ANAK ANGKAT KU (TAMAT)

 


Anis mengangguk, ”Nikmat banget, Sayang.” bisiknya sambil berusaha untuk bangkit.




”Mau kemana, Mi?” tanya Safiq cepat, takut tidak mendapatkan jatahnya.




”Kita pindah ke kamar, disini terlalu berbahaya, nanti dipergoki sama tetangga.” sahut Anis. Ditariknya tangan sang putra untuk masuk ke d4l4m rumah. Beriringan mereka menuju kamar.




”Kamarmu,” kata Anis saat melihat Safiq ingin berbelok ke kiri. Safiq segera m3mutar langkahnya, kamar mereka memang b3r$eberangan.




Di d4l4m, tanpa menunggu lama, Safiq segera menelanjangi diri. Begitu juga dengan Anis. Dengan tvbvh sama-sama t3l4nj4n9, mereka naik ke atas tempat tidur. ”Kamu pengen nenen?” tanya Anis sambil mendekap kepala Safiq dan lekas ditaruhnya ke atas gundukan p4yud4r4nya.




Tanpa menjawab, Safiq segera mencucup dan m3nc!umi dua benda bulat padat itu. Dih!$4pnya pu+!ng Anis dengan begitu rakus sambil tangannya bergerak m3r3m4$-r3m4$ pelan. Di bawah, p3ni$nya yang sudah ngaceng berat terasa menyundul-nyundul lvb4ng k3l4m!n Anis.




”Fiq, ayo masukkan!” pinta perempuan cantik itu. Ia membvk4 p4h4nya lebar-lebar sehingga terasa ujung p3ni$ Safiq mulai memasuki lvb4ngnya.




”Gimana, Mi, didorong gini?” tanya Safiq polos sambil berusaha m3nu$ukkan p3ni$nya.




”Yah, begitu… oughhh!” Anis melenguh, p3ni$ Safiq terasa membentur k3r4$, tapi tidak mau masuk. Dengan pengalamannya, Anis bisa mengetahui penyebabnya. Maka dengan cepat ia bangkit berdiri dan meraih p3ni$ Safiq, lalu dimasukkan ke d4l4m mu|u+nya.




“Ahh, Mi!” Safiq menj3r!t, sama sekali tak menyangka kalau sang bunda akan berbuat seperti itu. Dan asyiknya lagi, rasanya ternyata begitu nikmat, lebih nikmat daripada dik0c0k pake tangan. Safiq mulai mengerang-erang dibuatnya, tvbvhnya kelojotan, dan saat Anis mengh!$4p semakin kuat, iapun tak tahan lagi. P3ni$nya meledak menumpahkan segala isinya yang tertahan selama ini. Begitu banyak dan kental sekali.




”Ahh,” Anis yang sama sekali tidak menyangka kalau Safiq akan keluar secepat itu, jadi sangat kaget. Beberapa $p3rm4 si bocah sempat tertelan di mu|u+nya, sisanya yang sempat ia tampung, lekas ia ludahkan ke lantai.




“M-maaf, Mi.” kata Safiq dengan muka memerah menahan nikmat, lelehan $p3rm4 tampak masih menetes dari ujung p3ni$nya yang mengental.




Anis tersenyum penuh pengertian, “Tidak apa-apa. Bvk4n salahmu, sebulan tidak dikeluarkan pasti bikin kamu nggak tahan.”




Penuh kelegaan, Safiq menyambut sang bunda yang kini berbaring di sebelahnya.Mereka saling berp3lukan dan berc!uman. Tapi dasar n4f$u remaja, begitu p4yud4r4 Anis yang besar menghimpit perutnya, sementara p4h4 mereka yang terbvk4 saling berges3k4n, dengan cepat p3ni$ Safiq mengencang kembali.




“Eh, udah t3g4ng lagi tuh.” kata Anis gembira sambil menunjuk p3ni$ Safiq yang perlahan menggeliat bangun.




“Iya, Mi.” Safiq ikut tersenyum.




Anis men90c0knya sebentar agar benda itu makin cepat kaku dan men3g4n9. Saat sudah kembali ke ukuran maksimal, ia lekas mempersiapkan diri. Rasanya sudah tidak sabar lvb4ng v49in4nya yang gatal dimasuki oleh k3m4lu4n muda itu. Anis memejamkan mata saat Safiq mulai mendekap sambil terus m3nc!umi b!b!rnya, ia merasakan b!b!r k3m4lu4nnya mulai ters3ntuh ujung p3ni$ si bocah kecil.




”Tunggu dulu,” Anis menjulurkan tangan, sebentar ia usap-usapkan ujung p3ni$ Safiq ke b!b!r k3m4lu4nnya agar sama-sama basah, barulah setelah itu ia berbisik, ”Sudah, Fiq, masukkan sekarang!” Anis memberi jalan.




Safiq mulai mendorong. Pelan Anis mulai merasakan b!b!r k3m4lu4nnya terdesak menyamping. Sungguh luar biasa benda itu. Ohh, Anis benar-benar merasakan k3m4lu4nnya nikmat dan penuh sesak. Safiq terus mendorong, sementara Anis menahan nafas, menunggu pertautan alat k3l4m!n mereka tuntas dan selesai sepenuhnya.




”Ahh,” Anis mend3$4h tertahan saat p3ni$ Safiq terus meluncur masuk, membelah b!b!r k3m4lu4nnya hingga menjadi dua, memenuhi lorongnya yang sempit hingga ke relungnya yang terd4l4m, sampai akhirnya mentok di mu|u+ rahimnya yang memanas.




Mereka terdiam untuk sejen4k, saling m3n!km4t! rangsangan k3m4lu4n mereka yang kini sudah bertaut sempurna, begitu erat dan !nt!m. Rasanya sungguh luar biasa. Safiq bergidik sebentar saat merasakan Anis yang mengedutkan-ngedutkan dinding rahimnya, memijit b4+4n9 p3ni$nya dengan r3m4$an pelan. Safiq membalas dengan kembali m3nc!um b!b!r dan p4yud4r4 sang bunda, sambil tangannya tak henti-henti m3r3m4$-r3m4$ bulatannya yang padat menggoda.




Beberapa detik berlalu. Saat Anis sudah merasa cukup, iapun meminta Safiq untuk mulai menggerakkan pinggulnya. ”Pelan-pelan aja, nggak usah buru-buru. Kita nikmati saat-saat ini. Abi-mu masih lama pulangnya, dia lembur malam ini.” kata Anis.




Mengangguk mengerti, Safiq pun mulai memompa pinggulnya. Gerakannya begitu halus dan pelan, meski terlihat agak sedikit kaku. Maklum, masih pengalaman pertama. Tapi itu saja sudah sanggup membuat Safiq mer!nt!h keen4k4n, ia benar-benar cepat terbawa ke puncak k3n!km4t4n yang belum pernah ia alami sebelumnya. Nafasnya sudah memburu, terengah-engah. Sementara tvbvhnya mulai bergetar pelan.




Anis yang melihatnya jadi panik. ”Tahan dulu, Fiq. Tahan sebentar!” bisiknya, ia tidak mau permainan ini berhenti begitu cepat. Ia baru mulai merasa nikmat.




Tapi apa mau dikata, jepitan k3m4lu4n Anis terlalu nikmat bagi seorang perjaka seperti Safiq. Diusahakan seperti apapun, bocah itu sudah tak mampu lagi. Maka hanya d4l4m waktu singkat, Safiq pun menj3r!t dan kembali menumpahkan $p3rm4nya. Kali ini di d4l4m k3m4lu4n Anis. Cairannya yang kental berhamburan saat Safiq ambruk men!nd!h tvbvh bu9!l sang bunda dengan nafas ngos-ngosan.




”Ah, Safiq!” meski terlihat kecewa, namun Anis berusaha untuk memakluminya. Ia belai punggung Safiq dengan lembut. P3ni$ bocah itu yang masih menancap di lorong v49in4nya, masih terasa berkedut-kedut, menguras segala isinya. Anis merasakan l!4n9nya jadi begitu basah dan penuh.




Mereka terus berp3lukan untuk beberapa saat hingga tiba-tiba Anis menj3r!t kaget, ”Ah, Fiq!” tvbvh m0nt0knya sedikit terlonjak saat merasakan p3ni$ Safiq yang tiba-tiba saja kaku dan men3g4n9 kembali. ”Cepet banget!” pujinya gembira. DiC!umnya b!b!r bocah itu sebagai hadiah.




Safiq cuma tersenyum dan kembali memperbaiki posisi. Ia sudah siap untuk beraksi. Sambil m3lum4t b!b!r dan leher Anis, ia mulai menggerakkan pinggulnya.R3m4$an tangannya di p4yud4r4 sang bunda juga kembali gencar, secepat tusukannya yang kini sudah mulai lancar dan tahan lama.




”Ahhh… terus, Fiq. Yah, begitu!” Anis yang menerimanya, mer!nt!h dan menggeliat-geliat tak terkendali. Tvbvh m0nt0knya menggelepar hebat seiring goyangan Safiq yang semakin kuat. Dengan tusukannya yang tajam, bocah itu membuat v49in4 Anis men3g4n9 dan berdenyut pelan, benar-benar puncak k3n!km4t4n yang belum pernah ia alami selama enam tahun pernikahannya dengan mas Iqbal. Ohh, sungguh luar biasa. Anis jadi tak ingat apa-apa lagi selain kepuasan dan k3n!km4t4n. Dosa dan neraka sudah lama hilang dari pikirannya. Hati dan kesadarannya sudah tertutup oleh n4f$u b!r4h!.




“Fiq, ooh… oohh… terus… arghhh…” Anis sendiri terkejut oleh teriakannya yang sangat kuat. Pelan tvbvhnya bergetar saat cairan k3n!km4t4nnya menyembur keluar.




Safiq yang juga kesetanan terus memompakan k3m4lu4nnya berulang kali, dan tak lama kemudian ikut menggelepar. Wajahnya yang tampan menengadah, sementara kedua tangannya mencengkeram dan men3k4n p4yud4r4 Anis kuat-kuat. Di bawah, $p3rm4nya yang kental kembali meledak di d4l4m v49in4 sang bunda, memancar berulang kali, hingga membuat rahim Anis jadi begitu basah dan hangat.




”Oh,” Anis melenguh merasakan banyak sekali cairan kental yang memenuhi l!4n9 v49in4nya.




Setelah selesai, Safiq memiringkan tvbvh sehingga tautan alat k3l4m!n mereka tertarik dan terlepas dengan sendirinya. Tangannya kembali m3r3m4$ lembut p4yud4r4 Anis sambil b!b!rnya m3nc!umi wajah wanita yang sangat dikasihinya ini. Anis senang dengan perlakuan Safiq terhadap dirinya.




“Fiq, kamu sungguh luar biasa.” puji Anis kepada putra angkatnya. ”Cepet banget t3g4ngnya, padahal barusan keluar.”




Safiq tersenyum, ”Trims, Umi. Safiq senang bisa membuat Umi bahagia.”




”Tapi kamu juga nikmat kan?” goda Anis.




”Tentu saja, Mi.” Safiq mengangguk.




“Mau lagi?” tawar Anis.




”Umi nggak capek?” Safiq bertanya balik.




”Seharusnya umi yang tanya begitu,” sahut Anis, dan mereka tertawa berbarengan.




***




Sejak saat itu, hubungan mereka pun berubah. Bvk4n lagi seorang ibu dan anak, tetapi berganti menjadi sepasang kekasih yang selalu berusaha untuk memuaskan n4f$u masing-masing. Kapanpun dan dimanapun.




Prestasi Safiq kembali meningkat, bahkan lebih dari sebelumnya. Sementara Anis, mendapat hikmah yang paling besar. Ia kini hamil, sudah jalan 2 minggu. Sudah jelas itu anak siapa, tapi sepertinya mas Iqbal tidak curiga. Malah laki-laki itu kelihatan sangat senang dan gembira, sama sekali tidak curiga saat Anis kelepasan ngomong, ”Selamat, Fiq, sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ayah,”,,,,,,,,,,,,,,,,,,




End...


Posting Komentar

0 Komentar