Ketika masuk ke kamar Paidi, Alya baru sadar kalau ternyata kamar supirnya itu sangat bersih dan rapi. Ia tidak sempat memperhatikan ketika masuk ke tempat ini tempo hari. Barang – barangnya disusun di pojok, tempat tidurnya juga sangat bersih, sepreinya harum seperti baru dicuci. Kamar yang sebelumnya dijadikan gudang itu juga sangat wangi. Alya jadi semakin kagum dengan pria yang telah menyelamatkannya dari cengkraman Pak Bejo ini. Walaupun punya masa lalu yang bisa dibilang tidak menyenangkan, Paidi adalah pria yang mengagumkan. Paidi memang telah menceritakan masa lalunya yang kelam, menjadi seorang penghuni bui karena kesalahannya yang fatal. Kini Paidi ingin memperbaiki kesalahannya itu.
Bagaikan pengantin yang baru saja menikah, tanpa diminta Paidi mengangkat tubuh Alya dan meletakkan tubuh indahnya dengan lembut di atas ranjang. Walaupun awalnya kaget, namun Alya menuruti saja kemauan lelaki tua perkasa itu. Kain seprei yang bersih dan harum membuat Alya tidak merasa jijik, ia bahkan sangat kagum dengan kerajinan dan kebersihan Paidi, sungguh sangat jarang laki – laki seperti ini. Paidi duduk di samping Alya yang terbaring. Dengan berani istri Hendra itu menyentuh pundak laki – laki kurus dan tua yang rebah disampingnya. Ia menyentuh pundak Paidi tanpa melepaskan pandangan dari mata pria yang pernah berjualan bakso itu. Tangan lembut Alya meraih bagian belakang kepala Paidi dan menariknya ke bawah, lalu bibir seksi si cantik itu mengecup bibir sang supir.
Ciuman lembut Alya yang tulus mengoles bibirnya bagaikan obat untuk semua lelah, gelisah dan keluh kesah yang pernah Paidi keluarkan seumur hidupnya. Olesan lembut bibir mungil majikannya itu juga membuat tubuh Paidi bagaikan disentak aliran listrik berjuta volt, seandainya dia adalah sebuah baterai hidup, Paidi sudah langsung tercharge dengan energi hingga penuh. Bibir mereka berdua saling mengelus, saling menimang, beruntai, berjalin, menikmati sentuhan pelan dan nikmat yang tak bisa diungkap dengan kata.
“Mmmhh…” desah Alya manja. Ia memejamkan mata dan membiarkan bibir Paidi menari di atas bibirnya yang lembut, membiarkan bibir tebal dan keras sang sopir menyelimuti bibirnya yang ranum. Olesan bibir Paidi tidak seperti bibir Hendra yang lembut atau bibir Pak Bejo yang kasar dan menuntut.
Lama pagutan bibir mereka tak saling lepas, Paidi mulai mengeluarkan lidahnya yang bagai ular. Lidah Paidi membuat Alya makin tak berkutik dan tenggelam sepenuhnya dalam pelukan sang sopir.
“Mas?” tanya Alya ketika bibir mereka lepas sejenak.
“Hmm?”
Alya tak buru – buru menjawab karena kembali menikmati lidah dan bibir Paidi.
“Aku… mhh… mmhh… mau… tanya…”
“Hmm?”
Kembali bibir Paidi menggelayut di bibir sang kekasih namun kali ini Alya menolaknya.
“Iiihhh… Mas nakal! Aku kan mau tanya sesuatu yang penting, jangan digangguin dulu!”
“Habis bibir kamu menggemaskan, mungil dan mengundang, aku jadi tidak tahan.” Kata Paidi sambil tersenyum. “Baiklah, kamu mau tanya apa, sayang?”
“Bagian mana dari tubuhku yang paling Mas Paidi suka? Akan langsung aku berikan sekarang juga.” Kata Alya sambil menggigit bibir bawahnya dengan genit.
“Aku suka semuanya.”
“Ah, jawaban gombal.”
“Kalau begitu… aku suka dari ujung kaki sampai ujung rambut.”
“Hi hi hi, aku nggak percaya. Mana ada yang suka ujung kaki aku.”
“Aku suka.”
“Bohong.”
“Eh, gak percaya? Baik aku buktiin!”
Paidi membalik badannya dengan cepat tanpa mempedulikan protes Alya yang tertawa.
“Aku kan cuma becanda, Mas!”
Paidi membuktikan kesungguhannya dengan menciumi jempol dan jemari kaki Alya. Si cantik beranak satu itu adalah wanita yang amat memperhatikan kebersihan, sehingga Paidi tidak sedikitpun merasa jijik karena kaki Alya sangat mulus dan bersih. Mirip kaki seorang bayi yang lembut dan suci. Paidi mencium dan menjilat – jilat kaki sang kekasih dengan sepenuh hati. Alya bergetar karena rangsangan Paidi ini.
“A… aku percaya, Mas… aku percaya…”
Sambil tersenyum puas Paidi mengelus lembut betis sang bidadari. Tentu saja pria tua itu tidak berhenti sampai di situ saja. Ia mengeluskan tangannya dari bawah ke atas, naik ke arah paha mulus Alya. Kaki Alya yang jenjang membuat Paidi terkagum – kagum, begitu mulus, indah dan putih, sangat sedap dipandang. Alya memiliki karunia yang sangat lengkap dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, semua indah dan sempurna.
Tapi bidadari itu kini tengah dilanda nafsu birahi yang meledak – ledak, ia tidak mau tangan Paidi hanya mengelus – elus betis dan pahanya saja, ia ingin lebih. Sambil berbaring di ranjang, Alya memberanikan diri mengelus batang kemaluan Paidi yang masih tersembunyi di balik celana. Tangannya yang lembut bergerak naik turun dengan perlahan, membuat sekujur tubuh Paidi merinding keenakan. Siapa yang tidak mau penisnya dikocok wanita semolek Alya? Hanya dengan melihat pandangan mata Alya yang berbinar, Paidi tahu kalau Alya merindukan permainan cinta yang sebenarnya, bukan perkosaan brutal ala Pak Bejo, atau hubungan dingin tanpa perasaan seperti yang ditunjukkan Hendra. Paidi akan membuat si cantik ini menikmati seks yang indah bersamanya.
Perlahan Paidi menurunkan celana berikut celana dalamnya. Batang kemaluannya menegak kencang di hadapan wajah cantik Alya.
“Mas… aku ingin… mmm… boleh aku…?” tanya Alya malu – malu. “Mmm… bolehkah?”
Alya tidak melanjutkan kata – katanya saat ia melihat Paidi mengernyit keenakan. Elusan lembut jemari Alya pada batang kemaluan Paidi membuat mantan penjual bakso itu bergetar dan menggelinjang tak kuasa menahan nafsu. Hal itu membuat Alya tersenyum tertahan, seperkasa apapun Paidi, ia ternyata tidak tahan dengan jari – jarinya yang lembut.
Sembari menikmati elusan lembut jemari Alya pada penisnya, Paidi melucuti pakaian yang ia kenakan. Ia ingin bersentuhan langsung dengan kulit mulus Alya, tanpa terhalang baju mereka. Seakan mengerti kemauan Paidi, Alya mengikuti dengan melucuti pakaiannya sendiri. Ia berhenti sebentar mengelus penis Paidi untuk membuka baju. Pria tua itu mengerang kecewa ketika Alya berhenti menyentuh kemaluannya, namun karena ia mendapati Alya sudah tak berbusana ketika ia membuka mata, Paidi tak mengeluh sedikitpun.
Paidi berdecak kagum ketika kembali bisa menikmati keutuhan tubuh molek Alya. Benar – benar seorang bidadari yang turun dari langit, sempurna tiada duanya. Bila dibandingkan dengan bintang sinetron, mungkin Alya lebih cantik dan seksi, kini bayangkan jika tubuh sesempurna itu dipersembahkan untuk pria seperti Paidi! Pandangan matanya tak ingin lepas dari kesempurnaan Alya, wajah cantik lembut dengan rambut yang terurai indah, kulit mulus seputih susu yang memancarkan keharuman mewangi, payudara sempurna yang sintal dan menggairahkan, pinggang ramping, pantat bulat, semua – untuk Paidi.
Alya diam saja tanpa mempedulikan kekaguman Paidi kepadanya dan meneruskan ‘pekerjaannya’ memainkan kemaluan Paidi.
Paidi buru – buru sadar dari rasa kagum yang membuatnya terbengong – bengong dan segera kembali ke posisi semula, ia berbaring dan membiarkan wajah Alya tepat berada di depan penisnya sementara ia sendiri berhadapan langsung dengan kaki sang bidadari. Saat itulah pria tua yang perkasa itu menurunkan wajahnya hingga ke kaki sang bidadari. Alya meringis keenakan saat Paidi beraksi, tanpa malu – malu pria tua yang pernah berjualan bakso itu menjilati dan menciumi ujung – ujung jemari kaki Alya. Paidi melakukan aksinya dengan sangat pintar dan membuat Alya menggelinjang, ibu muda satu anak yang statusnya adalah istri orang itupun tak kuasa menahan desahan demi desahan yang terus menerus keluar dari bibir mungilnya.
“Auhhhhhmmm, Masss… geli mass… jangan… aaaaahhhh…” tangan Alya tak beranjak dari batang kemaluan Paidi, terus meremas dan mengocok penisnya yang besar dan hitam sementara sang supir mencumbu dan mengulum jari – jari kaki dan betisnya. Melihat Alya keenakan, Paidi menarik kaki wanita cantik yang mulus dan jenjang itu ke bawah. Jengkal demi jengkal sisi – sisi kaki Alya dicumbui dengan buas oleh Paidi, si cantik itu makin tak tahan dibuatnya, kakinya bergerak tak menentu arah, menyepak kesana kemari. Paidi tersenyum, dengan tangannya yang berotot dipegangnya kaki Alya erat – erat, lalu dijilatinya seluruh bagian kaki Alya yang sangat putih dan indah itu.
“Aaaahh, Massss… ouuuhhh, jahaaaat… geli ahhhh!!”
Paidi melanjutkan ciuman dan jilatannya tanpa memperdulikan desahan manja sang ibu muda. Alya memejamkan mata menahan nafsunya yang menggelegak hebat karena foreplay yang dilakukan oleh Paidi. Semua perasaan jijik yang selama ini dipelihara karena tidur dengan laki – laki yang tidak ia sukai ia lepaskan dengan bebas bersama Paidi. Laki – laki ini memang bukan Hendra, tapi paling tidak ia bukan Pak Bejo. Alya melenguh dan mengembik tanpa malu, membiarkan suaranya lepas menyebar ke seluruh penjuru rumah. Seluruh penat dan stress karena masalah Pak Bejo dan Hendra membuat Alya menyerahkan seluruh tubuhnya pada Paidi.
Paidi kini tak hanya menggunakan lidah dan mulutnya saja, tangannya bergerak menyentuh paha Alya dan mengelus – elusnya lembut. Tak pernah ia membayangkan sebelumnya kalau ia mampu melakukan hal ini selepas keluar dari penjara, yaitu mengelus – elus paha mulus seorang wanita cantik dan terhormat seperti Alya.
Istri Hendra itu masih memejamkan mata, ia membiarkan saja tangan Paidi bergerak nakal menyusuri pahanya yang putih mulus sampai ke pangkal paha. Setelah bagian bawah kaki Alya yang jenjang basah oleh ciuman dan jilatan bibir dan lidah Paidi, kini giliran paha mulus Alya yang diserang.
Ibu muda satu anak itu membuka pahanya lebar – lebar memperlihatkan keindahan bibir kemaluannya yang merekah merah muda, kuncupnya yang mungil mempesona Paidi. Ia kagum Alya masih memiliki bentuk vagina yang indah padahal sudah memberikan keperawanan pada Hendra, melahirkan Opi dan tidur berkali – kali dengan Pak Bejo.
Jari jemari Paidi bergerak lincah menyusuri daerah sekitar kemaluan Alya tanpa sekalipun menyentuh bibir vaginanya. Tubuh Alya menggelinjang karena menahan nafsu yang kian lama kian tak tertahankan. Sekali – sekali Paidi menyentuhkan jarinya ke bibir kemaluan Alya seakan tak disengaja.
“Ahhhh!! Ahhh!!” desah Alya manja, tubuhnya bergetar hebat tiap kali Paidi memancingnya. Tak tahan oleh perlakuan sang supir, Alya melenguh panjang, kepalanya bergerak makin tak terkendali ke kanan kiri sementara matanya masih terus terpejam. Melihat gerakan erotis dan lenguhan manja sang majikan, Paidi makin berani. Dengan nekat pria kurus berkulit gelap itu mendorong kepalanya masuk ke pangkal paha Alya.
“Aaaaaaaaaaahhhh!!!” Alya kembali mengeluarkan desahan panjang.
Paidi terus melaksanakan niatnya menguasai daerah kemaluan Alya dengan bibir dan lidahnya. Hisapan, ciuman dan jilatan silih berganti menyerang sang ibu muda. Belum sampai kemaluan Paidi masuk, liang cinta Alya sudah mulai basah. Bahkan Paidi bisa melihat tetesan air cinta mengalir tipis dari bibir mungil kemaluan sang kekasih. Alya mengangkat pantatnya, meminta bibir Paidi terus mengelus bibir vaginanya. Dengan lembut Paidi menyusuri rambut kemaluan Alya yang lembut. Paidi paling suka dengan wanita seperti Alya, dia merawat rambut kemaluannya dengan mencukurnya rajin, baunya juga sangat wangi dengan aroma khas. Paidi sengaja menggoda Alya dengan menghembuskan nafas ke liang memeknya tanpa menyentuh. Alya tak tahan lagi, dia sodorkan bibir kewanitaannya ke mulut Paidi.
Dengan kedua jarinya, Paidi membuka sedikit mulut kemaluan Alya. Iapun segera mencari titik kelemahan sang ibu muda – kelentitnya. Ketika tonjolan kecil yang mematikan itu berhasil ditemukan, Paidi memperlancar aksinya menaklukkan Alya. Jilatan, hisapan dan sedotannya membuat tubuh Alya melonjak – lonjak bagai kuda liar yang sangat binal. Paidi bahkan harus memegang erat tubuh Alya agar tak terlonjak jatuh dari ranjang. Paidi melumat lembut kelentit sang wanita cantik yang ada dalam pelukannya, ciumannya lalu beralih ke sisi luar bibir vagina dan akhirnya ke bawah, masuk ke dalam liang cintanya. Sekali lagi Alya melonjak ke atas dan mendesis dengan keras, wajahnya yang cantik terlihat histeris namun ia berusaha keras menahan teriakannya.
“Mas! Sudah, Mas! Aku tidak kuat lagi! Masukkan! Ayo! Masukkan…”
Paidi tidak begitu saja menuruti permintaan Alya. Ia mainkan dulu lidahnya di bibir memek Alya. Gerakan kaki sang bidadari makin tak tertahan, ia menendang kesana kemari tanpa sasaran. Kepalanya berpaling ke kanan dan kiri dengan mata terpejam dan keringat yang terus bercucuran. Alya mengambil bantal dan menggigit ujungnya untuk menahan kenikmatan yang terus ia rasakan. Ketika Paidi menyedot cairan cinta yang menetes keluar dari memek Alya, rasa gelinya ia alirkan dengan menggigit ujung bantal.
Lidah Paidi makin berkuasa. Ia mendorong lidahnya masuk ke memek Alya, menjilat dinding yang ada di dalam, menari dan bergoyang tanpa ampun. Jari jemari Paidi membuka sedikit bibir memek Alya agar lidahnya bisa lebih leluasa.
“Sudah, Mas! Sudah cukup! Aku tidak tahan lagi!” desis Alya untuk yang kesekiankali.
Paidi mengangkat kepala dan tubuhnya, kini ia membenamkan bibirnya ke telinga sang bidadari. Orang yang pernah menjadi narapidana itu terus membisikkan kata – kata mesra ke telinga Alya, sementara tangannya asyik memainkan pentil susu yang sudah sangat menjorok keluar. Istri Hendra itu sudah sangat bernafsu, wajahnya memerah karena sangat menginginkan kemaluan Paidi. Ia mengelus dada Paidi dan meminta dengan pandangan memelas. Paidi tahu apa yang diinginkan oleh majikannya yang jelita itu, ia segera mengambil posisi.
Paidi kembali mengincar klitoris milik Alya. Benda mungil yang menjorok tepat di dalam area kemaluan sang bidadari itu dijilatnya ke kanan dan kiri, digerakkan naik turun. Bagi seorang wanita, titik kelemahan inilah yang membuatnya tak tahan menerima godaan laki – laki. Begitu pula bagi Alya, tubuhnya melejit dan pantatnya diangkat tinggi – tinggi, cairan cintapun meleleh membasahi bibir kemaluan si cantik itu. Ketika Paidi nekat menyeruput cairan cinta Alya, istri Hendra itupun menggelinjang keenakan dan meronta.
“Masssss… ahhhhh… ooooohhhhmmm… jangan dimaininnnn…” Alya merem melek keenakan, dia sudah tidak tahan lagi. “Ayo masukkan, Mas! Cepeeeet!! Aku tidak tahaaaan!!” rengeknya manja.
Dengan hati – hati Paidi menaiki tubuh sempurna milik Alya, putihnya kulit mulus Alya yang bagai pualam membuat pria tua kurus itu terkagum – kagum. Kontras sekali kulit bidadari ini dengan kulitnya yang hitam legam. Apalagi melihat payudara sempurna yang tak puas – puas remas dengan gemas. Betapa kagetnya Paidi ketika Alya nekat menarik batang kemaluannya yang sudah mengeras.
“Ouuuughhhh, besar sekali… ehmmmm… masukin, Masssss!! Cepeeettt!!”
Tentu saja Paidi tidak ingin begitu saja menyodokkan penisnya ke memek Alya walaupun dia sangat ingin. Dengan gerakan ringan, digoyangkan ujung gundul penisnya ke bibir kemaluan Alya tapi selalu ditariknya batang kemaluan itu ketika Alya ingin membimbingnya masuk ke dalam.
“Aaaahhh! Gimana sih!! Ayoooo, aku sudah tidak tahaaaann!!!” rengek si cantik.
Dengan hati – hati batang kemaluan Paidi ditarik oleh Alya masuk ke dalam liang kemaluannya. Bagi Paidi, ini yang namanya mimpi menjadi kenyataan. Sang majikan yang cantik jelita dan seksi sangat bernafsu menikmati kemaluan supirnya yang buruk rupa, kurus dan hitam legam. Alya sudah tidak ingat lagi statusnya sebagai istri Hendra ataupun ibu Opi, ia hanya ingin disetubuhi saat ini – – disetubuhi oleh penis raksasa Paidi!
Penis Paidi melesak masuk dengan mudah karena memek Alya sudah sangat basah, cairan pelumas yang keluar di dalam liang kenikmatan Alya membanjir dengan deras, memudahkan batang kemaluan Paidi melesak masuk ke dalam. Alya mengerang dan menggoyangkan kepalanya ke kiri dan kanan, ia menderita dalam kenikmatan. Ketika melihat Alya sedikit kesakitan, Paidi menunda menyodokkan penisnya, tapi Alya justru mengangkat pantatnya, ingin segera digenjot.
Paidi memaju mundurkan pinggulnya dengan perlahan, ia takut menyakiti vagina Alya. Tapi wanita cantik itu sudah terlalu tenggelam dalam kenikmatan birahi yang tanpa ujung. Paidi tak puas – puasnya memandang kecantikan dan kemolekan wajah dan tubuh Alya. Lekuk tubuhnya yang sempurna, buah dadanya yang kenyal, pinggang ramping dan kulit putih mulus sang majikan. Ia bagaikan berada di awang – awang, tak percaya ia ternyata berhasil menikmati keindahan tubuh istri Hendra yang sangat seksi ini.
“Masss… aku nggak tahan… terussss… aaaahhhh…” Alya merengek manja.
Paidi tidak mampu menjawab karena merem melek keenakan. Memek Alya meremas – remas kemaluannya, memilin dan menggilingnya dalam liang kenikmatan yang sempit dan lembab. Ia tidak menyangka memek ibu satu anak ini masih begitu sempit dan nikmat, penisnya seakan disedot ke dalam tubuh Alya. Memek si cantik itu lama kelamaan makin basah oleh cairan kenikmatan yang keluar dari dalam, membuat goyangan penis Paidi seakan menumbuk liang yang becek.
Desahan manja dan kecantikan Alya membuat Paidi makin tak kuat menahan nafsunya. Dengan penuh tenaga pria tua kurus berkulit gelap itu mempercepat gerakan menumbuknya. Alya makin kebingungan, sakit sekaligus enak sekali rasanya, ia tidak tahu harus berbuat apa. Alya hanya bisa mengimbangi gerakan memilin Paidi dengan menggerakkan pinggulnya maju mundur. Kemaluan Paidi yang ukurannya sangat besar memenuhi liang kenikmatannya dengan penuh, hanya dengan menggerakkan pinggulnya sedikit, penis itu sudah sampai di ujung terdalam dinding memek Alya, si cantik itupun belingsatan dan merem melek keenakan.
Tempat tidur Paidi makin tak berbentuk, sepreinya acak – acakan, bantal dan gulingnya terjatuh entah kemana. Makin lama, kedua insan yang sedang bercinta itu semakin dekat ke puncak kenikmatan. Paidi berusaha keras menahan orgasme, ia tak ingin terlalu cepat mengeluarkan air maninya, ia masih ingin menikmati memek Alya yang nikmatnya bagaikan surgawi. Tapi ia tak bisa mengingkari kekuatannya sendiri, dengan sekuat tenaga, Paidi menyodokkan penisnya berkali – kali ke dalam memek Alya yang menjerit – jerit penuh kenikmatan. Akhirnya Paidi mengeluarkan satu lolongan panjang, ia meremas bahu Alya kuat – kuat. Ia hampir sampai di puncak kenikmatan.
Alya yang tahu Paidi sudah hampir orgasme juga tak mau kalah, ia menggerakkan tubuhnya dengan gerakan menggila dan mendaki jalan nikmat menuju puncak. Alya sudah tidak peduli lagi dengan posisinya sebagai majikan Paidi ataupun statusnya sebagai istri Hendra dan ibu satu anak. Ia hanya ingin memuaskan birahinya secara alami, tanpa paksaan, tanpa tuntutan. Alya mengangkat kakinya dan mengapit pinggul Paidi, ia sodokkan pantatnya ke atas untuk melesakkan penis Paidi lebih dalam lagi. Akhirnya si cantik itu sampailah ke ujung perjalanan permainan cinta ini, ia mengerang tanpa terkendali.
“Masssss! Massss! Aku mau keluaaaaaar!!” jerit Alya panik, ia tak kuat lagi menahan orgasme.
“Ahhhhhh! Aaahhhh!!!”
“Ahhhhmmm!! Ayo sayang! Kita sama – sama keluar! Aaahhh!!! Alyaku sayaaaang!!”
Semprotan demi semprotan air mani mengalir deras di dalam memek Alya, bercampur dengan cairan cinta yang memancar dari dalam. Cairan kental meleleh dari ujung bibir kemaluan sang ibu muda, membuktikan penyatuan kedua tubuh insan berlainan jenis ini.
Desah nafas kelelahan berpacu dari mulut Alya dan Paidi yang masih berpelukan dalam ketelanjangan, keringat deras membanjir di seluruh tubuh mereka, kemaluan Paidi masih bertahan di dalam liang lembut Alya. Untuk beberapa saat lamanya, mereka berdua hanya terdiam, membiarkan waktu berlalu dan mencoba memperoleh kembali nafas mereka yang kembang kempis.
Tangan Paidi menggenggam erat tangan Alya, untuk sesaat sekalipun, ia tidak mau melepaskannya. Ia ingin terus bisa melakukan ini, ia ingin terus bisa menikmati keindahan tubuh sang majikan… ah bukan… ia ingin terus bisa menikmati tubuh indah sang kekasih pujaan. Ya, walaupun di mata orang luar mereka adalah majikan dan sopir, tapi Paidi dan Alya kini resmi menjadi sepasang kekasih.
Mata mereka saling berpandangan, mencoba menyelami perasaan masing – masing. Paidi tahu, walaupun ada kepuasan dalam diri Alya, namun matanya yang indah itu tak bisa berbohong. Ia menyimpan kesedihan yang teramat dalam. Paidi tahu apa yang mereka lakukan ini salah, Alya adalah istri sah Hendra dan ia mungkin telah menggoda wanita cantik itu untuk berselingkuh. Mungkin apa yang mereka berdua rasakan bukan cinta, mungkin hanya nafsu… tapi… seandainya diijinkan, ia ingin selalu bersama… selamanya.
Alya menatap mata Paidi tajam, entah kenapa ia terlihat ragu hendak mengungkapkan sesuatu. “Mas, aku… bolehkah aku menanyakan sesuatu? Sebenarnya aku malu… tapi…”
“Boleh saja, sayang. Mau tanya apa?”
“Mas… emmm, sudah capek belum?… emm… mau… lagi?” Alya mengedip genit dan tersenyum manja.
Paidi tertawa geli. Ia memeluk bidadarinya erat – erat tanpa sedikitpun keinginan melepas tubuh indahnya. “Apapun yang kamu minta, sayang. Apapun yang kamu minta.”
Dengan manja Alya mengangkat tangan Paidi dan membiarkan jemarinya mengelus pantatnya yang bulat, Alya kemudian menggoyangnya tanpa merasa malu. “Mau coba dari belakang?” tanya si cantik itu dengan senyum nakal.
Ini bukan kali pertama baginya, dan jelas bukan yang terakhir.
Malam pun terasa panjang untuk mereka berdua.
BERSAMBUNG
0 Komentar