Sudah beberapa hari ini Anissa malas bangun dan keluar dari kamar. Ia ingin pulang saja ke rumah, ia ingin menghindar sejauh mungkin dari tempat terkutuk ini, tapi dengan kecelakaan yang menimpa Mas Hendra, Anis harus siap merawat Opi jika Bu Bejo sedang berhalangan karena Mbak Alya lebih sering berada di rumah sakit.
Walaupun sudah mandi dan makan, Anis lebih suka berdiam diri di kamar, sejak diperkosa oleh Pak Bejo yang bejat, Anissa berubah total. Perangainya yang tadinya manis dan ceria berubah menjadi seorang gadis yang paranoid dan menutup diri. Anissa bahkan tidak mau berlama-lama di luar kamar walaupun itu ditemani oleh Dodit sekalipun.
Hari ini Dodit akan seharian berada di rumah sakit menemani Mbak Alya karena kondisi Mas Hendra drop lagi. Bu Bejo sudah pulang dan Opi sekolah, sepertinya hari ini Anis bisa sedikit tenang. Ia merasa lelah karena setiap hari menangis, Dodit mengira Anissa menangis karena mengkhawatirkan kakaknya yang masih berada di rumah sakit, tapi gadis itu sebenarnya menangis karena meratapi nasibnya yang malang, diperawani oleh seorang pria tua yang bejat menjelang hari perkawinannya.
“Jangan melamun terus. Sudah makan belum?”
Kaget sekali Anissa mendengar suara itu, siapa yang tiba-tiba saja masuk ke kamarnya? Apa dia tadi lupa mengunci pintu?
Sosok tua menjijikkan mendekati Anis dengan langkah penuh keyakinan.
Suara Anissa tercekat dalam tenggorokan ketika ia melihat pria tua yang telah merenggut kegadisannya tiba-tiba saja sudah berada di dalam kamarnya! Ia tidak mendengar suara pria busuk itu masuk ke dalam rumah. Dengan langkah arogan dan pandangan mata bengis penuh nafsu birahi, Pak Bejo berjingkat-jingkat menuju ranjang Anis. Mata pria tua itu bersinar-sinar jalang, membuat bulu kuduk si cantik Anis merinding.
“Ya Tuhan, ini tidak mungkin… tidak mungkin terjadi lagi… tidak lagi…” bisik Anissa pada diri sendiri.
Gadis itu meraih selimutnya yang tebal dan menutupi tubuhnya yang indah, tapi tentunya sia-sia saja. Dengan sekali sentak, selimut itu melayang jauh ke pojok kamar, membiarkan tubuh Anissa terbuka lebar untuk dinikmati sang pria tua yang bejat. Pak Bejo menubruk tubuh gadis muda itu sebelum Anissa sempat melarikan diri. Mereka sempat bergumul sesaat di atas ranjang sebelum akhirnya Pak Bejo berhasil menangkup buah dada Anissa yang ranum di balik kaos yang dikenakannya dalam cakupan jemarinya yang kotor.
“Aku dengar seharian ini kamu tidak mau keluar kamar, anak manis?” tanya Pak Bejo sambil memainkan payudara Anissa yang masih berada di balik baju. “Kenapa? Kamu malu sudah tidak perawan lagi? Kamu malu sudah bersetubuh denganku?”
“Dasar bajingan!” desis Anis geram.
“Aku tadi berbincang-bincang dengan Mas Doditmu. Dia mengira kamu tidak ingin diganggu seharian ini karena sedang tidak enak badan dan ingin beristirahat, dia sama sekali tidak tahu akulah penyebab semua ini, dia tidak tahu aku sudah menjebol selaput daramu yang sangat berharga itu. Dia tidak tahu kalau aku telah memperoleh keperawanan pengantinnya yang cantik jelita.” Pak Bejo terkekeh-kekeh saat mengucapkan kata-kata yang melukai perasaan Anissa itu, “Dia tidak bisa menolongmu waktu kau kuperkosa, jadi jangan harap tunanganmu itu akan menolongmu sekarang. Mas Doditmu itu sedang menunggu Pak Hendra di rumah sakit, dia tadi bahkan menitipkan salam untukmu. Katanya Non Anis yang cantik diminta minum obat supaya lekas sembuh, makanya aku datang kemari untuk memberikan obat.”
Air mata Anissa mulai turun, dia takut sekali.
“Karena disuruh mengantar obat, maka harus saya sampaikan toh?” Pak Bejo terkekeh lagi. “Ini obatnya…”
Dengan gerakan cabul, Pak Bejo meremas selangkangannya sendiri dan menghunjukkan benjolan penis di celananya ke wajah Anissa. Gadis itu memalingkan wajahnya dengan sebal, ia menghardik Pak Bejo karena kesal. Tapi Pak Bejo merenggut rambut Anis dan menyentakkannya kuat-kuat sampai-sampai gadis itu menjerit kesakitan. sekilas tercium bau minuman keras dari mulut Pak Bejo, apakah pria tua itu sempat mabuk sebelum masuk ke kamarnya? Anis tidak berani bergerak banyak karena takut oleh ancaman Pak Bejo. Melihat mangsanya hanya pasrah, tangan Pak Bejo bergerak bebas meremas-remas payudara ranum Anissa.
“Tolong kasihani aku, tinggalkan aku sendirian…” bisik Anissa lemah, “tolong…”
“Rasanya Mas Dodit pasti akan sangat berterima kasih seandainya kita berdua memberinya hadiah yang terindah yang akan selalu ia ingat sepanjang hidup.” Tangan Pak Bejo turun dari dada Anis ke perutnya, tangan itu menepuk pelan perut langsing Anis, “Hadiah terindah berupa seorang anak dari kekasihnya tercinta yang didapatkan dari sperma seorang pria tua buruk rupa.”
Anissa menutup mulutnya karena kaget dan takut, dia terhenyak berdiri dari posisinya yang rebah di ranjang, dia memang sudah diperkosa Pak Bejo, tapi gadis itu tidak akan mau dihamili oleh sang pria tua yang menjijikkan itu! Dia tidak sudi! Sayang, walau sudah berusaha bangkit, tapi tangan nakal Pak Bejo masih tetap erat memeluk tubuh indahnya.
“Jangan! Saya mohon, Pak! Kita tidak bisa melakukan ini! Saya ingin menikah dengan Mas Dodit, jangan hancurkan impian saya, jangan hancurkan kehidupan saya!” air mata Anis menetes membasahi pipi.
Pak Bejo menarik tubuh Anissa dan memeluknya erat, gadis itu terpaksa mundur ke belakang dan membiarkan tubuhnya bersandar di perut gendut sang pria tua. Tangan Pak Bejo mulai beraksi, tangan kanannya menyusuri buah dada ranum Anissa sementara tangan kirinya menggosok-gosok selangkangan si cantik itu. Anissa sendiri tak tahan diperlakukan penuh nafsu oleh Pak Bejo, gadis itu bisa merasakan kejantanan sang pria tua digesek-gesekkan ke pahanya.
Dengan menggunakan mulutnya, Pak Bejo melalap daun telinga Anissa sambil berbisik kepadanya. “Aku tidak melarang kamu menikah dengan siapapun, Non Anis. Kamu boleh menikah dengan Dodit atau siapa saja, aku hanya ingin menyetubuhimu tiap kali aku mau. Itu saja. Layani aku dengan baik dan aku tidak akan mengganggu hubungan kalian. Tapi kalau kau melawanku, aku bersumpah, kau tidak akan pernah merasakan lagi yang namanya cinta kasih sejati! Akan kubuat Mas Doditmu itu menderita!!”
Anissa bergetar ketakutan dalam pelukan si tua bejat, Pak Bejo bisa merasakan gerakan tubuh gadis muda itu. Anissa makin bingung, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini. Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Anissa menendang tulang kering kaki Pak Bejo dan meloncat turun dari tempat tidur.
“Auuughh!! Lonthe!!!” maki Pak Bejo geram.
Pak Bejo menjerit kesakitan dan meraung penuh amarah mengejar sang gadis yang lari ketakutan dalam keadaan panik. Karena harus memutari ranjang untuk mencapai pintu, Anissa kalah cepat dari Pak Bejo yang meloncati ranjang dengan beringas, gadis itu kembali tertangkap olehnya. Dengan kekuatannya yang hebat, Pak Bejo menyeret Anis ke tempat tidur. Dengan mudah ia memutar tubuh gadis muda itu dan menghempaskannya ke ranjang. Pak Bejo kemudian melucuti pakaiannya sendiri, sekali lagi Anis melirik ke arah pintu dan mencari saat yang tepat untuk bisa melarikan diri.
“Jangan coba-coba.” Bentak Pak Bejo saat melepas kemejanya. Ia tahu apa yang sedang direncanakan oleh gadis muda itu. Karena Anissa terus melawan, dengan terpaksa pria tua itu mengeluarkan pisau lipat yang selalu ia kantongi. “Aku tidak mau menggunakan ini, manis. Tapi kalau sampai kau melakukan hal yang aneh-aneh, aku terpaksa mengiris-iris tubuhmu dan memberikannya pada anjing tetangga.”
Kemarin, ancaman pisau inilah yang mengakibatkan Anissa kehilangan keperawanannya. Kali ini ancaman pisau Pak Bejo kembali berhasil berhasil melunakkan perlawanan Anis. Gadis itu terdiam pasrah tanpa berani melawan, matanya menatap ngeri pada pisau yang diacungkan oleh Pak Bejo sementara keringatnya mengalir deras. Dengan bebas Pak Bejo mendapatkan keinginannya.
“Aduh, aku tidak tahan lagi, anak manis. Sejak datang ke rumah ini, tubuhmu itu selalu membuat penisku ngaceng nggak turun-turun. Hari ini aku jamin, aku akan memuaskanmu dengan baik sampai-sampai kau tidak akan mampu berjalan tegak lima hari lima malam, hahaha. Kau bisa memilih, kita melakukan hal ini bersama-sama dengan lembut atau aku akan memaksamu melakukannya dengan kasar. Bagaimana? Pilih yang pertama kan? Kalau setuju, buka pakaianmu itu pelan-pelan!”
Anissa masih berbaring tanpa daya dan tak mampu mengucapkan kata-kata. Semuanya berlangsung begitu cepat seperti mimpi buruk yang tidak kunjung berakhir. Pak Bejo berdiri di depan Anis dengan gelisah dan tak sabar, pria tua itu sudah melucuti pakaiannya sendiri sampai hanya mengenakan celana dalam. Anis tahu Pak Bejo pasti akan memperkosanya dengan cara yang paling menyakitkan seandainya dia menolak. Satu-satunya jalan agar semua ini berlangsung tanpa rasa sakit adalah menuruti semua kemauannya. Dengan berat hati Anissa mencopot kaos dan mulai menelanjangi dirinya sendiri di hadapan sang pemerkosa.
Satu persatu pakaian yang dikenakan Anissa dilepas, atasan, bawahan dan BH yang ia kenakan semuanya sudah lepas. Gadis itu hanya mengenakan celana dalam dan menggunakan pakaian yang tadi ia lepas sebagai pelindung untuk menutup dadanya yang telanjang. Anissa bergetar ketakutan sambil menyembunyikan diri dari pandangan penuh nafsu Pak Bejo. Pria itu tidak kenal kompromi, ia mendekat ke arah Anis, menarik pakaian penutup dada Anis dengan kasar dan melemparnya jauh-jauh.
“Sekarang celana dalamnya!” bentak Pak Bejo.
“Pak Bejo…” isak Anissa, “tidak bisakah kita…”
“Copot celana dalamnya, atau kau akan menyesal nanti!”
Pak Bejo menatap Anis dengan galak sampai gadis itu ketakutan. Sambil terisak, Anis melepaskan pelindung tubuhnya yang terakhir, celana dalamnya.
“Gadis pintar.” senyum puas membentang di wajah pria cabul itu ketika dia menatap jalang selangkangan Anissa yang telanjang, “Sekarang berbaringlah ke ranjang dan buka kakimu lebar-lebar.”
Anissa menelan ludah dengan rasa takut yang membuncah, tapi gadis itu mengikuti perintah Pak Bejo. Setelah kembali berbaring di ranjang, Anis membuka pahanya lebar, memberikan akses pada Pak Bejo menatap liang kewanitaannya yang memerah. Anis melirik ke bawah dan melihat Pak Bejo sedang melucuti celana dalamnya sendiri dengan terburu-buru, penisnya yang berukuran besar melejit keluar seperti cemeti. Nafas Anis makin berat ketika dia menyaksikan benda yang sebentar lagi akan dilesakkan ke liang vaginanya yang masih rapat. Benda itu benar-benar sangat besar, akan terasa sangat menyakitkan seandainya dimasukkan ke dalam kemaluannya. Perut Anissa melintir dan mual menyaksikan ukuran kemaluan Pak Bejo, karena takut, gadis itu kembali menutup kakinya rapat saat Pak Bejo mulai merangkak di atas ranjang mendekati mangsanya.
Telegram : @cerita_dewasaa
Anton meraih pena dan menandatangani surat cerai dengan tangan gemetar. Tiap goresan di atas kertas bagaikan pisau yang merobek-robek hati Dina. Seperti inikah akhir pernikahannya dengan Mas Anton? Seperti inikah berakhirnya masa-masa susah senang yang telah mereka arungi berdua bersama? Benarkah suaminya itu tega menjual istri untuk melarikan diri dari hutang dan tanggung jawab? Walaupun di kemudian hari Anton, Dina dan anak-anak tidak akan pernah kekurangan uang lagi, tapi…
“Selamat tinggal… sampaikan maafku pada anak-anak… ” bisik Anton lemah, tidak ada kekuatan dalam ucapan itu. Suara Anton terdengar seperti seorang lelaki yang sudah kalah perang. Anton menatap wajah Dina untuk yang terakhir kali, lalu mencium wanita jelita itu dengan penuh kasih sayang, sebuah ciuman terakhir.
Dengan langkah tertatih Anton meninggalkan ruangan sambil membawa file-file kepemilikan modal, rumah dan tanah di kota lain yang diberikan oleh Pak Pramono. Entah masa depan seperti apa yang akan ia hadapi nanti, yang jelas, Dina dan Anton tidak akan pernah bertemu kembali.
Dina melepas kepergian suaminya dengan tertunduk lesu. Airmatanya sudah kering dan ia tak mampu lagi menangis. Inikah kelanjutan hidupnya? Menjadi menantu Pak Bambang yang pernah menidurinya? Sebuah foto yang berada di atas meja menjadi ketakutan lain bagi Dina, apakah ia akan bersedia menjadi istri seorang lelaki yang tidak saja buruk rupa namun juga idiot?
Dina tahu, demi masa depan anak-anaknya dan demi kelangsungan hidup mereka, itulah kehidupan baru yang harus dijalaninya. Di bawah payung perlindungan Pak Bambang, Dina dan anak-anak tidak akan pernah lagi hidup kekurangan, walaupun untuk mendapatkan semua ini, dia harus menjual diri.
Dina menandatangani surat cerai dengan Anton. Ia tidak menangis sama sekali.
Pak Pramono menyalami Pak Bambang atas keberhasilannya mendapatkan seorang menantu yang sangat cantik dan seksi.
Telegram : @cerita_dewasaa
Lidya mengelap keringat yang menetes di kening. Akhir-akhir ini sinar matahari sangat panas dan menusuk kulit. Si cantik itu geleng-geleng melihat banyaknya cucian yang diberikan oleh Pak Hasan, sudah berapa hari si tua itu tidak mencuci pakaian? Jangan-jangan dia memang sengaja tidak mencuci baju agar bisa mengerjai Lidya? Satu demi satu baju dan celana yang dijemurnya di tali-tali yang sengaja dipasang.
Lidya sudah tidak mempedulikan lagi penampilannya yang seronok, ia ingin semua pekerjaan hari ini segera selesai dan ia bisa istirahat. Ia sudah tidak peduli lagi pada angin nakal yang berhembus dan melambai-lambaikan bagian bawah kemeja yang ia kenakan. Si cantik itu tidak mengenakan sehelai bajupun kecuali satu kemeja berukuran besar yang diberikan oleh Pak Hasan. Saat angin berhembus meniup bagian bawah tubuhnya, selangkangan Lidya terbuka dan menerima langsung desiran angin yang mengenai kulit dan bibir kemaluannya.
Tanpa sepengetahuan Lidya, penampilan hotnya ternyata mendapat perhatian langsung dari sebelah rumah. Seorang pembantu rumah tangga yang kebetulan sedang membersihkan rumput secara tidak sengaja melihat wanita cantik itu dengan pakaian seronok sedang menjemur pakaian.
Pemandangan yang sangat indah.
Pembantu itu geleng-geleng kepala, dulu sewaktu pasangan muda Andi-Lidya baru datang menempati rumah sebelah, Lidya langsung menjadi perhatian banyak lelaki di sekitar sini, baik yang sudah menikah maupun yang masih bujang. Penampilan wanita cantik itu sangat modern dan hot, membuat setiap mata yang memandang blingsatan, tapi baru sekali ini pembantu itu memperoleh hadiah yang menyenangkan, tubuh seindah itu dipamerkan seenaknya, benar-benar nekat Bu Lidya… seandainya saja dia bisa menikmati tubuh indahnya… ah… mimpi…
Pembantu itu tak bergerak sedikit pun, hanya memandang setiap gerakan gemulai Lidya. Tapi sayang pertunjukan itu tak berlangsung lama, setelah sekitar sepuluh menit menjemur pakaian, Lidya turun kembali ke lantai bawah. Sang pembantu tersenyum puas, ia memang tidak akan pernah bisa mencicipi keindahan tubuh nyonya tetangga, bagai pungguk merindukan bulan, tapi begini saja dia sudah puas.
Sang pembantu kembali melanjutkan tugasnya memotong rumput dengan senyum tersungging di bibir.
Dari balik jendela kamar, Pak Hasan mengelus-elus dagu sambil mengamati gerak-gerik sang pembantu tetangga. Beberapa saat kemudian terdengar suara langkah kaki Lidya turun dari tangga dan melewati Pak Hasan.
“Nduk, sudah selesai menjemurnya?”
“Sudah, Pak.”
“Omong-omong, apa kamu kenal dengan pembantu tetangga sebelah kiri kita ini?” tanya Pak Hasan sambil menunjuk rumah sebelah dari jendela tempatnya bersandar. “Siapa namanya?”
“Pembantu sebelah? Yang laki atau perempuan?”
“Yang laki.” Pak Hasan menunjuk ke luar jendela. “Itu, yang sedang memotong rumput.”
Lidya melihat keluar jendela dan mengenali sosok sang pemotong rumput. “Mas Marto?” Lidya menatap mertuanya curiga, “Kenapa memangnya?”
Pak Hasan hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. “Ah nggak…”
Ada senyum aneh menghias bibir lelaki tua itu, senyum yang membuat bulu kuduk Lidya berdiri. “Dulu kita pernah jalan-jalan ke mall. Bagaimana kalau besok pagi kita jalan-jalan ke pasar, Nduk?” tanya Pak Hasan sambil menyeringai lebar, “kita bisa beli sayur-sayuran dan ikan segar.”
Mata Lidya terbelalak ketakutan. Ke pasar? Kalau ingat apa yang dilakukan Pak Hasan saat mereka pergi ke mall tempo hari, pergi ke pasar bersama Pak Hasan bisa jadi hal yang menakutkan untuk Lidya.
Pak Hasan terkekeh melihat menantunya panik. Besok pagi pasti akan menyenangkan sekali.
BERSAMBUNG
Report content on this page
0 Komentar