa tulsan tapi bukan tulisan yang hebat, dia lebih terkenal sebagai pembunuh bayaran yang memiliki codename : Silent Rose. Biasa menerima tawaran pekerjaan dari sebuah organisasi yang bernama 'Asocciation' (ASsasin-SOCial-Crime-In-All-naTION), sebuah organiasi besar yang tujuan sebenarnya belum juga diketahui. Meski dilatih dan dibesarkan oleh organisasi, hubungan Silent Rose dan Asocciation tidak lebih dari rekan kerja belaka. Ian tidak tahu-menahu masalah intern Association, siapa saja di belakang Association, atau apa tujuan dasar Association itu sendiri.




Ian hanya meneruskan profesi Ayahnya yang gugur sebagai Silent Rose pertama. Saat Association mengajukan 'case' (sebutan untuk misi dengan target pembunuhan), Silent Rose punya hak untuk menolak case tersebut tanpa harus menjelaskan alasan penolakannya. Sebaliknya, Association tidak memiliki kewajiban untuk memberikan informasi-informasi yang dapat membantu Silent Rose dalam menuntaskan case yang diambilnya. Silent Rose bergerak sendiri, dalam diamnya yang mematikan. Ian membuka berkas-berkas informasi yang dia miliki mengenai case kali ini. Qadar Wijaya, pemilik industri tekstil terbesar kedua di Asia Tenggara, produk-produk miliknya yang berlabel "Q-Touch" sudah menguasai pasar Asia, kegiatan eksport-import yang dijalankan menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar di Indonesia. Kampanye "Q-untuk semua" yang diselenggarakannya dengan membagi-bagikan pakaian pada kaum miskin Indonesia menggaet banyak simpati dari rakyat Indonesia, presiden bahkan menganugerahi gelar pahlawan kemanusiaan untuknya secara pribadi. Yang tidak diketahui khalayak umum adalah orang yang mereka sebut sebagai "Pahlawan Kemanusiaan" itu sendirilah yang menodai kemanusiaan di negeri ini.




Seminggu yang lalu ian menerima e-mail dari jaringan khusus Association tentang tawaran Case dengan target Mr, Qadar Wijaya, berikut dengan bukti-bukti lengkap mengenai kerjasamanya dengan Anjar Francois, importir elektronik yang merupakan gembong besar pemasokan narkoba di Indonesia.




Sejak dua tahun terakhir, pihak intelejensi kepolisian telah mencium adanya penyelundupan narkoba melalui barang-barang elektronik yang diimpor oleh Anjar, oleh karena itu, Anjar memerlukan bantuan tangan ketiga untuk meneruskan bisnis haramnya, sosok Qadar Wijaya yang dinobatkan sebagai Pahlawan Kemanusiaan adalah sosok yang paling tepat, apalagi Q-Touch juga secara kontinyu mengimpor bahan dari luar negeri. Pilihan yang tepat, karena tak seorangpun yang akan mencurigainya, banyak orang indonesia yang "mendewakannya" menjadikannya sosok ideal sebagai panutan tanpa tahu apa yang ada di balik topeng kemanusiaannya itu. Qadar Wijaya bukan hanya pahlawan kemanusiaan tapi juga penjahat kemanusiaan. Disempurnakan dengan hobinya terhadap wanita yang membuatnya layak digelari penjahat kelamin. Hal-hal seperti inilah yang menjadi alasan ian menerima case. Ian kembali membuka e-mail yang diterimanya dari Association :






Name : Qadar Wijaya


Age : 48


Status : SOCial Crime


Deathline : 5th day of next moth


Proof file : attached


Case Class : 20 STAR


-Case handled by Silent Rose-






Butuh waktu seminggu bagi Ian untuk menggalang informasi tambahan yang cukup dan mendukung untuk metodenya kali ini. Bukti-bukti yang dilampirkan Association memang cukup kuat, namun hukum adalah sesuatu yang patut dipertanyakan efektifitasnya. Ian mengumpulkan data statistik lima tahun terakhit tentang kematian dan kejahatan serta kesengsaraan yang dihasilkan oleh barang haram ini. Bagi Silent Rose, dirinya sendiri adalah sebaik-baiknya penghukum. Ian merapikan semua berkas itu, itu hanyalah hasil salinan. Berkas-berkas aslinya telah dia kirimkan ke satu deposite box di sebuah bank yang aman. Sementara itu, bukti baru mengenai tindakan asusila yang sering dilakukan oleh Qadar Wijaya, baru saja tersimpan di laptopnya.










BERSAMBUNG 









Report content on this page

Posting Komentar

0 Komentar